BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori dan Literatur 2.1.1 Definisi Bank Syariah Beberapa pendapat mengenai definisi bank syariah, yaitu: Menurut UU. No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah : Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Menurut Harahap, Wiroso dan Muhammad Yusuf (2010 : 5), bank syariah adalah: Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah.
Jadi bank Syariah adalah lembaga keuangan yang juga memberikan tempat bagi nasabah untuk menabung, meminjam uang, maupun melakukan akad-akad pembiayaan yang ditawarkan oleh bank syariah itu sendiri. Jika bank konvensional mengenal bunga berbeda dengan bank syariah. Pada bank syariah tidak mengenal yang namanya bunga, tetapi bank syariah lebih mengenal adanya pembagian hasil, dimana pembagian hasil biasanya telah disepakati bersama. Pada bank syariah dalam menjalankan kegiatan operasionalnya dengan menggunakan Prinsip hukum Islam.
12
2.1.2 Landasan Hukum Bank Syariah Menurut Harahap, Wiroso dan Muhammad Yusuf (2010:12), landasan hukum bank syariah: Mulai tahun 2008 perbankan syariah di Indonesia memiliki Undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
2.1.3 Fungsi Bank Syariah Bank
Syariah
mempunyai
fungsi
yang
berbeda
dengan
bank
konvensional, fungsi bank syariah juga merupakan karakteristik bank syariah. Dengan diketahui fungsi bank syariah yang jelas akan membawa dampak dalam pelaksanaan kegiatan usaha bank syariah. Fungsi bank syariah menurut Muthaher (2012:16) adalah sebagai berikut: 1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang ekening investasi/deposan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank. 2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana (shahibul maal) sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi). 3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 4. Sebagai pengelola fungsi sosial, seperti pengelolaan dana zakat dan penerimaan serta penyaluran dana kebijakan (fungsi optional).
2.1.4 Prinsip Bank Syariah Dalam Undang-undang No.10 tahun 1998, Pasal 1 butir 13 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan prinsip syariah adalah sebagai berikut: Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, 13
atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waiqtina).
Menurut Harahap, Wiroso dan Muhammad Yusuf (2010:6), dalam Undang-undang perbankan syariah Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah “Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa di bidang syariah.”
2.1.5 Kegiatan Usaha Bank Syariah Menurut Undang-undang RI No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, dalam menjalankan usahanya, baik dari segi penghimpunan dana dan penyaluran dana, bank syariah mempunyai beberapa prinsip operasional yaitu: 1.
Penghimpunan dana
Dana yang ditempatkan nasabah di Bank Syariah dalam bentuk Simpanan atau Investasi berdasarkan Akad antara Bank Syariah dan nasabah yang bersangkutan. a.
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b.
Tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
c.
Deposito adalah Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan Akad antara Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS. 14
d.
Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya dapat dilakuka setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan.
e.
Investasi adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Penyaluran Dana a.
Tansaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memilih barang yang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli adalah suatu prinsip yang menerapkan tata cara jual beli. Dalam prinsip ini, bank mengangkat nasabah sebagai agen untuk melakukan pembelian barang atas nama bank.
b.
Selanjutnya bank menjual barang tersebut kepada nasabah lain dengan sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi bank. Prinsip ini bisa disebut dengan sistem mark up yakni semacam biaya bank memperhitungkan secara lum sum dalam bentuk nominal diatas nilai kredit yang diterima nasabah penerima kredit dari bank.
c.
Transaksi pembiayaan yang ditujukan utnuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil adalah suatu prinsip yang meliputi tata kerja pembagian hasil usaha antara pemodal dan pengelola dana, pembagian hasil usaha dapat terjadi antara nasabah dengan bank. Hasil usaha bank yang dibagikan kepada nasabah penyimpan dana adalah laba usaha bank yang dihitung selama periode tertentu, sedangkan hasil usaha nasabah penerima dana yang dibagikan dengan bank adalah laba yang dihasilkan nasabah penerima dana dari salah satu usahanya yang secara utuh dibiayai oleh bank.
2.1.6 Ciri-ciri Bank Syariah Bank syariah mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan bank konvensional. Menurut Antonio (2012:29) ciri-ciri ini bersifat universal dan kualitatif, artinya bank syariah beroperasi dimana harus memenuhi ciri-ciri berikut : 1.
Akad dan aspek legalitas 15
Dalam bank syariah akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrowi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sering kali nasabah berani melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. 2.
Lembaga penyelesaian sengketa Penyelesaian sengketa diselesaikan sesuai tata cara dan hukum syariah Lembaga penyelesaian yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, yaitu Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMU) yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan keputusan rapat Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Nomor : Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang sebelumnya direkomendasikan dari hasil RAKERNAS MUI pada tanggal 23-26 Desember 2002. Saat ini, Untuk sengketa pada bidang-bidang ekonomi syari'ah pengadilan yang berwenang adalah pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Sebagaimana bunyi pasal 49 Undang-undang No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah di amandemen dengan Undang undang Nomer 3 tahun 2006 yakni: "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, sedekah, ekonomi syari'ah.
3.
Bisnis dan usaha yang dibiayai Bisnis yang dibiayai oleh bank syariah tidak mengandung hal-hal yang haram.
4.
Lingkungan kerja Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Misalnya sifat amanah dan shiddiq harus dilandasi setiap karyawan, sehingga tercipta profesionalisme berdasarkan Islam. 16
2.2 Pembiayaan Dalam Sistem Syariah 2.2.1 Pengertian Pembiayaan Definisi pembiayaan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan dalam pasal 1 ayat 12 menyebutkan bahwa: Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
Sedangkan dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, pengertian dari pembiayaan tersebut diperjelas lagi bahwa: Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan itu berupa: a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah b. Transaksi sewa dalam bentuk Ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak milik dalam bentuk Ijarah Muntahiyah bit Tamlih c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, Istishna d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh, dan e. Transaksi multijasa dengan menggunakan akad Ijarah atau Kafalah. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara pihak Bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan atau bagi hasil. Menurut menurut Yusuf dan Wiroso (2011:101) pengertian pembiayaan adalah: Pengertian penyaluran dana meliputi pola jual beli yang dibukukan dalam perkiraan piutang, pola bagi hasil yang dibukukan dalam pembiayaan dan pola 17
ujroh untuk ijarah yang dubukukan dalam aktiva Ijarah, sehingga sangat jelas pembiayaan merupakan bagian penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah dan tidak tepat apabila kredit pada bank konvensional diterjemahkan sama dengan pembiayaan pada bank syariah, pembiayaan merupakan sebagian dari penyaluran dana.
Berdasarkan pengertian diatas, maka pembiayaan dengan prinsip syariah merupakan bentuk penyaluran dana berupa transaksi bagi hasil, transaksi sewa, transaksi jual beli, transaksi pinjam meminjam, dan transaksi multijasa dengan berlandaskan prinsip syariah kepada pihak yang memerlukan dana dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan, tanpa imbalan, atau bagi hasil sebagai tugas utama bank. Hal seperti yang diungkapkan oleh Muhammad Syafi’i Antonio (2012:160) bahwa “pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.” Secara ringkas dapat diartikan bahwa istilah pembiayaan ini merupakan istilah kredit yang biasa dipergunakan dalam bank konvensional. Yang membedakan hanya bentuk imbalan pada pembiayaan dan kredit adalah merupakan bentuk penyaluran dana perbankan. Pembiayaan salam sistem syariah mempunyai peranan sebagai manager investasi di sektor riil, sehingga seluruh keberhasilan dan resiko di dunia usaha atau pertumbuhan ekonomi secara langsung didistribusikan kepada pemilik dana sehingga terjalin hubungan yang harmonis. Modus ini untuk menghindarkan terjadinya gap antara
sumber
dana
dengan
investasi
(saving-investment)
sehingga
menciptakan landasan pertumbuhan yang kuat.
18
2.2.2 Unsur - unsur Pembiayaan Dalam pembiayaan mengandung berbagai maksud, atau dengan kata lain dalam pembiayaan terkandung unsur – unsur yang direkatkan menjadi satu. Adapun unsur - unsur yang terkandung dalam pembiayaan menurut Kasmir (2008:103) adalah sebagai berikut:
a.
Kepercayaan. Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan benar – benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai jangka waktu yang sudah diberikan. Kepercayaan yang diberikan oleh bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu pembiayaan berani dikucurkan. Oleh karena itu sebelum sebelum pembiayaan dikucurkan harus dilakukan penyelidikan dan penelitian terlebih dahulu secara mendalam tentang kondisi nasabah, baik secara intern maupun ekstern. Penelitian dan penyelidikan tentang kondisi pemohon pembiayaan sekarang dan masa lalu, untuk menilai kesungguhan dan etika baik nasabah terhadap bank.
b.
Kesepakatan. Kesepakatan antara si pemohon dengan pihak bank. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing - masing. Kesepakatan ini kemudian dituangkan dalam akad pembiayaan dan ditandatangani kedua belah pihak.
c.
Jangka Waktu. Setiap pembiayaan yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian pembiayaan yang telah disepakati. Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran yang sudah disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu jangka waktu ini bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.
d.
Risiko. Akibat adanya tenggang waktu, maka pengembalian pembiayaan akan memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu pembiayaan. Semakin panjang jangka waktu pembiayaan maka semakin besar risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko disengaja, maupun risiko yang tidak disengaja, misalnya karena bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga tidak mampu melunasi pembiayaan yang diperoleh.
e.
Balas Jasa. Dalam Bank konvensional balas jasa dikenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi yang juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya dikenal dengan bagi hasil.
19
2.2.3 Jenis –jenis Pembiayaan Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak – pihak yang merupakan defisit unit. Menurut Antonio (2012:160), pembiayaan menurut sifat penggunaan dapat dibagi menjadi 2 hal, sebagai berikut:
a.
Pembiayaan Produktif. Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
b.
Pembiayaan Konsumsi. Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan kousumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.
b.
Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan: i. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atu mutu hasil produksi. ii. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods).
2.2.4 Prinsip Pembiayaan Bank Syariah Menurut Yaya, et all, (2009:62) Pembiayaan bank syariah dilakukan dengan menggunakan skema jual beli, skema investasi, dan skema sewa. 1. 2. 3.
Prinsip jual beli terdiri atas tiga, yaitu murabahah, salam, dan istishna Prinsip investasi terdiri atas investasi dengan skema mudharabah dan investasi dengan skema musyarakah. Prinsip sewa terdiri atas dua skema, yaitu skema ijarah dan skema ijarah muntahiya bittamlik.
20
2.3 Pembiayaan Bagi Hasil Mudharabah 2.3.1 Pengertian Pembiayaan Mudharabah Menurut Antonio (2012:95), pengertian mudharabah adalah: Al-mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua belah pihak dimana pihak pertama (shabibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu diakibatkan kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Menurut PSAK 105 paragraf 4 tentang Akuntansi Mudharabah, pengertian mudharabah adalah: Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama ( pemilik dana = shahibul maal ) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua ( pengelola dana = mudharib ) bertindak selaku pengelola dan ketuntungan di bagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugiaan finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dari beberapa definisi tersebut dapat diambil kesimpulan pengertian atas pembiayaan mudharabah, yaitu pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah untuk membiayai kerjasama usaha dimana bank menyediakan 100% modal untuk dikelola oleh pihak lain yang memiliki keahlian. Pembagian keuntungan didasarkan pada nisbah yang telah disepakati bersama oleh pihak bank dengan nasabah (debitur). Secara umum, gambaran aplikasi perbankan mudharabah dalam skema menurut antonio (2012:98) adalah sebagai berikut :
21
Gambar 2.1 Alur pembiayaan mudharabah
PERJANJIAN BAGI HASIL Nasabah
Bank
(Mudharib)
(Shahibul maal)
KEAHLIAN/ KETERAMPILAN
PROYEK / USAHA
Nisbah X%
PEMBAGIAN Y KEUNTUNGAN
MODAL
Nisbah Y%
Pengambilan Modal Pokok
2.3.2 Jenis Pembiayaan Mudharabah Menurut Antonio (2012:97), Pembiayaan dengan akad mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu: 1.
Mudharabah muthlaqah Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. 22
2.
Mudharabah muqayyadah Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah retricted mudharabah/sfecified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, dan tempat
usaha.
Adanya
pembatasan
ini
seringkali
mencerminkan
kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
2.3.3 Landasan Syariah Menurut QS. Al-Muzammil ayat 10 dan 20: ”Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Alah SWT.” “Dan sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT.” Menurut QS. Al-Baqarah ayat 198 : “Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu.” Dari Sohaib r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: Jual beli secara tangguh, Muqaradhah (Mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)
23
2.3.4 Karakteristik Pembiayaan Mudharabah: Menurut Isretno (2011:69), karakteristik pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: Bila mengkaji karakteristik pembiayaan mudharabah berdasarkan UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, maka ditemukan bahwa bank syariah merupakan bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan “prinsip syariah”, “demokrasi ekonomi”, dan “prinsip kehati-hatian”. Dalam penjelasan pasal 2 UU tersebut diuraikan bahwa yang dimaksud dengan “prinsip syariah” adalah kegiatan yang tidak mengandung unsur-unsur yang dilarang syara’; Sedangkan “demokrasi ekonomi” disini mengandung arti, ada kegiatan yang terdiri dari nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. “Prinsip kehati-hatian” adalah pedoman pengelolaan bank yang wajib dianut oleh bank syariah dalam rangka mewujudkan perbankan syariah yang sehat, kuat, dan efisien.
2.3.5 Rukun-rukun Mudharabah Wiroso dan Yusuf M. (2011:121) rukun-rukun mudharabah terdiri dari: 1.
2. 3. 4. 5.
Orang yang berakad: a. Pemilik modal/ shahibul maal atau Rabbul maal b. Pelaksanaan atau usahawan/mudharib Modal/maal Kerja atau usaha/Dharabah Keuntungan/ribh Shighat/ijab qobul
2.3.6 Aturan Tentang Pembiayaan Mudharabah Menurut Wiroso (2011:329-331), Dewan Syariah Nasional menetapkan aturan tentang Pembiayaan Mudharabah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 07/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 4 april 2000 (Fatwa,2006) sebagai berikut: Pertama : Ketentuan Pembiayaan: 24
1.
Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.
2.
Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3.
Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4.
Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.
5.
Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6.
LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.
7.
Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8.
Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.
9.
Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan: 1.
Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
2.
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: a.
Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b.
Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak. 25
c. 3.
4.
5.
Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: a.
Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b.
Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c.
Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: a.
Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b.
Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c.
Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: a.
Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b.
Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c.
Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan: 1.
Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.
26
2.
Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
3.
Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
4.
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.3.7 Perlakuan Akuntansi Mudharabah Menurut Harahap, Wiroso dan Muhammad Yusuf (2010:438-463), jurnal mudharabah menurut PSAK 105 tentang akutansi mudharabah adalah: 1.
Jurnal saat persetujuan investasi mudharabah oleh pemilik dana Dr. Kontra komitment investasi mudharabah Cr. Kewajiban komitment investasi mudharabah
2.
xxx xxx
Jurnal pembelian asset mudharabah (modal nonkas) Dr. Persediaan Cr. Rekening supplier
4.
xxx
Jurnal penyerahan modal dalam bentuk kas Dr. Investasi mudharabah Cr. Rekening mudharib
3.
xxx
xxx xxx
Jurnal pembelian asset mudharabah (modal nonkas) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian Dr. Investasi mudharabah Dr. Kerugian penyerahan aset mudharabah Cr. Persediaan/aset mudharabah
xxx xxx xxx
27
Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah Dr. Investasi mudharabah Cr. Persediaan aktiva Cr. Keuntungan tangguhan aset mudharabah
xxx xxx xxx
Keuntungan tangguhan yang merupakan akibat selisih nilai wajar dengan nilai tercatat tersebut amortisasi harus dilakukan selama jangka waktu akad,maka jurnal yang dilakukan adalah: Dr. Keuntungan tangguhan aset mudharabah Cr. Pendapatan penyerahan aktiva
5.
xxx xxx
Jurnal penurunan nilai atau hilang sebelum usaha dimulai Apabila nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan karena rusak,hilang atau
faktor lain karena kelalaian
mudharib, maka bank dapat membentuk cadangan kerugian, dengan melakukan jurnal: Dr. Beban penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx Cr. Cadangan penyisihan kerugian investasi mudharabah
xxx
Jurnal pada saat penghapusbukuan adalah: Dr. Cadangan penyisihan kerugian invest mudharabah Cr. Investasi mudharabah
6.
xxx xxx
Pengakuan laba atau rugi mudharabah a. Jurnal saat penerimaan hasil Dr. Kas/rekening nasabah Cr. Pendapatan bagi hasil
xxx xxx
28
b. Apabila kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mudharib, maka jurnal saat bank membentuk cadangan kerugian adalah Dr. Beban penyisihan kerugian investasi mudharabah xxx Cr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah
xxx
Jurnal saat penghapusbukuan Dr. Penyisihan kerugian investasi mudharabah Cr. Investasi mudharabah
xxx xxx
c. Apabila pengelolaan dana yang dilakukan oleh mudharib terdapat bagian bagi hasil yang menjadi milik bank, tetapi tidak dibayarkan oleh mudharib, jurnal yang dilakukan adalah Dr. Piutang kepada mudharib Cr. Pendapatan bagi hasil mudharabah
7.
xxx xxx
Pengaturan pengakhiran Mudharib Mudharabah akan diakhiri baik dengan perjanjian di antara kedua belah pihak, karena keinginan kedua belah pihak, atau dengan alasan fource majeure (keadaan kahar). Dengan pertimbangan tertentu, misalnya mudharib sudah tidak dapat dipercaya lagi, karena telah banyak melanggar akad yang telah disepakati, sehingga pemilih dana dapat menghentikan pembiayaan mudharabah, baik pada akhir atau bahkan sebelum akad berakhir. Penghentian mudharabah baik pada akhir akad atau bahkan sebelum akad berakhir. Apabila mudharabah berakhir sebelum jatuh tempo dan pembiayaan mudharabah belum dibayar oleh pengelola dana (mudharib), maka pembiayaan mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo. Maka dilakukan jurnal: Dr. Piutang mudharib Dr. Penyisihan kerugian invest mudharabah Cr. Investasi mudharabah
xxx xxx xxx 29
2.4 Pengendalian Internal 2.4.1 Definisi Pengendalian Internal Berikut ini akan dipaparkan beberapa pengertian internal menurut para ahli, antara lain: Menurut COSO (Committee of Sponsoring Organizational of tradeway Commission), Willian C. Boyton, Raymond N.Johnson, dan Waltel G.Kell yang diterjemahkan oleh Budi S.I (2003:373) mendefinisikan pengendalian intern sebagai berikut: Pengendalian Internal (Internal Control) adalah suatu proses yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas, yang dirancang untuk menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan dalam kategori berikut: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku 3. Efektivitas dan efisien operasi
Menurut Mulyadi (2008:163), pengertian pengendalian internal adalah: Sistem Pengendalian Internal Meliputi struktur Organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Laporan
COSO
juga
menekankan
bahwa
konsep
fundamental
(fundamental concept) dinyatakan dalam definisi berikut: 1.
Pengendalian internal merupakan suatu proses. Ini berarti alat untuk mencapai suatu akhir, bukan akhir itu sendiri. Pengendalian internal terdiri dari serangkaian tindakan yang meresap dan terintegrasi dengan tindakan yang ditambahkan ke dalam infrastruktur suatu entitas. 30
2.
Pengendalian internal dilaksanakan oleh orang. Pengendalian internal bukan hanya suatu manual kebijakan dan formulir-formulir, tetapi orang pada berbagai tingkatan organisasi, termasuk dewan direksi, manajemen dan personel lainnya.
3.
Pengendalian internal dapat diharapkan untuk menyediakan hanya keyakinan yang mutlak, kepada manajemen dan dewan direksi suatu entitas karena suatu keterbatasan yang melekat dalam semua sistem pengendalian internal dan perlunya untuk mempertimbangkan biaya dan manfaat relatif dari pengadaan pengendalian.
4.
Pengendalian internal diarahkan pada pencapaian tujuan dalam kategori yang saling tumpah tindih dari pelaporan keuangan, kepatuhan dan operasi.
Menurut Amanina (2011:20) dapat disimpulkan bahwa ”pengendalian intern merupakan proses kebijaksanaan atau prosedur yang dijalankan dewan direksi, manajemen, dan personel lainnya dalam suatu entitas yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai mengenai kendalan pelaporan keuangan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku efektivitas dan efisiensi operasi serta untuk menjaga aktiva perusahaan.”
2.4.2 Tujuan Sistem Pengendalian Internal Berdasarkan dari definisi pengendalian internal yang dikemukakan oleh laporan COSO diatas, disebutkan bahwa tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga kategori berikut ini: 31
1.
Keandalan pelaporan keuangan Pengendalian yang dimaksudkan untuk menyediakan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan yang disusun oleh manajemen untuk pemakai eksternal telah disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2.
Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Pengendalian yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan dalam pencapaian tujuan diikuti oleh seluruh karyawan perusahaan.
3.
Efektivitas dan efisiensi operasi Pengendalian yang dimaksudkan untuk mendorong sumber daya secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan. Hal ini berkaitan dengan pengalokasian sumber-sumber milik perusahaan, sehingga dapat dicegah kegiatan yang tidak perlu dan pemborosan dari semua aspek organisasi.
Namun adapula tujuan pengendalian internal berdasarkan Mulyadi (2008:164-165) yang mengatakan bahwa : Tujuan sistem pengendalian internal adalah (1) menjaga kekayaan organisasi, (2) mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, (3) mendorong efisiensi, (4) mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Menurut tujuannya tersebut, sistem pengendalian internal tersebut dapat dibagi menjadi dua macam: pengendalian intern akuntansi dan pengendalian intern administratif. Pengendalian intern akuntansi meliputi struktur organisasi, metode dan ukuranukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian intern akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Pengendalian intern administratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen. 32
2.4.3 Prinsip-Prinsip Pengendalian Internal Prinsip-prinsip pengendalian internal menurut Weygant, Kieso, dan Kimmel yang diterjemahkan oleh Akbar, Wasilah, dan Rangga (2007:455-460) yaitu: 1. 2.
3.
4.
5.
6.
Pembentukan tanggung jawab. Pengendalian akan paling efektif jika hanya seseorang yang bertanggung jawab pada sebuah pekerjaan tertentu. Pemisahan tugas. Ada dua penerapan yang umum dari prinsip ini: a. Aktivitas-aktivitas terkait seharusnya ditugaskan ke orang yang berbeda-beda. b. Penciptaan akuntabilitas (dengan pencatatan) atas aset yang seharusnya terpisah dari penjagaan fisik aset tersebut. Prosseur dokumentasi. Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi dan peristiwa telah terjadi. Dengan membubuhkan tanda tangan (atau inisial) pada dokumen, pihak yang bertanggung jawab atas transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasi. Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik. Terkait dengan perlindungan aset, sebagian mempertinggi keakuratan dan kebenaran pencatatan akuntansi. Verifikasi internal independen. Melibatkan tinjauan, perbandingan, dan rekonsiliasi data yang dibuat oleh karyawan lain. Sebaiknya dilaksanakan setiap periodik atau mendadak, dilaksanakan oleh orang yang independen atas karyawan yang bertanggung jawab atas informasi terkait, dan perselisihan dan pengecualian dilaporkan ditingkat manajemen yang dapat memberikan tindakan koreksi. Pengendalian lainnya. Pengendalian lainnya meliputi pengikatan karyawan, pemegang kas, pengikatan melibatkan perolehan asuransi perlindungan atas ketidaktepatan penggunaan aset oleh karyawan yang tidak jujur. Merotasi tugas karyawan dan meminta karyawan untuk mengambil cuti untuk mencegah karyawan dari segala usaha pencurian karena mereka tidak akan mampu menyembunyikan kesalahan secara permanen. Kebanyakan penggelapan di bank ditemukan ketika pelaku sedang cuti atau ditugaskan di tempat kerja yang baru.
2.4.4 Komponen Pengendalian Internal Comitte of Sponsoring Organization of The Treadway Commission (COSO) yang dikutip oleh Arens (2008:274) komponen pengendalian internal tersebut adalah : 33
Internal control include five categories of control that management’s control objectives will be met. There are called the components of internal control adn are (1) the control environtment, (2) risk assessments, (3) control activities, (4) informations adn communication, (5) monitoring.
Kelima komponen pengendalian internal tersebut diuraikan sebagai berikut: 1.
The Control Environment (Lingkungan pengendalian). Menetapkan suasana suatu organisasi yang mempengaruhi kesadaran akan pengendalian dari orang-orangnya. Lingkungan pengendalian merupakan fondasi dari semua komponen pengendalian internal lainnya, yang menyediakan disiplin dan struktur.
2.
Risk Assessment (Penaksiran risiko). Penaksiran risiko merupakan pengidentifikasian dan analisis entitas mengenai risiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan entitas, yang membentuk suatu dasar mengenai bagaimana risiko harus dikelola.
3. Control Activities (Aktivitas Pengendalian). Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk memberikan keyakinan bahwa petunjuk yang dibuat oleh manajemen dilaksanakan. Kebijakan dan prosedur ini memberi keyakinan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilaksanakan untuk mengurangi risiko dalam pencapaian tujuan entitas. 4. Information and Communcation (Informasi dan komunikasi). Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua personil yang terlibat dalam pelaporan keuangan tentang bagaimana aktivitas mereka berkaitan dengan pekerjaan orang lain, baik yang berada di dalam 34
maupun di luar organisasi. Komunikasi ini mencakup sistem pelaporan kepada pihak yang lebih tinggi dalam entitas. 5.
Monitoring (Pemantauan) Pemantauan adalah proses penilaian kinerja pengendalian internal sepanjang waktu. Pemantauan dilaksanakan oleh personil yang semestinya melakukan pekerjaan tersebut, baik pada tahap desain maupun pengoperasian pengendalian. Pada waktu yang tepat, untuk menentukan apakah pengendalian internal beroperasi sebagaimana yang diharapkan, dan untuk menentukan apakah pengendalian internal tersebut telah memerlukan perubahan karena terjadinya perunahan keadaan. Pengendalian internal tidak mungkin efektif melalui keempat komponen
(penaksiran resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta pemantauan), tanpa lingkungan pengendalian efektif. Menurut COSO lingkungan pengendalian merupakan fondasi bangunan sistem pengendalian internal.
2.4.5 Pengertian efektivitas dan efisiensi dan ekonomisasi Efektivitas
(hasil
guna),
efisiensi
(daya
guna),
ekonomisasi
(penghematan), dan efektivitas (hasil guna) merupakan tiga hal penting yang tidak dapat dipisahkan yang harus dicapai perusahaan dalam meningkatkan kemampuan bersaingnya. 1. Efektivitas Secara singkat pengertian efektivitas dapat dipahami sebagai tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya, (Bayangkara, IBK. 2008:14) 35
Menurut Budiono (2008:21) Efektivitas adalah hubungan antara hasil (output) yang dicapai organisasi dengan sasaran yang ingin dicapainya, jika hasil tersebut semakin mendekati sasaran atau tujuan maka semakin efektif. Jadi, efektivitas dapat diartikan sebagai suatu tingkat sampai dimana tujuan dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai.
2. Efisiensi Efisiensi berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Efisiensi adalah rasio antara output dan input (Bayangkara, IBK. 2008:13). Artinya, efisiensi merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output dalam operasional perusahaan. Menurut Rai (2008:30) secara sederhana, efficiency (efisiensi) merupakan perbandingan antara output dan input. Suatu organisasi dapat dikatakan efisiensi apabila organisasi tersebut : (1) menghasilkan output yang lebih besar dengan menggunakan input tertentu; (2) menghasilkan output tetap untuk input yang lebih rendah dari yang seharusnya; (3) menghasilkan produksi yang lebih besar dari penggunaan sumber dayanya; dan (4) mencapai hasil dengan biaya serendah mungkin.
3. Ekonomisasi Ekonomisasi berhubungan dengan bagaimana perusahaan dalam mendapatkan sumber daya yang akan digunakan dalam setiap aktivitas. Sumber daya adalah kapasitas yang harus dimiliki perusahaan sehingga berbagai program yang ditetapkan dapat berjalan dengan baik. Menurut Bayangkara, IBK (2008:13) “Ekonomisasi merupakan ukuran input yang digunakan dalam berbagai program yang dikelola.” Artinya, jika perusahaan mampu memperoleh sumber daya yang akan digunakan dalam operasi dengan pengorbanan yang paling kecil,ini berarti perusahaan telah mampu memperoleh sumber daya tersebut dengan cara ekonomis.
2.5 Penelitian Terdahulu Penelitian
terdahulu,
Rustiah
(2007)
dengan
judul
Analisis
Sistem
Pengendalian Intern Atas Penanaman Dana Al-Mudharabah Pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. Struktur organisasi PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang, kebijakan dan prosedur yang dijalankan sudah menyediakan jaminan yang 36
memadai untuk mencapai tujuan perusahaan karena adanya fungsi resident auditor yang mempunyai peranan penting dalam perusahaan tetapi struktur organisasi penanaman dana al-mudharabahnya masih belum menggambarkan pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas karena pada struktur organisasi tersebut menjelaskan langkah-langkah proses penanaman dana sehingga lebih tepat dikatakan alur penanaman dana dari pada struktur organisasi penanaman dana. 2. Sistem wewenang dan prosedur penanaman dana al-mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan, dan biaya apabila Sistem wewenang dan prosedur penanaman dana al-mudharabah yang dijalankan telah sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang. 3. Pencatatan atas penanaman dana al-mudharabah yang dilakukan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang dapat mengantisipasi adanya kesalahan pencatatan karena tidak hanya dilakukan oleh satu bagian saja yaitu administrasi penanaman dan melainkan dilakukan juga oleh account manager bersama dengan support penanaman dana serta ada pelaporan kepada operational manager, hal tersebut dapat membuktikan bahwa data akuntansi yang disajikan adalah benar. 4. Sistem pengendalian intern atas kinerja karyawan yang berkwalitas PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang sudah berjalan dengan baik dan sesuai dengan elemen-elemen sistem pengenalian intern. Hal tersebut dibuktikan dari: a. Karyawan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang yang memegang peranan penting berlatar belakang pendidikan sarjana. 37
b. Semua karyawan pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang telah mendapatkan pelatihan tentang perbankan syariah. c. Adanya cuti untuk karyawan, sehingga dapat memberikan hak untuk menghilagkan kejenuhan pada karyawan serta untuk karyawan yang memegang peranan vital dalam perusahaan dapat dilakukan internal check oleh fungsi yang lain. d. Pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab sudah dijalankan oleh karyawan. 5. Pelaksanaan pemberian penanaman dana al-mudharabah pada PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang telah dilaksanakan berdasarkan praktek kerja yang sehat yang sesuai dengan sistem pengendalian intern yang baik. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut: a. Semua formulir dalam penanaman dana dibuat rangkap. b. PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang melakukan analisis ekonomi dan yuridis sebelum memberikan persetujuan atas usulan penanaman dana. c. Kebijaksanaan bank mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang sebelum melakukan akad penanaman dana al-mudharabah. d. Terdapat kompleksitas aspek aspek penanaman dana dalam kebijakan pemberian penanaman dana antara lain, syarat-syarat mitra, kualifikasi usaha mitra, penetapan nisbah bagi hasil dan sebagainya. e. PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang melakukan monitoring secara rutin serta inspeksi secara mendadak kepada mitra.
38
Selanjutnya dalam penelitian ini menyarankan untuk mengatasi hal tersebut PT. Bank Muamalat Indonesia Tbk Cabang Malang, agar lebih jelas lagi dalam membuat struktur organisasi penanaman dana sehingga dapat dibedakan antara struktur organisasi dengan alur / prosedur penanaman dana.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh, Lestari (2009) dengan judul Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Bank Syariah di Dalam Penyaluran Pembiayaan Musyarakah Kepada Masyarakat (Studi Kasus Pada Bank BRI Syariah Malang). Hasil penelitian menunjukkan dengan membandingkan antara teori dengan praktek yang terjadi pada Bank BRI Syariah Malang, dapat diketahui bahwa dalam penyaluran pembiayaan musyarakah kepada masyarakat sudah sesuai dengan prosedur dari keempat unsur elemen-elemen system pengendalian intern. Sehingga system pengendalian intern perusahaan tersebut berjalan dengan efektif dan terkendali. Penelitian Selanjutnya dilakukan oleh Gusman (2011) dengan judul Evaluasi Pengendalian Internal Pembiayaan Murabahah Kepada Pemesan Pembelian (KPP) Pada PT. Bank Syariah Bukopin Cabang Melawai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan adanya kemauan dalam menjaga integritas dan nilai etika, mengimplementasikan filosofi dan gaya manajemen sesuai dengan praktik bisnis dan juga menyusun kebijakan sumber daya manusia yang baik pada lingkungan pengendalian internal. Komponen lainnya seperti pengendalian fisik atas kekayaan catatan, penilaian resiko, review atas kinerja, aktivitas pengendalian prosedur otorisasi, aktivitas pengendalian perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan, informasi dan komunikasi, dan pemantauan juga telah dirancang dan dilakukan
39
dengan baik. Perusahaan juga merancang sistem perhitungan dan pencatatan jurnal pembiayaan murabahah yang sesuai dengan ketentuan PSAK 102 tentang murabahah. Perbedaan penelitian sekarang dengan terdahulu adalah menelaah lebih jauh tentang bagaimana konsep pembiayaan mudharabah dalam perbankan syariah sesuai dengan PSAK 105 tentang mudharabah serta bagaimana penerapan sistem pengendalian internal yang digunakan dalam pelaksanaan sistem bagi hasil dan resiko kerugian yang mungkin terjadi pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Kebon Jeruk.
40