BAB II LANDASAN TEORI
II.1 Gadai Konvensional II.1.1 Pengertian Gadai Secara Umum Beberapa pendapat mengenai definisi gadai dan pegadaian:
1. Menurut Kasmir (2010:262), secara umum pengertian usaha gadai adalah: Kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang akan dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan lembaga gadai. 2. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150, gadai adalah: Suatu hak yang diperoleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berhutang atau oleh orang lain atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orangorang yang berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya mana harus didahulukan. Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
9
Menurut Kasmir (2010:262) bahwa usaha gadai memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Terdapat barang-barang berharga yang akan digadaikan. 2. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan. 3. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali.
II.1.2 Landasan Hukum Gadai Konvensional 1. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 pasal 6 dijelaskan bahwa sifat usaha pegadaian adalah menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 2. Undang-undang Nomor 9 tahun 1969 pasal 7 dijabarkan: a. Turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah melalui penyediaan dana atas dasar hukum gadai dan jasa di bidang keuangan lainnya berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktek riba dan pinjaman tidak wajar.
II.1.3 Keuntungan Usaha Gadai Menurut Kasmir (2010:263) tujuan utama usaha pegadaian adalah: Untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan pelepas uang atau tukang ijon atau rentenir yang bunganya relatif tinggi. Perusahaan Pegadaian menyediakan pinjaman uang dengan jaminan barang-barang berharga. Meminjam uang ke Perum Pegadaian bukan saja karena prosedurnya yang mudah dan cepat, tetapi karena biaya yang dibebankan lebih ringan jika dibandingkan dengan para pelepas 10
uang atau tukan ijon. Hal ini dilakukan sesuai dengan salah satu tujuan dari Perum Pegadaian dalam pemberian pinjaman kepada masyarakat dengan moto “menyelesaikan masalah tanpa masalah”. Jika seorang membutuhkan dana sebenarnya dapat diajukan ke berbagai sumber dana, seperti meminjam uang ke bank atau lembaga keuangan lainnya. Akan tetapi, kendala utamanya adalah prosedurnya yang rumit dan memakan waktu yang relatif lebih lama. Kemudian di samping itu, persyaratan yang lebih sulit untuk dipenuhi seperti dokumen yang harus lengkap, membuat masyarakat mengalami kesulitan untuk memenuhinya. Begitu pula dengan jaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu, karena tidak semua barang dapat dijadikan jaminan di bank. Namun, di perusahaan pegadaian begitu mudah dilakukan, masyarakat cukup datang ke kantor pegadaian terdekat dengan membawa jaminan barang tertentu, maka uang pinjamanpun dalam waktu singkat dapat terpenuhi. Keuntungan
lain
di
pegadaian
adalah
pihak
pegadaian
tidak
mempermasalahkan untuk apa uang tersebut digunakan dan hal ini tentu bertolak belakang dengan pihak perbankan yang harus dibuat serinci mungkin tentang penggunaan uangnya. Begitu juga dengan sangsi yang diberikan relatif ringan, apabila tidak dapat melunasi dalam waktu tertentu. Sangsi yang paling berat adalah jaminan yang disimpan akan dilelang untuk menutupi kekurangan pinjaman yang telah diberikan. Jadi keuntungan perusahaan pegadaian jika dibandingkan dengan lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan lainnya adalah:
11
1. Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang, yaitu pada hari itu juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang tidak berbelit-belit. 2. Persyaratan yang sangat sederhana sehingga memudahkan konsumen untuk memenuhinya. 3. Pihak pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan untuk apa, jadi sesuai dengan kehendak nasabahnya.
II.1.4 Besarnya Jumlah Pinjaman Menurut Kasmir (2010:265) besarnya jumlah pinjaman tergantung dari: Nilai jaminan (barang-barang berharga) yang diberikan. Semakin besar nilainya, semakin besar pula pinjaman yang dapat diperoleh oleh nasabah demikian pula sebaliknya. Namun, biasanya pegadaian hanya melayani sampai jumlah tertentu dan biasanya yang menggunakan jasa pegadaian adalah masyarakat menengah ke bawah. Kepada nasabah yang memperoleh pinjaman akan dikenakan sewa modal (bunga pinjaman) per bulan yang besarnya tergantung dari golongan nasabah. Golongan nasabah ditentukan oleh pegadaian berdasarkan jumlah pinjaman, yaitu A, B, C dan D. Sedangkan besarnya sewa modal berubah sesuai dengan bunga pasar. Dalam menentukan besarnya jumlah pinjaman, maka barang-barang jaminan perlu ditaksir lebih dulu. Untuk menaksir nilai jaminan yang dijaminkan pihak pegadaian memiliki ahli-ahli taksir, misalnya jika yang dijaminkan adalah sebuah televisi merek “x” keluaran tahun “z”, maka si ahli taksir dengan cepat menaksir berapa nilai riil televisi tersebut. Yang jelas 12
nilai taksiran pasti lebih rendah dari nilai pasar, hal ini dimaksudkan jika terjadi kemacetan terhadap pembayaran pinjaman, maka dengan mudah pihak pegadaian melelang jaminan yang diberikan nasabah di bawah harga pasar. Di samping itu, pihak pegadaian juga mempunyai timbangan serta alat ukur tertentu, misalnya untuk mengukur karat emas dan gram emas. Tujuan akhir dari penilaian ini adalah untuk menentukan besarnya jumlah pinjaman yang dapat diberikan.
II.1.5 Sumber Dana Usaha Gadai Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1332) Perum Pegadaian sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan untuk menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (giro, deposito, dan tabungan). Sumber dana Perum Pegadaian antara lain: 1. Modal sendiri 2. Penyertaan modal pemerintah 3. Pinjaman jangka pendek dari perbankan 4. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI 5. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi 6. Pinjaman jangka panjang yang berasal dari KLBI 7. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
13
II.2 Gadai Syariah II.2.1 Pengertian Gadai Syariah Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1339): “Gadai dilihat dari sisi fiqih disebut “Ar-Rahn” yaitu suatu akad (perjanjian) pinjam meminjam dengan menyerahkan barang milik sebagai tanggungan utang”.
II.2.2 Landasan Hukum Gadai Syariah Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1340) landasan hukum gadai syariah yaitu: 1. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2) : 283 Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. 2. HR. Bukhari dan Muslim Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan seorang Yahudi dan nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya. 3. HR. Asy-Syafi’i, Al-Daraquthni dan Ibnu Majah Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya. 4. HR. Jama’ah, kecuali Muslim dan An-Nasa’i Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan.
14
5. HR Jamaah kecuali Muslim dan Nasa’i-Bukhari Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh dinaiki (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai), karena ia telah mengeluarkan biaya (menjaga)nya. Kepada orang yang naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya (perawatan)nya.
6. Fatwa Dewan Syariah Nasional No.25/DSN-MUI/III/2002, tanggal 26 Juni 2002 menyatakan, bahwa jaminan hutang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Ketentuan umum: 1. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk menahan Marhun (barang) sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi. 2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya. 3. Pemeliharaan dan penyimpanan. Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin. 4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. 5. Penjualan Marhun
15
a. Apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingatkan Rahin untuk segera melunasi hutangnya. b. Apabila rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa / dieksekusi. c. Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan. d. Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin. b. Ketentuan Penutup 1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
7. Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional No.26/DSN-MUI/III/2002, tanggal 28 Maret 2002 tentang Rahn Emas, maka keputusan DSN adalah sebagai berikut: a. Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (lihat Fatwa DSN No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn) b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang gadai (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin) 16
c. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan d. Biaya penyimpanan barang gadai dilakukan berdasarkan akad ijarah 1. Rukun a. Orang yang berakad 1) Yang berhutang (Rahin) 2) Yang berpiutang/pemilik modal (Murtahin) b. Sighat (Ijab Qabul) c. Harta yang di rahn-kan (Marhun) d. Pinjaman (Marhun Bih) 2. Syarat a. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil, seperti Murtahin (Pemilik Modal) mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. b. Marhun Bih (Pinjaman) 1) Merupakan hak yang wajib dikembailkan kepada Murtahin 2) Pinjaman itu bisa dilunasi dengan barang yang di rahn-kan tersebut 3) Pinjaman itu jelas dan tertentu a. Marhun (barang/harta yang di rahn-kan) 4) Bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman 5) Memiliki nilai 6) Jelas ukuran, jumlah dan sifatnya tertentu 17
7) Milik sah dan penuh dari rahin 8) Tidak berkait dengan hak orang lain 9) Bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya (dipegang/dikuasai secara hukum) a. Jumlah maksimum dana Rahn dan nilai likuidasi barang yang di rahn-kan, serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur b. Rahin setiap bulan dibebani jasa manajemen atas barang berupa: 1) Biaya asuransi 2) Biaya penyimpanan 3) Biaya keamanan 4) Biaya pengelolaan atau administrasi
II.2.3 Rukun dan Syarat Gadai Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1342) rukun dan syarat gadai adalah sebagai berikut: 1. Rukun a. Orang yang ber-akad 1) Yang berhutang (Rahin) 2) Yang berpiutang / pemilik modal (Murtahin) b. Sighat (Ijab Qabul) c. Harta yang di rahn-kan (Marhun) d. Pinjaman (Marhun Bih)
18
2. Syarat a. Akad tidak mengandung syarat fasik/bathil, seperti Murtahin (Pemilik Modal) mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. b. Marhun Bin (Pinjaman) 1) Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada Murtahin. 2) Pinjaman itu bisa dilunasi dengan barang yang di rahn-kan tersebut. 3) Pinjaman itu jelas dan tertentu. c. Marhun (barang/harta yang di rahn-kan): 1) Bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman 2) Memiliki nilai 3) Jelas ukuran, jumlah, dan sifatnya tertentu 4) Milik sah dan penuh dari rahin 5) Tidak berkait dengan hak orang lain 6) Bisa
diserahkan
baik
materi
maupun
manfaatnya
(dipegang/dikuasai secara hukum) d. Jumlah maksimum dana Rahn dan nilan likuidasi barang yang di rahn-kan, serta jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur. e. Rahin setiap bulan dibebani jasa manajemen atas barang, berupa: 1) Biaya asuransi 2) Biaya penyimpanan 3) Biaya keamanan 19
4) Biaya pengelolaan atau administrasi
II.2.4 Prosedur Pinjaman Gadai Syariah Menurut Manual Operasi Unit Layanan Gadai Syariah (2003) dalam operasional gadai syariah menggambarkan hubungan antara rahin dan murtahin. Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut: 1. Nasabah menjamin barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan. Kemudian pegadaian syariah menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan pembiayaan. 2. Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai, akad ini mengenai berbagai hal, seperti: besarnya jumlah pinjaman sebesar 90% dari harga taksiran, kesepakatan beradministrasi, tarif jasa simpan, pelunasan dan sebagainya. 3. Pegadaian syariah menerima biaya administrasi yang dibayar di awal transaksi, sedangkan untuk jasa simpan di saat pelunasan. 4. Nasabah melunasi barang yang digadaikan menurut akad pelunasan penuh, utang gadai, angsuran, atau tebusan dan sebagainya.
II.2.5 Barang Jaminan Gadai Syariah Menurut Ahmad Radoni dan Abdul Hamid (2008:198) bagi nasabah yang ingin memperoleh fasilitas pinjaman dari pegadaian syariah, maka hal yang paling penting diketahui adalah masalah barang yang dapat dijadikan jaminan di pegadaian syariah. Dalam hal jaminan, pegadaian syariah 20
menetapkan beberapa jenis barang berharga yang dapat diterima untuk digadaikan. Barang-barang tersebut nantinya ditaksir nilainya sehingga dapat diketahui berapa nilai taksiran dari barang yang digadaikan. Semakin besar nilai taksiran barang, semakin besar pula pinjaman yang akan diperoleh. Adapun jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dijadikan jaminan pegadaian syariah adalah sebagai berikut: a. Barang-barang atau benda perhiasan, antara lain: emas, perak, intan, berlian, mutiara, platina dan jam. b. Barang-barang berupa kendaraan seperti mobil termasuk bajaj dan bemo, sepeda motor dan sepeda biasa (termasuk becak). c. Barang-barang elektronik, antara lain: televisi, radio, radio tape, video, komputer, kulkas, tustel dan mesin tik. d. Mesin-mesin seperti mesin jahit dan mesin kapal motor. e. Barang-barang keperluan rumah tangga seperti: 1. Barang tekstil, berupa pakaian, permadani atau kain batik. 2. Barang pecah belah dengan catatan bahwa semua barang yang dijaminkan harus dalam kondisi baik dalam arti masih dapat digunakan dan bernilai. Hal ini penting bagi pegadaian syariah mengingat jika nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya maka barang jaminan akan dilelang sebagai penggantinya. Besarnya pinjaman dari pegadaian syariah yang diberikan kepada nasabah tergantung dari besaran nilai barang yang akan digadaikan. Barang yang diterima dari calon nasabah harus ditaksirkan oleh petugas penaksir 21
untuk mengetahui nilai barang tersebut. Dalam penaksiran nilai gadai, pegadaian syariah harus menghindari hasil penaksiran yang merugikan nasabah atau pegadaian syariah itu sendiri. Sehingga diperlukannya petugas penaksir yang memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Memiliki pengetahuan mengenai jenis barang gadai yang sesuai syariah ataupun yang tidak sesuai syariah. 2. Mampu memberikan penaksiran secara akurat atas nilai barang gadai sehingga tidak merugikan kedua belah pihak. 3. Memiliki saran dan prasarana penunjang dalam memperoleh keakuratan penilaian barang gadai. Dalam pegadaian syariah besarnya biaya di dasarkan pada: 1. Biaya riil yang dikeluarkan, seperti alat tulis kantor, perlengkapan dan biaya tenaga kerja. 2. Besarnya ditetapkan berdasarkan taksirannya. 3. Dipungut dimuka pada saat pinjaman dicairkan.
II.2.6 Produk dan Jasa Gadai Syariah Menurut Rivai, Andria, dan Ferry (2007:1344) produk gadai syariah antara lain: 1. rahn (Jasa Gadai Berprinsip Syariah) 2. arrum (Pembiayaan Usaha Mikro Kecil Berprinsip Syariah) 3. amanah (Pembiayaan Kepemilikan Kendaraan Bermotor Bagi Karyawan)
22
II.3 Perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional Pada pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian Konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan. Pegadaian syariah tidak menekankan pada pemberian bunga dari barang yang digadaikan. Meski tanpa bunga, pegadaian syariah tetap memperoleh keuntungan seperti yang sudah diatur oleh Dewan Syariah Nasional. Yaitu memberlakuakn biaya pemeliharaan dari barang yang digadaikan. Biaya itu dihitung dari nilai barang, bukan dari jumlah pinjaman. Sedangkan pada Pegadaian konvensional, biaya yang harus dibayar sejumlah dari yang dipinjamkan. Perbedaan antara Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional akan di jelaskan pada tabel berikut ini Tabel 2.1 Perbedaan Pegadaian Syariah dengan Pegadaian Konvensional No. Pegadaian Konvensional Pegadaian Syariah 1.
Didasarkan
pada
Peraturan Didasarkan pada Peraturan Pemerintah
Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000
Nomor 103 Tahun 2000 dan Hukum Agama Islam
2.
Biaya administrasi menurut prosentase Biaya administrasi menurut ketetapan berdasarkan golongan barang
berdasarkan golongan barang 23
3.
Bilamana
lama
pengembalian Bilamana lama pengembalian pinjaman
pinjaman lebih dari perjanjian barang lebih dari akad, barang gadai nasabah gadai dilelang kepada masyarakat 4.
Sewa
modal
dihitung
dijual kepada masyarakat
dengan: Jasa
simpanan
dihitung
dengan:
Prosentase x Uang Pinjaman (UP)
Konstanta x taksiran
5.
Maksimal jangka waktu 4 bulan
Maksimal jangka waktu 3 bulan
6.
Uang kelebihan (UK) = hasil lelang – Uang kelebihan (UK) = hasil penjualan (uang pinjaman + sewa modal + biaya – (uang pinjaman + jasa penitipan + lelang)
7.
biaya penjualan)
Bila dalam satu tahun uang kelebihan Bila dalam satu tahun uang kelebihan tidak diambil, uang kelebihan tersebut tidak
diambil,
diserahkan
kepada
menjadi milik pegadaian
Lembaga ZIS
8.
1 hari dihitung 15 hari
1 hari dihitung 5 hari
9.
Mengenakan bunga (sewa modal) Tidak mengenakan bunga pada nasabah terhadap nasabah uang memperoleh yang mendapatkan pinjaman pinjaman
10.
Istilah-istilah yang digunakan:
a. b. c. d. e.
Gadai Pegadaian Nasabah Barang pinjaman Pinjaman
Istilah-istilah yang digunakan:
a. b. c. d. e.
Rahn Murtahin Rahin Marhun Marhun bih
Sumber: Bank and Financial Institution Management (2007:1354)
24
II.4 Persamaan Gadai Konvensional dan Gadai syariah Menurut Sholahuddin dan Lukman (2008:122) persamaan gadaikonvensional dengan gadai syariah diantaranya sebagai berikut: 1. Hak gadai berlaku atas pinjaman. 2. Adanya Agunan sebagai jaminan uang. 3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan. 4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai. 5. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang di gadaikan boleh dijual atau dilelang.
II.5 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 102 : Akuntansi Murabahah PENDAHULUAN Tujuan 1. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi murabahah .
Ruang Lingkup 2. Pernyataan ini diterapkan untuk: (a) Lembaga keuangan syariah dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik sebagai penjual maupun pembeli; dan (b) Pihak-pihak yang melakukan transaksi murabahah dengan lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah.
25
3. Lembaga keuangan syariah yang dimaksud, antara lain, adalah: (a) Perbankan syariah sebagaimana yang dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang berlaku; (b) Lembaga keuangan syariah nonbank seperti asuransi, lembaga pembiayaan, dan dana pensiun; dan (c) Lembaga keuangan lain yang diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menjalankan transaksi murabahah.
4. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad murabahah.
Definisi 5. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini:
Aset murabahah adalah aset yang diperoleh dengan tujuan untuk dijual kembali dengan menggunakan akad murabahah.
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh suatu aset sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau digunakan.
Biaya perolehan tunai adalah biaya perolehan apabila transaksi dilakukan secara kas (tunai). 26
Diskon murabahah adalah pengurangan harga atau penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh pihak pembeli dari pemasok.
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan dan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar.
Potongan murabahah adalah pengurangan kewajiban pembeli akhir yang diberikan oleh pihak penjual.
Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli kepada penjual sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual.
Karakteristik 6. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli.
7. Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan 27
mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah yang telah dibeli oleh penjual telah mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli, maka penurunan nilai tersebut menjadi tanggungan penjual dan akan mengurangi nilai akad.
8. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.
9. Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan. Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.
10. Harga yang disepakati dalam muarabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah, maka diskon itu merupakan hak pembeli.
11. Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain, meliputi: (a) Diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang; (b) Diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang; (c) Komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang.
28
12. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad murabahah disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut. Jika tidak diatur dalam akad, maka diskon tersebut menjadi hak penjual.
13. Penjual dapat meminta pembeli menyediakan agunan atas piutang murabahah, antara lain, dalam bentuk barang yang telah dibeli dari penjual dan/atau aset lainnya.
14. Penjual dapat meminta uang muka kepada pembeli sebagai bukti komitmen pembelian sebelum akad disepakati. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah, jika akad murabahah disepakati. Jika akad murabahah batal, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah dikurangi kerugian riil yang ditanggung oleh penjual. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian, maka penjual dapat meminta tambahan dari pembeli.
15. Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana berasal yang dari denda diperuntukkan sebagai dana kebajikan.
16. Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli: 29
(a) Melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu; atau (b) Melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah disepakati.
17. Penjual boleh memberikan potongan dari total piutang murabahah yang belum dilunasi jika pembeli: (a) Melakukan pembayaran cicilan tepat waktu; dan atau (b) Mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN AKUNTANSI UNTUK PENJUAL 18. Pada saat perolehan aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
19. Pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah sebagai berikut: (a) Jika murabahah pesanan mengikat, maka: (i) Dinilai sebagai biaya perolehan; dan (ii) Jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak, atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset. (b) Jika murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat, maka: (i) Dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi, mana yang lebih rendah; dan
30
(ii) Jika nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
20. Diskon pembelian aset murabahah diakui sebagai: (a) Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah; (b) Kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli; (c) Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad menjadi hak penjual; atau (d) Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad.
21. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon pembelian akan tereliminasi pada saat: (a) Dilakukan pembayaran kepada pembeli sebesar jumlah potongan setelah dikurangi dengan biaya pengembalian; atau (b) Dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat dijangkau oleh penjual.
22. Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar biaya perolehan aset murabahah ditambah keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian piutang. 31
23. Keuntungan murabahah diakui: (a) Pada saat terjadinya penyerahan barang jika dilakukan secara tunai atau secara tangguh yang tidak melebihi satu tahun; atau (b) Selama periode akad sesuai dengan tingkat risiko dan upaya untuk merealisasikan keuntungan tersebut untuk transaksi tangguh lebih dari satu tahun. Metode-metode berikut ini digunakan, dan dipilih yang paling sesuai dengan karakteristik dan upaya transaksi murabahah-nya: (i) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah. Metode ini terapan untuk murabahah tangguh dimana risiko penagihan kas dari piutang murabahah dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya relatif kecil. (ii) Keuntungan diakui proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah. Metode ini untuk terapan transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang tersebut relatif besar juga. (iii) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Metode ini terapan untuk transaksi murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Dalam praktek, metode ini jarang dipakai, karena transaksi murabahah tangguh mungkin tidak terjadi bila tidak ada kepastian yang memadai akan penagihan kasnya.
24. Pengakuan keuntungan, dalam paragraf 23 (b) (ii), dilakukan secara proporsional atas jumlah piutang yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih. 32
Persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin dan biaya perolehan aset murabahah.
25. Berikut ini contoh perhitungan keuntungan secara proporsional untuk suatu transaksi murabahah dengan biaya perolehan aset (pokok) Rp 800,00 dan keuntungan Rp 200,00; serta pembayaran dilakukan secara angsuran selama 3 tahun; dimana jumalah angsuran pokok dan keuntungan yang diakui setiap tahun adalah sebagai berikut:
Tahun 1 2 3
Angsuran (Rp) 500,00 300,00 200,00
Pokok (Rp) 400,00 240,00 160,00
Keuntungan (Rp) 100,00 60,00 40,00
26. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi secara tepat atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah.
27. Pemberian potongan pelunasan piutrang murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu metode berikut:
(a) Diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan keuntungan murabahah; atau (b) Diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
33
28. Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut: (a) Jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu, maka diakui sebagai pengurang keuntungan murabahah; (b) Jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli, maka diakui sebagai beban.
29. Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad, dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
30. Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut: (a) Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima; (b) Jika barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai pembayaran piutang (merupakan bagian pokok); (c) Jika barang batal dibeli oleh pembeli, maka uang muka dikembalikan kepada pembeli setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual.
AKUNTANSI UNTUK PEMBELI AKHIR 31. Hutang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai hutang murabahah sebesar harga beli yang disepakati (jumlah yang wajib dibayarkan).
34
32. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan.
33. Beban murabahah tangguhan diamortisasi secara proporsional dengan porsi hutang murabahah.
34. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan dan potongan hutang murabahah diakui sebagai pengurang beban murabahah tangguhan.
35. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai dengan akad diakui sebagai kerugian.
36. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai kerugian.
PENYAJIAN 37. Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
38. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang murabahah.
39. Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) hutang murabahah. 35
PENGUNGKAPAN 40. Penjual
mengungkapkan
hal-hal
yang
terkait
dengan
transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas pada: (a) Harga perolehan aset murabahah; (b) Janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan; dan (c) Pengungkapan yang diperlukan sebagai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
41. Pembeli
mengungkapkan
hal-hal
yang
terkait
dengan
transaksi
murabahah, tetapi tidak terbatas pada: (a) Nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah; (b) Jangka waktu murabahah tangguh; (c) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
KETENTUAN TRANSISI 42. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi murabahah yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan Pernyataan ini secara retrospektif.
36
TANGGAL EFEKTIF 43. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2008.
PENARIKAN 44. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan murabahah.
II.6 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 105 : Akuntansi Mudharabah AKUNTANSI MUDHARABAH PENDAHULUAN Tujuan 1. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi mudharabah. Ruang Lingkup 2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi mudharabah baik sebagai pemilik dana (shahibul maal) maupun pengelola dana (mudharib).
3. Pernyataan ini tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi atas obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad mudharabah. 37
Definisi 4. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini:
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Mudharabah
muthlaqah
memberikan
kebebasan
adalah kepada
mudharabah pengelola
dimana
dana
pemilik
dalam
dana
pengelolaan
investasinya.
Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi.
Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi.
Karakteristik 5. Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana.
38
6. Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, maka dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer.
7. Dalam mudharabah muqayyadah, contoh batasan antara lain: (a) Tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; (b) Tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau (c) Mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga.
8. Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
9. Pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri.
10. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka jumlah porsi bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama
39
periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana.
Prinsip Pembagian Hasil Usaha 11. Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Contoh: Uraian Penjualan Harga Pokok Penjualan Laba Kotor Beban Laba rugi bersih
Jumlah 100 65 35 25 10
Metode Bagi Hasil
Gross Profit Margin Profit Sharing
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN AKUNTANSI UNTUK PEMILIK DANA 12. Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana.
40
13. Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut:
(a) Investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan; (b) Investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas pada saat penyerahan: (i) Jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. (ii) Jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya, maka selisihnya diakui sebagai kerugian.
14. Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang, atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo mudharabah.
15. Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil.
16. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana.
17. Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam aset nonkas dan aset nonkas tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang 41
dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi, namun diperhitungkan pada saat pembagian bagi hasil.
18. Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain ditujukan oleh: (a) Persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi; (b) Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau (c) Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
19. Jika akad mudharabah brakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
Penghasilan Usaha 20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati.
21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara: (a) Investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan (b) Pengembalian investasi mudharabah diakui sebagai keuntungan atau kerugian. 42
22. Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha.
23. Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah.
24. Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang.
AKUNTANSI UNTUK PENGELOLA DANA 25. Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.
26. Jika pengelola dana menyalurkan dana syirkah temporer yang diterima maka pengelola dana mengakui sebagai aset sesuai ketentuan pada paragraf 12 – 13.
27. Pengelola dana mengakui pendapatan atas pengeluaran dana syirkah temporer secara bruto sebelum dikurangi dengan bagian hak pemilik dana.
28. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip, yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11. 43
29. Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana.
30. Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana.
Mudharabah Musytarakah 31. Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah musytarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi mudharabah.
32. Akad
mudharabah
musytarakah
merupakan
perpaduan
antara
akad
mudharabah dan akad musyarakah.
33. Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah)
menyertakan juga dananya dalam invenstasi bersama
(berdasarkan akad musyarakah). Pemilik dana musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi dana yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik dana musyarakah.
34. Pembagian hasil investasi mudharabah musytarakah dapat dilakukan sebagai berikut: 44
(a) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai mudharib) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dengan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing; atau (b) Hasil investasi dibagi antara pengelola dana (sebagai musytarik) dan pemilik dana sesuai dengan porsi modal masing-masing, selanjutnya bagian hasil investasi setelah dikurangi untuk pengelola dana (sebagai musytarik) tersebut dibagi antara pengelola dana (sebagai mudharib) dengan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
35. Jika terjadi kerugian atas investasi, maka kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik.
PENYAJIAN 36. Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat.
37. Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan: (a) Dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar nilai tercatatnya untuk setiap jenis mudharabah.
45
(b) Bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitunghkan tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan sebagai pos bagi hasil yang belum dibagikan di kewajiban.
PENGUNGKAPAN 38. Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada: (a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain; (b) Rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya; (c) Penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan (d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah. 39. Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas pada: (a) Isi kesepakatan utama usaha mudharabah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha mudharabah, dan lain-lain; (b) Rincian dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya; (c) Penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah; dan (d) Pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
46
KETENTUAN TRANSISI 40. Pernyataan ini berlaku secara prospektif untuk transaksi mudharabah yang terjadi setelah tanggal efektif. Untuk meningkatkan daya banding laporan keuangan maka entitas dianjurkan menerapkan pernyataan ini secara retrospektif.
TANGGAL EFEKTIF 41. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan penyajian laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Janurai 2008.
PENARIKAN 42. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah, yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan mudharabah.
II.7 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 107 : Akuntansi Ijarah PENDAHULUAN Tujuan 1. Pernyataan ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi ijarah.
47
Ruang Lingkup 2. Pernyataan ini diterapkan untuk entitas yang melakukan transaksi ijarah.
3. Pernyataan ini mencakup pengaturan untuk pembiayaan multijasa yang menggunakan akad ijarah, namun tidak mencakup pengaturan perlakuan akuntansi untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad ijarah.
Definisi 4. Berikut ini adalah pengertian istilah yang digunakan dalam pernyataan ini:
Asset ijarah adalah aset baik berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating lease).
Ijarah muntahiyah bittamlik adalah ijarah dengan wa’d perpindahan kepemilikan aset yang di ijarah-kan pada saat tertentu.
48
Nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar (arms length transaction).
Obyek ijarah adalah manfaat penggunaan aset berwujud atau tidak berwujud.
Sewa operasi adalah sewa yang tidak mengalihkan secara substansi seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset.
Umur manfaat adalah suatu periode dimana aset diharapkan akan digunakan atau jumlah produksi/unit serupa yang diharapkan akan diperoleh dari aset.
Wa’d adalah janji dari satu pihak kepada pihak kepada pihak lain untuk melaksanakan sesuatu.
Karakteristik 5. Ijarah merupakan sewa menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan resiko dan manfaat yg terkait dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu.
49
6. Perpindahan kepemilikan suatu aset yang diijarahkan dari pemilik kepada penyewa, dalam ijarah muntahiyah bittamlik, dilakukan jika akad ijarah telah berakhir atau diakhiri dan aset ijarah telah diserahkan kepada penyewa dengan membuat akad terpisah secara: (a) Hibah; (b) Penjualan sebelum akhir masa akad; (c) Penjualan pada masa akad; (d) Penjualan secara bertahap.
7. Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian.
8. Spesifikasi obyek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis, harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN Akuntansi Pemilik (mu’jir) Biaya perolehan 9. Obyek ijarah diakui pada saat obyek ijarah diperoleh sebesar biaya perolehan.
50
10. Biaya perolehan obyek ijarah yang berupa aset tetap mengacu ke PSAK 16: Aset Tetap dan aset tidak berwujud mengacu ke PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
Penyusutan dan amortisasi 11. Obyek ijarah disusutkan atau diamortiasi, jika berupa aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi, sesuai dengan kebijakan penyusutan atau amortisasi untuk aset sejenis selama umur manfaatnya (umur ekonomis).
12. Kebijakan penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari obyek ijarah.umur ekonomis dapat berbeda dengan umur teknis. Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun di-ijarah-kan dengan akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian, umur ekonomisnya adalah 5 tahun.
13. Pengaturan penyusutan obyek ijarah yang berupa aset tetap sesuai dengan PSAK 16 : Aset Tetap dan amortisasi aset tidak berwujud sesuai dengan PSAK 19: Aset Tidak Berwujud.
Pendapatan dan beban 14. Pendapatan sewa selama masa akad diakui pada saat manfaat atas aset telah diserahkan kepada penyewa. 51
15. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan.
16. Pengakuan biaya perbaikan obyek ijarah adalah sebagai berikut: (a) Biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya; dan (b) Jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik, maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat terjadinya .
17. Dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan obyek ijarah yang dimaksud dalam paragraf 16 huruf (a) dan (b) ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding dengan bagian kepemilikan masing-masing atas obyek ijarah.
18. Biaya perbaikan obyek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik.
Perpindahan kepemilikan 19. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara: (a) Hibah, maka jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai beban;
52
(b) Penjualan sebelum berakhirnya masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian; (c) Penjualan setelah selesai masa akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat objek ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian; (d) Penjualan secara bertahap, maka: (i)
Selisih antara harga jual dan jumlah tercatat sebagian objek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian; dan
(ii)
Bagian objek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.
Akuntansi Penyewa (Musta’jir) Beban 20. Beban sewa diakui salama masa akad pada saat manfaat atas aset telah diterima.
21. Utang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang telah diterima.
22. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya. 53
23. Biaya pemeliharaan obyek iijarah, dalam ijarah muntahiyah bittamlik melalui penjualan obyek ijarah secara bertahap, akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan obyek ijarah.
Perpindahan kepemilikan 24. Pada saat perpindahan kepemilikan objek ijarah dari pemilik kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bittamlik dengan cara: (a) Hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar obyek ijarah yang diterima; (b) Pembelian sebelum masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati; (c) Pembelian setelah masa akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar atau pembayaran tunai yang disepakati; (d) Pembelian secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar nilai wajar.
Jual dan ijarah 25. Transaksi jual-dan-ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak saling bergantung (ta’alluq) sehingga harga jual harus dilakukan pada nilai wajar.
26. Jika suatu entitas menjual obyek ijarah kepada lain dan kemudian menyewanya kembali, maka entitas tersebut mengakui keuntungan atau
54
kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa.
27. Keuntungan atau kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah tidak dapat diakui sebagai pengurangan atau penambah beban ijarah.
Ijarah-Lanjut 28. Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi pemilik dan akuntansi penyewa dalam pernyataan ini.
29. Jika suatu entitas menyewa obyek ijarah (sewa) untuk disewa lanjutkan, maka entitas mengakui sebagai beban ijarah (sewa) tangguhan untuk pembayaran ijarah jangka panjang dan sebagai beban ijarah (sewa) untuk sewa jangka pendek.
30. Perlakuan akuntansi penyewa diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai penyewa) dengan pemilik dan perlakuan akuntansi pemilik diterapkan untuk transaksi antara entitas (sebagai pemilik) dengan pihak penyewa lanjut.
55
PENYAJIAN 31. Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
PENGUNGKAPAN 32. Pemilik mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada: (a) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada : (i)
Keberadaan wa’d pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’d pengalihan kepemilikan)
(ii)
Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah-lanjut;
(iii)
Agunan yang digunakan (jika ada)
(b) Nilai perolehhan dan akumulasi penyusutan atau amortisasi untuk setiap kelompok aset ijarah; (c) Keberadaan transaksi jual dan ijarah (jika ada).
33. Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas pada: (a) Penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada: (i)
Total pembayaran
56
(ii)
Keberadaan wa’d pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada wa’d pemilik untuk mengalihkan kepemilikannya)
(iii)
Pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;
(iv)
Agunan yang digunakan (jika ada)
(b) Keberadaan transaksi jual dan ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada transaksi jual dan ijarah).
KETENTUAN TRANSISI 34. Pernyataan ini diterapkan secara prospektif penerapan secara retrospektif diperkenankan, tetapi tidak disyaratkan.
TANGGAL EFEKTIF 35. Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 januari 2010. Penerapan lebih dini dianjurkan. Jika entitas menerapkan pernyataan ini untuk periode yang dimulai sebelum 1 januari 2010, maka fakta tersebut harus diungkapkan.
PENARIKAN 36. Pernyataan ini menggantikan PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang berhubungan dengan perlakuan akuntansi untuk pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan atas transaksi ijarah. 57