25
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI
2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata. Menurut Pasal 1150 KUHPerdata pengertian tentang gadai adalah sebagai berikut : Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang – orang berpiutang lainnya ; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya – biaya mana harus didahulukan. Dari perumusan Pasal 1150 KUHPerdata di atas dapat diketahui, bahwa gadai merupakan suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya, untuk menjamin suatu hutang dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dulu dari kreditur-kreditur lainnya, kecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk benda itu, biaya-biaya mana harus didahulukan. Selain itu, gadai dalam pengertian hukum islam dapat dinyatakan sebagai berikut:
26
Gadai adalah menjadikan barang atau benda berharga sebagai jaminan utang dan akan dijadikan alat pembayaran utangnya apabila utang tersebut tidak dapat dibayar sampai batas waktu yang telah ditentukan. Adapaun barang yang dijadikan jaminan biasanya barang yang berharga atau yang mempunyai nilai ekonomis serta dapat disimpan/ bertahan lama. Misalnya emas, tanah, rumah, kendaraan, binatang dan lain – lain.20 Menurut H. Salim H S, gadai adalah “ suatu perjanjian yang dibuat oleh kreditur dengan debitur, dimana debitur menyerahkan benda bergerak kepada kreditur, untuk menjamin pelunasan suatu hutang gadai, ketika debitur lalai prestasinya.”21 Pegadaian adalah lembaga keuangan nonbank yang merupakan salah satu bentuk lembaga pembiayaan yang diperuntukkan untuk masyarakat luas berpenghasilan rendah yang membutuhkan dana dalam waktu segera. Dana tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan tertentu terutama yang sangat mendesak, misalnya biaya pendidikan anak pada awal tahun ajaran, biaya pulang mengunjungi keluarga yang terkena musibah, biaya pengobatan, dan lain-lain. Lembaga pembiayaan pegadaian dibentuk oleh pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan.22
20
Schacht, Joseph. 2010. Pengantar Hukum Islam. Nuansa, Bandung. hal. 205. Salim, 2011, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, hal 34 22 Abdulkadir Muhammad dan Rilda Murniati, op.cit, hal. 105. 21
27
Untuk meningkatkan efektivitas dan produktifitas, maka sejak april 1990 status hukum perusahaan dialihkan menjadi perusahaan jawatan (perjan) menjadi perusahaan umum (perum) melalui peraturan pemerintah nomor : 10 tahun 1990 (lembaran Negara tahun 1990 nomor :14), kemudian diubah lagi menjadi Perseroan Terbatas (PT) Pegadaian (Persero) dalam PP no, 55 tahun 2011. Adapun kegiatan usaha Pegadaian pada umumnya meliputi 2 hal yaitu : a. Penghimpunan dana (funding product) b. Penggunaan dana.23 Perjanjian Gadai Suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang merumuskan bahwa “suatu perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih”. Terjadinya gadai didalam suatu PT. Pegadaian ( Persero ) yaitu apabila barang gadai diserahkan kepada PT. Pegadaian ( Persero ) dan selanjutnya melaksanakan penandatanganan SBK ( Surat Bukti Kredit ). Penyerahan barang tersebut terjadi pada saat yang bersamaan dengan penandatangan SBK.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa saat terjadinya gadai adalah pada saat SBK ditandatangani. Dalam perjanjian kredit di PT. Pegadaian ( Persero ), apabila telah terjadi persetujuan atau ada kesepakatan antara kedua belah pihak, maka pihak
23
Susilo Y. Sri, Sigit Traindaru dan A. Totok Budi Santoso, 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat, Jakarta, hal. 181.
28
debitur menyerahkan barang jaminan dan barang jaminan ada dalam kekuasaan kreditur dan sebagai imbalannya kreditur memberikan pinjaman uang dan memberikan Surat Bukti Kredit ( SBK ) sebagai bukti adanya perjanjian gadai dan sebagai alat bukti untuk mengambil barang jaminan apabila hutang debitur telah dilunasi. Gadai merupakan perjanjian riil, yaitu perjanjian yang disamping kata sepakat, diperlukan suatu perbuatan nyata (penyerahan kekuasaan atas barang gadai). Dalam hal ini yang bertindak sebagai kreditur adalah pegadaian. Di dalam perjanjian tersebut, akan ditentukan beberapa klausul-klausul yang memuat kesepakatan mengenai hutang piutang antara debitur dan kreditur. Apabila pinjaman tersebut tidak dapat dilunasi tepat waktu, maka penerima atau pemegang gadai yang bertindak sebagai kreditur berhak untuk menjual barang gadai sebagai pelunasan dari pinjaman kredit tersebut.24 Gadai diperjanjikan dengan maksud untuk memberikan jaminan atas suatu kewajiban prestasi tertentu, yang pada umumnya tidak selalu merupakan perjanjian utang piutang dan karenanya dikatakan, bahwa perjanjian gadai mengabdi kepada perjanjian pokoknya atau ia merupakan perjanjian yang
24
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2001, Seri Hukum Bisnis Jaminan Fidusia, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.88.
29
bersifat accesoir.25 Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok.26 2.2 Syarat Sahnya Perjanjian Gadai Sebagaimana diketahui bahwa hak gadai timbul sebagai akibat dari perjanjian kredit atau pinjam uang sehingga sebagai suatu perjanjian hak gadai juga harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yang ditentukan oleh undangundang yaitu dalam Pasal 1320 KUH Perdata, antara lain : 1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak Maksud dari pada syarat ini yaitu adanya kesepakatan atau persesuaian kemauan masing-masing pihak yang membuat perjanjian mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Dan saling menghargai segala hak dan kewajiban masing-masing pihak sehingga terlaksana perjanjian yang sah dan adil. Didalam perjanjian gadai, para pihak dalam perjanjian gadai tersebut harus sepakat mengenai apa yang diperjanjian atau disetujui mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang dibuat. Jadi kedua belah pihak menghendaki sesuatu secara timbal balik dimana pihak pemberi gadai agar mendapatkan pinjaman uang senilai dengan nilai benda jaminannya sedangkan pihak penerima gadai menghendaki di dalam pelaksanaannya akan menerima benda jaminan sebagai jaminan dari hutang pemberi gadai.
25 26
Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdataan, sinar grafika, Jakarta, hal. 106. H. Salim HS, op.cit, hal.30.
30
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Dalam hubungannya membuat suatu perjanjian, seseorang dikatakan cakap apabila berdasarkan ketentuan undang-undang ia dianggap mampu membuat sendiri perjanjian dengan adanya hubungan hukum yang pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Sedangkan dalam Pasal 1330 KUHPerdata dikatakan bahwa tidak cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan dan perempuan yang bersuami. Mereka ini apabila melakukan perbuatan hukum harus diwakili oleh wali mereka dan bagi istri setelah mendapat ijin dari suaminya. 3. Adanya suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan prestasi yang perlu dipenuhi dalam suatu perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atu sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Apa yang diperjanjikan harus cukup jelas, ditentukan jenisnya, jumlahnya boleh tidak disebutkan asal dapat dihitung atau ditetapkan. Di dalam mengadakan perjanjian gadai haruslah suatu hal tertentu artinya benda yang diperjanjikan dalam perjanjian tersebut dapat ditentukan jenisnya. Hal ini akan berhubungan dengan hak-hak dan kewajiban serta tanggung jawab dari para pihak dan lebih memudahkan bagi para pihak yang mempunyai kepentingan untuk menuntut haknya terhadap lawannya bila timbul suatu perselisihan.
31
4. Adanya suatu sebab yang tidak terlarang Syarat ini merupakan tujuan dari perjanjian itu sendiri. Dalam Pasal 1337 KUHPerdata ditentukan bahwa : suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Dalam perjanjian gadai, dimana isi dari perjanjian yang dibuat antara pemberi gadai dengan penerima gadai juga tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Syarat kesepakatan dan kecakapan disebut dengan syarat subyektif, oleh karena kedua syarat tersebut adalah mengenai orangnya yang terikat dalam perjanjian, sedangkan suatu hal tertentu dan sebab yang tidak terlarang disebut dengan syarat obyektif yaitu apa yang dituju atau apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak dengan membuat perjanjian tersebut. Oleh karena hak gadai hanya mengenai barang-barang bergerak saja, maka pemegang gadai sulit untuk menyelidiki apakah pemberi gadai itu betul-betul berhak untuk mengasingkan barang itu, misalnya : si pemberi hanya sebagai penyewa saja dari barang itu, maka disini hak gadai tidak dapat dibatalkan, dengan syarat si pemegang gadai harus jujur, dimana ia harus betul-betul mengira kalau si pemberi gadai adalah berhak untuk memberi gadai.27
27
Hari Saherodji I, op.cit, hal. 21
32
Apabila ada hal yang seharusnya dapat diduga lebih dahulu bahwa si pemberi gadai adalah tidak berhak, maka dalam hal ini pemegang gadai tidak mendapat perlindungan dan hak gadai menjadi batal. Dalam hak gadai ini perjanjian hutang piutangnya boleh dibuat secara bebas bentuknya, boleh secara lisan maupun tertulis. Kalau secara tertulis dapat dipergunakan secara akte notaris ataupun secara akte di bawah tangan. Hak gadai baru dianggap terjadi apabila barang jaminan diserahkan kepada kekuasaan si pemegang gadai. Dalam Pasal 1152 KUH Perdata ditegaskan bahwa hak gadai atas barang-barang bergerak dan piutang-piutang atas bahwa harus diletakkan dengan menyerahkan barangnya di bawah kekuasaan si pemegang gadai, atau dimungkinkan juga dibawah kekuasaan pihak ketiga yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Jadi dalam hak gadai ini penyerahan kekuasaan ini dianggap oleh undangundang sebagai syarat mutlak untuk adanya hak gadai. Dan undang-undang juga mengizinkan bahwa barang tanggungan itu di taruh di bawah kekuasaan seorang pihak ketiga atas persetujuan kedua belah pihak yang berkepentingan. Jadi yang dikehendaki oleh undang-undang itu sebenarnya ialah ditariknya barang dari kekuasaan orang yang memberikan tanggungan. Dalam Pasal 1160 KUHPerdata disebutkan bahwa barang gadai itu tidak dapat dibagi-bagi, yang berarti bahwa hak gadai itu tetap melekat pada seluruh
33
bendanya meskipun sebagian dari pada hutang telah dibayar, hal itu tidak berarti bahwa sebagian dari benda/barang tanggungannya kembali kepada si berhutang, tetapi baru apabila seluruh hutang sudah dibayar, tanggungan itu di kembalikan. 2.3 Obyek Gadai Obyek gadai adalah segala benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, obyek yang dapat dijadikan gadai meliputi semua benda-benda bergerak yang terdiri dari : 1. Benda bergerak berwujud 2. Benda bergerak yang tidak berwujud yang meliputi hak untuk mendapatkan pembayaran uang, dapat berupa surat-surat piutang aan toonder (kepada si pembawa), aan order (atas tunjuk), dan op naam (atas nama).28 Subyek gadai sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian jaminan pada umumnya, jika seseorang membuat suatu perjanjian maka sebenarnya di dalamnya terkandung dua jenis perjanjian. Yang pertama adalah perjanjian hutang-piutang uang (sebagai perjanjian pokok) dan yang kedua adalah perjanjian jaminan yang bersifat accesoir. Subyek dari masing-masing perjanjian tersebut ada dua. Dalam perjanjian pokok subyeknya adalah pihak kreditur dan pihak debitur. Kreditur adalah pihak yang memberi utang (pihak berpiutang), sedangkan debitur adalah pihak yang berhutang. Pemberi jaminan adalah pihak yang
28
Sri Soedewi Masjchoen, 1981, Hukum Perdata, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, hal.98.
34
menyediakan (memberikan jaminan) dan pemegang jaminan adalah pihak yang menerima jaminan. 2.4 Jangka Waktu Gadai Suatu perjanjian gadai tidaklah berlangsung terus menerus, melainkan sifatnya adalah terbatas atas waktu sebagaimana telah ditentukan didalam perjanjian dan sewaktu-waktu benda yang dijadikan jaminan bisa ditebus oleh pemiliknya. Seperti yang telah dikatakan, bahwa gadai itu adalah bersifat accesoir, hanya sebagai buntut saja dari suatu perjanjian utama, yang dalam hal ini yaitu perjanjian hutang-piutang. Dengan
hapusnya
perjanjian
utama,
maka
hapus
pula
perjanjian
tambahan/accesoir itu. Jadi hak gadai itu hapus apabila barang yang digadaikan keluar dari kekuasaan si pemegang gadai, misalnya : karena debitur telah membayar lunas hutangnya, atau bisa juga karena si kreditur dengan sukarela melepaskan benda yang digadaikan itu. Apabila barang gadai itu keluar dari kekuasaan si pemegang gadai, karena hilang atau dicuri dari padanya, maka berhaklah ia menuntutnya sebagaimana yang disebut dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Apabila barang gadai yang telah hilang didapat kembali, maka hak gadai dianggap tidak pernah hilang. 2.5 Macam-macam Jaminan Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Hukum jaminan adalah seperangkat
35
hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi.29 Adapun sifat jaminan seperti yang diatur dalam KUHPerdata sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1131 KUHPerdata adalah : “Segala kebendaan orang yang berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru aka nada dikemudian hari menjadi tanggungan untuk perikatannya pribadi”. Pada umumnya jenis-jenis lembaga jaminan sebagaimana dikenal dalam Tata Hukum Indonesia dapat di golong-golongkan menurut cara terjadinya, menurut sifatnya, menurut obyeknya, menurut kewenangan menguasainya dan lain-lain sebagai berikut : a. Jaminan yang lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan perjanjian Jaminan yang ditentukan oleh undang-undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh undang-undang tanpa adanya perjanjian dari para pihak yaitu misalnya adanya ketentuan undang-undang yang menentukan bahwa semua harta benda debitur baik benda bergerak maupun benda tetap, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang masih aka nada menjadi jaminan bagi seluruh perutangan.30 b. Jaminan umum dan jaminan khusus
29
http://kuliahade.wordpress.com/2010/04/18/hukum-jaminan-pengertian-dan-macammacam-jaminan/,diakses tanggal 23 september 2015. 30 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan, dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, hal.43
36
Jaminan umum itu timbulnya dari undang-undang. Tanpa adanya perjanjian yang diadakan oleh para pihak terlebih dahulu. Sedangkan jaminan khusus itu timbulnya karena adanya perjanjian yang khusus diadakan antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan ataupun jaminan yang bersifat perorangan. c. Jaminan yang bersifat kebendaan dan hak perorangan Jaminan yang bersifat kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai cirri-ciri : mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu dari debitur, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya (droit de suite) dan dapat diperalihkan (contoh hipotik, gadai dan lain-lain). Jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya. d. Jaminan atas benda bergerak dan tak bergerak Penggolongan atas benda yang penting menurut system hukum perdata yang berlaku kini di Indonesia adalah penggolongan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Menurut sistim hukum perdata pembedaan atas benda bergerak dan tak bergerak itu mempunyai arti penting dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan penyerahan, daluarsa (verjaring), kedudukan berkuasa (bezit), pembebanan/ jaminan. e. Jaminan dengan menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya
37
Jaminan yang merupakan cara menurut hukum untuk pengamanan pembayaran kembali kredit yang diberikan dapat juga dibedakan atas jaminan dengan menguasai bendanya dan jaminan dengan tanpa menguasai bendanya. Jaminan yang diberikan dengan menguasai bendanya misalnya pada gadai (pand, pledge), hak retensi. Sedang jaminan yang diberikan dengan tanpa menguasai bendanya dijumpai pada hipotik, ikatan kredit, fidusia, privilege.31
31
Ibid, hal.57.