BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya (State of the Art) Penelitian mengenai budaya organisasi dan/atau sosialisasi organisasi sudah pernah dilakukan sebelumnya. Bentuk penelitian tersebut pun beragam, ada yang berupa jurnal, skripsi atau thesis, artikel dsb. Berikut beberapa jurnal nasional maupun internasional yang digunakan sebagai referensi maupun perbandingan:
Tabel 2.1 Penelitian Lokal 1 Nama
Windy Fitri Astuti / Ike Devi Sulistyaningtyas Strategi Sosialisasi Budaya Organisasi Kepada Karyawan PT Astra International-Tbk Honda Sales Office Region
Judul
Yogyakarta (Kasus Pada Sosialisasi BEST Core Values sebagai Nilai-Nilai Astra Motor)
Jurnal/Tahun/Negara 2013 / Indonesia Strategi sosialisasi yang dijalankan di HSO ini merupakan sebuah proses mengkomunikasikan nilai-nilai inti budaya Kesimpulan
organisasi yang diarahkan ke internal karyawan. Dimana strategi tersebut secara teori yang dikemukakan oleh Susanto dalam ukunya Budaya Perusahaan, disebut dengan strategi In House Campaign.
Persamaan antara penelitian yang diatas dengan penelitian ini adalah keduanya membahas mengenai proses sosialisasi budaya organisasi pada karyawan baru, namun terdapat perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu penelitian diatas membahas proses sosialisasi yang dilakukan dari pihak perusahaan yang ditujukan untuk karyawannya. Sedangkan penelitian ini memfokuskan proses sosialisasi yang dilakukan oleh karyawan agar dapat beradaptasi dengan budaya organisasi pada PT Pertamina (Persero).
7
8 Tabel 2.2 Penelitian Lokal 2 Nama
Nia Septiana Putri Komunikasi Organisasi dalam Mensosialisasikan Budaya
Judul
Organisasi Prinsip 46 PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Kantor Cabang Utama Samarinda
Jurnal/Tahun/Negara eJournal Ilmu Komunikasi / 2014 / Indonesia Metode
Kualitatif Terdapat komunikasi organisasi internal pada proses sosialisasi karyawan baru pada PT Bank Negara Indonesia yaitu komunikasi dari atasan kepada bawahan
Kesimpulan
melalui komunikasi pengarahan, komunikasi secara lisan yang dilakukan secara berkelompok dalam penyampaian informasi pesan nilai-nilai Prinsip 46, banyak media yang digunakan untuk menunjang komunikasi seperti internal website, email, majalah internal dan lain-lain.
Penelitian diatas memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu keduanya membahas mengenai komunikasi organisasi internal dalam sosialisasi budaya organisasi, namun yang membuat beda antara dua penelitian ini yaitu penelitian ini membahas lebih dalam mengenai proses sosialisasi karyawan terhadap budaya organisasi pada PT Pertamina (Persero) sedangkan penelitian Nia lebih fokus pada komunikasi organisasi internal sosialisasi budaya organisasi PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
9 Tabel 2.3 Penelitian Lokal 3 Nama
Nurul Qudsi Hidayah Peranan Komunikasi Internal dalam Sosialisasi Budaya
Judul
Organisasi ‘KOPI’ pada PT Media Televisi Indonesia/Metro TV
Jurnal/Tahun/Negara 2014 Metode
Kualitatif Proses komunikasi dalam sosialisasi budaya KOPI terdapat lima tahap yang dilakukan pihak manajemen Metro TV. Proses ini terdiri dari, tahap pertama yaitu saat anggota baru bergabung (recruitment). Kedua, saat anggota melihat seperti apa bidang pekerjaan yang akan di
jalani (penempatan bidang pekerjaan). Ketiga,
penghayatan hard skill yaitu kemampuan kerja dan soft skill yaitu cara bersikap dan bertindak (pendalaman Kesimpulan
bidang pekerjaan). Lalu tahap keempat, penilaian kinerja terhadap hasil dari tahap penghayatan. Tahap terakhir sebagai tahap kelima adalah tahap pihak manajemen menanamkan
nilai-nilai
untuk
loyalitas
anggota
perusahaan serta loyalitas dari perusahaan untuk anggota perusahaan. Kelima tahap tersebut tidak langsung dilakukan oleh manajemen puncak, tetapi dilakukan oleh pihak HRD yang bekerja sama dengan leader dari masing-masing departemen.
Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Nurul dengan penelitian ini adalah keduanya membahas mengenai proses sosialisasi budaya organisasi pada karyawan baru, namun terdapat perbedaan dari kedua penelitian ini yaitu penelitian Nurul membahas proses sosialisasi yang dilakukan dari pihak perusahaan, yakni Metro TV yang ditujukan untuk karyawannya. Sedangkan penelitian ini memfokuskan proses sosialisasi yang dilakukan oleh karyawan agar dapat beradaptasi dengan budaya organisasi pada PT Pertamina (Persero).
10 Tabel 2.4 Penelitian Internasional 1 Nama
Vladimiras Grazulis Succesful Socialization of Employees – Assumption of
Judul
Loyalty to Organization
Jurnal/Tahun/Negara Metode
Human Resources Management & Ergonomics Volume V/2011 Kualitatif Penelitian mengenai sosialisasi organisasi yang dilakukan
Kesimpulan
pada organisasi Lithuanian ini memberikan hasil bahwa proses sosialisasi karyawan baru disana tidak sistematis dan bisa dikatakan tidak sukses.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Vladimiras memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu keduanya membahas atau meneliti tentang proses sosialisasi, namun bedanya yaitu penelitian Vladimiras menggunakan organisasi Lithuanian sebagai objek penelitian sedangkan penelitian ini memilih divisi Corporate Secretary PT PERTAMINA. Selain itu, penelitian diatas tidak membahas mengenai budaya organisasi, hanya fokus pada permasalahan sosialisasi organisasi. Pada penelitian ini akan membahas budaya organisasi juga.
11 Tabel 2.5 Penelitian Internasional 2 Nama Judul
Serge Perrot, Talya Bauer, Patrice Roussel Organizational Socialization Tactics: Determining the Relative Impact of Context, Content, and Social Tactics.
Jurnal/Tahun/Negara HAL, archives – ouvertes/2012 Pengaruh relatif dari konteks, konten, dan taktik sosial itu beragam dalam memberikan hasil. Sosialisasi organisasi merupakan proses penting (krisis) bagi karyawan baru Kesimpulan
dan organisasi, dengan memahami perbedaan level dari sosialisasi, maka organisasi dapat dengan efektif terlibat atau mengurus strategi manajemen sumber daya manusia dan penerimaan karyawan baru.
Persamaan dari penelitian diatas dengan penelitian ini adalah keduanya membahas mengenai sosialisasi organisasi, namun penelitian Perrot dan kawankawannya fokus pada pembahasan mengenai taktik sosialisasi yang dilakukan organisasi, sedangkan penelitian ini membahas budaya organisasi dan sosialisasi yang dilakukan karyawan. Tabel 2.6 Penelitian Internasional 3 Nama Judul
Jurnal/Tahun/Negara
Fred C. Lunenburg Understanding
Organizational
Culture:
A
Key
Leadership Asset National Forum of Educational Administration and Supervision Journal, Volume 29 No. 29/2011 Budaya organisasi adalah sekumpulan keyakinan, nilainilai, dan norma-norma yang mempengaruhi cara anggota berpikir, rasakan, dan berperilaku. Budaya
Kesimpulan
dibuat melalui nilai, pahlawan, upacara dan ritual, dan jaringan komunikasi. Metode utama mempertahankan budaya organisasi adalah melalui sosialisasi proses dimana individu belajar nilai-nilai, perilaku yang
12 diharapkan, dan pengetahuan sosial yang diperlukan untuk memahami peran mereka dalam organisasi. Terkadang
sebuah
organisasi
menentukan
bahwa
budaya perlu diubah. Siklus perubahan meliputi komponen: kondisi eksternal, kondisi internal, adanya tekanan, peristiwa, visi budaya, strategi perubahan budaya, rencana aksiperubahan budaya, pelaksanaan intervensi, dan reformulasi budaya.
Penelitian diatas memiliki persamaan dengan penelitian ini yaitu keduanya membahas mengenai budaya organisasi dan sosialisasi organisasi, namun terdapat perbedaan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fred membahas sosialisasi yang dilakukan oleh organisasi dan dibuat secara general atau umum (tidak memiliki objek atau subjek penelitian). Sedangkan penelitian ini membahas proses sosialisasi atau adaptasi yang dilakukan oleh karyawan dan memiliki objek penelitian yaitu PT PERTAMINA (PERSERO).
2.2
Landasan Konseptual
2.2.1 Cultural Approach to Organization Seorang antropologis Clifford Greetz (Emgrifin, 2006) menulis bahwa, “man is an animal suspended in webs of significance that he himself has spun”
Greetz menggambarkan budaya sebagai jaring-jaring. Sesorang yang berada diluar jaring jika ingin masuk ke tengah jaring tersebut harus menjelajahi intrepretasi yang membuat jaring itu terbentuk. Budaya adalah makna bersama, pengertian dan pemahaman bersama. Michael Pacanowsky menerapkan wawasan budaya Geertz pada kehidupan organisasi. Pacanowsky berkata, “if culture consists of webs of meaning that people has spun, and if spun webs imply the act of spinning, then we need to concern ourselves not only with the structure of cultural webs, but with the process of their spinning as well. That process is communication. It is communication that “creates and constitutes the taken-for-granted reality of the world”.
Budaya korporat (organisasi) memiliki arti yang berbeda pada setiap orang. Namun, Pacanowsky berkomitmen pada pendekatan simbolik Greetz dan memaknai budaya organisasi tidak hanya sebagai potongan puzzle, tetapi budaya organisasi
13 adalah puzzle-nya. Dari pandangan mereka, budaya bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh organisasi melainkan organisasi adalah budaya. Untuk menjadi familiar atau dekat dengan suatu organisasi sama seperti apa yang dirasakan anggotanya, seorang peneliti harus berkomitmen atau masuk ke dalam organisasi tersebut dengan waktu yang lama. Pacanowsky pernah masuk ke dalam sebuah organisasi dengan tujuan melakukan penelitian. Beliau memperhatikan seluruh aspek yang menyangkut budaya disana, khususnya mengenai bahasa yang digunakan oleh para anggota, cerita serta non-verbal rites (semacam adat atau tata cara non-verbal) dan ritual yang dilakukan. Tiga bentuk komunikasi ini sangat membantu untuk dapat mengerti makna bersama yang ada di organisasi. Menurut Pacanowsky, ada tiga jenis naratif (cerita) yang ‘mendramatisir’ kehidupan organisasi. Pertama yaitu Corporate stories, memuat ideologi manajemen dan peraturan perusahaan. Kedua, Personal stories yaitu anggota organisasi menceritakan diri mereka sendiri, sering juga mengenai bagaimana mereka ingin dipandang dalam organisasi. Ketiga, Collegial stories yaitu anekdot mengenai hal positif atau negatif dari organisasi.
2.2.2 Komunikasi Organisasi Komunikasi Organisasi adalah pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005). Wiryanto juga menjelaskan komunikasi dalam organisasi memiliki 2 sifat, yaitu formal dan informal. Komunikasi formal adalah segala bentuk komunikasi yang telah mendapatkan persetujuan oleh organisasi itu sendiri dan berorientasi pada organisasi, isinya berupa cara kerja di dalam organisasi, produktivitas dan berbagai pekerjaan yang harus dilakukan dalam organisasi seperti memo, jumpa pers dan surat-surat resmi. Sedangkan komunikasi informal berkaitan dengan apa yang telah disetujui secara sosial dan berorientasi pada anggota organisasi secara individual. Semakin besar organisasi maka semakin kompleks pula proses komunikasinya. Komunikasi organisasi mencakup komunikasi yang terjadi di dalam dan di antara lingkungan yang besar dan luas. Jenis komunikasi ini sangat bervariasi karena komunikasi organisasi juga meliputi komunikasi interpersonal (percakapan antara atasan dan bawahan), kesempatan berbicara di depan publik (presentasi yang dilakukan oleh para eksekutif dalam perusahaan), kelompok kecil (kelompok kerja
14 yang mempersiapkan laporan), dan komunikasi dengan menggunakan media (memo internal, e-mail, dan konferensi jarak jauh) (West & Turner, 2007). Romli (2014) menyimpulkan persepsi dari para ahli mengenai komunikasi organisasi, yaitu: 1. Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang diperngaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. 2. Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuan, arah dan media. 3. Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilannya.
Tindak komunikasi dalam organisasi melibatkan empat fungsi, yaitu (Rohim, 2009): 1. Fungsi informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. 2. Fungsi regulatif. Fungsi ini berkaitan dengan aturan-aturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang mempengaruhi fungsi regulatif ini: (1) alasan atau orangorang yang berada dalam tatanan manajemen yaitu yang memiliki kewenangan untuk mngendalikan semua informasi yang disampaikan, (2) berkaitan dengan pesan, pesan ini berorientasi pada kerja (bawahan membutuhkan kepastian apa yang harus dikerjakan atau tidak) 3. Fungsi persuasif. Kekuasaan dan kewenangan tidak selalu membawa hasil yang sesuai, maka dari itu banyak atasan cenderung mempersuasif bawahannya dibanding memberikan perintah. Karena pekerjaan yang dilakukan sukarela akan memghasilkan kepedulian yang lebih besar. 4. Fungsi integratif. Setiap organisasi berusaha untuk menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik. Ada dua saluran komunikasi yang dapat mewujudkan hal tersebut, yaitu saluran komunikasi formal (seperti newsletter dan buletin); juga saluran komunikasi informal (seperti perbincangan antar pribadi saat jam istirahat dan darmawisata).
15 2.2.2.1 Komunikasi Organisasi Internal Romli (2014) dalam bukunya mendefinisikan komunikasi internal sebagai dimensi komunikasi dalam kehidupan organisasi. Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok, juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer ataupun sekunder. Komunikasi internal dibagi menjadi dua: 1.
Komunikasi vertikal. Komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Poerwanto (2006) menjelaskan bahwa transformasi informasi dari manajer dalam semua level ke bawahan merupakan komunikasi dari atas ke bawah. Seorang manajer yang menggunakan jalur komunikasi ke bawah memiliki tujan untuk menyampaikan informasi, mengarahkan, mengordinasikan, memotivasi, memimpin dan mengendalikan berbagai kergiatan yang ada di level bawah. Sedangkan komunikasi dari bawah ke atas berarti alur pesan yang disampaikan berasal dari bawah (karyawan) menuju ke atasan (manajer).
2.
Komunikasi horizontal. Komunikasi antar sesama seperti karyawan pada karyawan, manajer pada manajer. Poerwanto (2006) juga menjelaskan komunikasi horizontal atau bisa disebut juga dengan komunikasi lateral, yaitu komunikasi yang terjadi antara bagian-bagian yang memiliki posisi sejajar atau sederajat dalam suatu organisasi. Tujuan komunikasi ini antara lain untuk melakukan persuasi, mempengaruhi dan memberikan informasi kepada bagian yang memiliki kedudukan sejajar. Selain komunikasi vertikal dan horizontal, terdapat pula komunikasi diagonal
(Poerwanto, 2006), yaitu komunikasi yang melibatkan komunikasi antara dua tingkat (level) organisasi yang berbeda. Contohnya yaitu komunikasi antara manajer pemasaran dengan bagian pabrik, manajer produksi dengan bagian promosi dan sebagainya. Beberapa manfaat dari komunikasi diagonal ini adalah penyebaran informasi bisa menjadi lebih cepat ketimbang bentuk komunikasi tradisional (vertikal dan horizontal) serta memungkinkan individu dari berbagai bagian ikut membantu menyelesaikan masalah dalam organisasi.
16 2.2.3 Komunikasi Verbal dan Non-verbal pada Komunikasi Organisasi Internal Fungsi bahasa yang mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek dan peristiwa. Menurut Larry L.Barker (Mulyana, 2010), bahasa memiliki tiga fungsi yaitu: 1.
Penamaan. Penamaan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehigga dapat dirujuk dalam komunikasi.
2.
Interaksi. Fungsi ini menekankan berbagai gagasan dan emosi (dapat mengundang simpati, kemarahan, kebingungan dan lain-lain).
3.
Transmisi informasi. Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan dan diterima oleh individu. Tanpa bahasa, tidak mungkin adanya pertukaran infomasi. Mulyana (2010), pesan non-verbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter komunikasi non-verbal mencakup semua ransangan (kecuali ransangan verbal) dalam suatu setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi pengirim atau penerima; jadi definisi ini mencakup perilaku yang disengaja juga tidak disengaja sebagai bagian dari peristiwa komunikasi secara keseluruhan; individu mengirim pesan non-verbal tanpa menyadari pesan tersebut bermakna bagi orang lain. Komunikasi non-verbal dapat terbentuk dari bahasa tubuh, intonasi, ekspresi wajah dan physical distance (jarak fisik) seperti jika lawan bicara berdiri dengan jarak yang dekat maka dapat diartikan bahwa ia tertarik dalam merespon perbincangan; jika berdiri dengan jarak yang cukup jauh mungkin itu sebuah tanda bahwa ia tidak tertarik dengan perbincangan yang sedang terjadi (Robbins, 2013). Fungsi komunikasi non-verbal: 1.
Perilaku non-verbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya dengan menganggukan kepala ketika individu berkata “Ya”.
2.
Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya dengan melambaikan tangan seraya dengan mengucapkan “Selamat jalan”.
3.
Perilaku non-verbal dapat menggantikan perilaku verbal. Misalnya menunjuk suatu barang tanpa mengatakan sepatah kata apapun.
4.
Perilaku non-verbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya seorang karyawan yang sering melihat jam tangannya saat mendekati jam pulang kantor, yang menunjukkan bahwa ia ingin segera pulang.
17 5.
Perilaku non-verbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal. Misalnya seorang bos melihat jam tangannya dua sampai tiga kali, padahal tadi ia mengatakan bahwa ia mempunyai waktu untuk berbicara dengan karyawannya.
2.2.4 Budaya Organisasi Robbins (2013) mendefinisikan budaya organisasi, “Organizational culture refers to a system of shared meaning held by members that distinguishes the organization from other organizations.”
Pada bukunya, Gibson (2012) mengartikan budaya organisasi, “Organizational culture is what the employees perceive and how this perception creates a pattern of beliefs, values, and expectations.”
Dari definisi yang sudah dijelaskan diatas, maka dapat disimpulkan budaya organisasi adalah keyakinan, nilai dan kebiasaan yang dijunjung tinggi oleh organisasi dijadikan sebagai aturan atau pedoman berperilaku dalam operasional pekerjaan serta menjadi karakteristik perusahaan tersebut. Unsur-unsur pembentuk budaya organisasi Deal & Kennedy (Tika, 2012): 1. Lingkungan usaha. Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan terhadap apa yang harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang berpengaruh antara lain meliputi produk yang dihasilkan, pesaing, pelanggan, teknologi, pemasok, kebijakan pemerintah dan lain-lain. 2. Nilai-nilai. Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi. Setiap perusahaan memiliki nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan organisasi. Nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh anggota organisasi antara lain dapat berupa slogan atau moto yang dapat berfungsi sebagai: (1) jati diri,
rasa istimewa yang berbeda dengan
perusahaan lainnya; (2) harapan konsumen, dapat berupa ungkapan padat yang penuh makna bagi konsumen dan sekaligus merupakan harapan baginya terhadap perusahaan tersebut seperti kualitas produk, sistem pelayanan yang baik dan sebagainya.
18 3. Pahlawan Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-nilai budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari pendiri perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil menciptakan nilainilai organisasi. 4. Ritual Robbins mendefinisikan ritual sebagai deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang paling penting dan mana yang dapat dikorbankan. 5. Jaringan budaya. Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan informasi dan memberi interpretasi terhadap informasi. Jaringan komunikasi ini dilakukan dengan efektif untuk menyelesaikan sesuatu atau memahami apa yang terjadi dalam perusahaan.
Teori budaya organisasi yang dikemukakan oleh Pacanowsky dan O’Donnell Trujillo (West & Turner, 2007) memiliki 3 asumsi, yaitu: 1.
Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.
2.
Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi.
3.
Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Asumsi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku karyawan memberikan
kontribusi dalam pembentukan budaya organisasi. Simbol-simbol (representasi makna) digunakan dalam budaya organisasi, seperti komunikasi verbal dan nonverbal, serta setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda antara satu sama lain. Fungsi utama budaya organisasi sebuah perusahaan, yaitu (Tika, 2012): 1.
Sebagai pembeda terhadap lingkungan, organisasi, maupun kelompok lain. Batas pembeda ini karena adanya identitas tertentu yang dimilikioleh suatu organisasi atau kelompok yang tidak dimiliki organisasi atau kelompok lain.
2.
Sebagai perekat bagi karyawan dalam suatu organisasi.
19 Hal ini merupakan bagian dari komitmen kolektif dari karyawan, mereka bangga sebagai seorang karyawan suatu organisasi. Para karyawan memiliki rasa memiliki, partisipasi dan rasa tanggung jawab atas kemajuan perusahaannya. 3.
Mempromosikan stabilitas sistem sosial. Hal ini tergambarkan dimana lingkungan kerja dirasakan positif dan kondusif (mendukung), dankonflik serta perubahan dilakukan dengan efektif.
4.
Sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Budaya organisasi mengendalikan dan mengarahkan karyawan ke arahyang sama untuk mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan.
5.
Sebagai integrator. Dengan adanya budaya dalam sebuah organisasi, dapat dijadikan sebagai integrator (alat pemersatu) sub-budaya di dalam organisasi dan karyawan yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
6.
Membentuk perilaku para karyawan. Fungsi seperti ni dimaksudkan agar karyawan memahami cara untuk mencapai tujuan organisasi.
7.
Sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok di dalam organisasi. Terdapat masalah utama yang sering dihadapi oleh organisasi, seperti masalah adaptasilingkungandan masalah integrasi internal. Budaya organisasi dapat digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
8.
Sebagai acuan dalam menyusun perencanaan. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai acuan dalam penyusun perencanaan pemasaran, segmentasi pasar, penentuan positioning yang akan dikuasai perusahaan tersebut.
9.
Alat komunikasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai alat komunikasi antara atasan dan bawahan atau sebaliknya, dan seluruh anggotadi dalam organisasi.
10. Penghambat berinovasi. Budaya organisasi dapat berfungsi sebagai penghambat berinovasi. Hal ini terjadi apabila perusahaan tidak mampu mengatasi masalah-masalah yang menyangkutlingkungan
eksternal
dan
integrasi
internal,
perubahan-
perubahanyang terjadi di lingkungan tidak cepat dilakukan adaptasi oleh
20 pimpinan organisasi, dan pemimpin yang masih berorientasi pada kebesaran masa lalu.
2.2.5 Proses Sosialisasi Robbins (2013), mengemukakan arti dari sosialisasi, “Socialization is a process that adapts employees to the organization’s culture”, atau dapat diartikan sebagai sosialisasi merupakan proses adaptasi karyawan terhadap
budaya yang dimiliki organisasi. Menurut Wheelen & Hunger, dari sudut pandang karyawan, budaya memberi pedoman bagi karyawan akan segala sesuatu yang penting untuk dilakukan. Budaya organisasi yang terbentuk, dikembangkan, diperkuat atau bahkan diubah, memerlukan praktik yang dapat membantu menyatukan nilai budaya anggota dengan nilai budaya organisasi. Praktik tersebut dapat dilakukan melalui induksi atau sosialisasi, yaitu melalui proses transformasi budaya organisasi. Sosialisasi
organisasi merupakan serangkaian aktivitas yang
secara
kepada
subtansif
berdampak
penyesuaian
aktivitas
individual
dan
keberhasilan organisasi, antara lain komitmen, kepuasan dan kinerja (Romli, 2014). Tahap sosialisasi menurut Gibson (2012):
Anticipatory Socialization
Proses Sosialisasi
Accomodation
Role Management Gambar 1. Proses Sosialisasi
21 1.
Anticipatory Socialization. Tahap pertama untuk bergabung dengan organisasi dinamakan anticipatory
socialization. Tahap ini mengaitkan semua kegiatan individu sebelum memasuki sebuah organisasi atau mengambil pekerjaan yang berbeda namun di organisasi yang sama. Tujuan utama dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai organisasi baru tersebut, pekerjaan barunya atau bahkan keduanya. Individu sangat tertarik terhadap dua jenis informasi, pertama mereka ingin tahu sebanyak-banyaknya tentang bagaimana bekerja untuk sebuah perusahaan, mereka mencari informasi tentang budaya organisasi. Pencarian informasi bisa dilakukan dengan membaca apapun mengenai organisasi, berbicara atau berinteraksi dengan orang lain yang sudah menjadi seorang karyawan dan sebagainya. Kedua, mereka ingin tahu apakah mereka cocok dengan pekerjaan yang tersedia di organisasi. Mereka akan mencari informasi spesifik mengenai pekerjaan atau organisasi yang menjadi pertimbangan mereka.
2.
Accomodation. Tahap ini dimulai ketika individu menjadi seorang anggota organisasi. Individu
melihat organisasi dan pekerjaannya yang sebenarnya. Individu berusaha menjadi partisipan yang aktif di organisasi dan pekerja yang kompeten. Individu bisa saja merasa stress karena menghadapi situasi baru atau berbeda dengan yang biasanya mereka hadapi. Ada 4 aktivitas pada tahap accomodation: 1. Membangun hubungan interpersonal baru dengan karyawan lain. 2. Mempelajari tugas dalam pekerjaan. 3. Memahami peran mereka pada organisasi dan peran pada kelompok formal dan informal. 4. Mengevaluasi progress (kemajuan) mereka dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan peran. Jika semua berjalan denganbaik pada tahap ini, individu akan diterima oleh karyawan dan manajer serta memiliki pengalaman kompeten dalam mengerjakan tugas.
22 3.
Role Management. Role management membahas tentang isu dan masalah karena pada tahap ini
individu merasakan timbulnya konflik. Konflik umum yang biasa terjadi yaitu konflik antara pekerjaan individu dengan kehidupan rumah. Contoh, individu harus membagi waktu dan energinya untuk bekerja dan peran mereka pada keluarga. Karena jumlah waktu dan energi itu terbatas namun tuntutan pekerjaan dan keluarga tak ada henti-hentinya, konflik pun tak terelakkan. Karyawan yang tidak dapat menyelesaikan konflik ini sering kali terpaksa untuk keluar dari organisasi atau kinerja mereka menjadi tidak efektif. Sumber masalah lain yaitu antara individu dengan anggota lain di organisasi. Bisa saja terjadi perbedaan pendapat antara individu dengan individu atau kelompok lain. Individu harus mencari jalan keluar atas semua masalah yang mereka hadapi, organisasi juga dapat membantu dengan memberikan konseling profesional kepada karyawan yang memiliki masalah. Miller (2012) pada bukunya menjelaskan lebih rinci mengenai tahap role management atau role development. Proses ini fokus pada bagaimana individu berinteraksi untuk menentukan dan mengembangkan peran organisasi mereka. Model ini dikembangkan oleh George Graen dan rekan-rekan, dimulai dengan asumsi bahwa anggota organisasi menyelesaikan pekerjaannya melalui perannya dan lalu dijelaskan lebih lanjut bahwa individu mengembangkan peran mereka melalui interaksi dengan anggota lain di organisasi. Terdapat tiga fase pada tahap role development ini, yaitu: 1.
Role-Taking Phase. Fase ini adalah fase percobaan dimana atasan ingin melihat kemampuan dan
motivasi dari karyawan baru tersebut.Atasan dapat memberikan beberapa aktivitas atau tugas kepada karyawan, dengan melihat respon dari karyawan tersebut, atasan dapat menilai kemampuan, talenta dan motivasi yang dimiliki oleh karyawan atau bawahannya.
2.
Role-Making Phase. Pada fase ini terdapat negosiasi. Pada fase pertama hanya terjadi aktivitas satu
arah (atasan memberikan tugas kepada bawahan dan bawahan menerimanya), namun pada fase ini terjadi proses dimana bawahan melakukan negosiasi terhadap tugastugas yang diminta oleh atasan. Bawahan dapat memberikan masukan kepada atasan, jadi mereka pun dapat saling bertukar informasi dalam pekerjaan. Fase ini semua
23 pihak harus menghargai pihak lainnya dan bersikap adil. Bawahan dapat menawarkan kemampuan atau keahlian dan waktu. Sedangkan atasan dapat menawarkan informasi, semangat dan perhatian.
3.
Role-Routinization Phase. Fase terakhir ini menjelaskan bahwa peran dari bawahan dengan perilaku yang
diharapkan oleh atasan telah dimengerti oleh kedua pihak. Fase pertama dan kedua mengarahkan atau telah membentuk hubungan antara atasan dengan bawahan dan pada fase ini hubungan tersebut dikategorikan menjadi dua yaitu; In-Group (tingkat kepercayaan tinggi, penghargaan dan dukungan tinggi) dan Out-Group (tingkat kepercayaan rendah, penghargaan dan dukungan rendah). McShane dan Von Glonow (Hardjana, 2010), sosialisasi pada karyawan merupakan sebuah proses pembelajaran yang meliputi segala aspek penting dari lingkungan kerja. Secara teknis aspek-aspek penting dari kehidupan ’komunitas’ di lingkungan kerja meliputi hal-hal sebagai berikut: profisiensi kinerja, orang-orang, politik, bahasa, tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan sejarah : 1) Profisiensi kinerja (performance proficiency): Karyawan baru belajar apa saja pekerjaan yang harus diselesaikan. Ini meliputi belajar tentang persepsi peran berkaitan dengan pekerjaan dan kompetensi apa saja yang perlu dikembangkan dan dikuasai dalam jangka panjang. Oleh karena itu profisiensi kinerja ini sering juga disebut dengan istilah ’pengembangan kompetensi kerja’.
2) Orang-orang (people): Karyawan baru perlu belajar membangun hubungan yang efektif dan memuaskan dengan orang-orang yang dapat mengajari ’jurus-jurus sakti’ dan kiat sukses’ yang dibutuhkan di lingkungan tersebut. Mereka ini selain menjadi sumber informasi terandalkan juga dapat memberikan dukungan sosial saat karyawan baru harus berjuang mengatasi kesulitan di dalam proses penyesuaian diri.
24 3) Politik (politics): Karyawan baru perlu mengetahui siapa saja pemegang kekuasaan di dalam organisasi, supaya ia dapat memenuhi tugasnya dan terhindar dari perpolitikan kantor. Ia harus belajar tentang pola-pola perilaku yang dapat memberikan kekuasaan dan menanganinya secara efektif terhadap taktik-taktik politik yang terarah padanya.
4) Bahasa (language): Karyawan baru perlu mempelajari ’jargon-jargon’ teknis yang digunakan dalam lingkungan kerja agar dapat melakukan komunikasi secara efektif dan pekerjaan menjadi lancar. Ia juga harus memahami bahasa-bahasa khas, ’slang-slang’, bahkan ’mantra-mantra sakti’ yang penuh muatan nilai-nilai budaya yang berlaku di lingkungan kerja tersebut.
5) Tujuan dan nilai-nilai organisasi (organizational goals and values): Karyawan baru perlu mempelajari dan memahami nilai-nilai, yang menjadi pegangan organisasi di dalam mencapai tujuan, dan nilainilai maupun kepercayaan-kepercayaan yang menjadi landasan organisasi. Ia harus memahami ’acara-acara dan upacara-upacara’ organisasi sepanjang tradisi dan norma-norma lingkungan kerja.
6) Sejarah (history): Karyawan baru perlu mempelajari berbagai cerita, legenda, dan upacara dan ritus yang muncul sepanjang sejarah baik dari masa silam maupun sekarang. Selain itu, ia juga perlu menghargai pengalaman-pengalaman karyawan senior dan para manajer sebagai pembuat berbagai keputusan di masa lalu maupun penanganan peristiwa-peristiwa penting yang berlangsung sebelum ia masuk.
25 2.3
Kerangka Konseptual Kerangka konseptual dalam suatu penelitian berfungsi untuk menjelaskan alur
pemikiran suatu penelitian. Berdasarkan konsep-konsep yang telah di uraikan sebelumnya, maka dapat dibuat kerangka konseptualnya.
Budaya Organisasi
Proses Sosialisasi
Deal & Kennedy
Gibson (2012)
Nilai-nilai Lingkungan usaha Pahlawan Ritual Jaringan Budaya
Anticipatory Socialization
& Manfaat (Tika, 2012)
Komunikasi Organisasi Internal
Larry L. Barker (Tika, 2012)
Accomodation
Komunikasi Verbal dan Non-Verbal
Role Management:
&
- Role-Taking Phase - Role-Making Phase - Role-Routinization Phase Miller (2012)
Komunikasi Organisasi Internal pada Proses Sosialisasi Budaya Organisasi
Gambar 2. Kerangka Konseptual (Sumber: Hasil Pemikiran Peneliti 2015)
Kerangka konseptual diatas menggambarkan bahwa pada penelitian ini membahas budaya organisasi, yang terdiri atau terbentuk dari nilai-nilai, lingkungan udaha, pahlawan, ritual, jaringan budaya serta manfaat budaya organisasi, yang diadaptasikan oleh karyawan baru pada proses sosialisasi yang terdiri dari tiga tahap, yaitu anticipatory socialization, accomodation dan role management. Terdapat tiga tahap lagi dari tahap role management atau role development yaitu role taking phase, role making phase dan role routinization phase. Pada proses budaya organisasi tersebut terdapat komunikasi organisasi internal yang membantu, yang didalamnya terdapat pula komunikasi verbal dan non-verbal.
26