BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kualitas 2.1.1 Pengertian Kualitas Kualitas merupakan salah satu kunci dalam memenangkan persaingan dengan pasar. Ketika perusahaan telah mampu menyediakan produk berkualitas maka telah membangun salah satu fondasi untuk menciptakan kepuasan pelanggan. Menurut Goetsh dan Davis yang dikutip oleh Arief (2007:117), bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Crosby yang dikutip oleh Yamit (2010:7), kualitas adalah sebagai nihil cacat, kesempurnaan dan kesesuaian terhadap persyaratan. Menurut Philip Kotler (2009:143) kualitas adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau jasa yang bergantung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Hal ini jelas merupakan definisi yang berpusat pada pelanggan. Kita dapat mengatakan bahwa penjual telah menghantarkan kualitas ketika produk atau jasanya memenuhi atau melebihi ekspetasi pelanggan. Perusahaan yang mampu memuaskan sebagian besar
kebutuhan
pelanggannya
sepanjang
waktu
disebut
perusahaan
berkualitas. Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dasar yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses
9
10 dan lingkungan dalam memenuhi harapan sesuai terhadap spesifikasi yang ada bergantung pada kemampuan untuk menghasilkan kepuasan pelanggan.
2.1.2 Manfaat Kualitas Menurut Edvarsdsson dalam buku Tjiptono dan Chandra (2011:171), produktivitas biasanya selalu dikaitkan dengan kualitas dan profitabilitas. Meskipun demikian ketiga konsep tersebut memiliki penekanan yang berbedabeda : 1) Produktivitas menekankan pemanfaatan (utilisasi) sumber daya, yang seringkali di ikuti dengan penekanan biaya dan rasionalisasi modal. Fokus utamanya terletak pada produksi/operasi. 2) Kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Fokus utamanya adalah customer utility. 3) Profitabilitas merupakan hasil dari hubungan antara penghasil (income), biaya dan modal yang digunakan Perspektif
tradisional
seringkali
hanya
berfokus
pada
pencapaian
produktivitas dan profitabilitas dengan mengabaikan aspek kualitas. Hal ini bisa mengancam survivabilitas jangka panjang perusahaan. Dalam konteks kompetisi global di era pasar bebas ini, setiap perusahaan harus bersaing dengan para pesaing lokal dan global. Peningkatan intensitas kompetisi menuntut setiap perusahaan untuk selalu memperhatikan dinamika kebutuhan, keinginan dan preferensi pelanggan serta berusaha memenuhinya dengan caracara yang lebih efektif dan efisien dibandingkan para pesaingnya. Kualitas berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan dorongan khusus bagi para pelanggan untuk menjalin ikatan relasi saling
11 menguntungkan dalam jangka panjang dengan perusahaan. Ikatan emosional semacam ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan dan kebutuhan spesifik pelanggan. Selain itu, perusahaan juga dapat meningkatkan pangsa pasarnya melalui pemenuhan kualitas yang bersifat customer – driven yang akan memberikan keunggulan harga dan customer value. Customer value merupakan kombinasi dari manfaat dan pengorbanan yang terjadi apabila pelanggan menggunakan suatu barang atau jasa guna memenuhi kebutuhan tertentu. Jika kualitas yang dihasilkan
superior
dan
pangsa
pasar
yang
dimiliki
besar,
maka
profitabilitasnya terjamin, adapun manfaat dari superior meliputi : 1) Loyalitas pelanggan lebih besar 2) Pangsa pasar lebih besar 3) Harga saham lebih tinggi 4) Harga jual produk / jasa lebih tinggi 5) Produktivitas lebih besar
2.2 Layanan / Jasa (Service) 2.2.1 Pengertian Layanan / Jasa (Service) Pengertian layanan / jasa menurut Stanton dalam Buchari (2009:243), yaitu sesuatu yang dapat diidentifikasikan secara terpisah tidak berwujud, di tawarkan untuk memenuhi kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan melalui bendabenda berwujud, namun bisa juga tidak. Menurut Kotler (2008:266) service adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual dan pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan akan sesuatu. Contohnya hotel dan maskapai penerbangan.
12 Menurut Gronroos dalam Tjiptono dan Chandra (2011:17), jasa adalah proses yang terdiri atas serangkaian aktivitas intangible yang biasanya terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan. Berdasarkan definisi jasa menurut beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan suatu bentuk produk yang memiliki aktivitas yang ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat intangible 2.2.2 Karakteristik Pelayanan/Jasa (Service) Jasa memiliki empat karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan
berdampak
pada
strategi
mengelola
memasarkannya.
Keempat
karakteristik utama tersebut dinamakan paradigm IHIP : Intangibility, Heterogeneity, Inseparability, dan Perishability (Tjiptono dan Chandra, 2011:35). 1) Intangibility (Tak Berwujud) Jasa bersifat intangibility, artinya jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. 2) Heterogeneity/Variability (Bervariasi) Jasa bersifat sangat variable karena merupakan non-standardized output, artinya terdapat banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi. 3) Inseparibility (Tidak Terpisahkan) Barang biasanya diproduksi terlebih dahulu, kemudian dijual, baru dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.
13 4) Perishability (Mudah Lenyap) Perishability berarti bahwa jasa merupakan komoditas yang tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang di waktu datang, dijual kembali, atau dikembalikan.
2.3 Kualitas Pelayanan/Jasa (Service) 2.3.1 Definisi Kualitas Pelayanan/Jasa (Service) Definisi kualitas pelayanan/jasa menurut Lewis & Booms dalam Tjiptono dan Chandra (2011:183) adalah ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspetasi pelanggan. Berdasarkan definisi ini, kualitas jasa bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Dengan demikian, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan/persepsikan (perceived service). Menurut Collier yang dikutip dalam Yamit (2010:22) menyimpulkan bahwa kualitas pelayanan lebih menekankan pada kata pelanggan, pelayanan, kualitas dan level atau tingkat. Beberapa pengertian yang terkait dengan definisi kualitas layanan yaitu : a. Excellent adalah perorangan standar kinerja pelayanan yang diperoleh b. Customer adalah perorangan, kelompok, departemen atau perusahaan yang menerima, membayar output pelayanan. c. Service adalah kegiatan utama atau pelengkap yang tidak secara langsung terlibat dalam proses pembuatan produk, tetapi menekankan pada pelayanan transaksi antara pembeli dan penjual.
14 d. Quality adalah suatu yang secara khusus dapat diraba atau tidak dapat diraba dari sifat yang dimiliki produk atau jasa. e. Levels adalah suatu pernyataan atas sistem yang digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi. f. Consistent adalah tidak memiliki variasi dan semua pelayanan berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan. g. Delivery adalah memberikan pelayanan yang benar dengan cara yang benar dalam waktu yang tepat. Dapat disimpulkan bahwa kualitas jasa/pelayanan merupakan suatu penawaran yang diberikan kepada pelanggan yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan serta mengimbangi harapan pelanggan.
2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan/Jasa (Service) Kualitas suatu produk ataupun jasa perlu ditentukan melalui dimensi – dimensinya. Berikut dimensi kualitas pelayanan/jasa menurut Tjiptono dan Chandra (2011:198) yaitu terdapat lima dimensi kualitas pelayanan utama yang disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya sebagai berikut : 1) Reliabilitas (Reliability), bahwa pada komponen ini, berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang disepakati. 2) Daya Tanggap (Responsiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan pelanggan, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
15 3) Jaminan (Assurance), yakni keyakinan yang meliputi perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan dapat menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. 4) Empati (Empathy), berarti bahwa dimana perusahaan memberikan perhatian serta memahami masalah para pelanggan dan bertindak bagi kepantingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada pelanggan. 5) Bukti Fisik (Tangibles), meliputi daya tarik fasilitas fisik dari kualitas, perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan, kebersihan gedung, kerapian, kenyamanan ruangan, serta penampilan karyawan.
2.3.3 Konsep Kualitas Layanan/Jasa Menurut Tjiptono dan Chandra (2011:177) bahwa komponen jasa atau layanan memainkan peran strategik dalam setiap bisnis. Pembelian sebuah barang sering dibarengi dengan unsur jasa/layanan. Demikian pula sebaliknya, suatu jasa sering diperluas dengan cara memasukkan atau menambahkan produk fisik pada penawaran jasa tersebut. Umumnya layanan lebih bersifat intangibles,
tidak dapat dilihat dan diraba sehingga pengguna hanya bisa
dirasakan melalui pengalaman langsung. Namun layanan mencakup hal-hal yang tangibles, bisa dilihat dan diraba, berupa dimensi fisik dari pelayanan itu sendiri. Suatu perusahaan dapat dikatakan meraih sukses ketika dilihat dari faktor pelayanan pelanggan, oleh karena itu pelayanan yang baik sangat mempengaruhi banyaknya jumlah pelanggan dalam suatu perusahaan.
16 2.3.4 Persepsi Terhadap Kualitas Jasa Kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa. Sebagai pihak yang membeli dan mengkonsumsi jasa, pelanggan yang menilai tingkat kualitas jasa sebuah perusahaan (Tjiptono dan Chandra, 2011:180).
2.3.5 Harapan/Ekspektasi Pelanggan Dalam konteks kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan, telah dicapai consensus bahwa harapan pelanggan (customer expectation) memainkan peran penting sebagai standar perbandingan dalam mengevaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover, ekspektasi pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk bersangkutan (Tjiptono dan Chandra, 2011:181).
2.4 Kepuasan Pelanggan Kata kepuasan “satisfaction” berasal dari bahasa latin yang terdiri dari dua unsur kata, yaitu “satis” yang artinya cukup baik atau memadai dan “facio” yang memiliki arti melakukan atau membuat. Kepuasan bisa diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai (Tjiptono dan Chandra, 2011:292). Konsep kepuasan konsumen sendiri bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan suatu proses yang sederhana maupun kompleks dan rumit. Peranan setiap individu di dalam suatu organisasi atau perusahaan dalam pemberian service kepada konsumen akan sangat penting dan berpengaruh terhadap kepuasaan yang terbentuk (Arief, 2007:166).
17 Menurut Noel, Hayden, “Satisfied customers are often repeat purchasers and this leads to greater profitability”, maksud dari pernyataan ini yaitu konsumen atau pelanggan yang merasa puas merupakan pembeli yang melakukan pembelian secara rutin dan hal ini menghasilkan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan (Noel, Hayden, 2009:150).
2.5 SERVQUAL SERVQUAL merupakan model pengukuran gap kualitas pelayanan/jasa (service quality) yang diperkenalkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry pada tahun 1985 dalam buku Vincent Gaspersz (2012:86). Model yang dikenal dengan istilah Gap Analysis Model ini berkaitan erat dengan model kepuasan pelanggan
yang
didasarkan
pada
ancangan
diskonfirmasi
(attribute
performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectations) atas atribut bersangkutan, maka persepsi terhadap kualitas pelayanan/jasa akan positif dan sebaliknya (Tjiptono dan Chandra, 2011:215). Berdasarkan paper A. Parasuraman, Valarie A. Zeithaml dan leonard L. Berry yang berjudul ”A Conceptual Model of Service Quality and Its Implication for Future Research” yang dikutip dalam buku Tjiptono & Chandra (2011:215216), telah dipaparkan secara rinci lima gap kualitas jasa yang berpotensi menjadi sumber masalah kualitas jasa. Model yang dinamakan SERVQUAL (singkatan dari Service Quality) ini dikembangkan dengan maksud untuk membantu para manajer dalam menganalisis sumber masalah kualitas dan memahami cara-cara memperbaiki kualitas jasa.
18 Gambar 2.1 Model Konseptual SERVQUAL PELANGGAN Komunikasi Gethok Tular
Kebutuhan Pribadi
Pengalaman Masa Lalu
Jasa Yang Diharapkan
GAP 5 Jasa Yang Dipersepsikan
PEMASAR Penyampaian Jasa
GAP 4
Komunikasi Eksternal Kepada Pelanggan
GAP 3 Spesifikasi Kualitas Jasa
GAP 1
GAP 2 Persepsi Manajemen Atas Harapan Pelanggan
Sumber : Tjiptono dan Chandra (2011)
2.5.1 Gap Gap dikenal dengan suatu kesenjangan. Dalam hal ini kualitas jasa yang diberikan sangat mempengaruhi kepuasan dari pelanggan sebuah perusahaan. Namun ada beberapa gap atau kesenjangan yang dapat menyebabkan kegagalan dalam penyampaian jasa kepada pelanggan. Dalam buku Tjiptono & Chandra (2011:217), kesenjangan-kesenjangan yang ada antara lain :
19 1) Gap 1 (Knowledge Gap) Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen. Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspetasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain adalah informasi yang didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat, interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi pelanggan, tidak adanya analisis permintaan, dan buruknya aliran informasi ke atas dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen. 2) Gap 2 (Standards Gap) Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spessifikasi kualitas jasa. Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain yaitu tidak adanya standar kinerja yang jelas, kesalahan perencanaan yang buruk, dan kurang penetapan tujuan utama yang jelas dalam organisasi. 3) Gap 3 (Delivery Gap) Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Gap ini berarti bahwa spesisfikasi kualitas jasa tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Penyebabnya antara lain yaitu spesifikasi kualitas terlalu rumit dan kaku, kurang terlatihnya karyawan, spesifikasi tidak sejalan dengan budaya korporat yang ada, dan manajemen operasi jasa yang buruk.
20 4) Gap 4 (Communications Gap) Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Gap ini bearti janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yaitu perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi jasa dan kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran eksternal dan operasi jasa. 5) Gap 5 (Service Gap) Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan. Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif, seperti kualitas buruk (negatively confirmed quality) dan masalah kualitas, komunikasi gethok tular yang negative, dampak negative terhadap citra korporat dan kehilangan pelanggan.
21 Gambar 2.2 Extended Model of Service Quality Orientasi Riset Pemassaran Komunikasi Ke Atas
Gap 1
Jenjang Manajemen Komitmen Manajemen Pada Kualitas Layanan Penetapan Tujuan Gap 2 Standarisasi Tugas Persepsi Terhadap Kelayakan
Bukti Fisik
Kerja Sama Tim
Reliabilitas Gap 5 (Kualitas Layanan)
Kecocokan KaryawanPekerjaan
Daya Tanggap Jaminan
Kecocokan TeknologiPekerjaan Empati Persepsi Terhadap Kendali
Gap 3
Sistem Pengawasan Penyeliaan Konflik Peran Ambiquitas Peran Komunikasi Horizontal Gap 4 Kecenderungan Untuk Menjanjikan Berlebihan
Sumber : Tjiptono dan Chandra (2011:221)
2.6 Fuzzy Fuzzy atau logika fuzzy adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam suatu ruang output. Antara input dan output terdapat satu kotak hitam yang harus memetakan input ke output yang sesuai
22 (Sri Kusumadewi, 2010:1). Selama ini, ada beberapa cara yang mampu bekerja pada kotak hitam tersebut, antara lain: •
Sistem fuzzy
•
Sistem linear
•
System pakar
•
Jaringan syaraf
•
Persamaan differensial
•
Tabel interpolasi multi-dimensi
Meskipun demikian ada beberapa cara yang mampu bekerja dalam kotak hitam tersebut, namun fuzzy akan memberikan solusi yang paling baik. Seperti yang dikemukakan oleh bapak logika fuzzy, Bapak Lotfi A. Zadeh (2002:1), menyatakan: “Pada hampir semua kasus kita dapat menghasilkan suatu produk tanpa menggunakan logika fuzzy, namun menggunakan fuzzy akan lebih cepat dan murah” Logika fuzzy bersifat mudah dimengerti, sederhana, sangat fleksibel, mampu memodelkan fungsi-fungsi nonlinear yang sangat kompleks, membangun dan mengaplikasikan pengalaman secara langsung, dapat bekerjasama dengan teknik-teknik kendali konvensional dan logika fuzzy pada dasarnya adalah bahasa alami Dengan fleksibilitas yang dimiliki oleh fuzzy, dalam penelitian ini fuzzy di integrasikan dengan servqual tidak menutup kemungkinan sistem atau logika fuzzy ini dapat dikawinkan dengan model-model lainnya.
23 2.7 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Penulis
Jurnal International Journal of Faculty of Science and Letters, Department of Statistics and Computer Sciences, Organizacija, volume 41, number 3, MayJune 2008
Ozlem Aydin, Fatma Pakdil
Judul
Fuzzy SERVQUAL Anaylis in Airline Services
Dalam industri penerbangan kualitas pelayanan harus diukur dengan menggunakan semua aspek layanan yang disediakan. Demografi menunjukkan bahwa ada kesenjangan. Hal ini mendorong peneliti untuk menganalisis skor SERVQUAL menggunakan bilangan fuzzy.
Fuzzy Set Theory Based Decision Model for Determining Market Position and Developing Strategy for Hospital Service Quality
Melalui metode teori himpunan fuzzy dapat memberikan saran untuk manajer rumah sakit dalam meningkatkan kualitas pelayanan dengan cara yaitu membandingkan posisi kualitas pelayanan antara rumah sakit dan pesaing.
Wann-Yih Wu, ShinWen Hsiao & HsingPing Kuo
International Journal of Total Quality Management. Vol. 15, No. 4, 439456, June 2004
Lazim Abdullah & Solihah Khadiah
International Journal of Latest Trends in Computing, Vol. 2, page 220, Issue 2, June 2011
Lazim Abdullah
International conference on business and economic research, 2nd, 2011
Evaluation of customer satisfaction: fuzzy linguistic approach
Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 4, No. 3, April 2006, hal. 139 – 146
Analisis kepuasan pelanggan dengan pendekatan fuzzy service quality dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan
Much. Djunaidi, Eko Setiawan & Tri Haryanto
Sushama Dhote, Keswani I.P
Int. Journal of Applied Sciences and Engineering Research, Vol. 1, Issue 4, 2012
Hasil Penelitian
Fuzzy Linguistic for Measuring Customer Satisfaction
Evaluation of service quality in hospital using fuzzy reasoning approach
Sumber : Diolah oleh peneliti (2013)
Skor kualitas pelayanan fuzzy diubah menjadi istilah linguistik sehingga tingkat kepuasan pelanggan dalam jangka linguistik mampu mencerminkan persepsi pelanggan. Bilangan fuzzy dan istilah linguistik efektif digunakan sebagai sebuah metode untuk mengukur kualitas pelayanan. Identifikasi persepsi konsumen layanan kualitas dapat membantu manajemen untuk meningkatkan layanan dan sebagai imbalannya akan meningkatkan klasemen bisnis mereka Skor kualitas pelayanan fuzzy diubah menjadi istilah linguistik sehingga tingkat kepuasan pelanggan dalam jangka linguistik mampu mencerminkan persepsi pelanggan. Makalah ini telah berhasil menunjukkan metode alternatif dalam menangani kepuasan pelanggan. Evaluasi linguistik fuzzy dapat memberikan sarana baru untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan oleh bisnis berorientasi layanan. Nilai gap negatif menunjukkan kualitas pelayanan suatu kriteria kurang baik sehingga perlu ditingkatkan. Bila nilai gap positif, maka hal itu menunjukkan bahwa persepsi pelanggan terhadap kinerja suatu kriteria pelayanan melebihi harapannya terhadap kriteria yang sama. Semakin besar nilai negatif suatu gap pada suatu kriteria pelayanan, semakin besar pula prioritas peningkatan kualitas pelayanan dari kriteria pelayanan tersebut. Pendekatan penalaran fuzzy telah diterapkan untuk menentukan kualitas pelayanan dan membantu dalam penilaian kualitas pelayanan rumah sakit. Layanan rumah sakit sangat penting karena berhubungan dengan manusia dan kondisi mental yang buruk selama pelayanan. Pendekatan yang diusulkan dalam pekerjaan ini sangat berguna untuk mengetahui status layanan tanpa matematika kompleks. Pendekatan yang diusulkan akan membantu rumah sakit serta peneliti untuk patokan prosedur untuk menentukan kualitas pelayanan di rumah sakit.
24 2.8 Kerangka Pemikiran Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran Observasi & Survey Awal
Garuda Indonesia Airlines
Etihad Airways
Divisi Pelayanan
Divisi In-Flight Service
Perancangan Kuesioner Berdasarkan 5 Dimensi Kualitas Jasa
Penyebaran Kuesioner
Uji Validitas & Reliabilitas
Penghitungan Gap Servqual & Gap Fuzzy Servqual
Terdapat gap
Tidak Terdapat gap
Simpulan
Saran
Sumber : Diolah oleh peneliti (2013)