BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Sebelumnya (State of The Art) Merupakan penelitian sebelumnya untuk memperlihatkan persamaan dan
perbedaan yang ada di penelitian sebelumnya, dengan penelitian setelahnya. Seperti Jurnal yang ditulis oleh Novin Farid Styo Wibowo dan Indra Prawira, memiliki persamaan dari teori dan metode yang peneliti gunakan, menggunakan analisis framing Zondang Pan & Kosicki dengan metode kualitatif. Jurnal yang ditulis oleh Gumilar Rusliwa Somantri, memiliki persamaan dengan peneliti yaitu menggunakan metode kualitatif, yang diharapkan mampu membantu peneliti. Jurnal dengan judul Framing Analysis: An Approach to News Discourse dan The Constructionist Approach to Framing: Bringing Culture Back In, memiliki persamaan dengan peneliti yaitu menggunakan analisis framing. Penelitian ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji penelitian yang dilakukan. Persamaan atau perbedaan tersebut bisa saja dilihat dari obyek yang diteliti, metode penelitiannya, atau teori yang digunakan dalam daftar berikut ini :
7
8
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya (State of The Art)
No
1
Judul Penelitian
Teori
Novin Farid
-media
Styo Wibowo
massa
(2013) // Framing Persoalan
-film
Metodologi - Kualitatif
-Studi kasus
production
Hasil
Persamaan Penelitian
Cara pandang Jurnal ini media massa
memiliki
dalam
persamaan
membingkai
dengan
realitas
penelitian
Indonesia
-Framing
tentang
saya, yaitu
Melalui Film
Zongdang
persoalan-
metode
Dokumenter
Pan &
persoalan di
kualitatif dan
Model Direct
Kosicki
Indonesia
analisis
Cinema (Studi
melalui film
framing
Pada Film-
dokumenter
Zongdang
film
televisi
Pan & kosicki
Dokumenter terbaik, Program Eagle Award Competitions di Metro Tv) // Jurnal Humanity. Vol 8. No.2 ISSN 02168995 2
Gumilar
Penteorian
Metode
Penelitian
Jurnal ini
Rusliwa
metode
Kualitatif
kualitatif
memiliki
Somantri //
kualitatif
berusaha
persamaan
untuk
dengan
Memahami
9 Metode
mengangkat
penelitian
Kualitatif //
secara
saya, yaitu
Makara, sosial
ideografis
humaniora,
berbagai
vol. 9, no. 2,
metode kualitatif.
fenomena
desember
dan realitas
2005: 57-65
sosial. Metode penelitian kualitatif membuka ruang yang cukup bagi dialog ilmu dalam konteks yang berbeda, terutama apabila ia difahami secara mendalam dan “tepat”.
3
Indra Prawira
-Framing
Pendekatan
Frame
Jurnal ini
/ Konstruksi
Zongdang
kritis
berhubungan
memiliki
Realitas
Pan &
dengan
dengan
persamaan
Media
Kosicki
metodologi
makna.
dengan
penelitian
Bagaimana
penelitian
kualitatif
seseorang
saya, yaitu
memaknai
metode
suatu
kualitatif dan
peristiwa
analisis
Hiburan: Analisis Framing Program
10 Redaksiana Di
dapat dilihat
framing
Trans7 /
dari
Zongdang
HUMANIOR
perangkat
Pan &
A Vol.5 No.2
tanda yang
kosicki
Oktober 2014:
dimunculkan
1066-1074
dalam teks. Salah satu cara konstruksi berita adalah menggunaka n metafora dalam penulisan naskah.
4
Framing
Analisis
analisis
Jurnal ini
Analysis: An
framing
framing
memiliki
Approach to
menempatka
persamaan
News
n analisis
dengan
Discourse /
teks berita
penelitian
Political
dalam
saya, yaitu
Communicatio n, Volume 10, pp. 55-75
Kerangka teori yang dibangun pada titik konvergensi antara sosiologis dan formulasi konsep bingkai
analisis framing Zongdang Pan & kosicki
11 kognitif. Ini menghindari beberapa asumsi realistis dalam pendekatan isi analisis 5
Baldwin Van
Pendekatan
Jurnal ini
Gorp // The
konstruksioni
memiliki
Constructionis
s untuk
persamaan
t Approach to
framing, juga
dengan
Framing:
memiliki
penelitian
manfaat yang
saya, yaitu
dapat
analisis
membuka
framing
Bringing Culture Back In
Framing
beberapa
// Journal of
perspektif
Communicatio
baru pada
n 57 (2007)
penelitian
60–78 ISSN
framing.
0021-9916
Gagasan bahwa frame adalah bagian dari budaya, seperti yang diungkapkan dalam literature lama tentang framing, telah diajukan
12 sebagai alat untuk memahami proses dasar framing dan untuk memandu penelitian masa depan. Pengemasan bingkai dengan fenomena budaya sebagai pusat tema mempengaru hi skema para wartawan dan penonton, karena frame ini adalah bagian dari kolektif.
2.2
Landasan Konseptual
2.2.1 Televisi Siaran televisi di Indonesia dimulai pada tahun 1962 saat TVRI menayangkan secara langsung upacara hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-17 pada tanggal 17 agustus 1962. Televisi merupakan salah satu medium bagi para pemasang iklan di Indonesia. Media televisi merupakan industri yang padat modal, padat teknologi dan
13 padat sumber daya manusia (Morissan, 2008). Berikut adalah sifat dari televisi (Wahyudi,1992): 1. Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran 2. Dapat dilihat dan didengar kembali, bila diputar kembali 3. Daya rangsang yang sangat tinggi 4. Elektris 5. Sangat mahal 6. Daya jangkau besar Stasiun televisi setiap harinya menyajikan berbagi jenis program yang jumlahnya sangat banyak dan jenisnya sangat beragam. Pada dasarnya apa saja bisa dijadikan program untuk ditayangkan di televisi selama program itu menarik dan disukai audien, dan selama tidak bertentangan dengan kesusilaan, hukum dan peraturan yang berlaku. Menurut Vane – Gross (1994) menentukan jenis program berarti menentukan atau memilih daya tarik (appeal) dari suatu program. Adapun yang dimaksud dengan daya tarik disini adalah bagaimana suatu program mampu menarik audiennya. Berbagai jenis program itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar berdasarkan jenisnya yaitu (Morissan, 2008): 1. Program informasi (berita) •
Berita keras (hard news), yang merupakan laporan berita terkini yang harus segera disiarkan.
•
Berita lunak (soft news), yang merupakan kombinasi dari fakta, gossip, dan opini.
2. Program hiburan (entertainment) •
Musik
•
Drama permainan (game show)
•
Pertunjukan
14 Gambar 2.1 Jenis Program Televisi
(Morissan, 2008) Televisi menjadi landasan konseptual dikarenakan, objek penelitian ini menggunakan televisi sebagai media untuk menyiarkannya kepada khalayak, yaitu program Selamat Pagi di Trans 7. 2.2.2 Berita Berita telah menjadi bagian yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Setiap hari ribuan berita menghampiri kehidupan kita. Berita yang dihadirkan oleh beragam media massa ini juga terdiri dari berbagai jenis berita, mulai dari berita politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, olahraga, dan lain sebagainya. Dilihat dari lokasi kejadian yang diberitakan juga berbagai macam, mulai dari kejadian yang terjadi di tingkat lokal sampai perisiwa yang terjadi di tingkat nasional (Junaedi, 2013). Program informasi di televisi, sesuai dengan namanya, memberikan banyak informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu penonton terhadap suatu hal
15 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat, sebuah laporan dan pemberitahuan. 2.2.2.1 Jenis-Jenis Berita Prinsip lain dalam proses produksi berita adalah apa yang disebut dengan kategori berita. Secara umum, seperti dicatat Tuchman, wartawan memakai lima kategori berita : hard news, soft news, developing news, dan continuing news. Kategori tersebut membedakan jenis isi berita dan subjek peristiwa yang menjadi berita (Eriyanto, 2002). 1. Hard news Hard news adalah jenis berita langsung yang memiliki sifat timely atau terikat waktu. Berita jenis ini sangat tergantung pada aktualitas waktu, sehingga keterlambatan berita akan menyebabkan berita menjadi basi (Junaedi, 2013). Semakin cepat diberitakan semakin baik. Bahkan ukuran keberhasilan dari kategori berita ini adalah sudut kecepatannya diberitakan. Kategori berita ini dipakai untuk melihat apakah informasi itu diberikan kepada khalayak dan sejauhmana informasi tersebut cepat diterima oleh khalayak. Peristiwa yang masuk dalam kategor hardnews ini bisa peristiwa yang direncanakan, bisa juga peristiwa yang tidak direncanakan (Eriyanto, 2002). Suatu program berita terdiri atas sejumlah berita keras atau dengan kata lain suatu program berita merupakan kumpulan dari berita keras. Dalam hal ini berita keras dibagi ke dalam beberapa bentuk berita yaitu (Morissan, 2008) : 1) Straight news Straight news berarti berita “langsung” (straight), maksudnya suatu berita yang singkat (tidak detail) dengan hanya
menyajikan
informasi terpenting saja yang mencakup 5W+1H (who, what, where, when, why, dan how) terhadap suatu peristiwa yang dibertakan. Berita jenis ini sangat terikat waktu (deadline) karena informasinya sangat cepat basi jika terlambat disampaikan kepada audien.
16 2) Feature Pada dasarnya berita-berita semacam ini dapat dikatakan sebagai soft news karena tidak terlalu terikat dengan waktu penayangan, namun karena durasinya singkat dan ia menjadi bagian dari program berita, maka feature masuk ke dalam kategori hard news. Namun adakalanya suatu feature terkait dengan suatu peristiwa penting, atau dengan kata lain terikat dengan waktu, dan karena itu harus segera disiarkan dalam suatu program berita. Feature semacam ini disebut dengan news feature, yaitu sisi lain dari suatu berita straight news yang biasanya lebih menekankan pada sisi human interest dari suatu berita. 3) Infotainment Kata “infotainment” berasal dari dua kata, yaitu information yang berarti informasi dan entertainment yang berarti hiburan, namun infotainment bukanlah berita hiburan. Infotainment adalah berita yang menyajikan informasi mengenai kehidupan orang-orang yang dikenal masyarakat (celebrity), dan karena sebagian besar dari mereka bekerja pada industri hiburan, seperti pemain film/sinetron, penyanyi dan sebagainya, maka berita mengenai mereka disebut juga dengan infotainment. Infotainment adalah salah satu bentuk berita keras karena memuat informasi yang harus segera ditayangkan. Namun dewasa ini infotainment disajikan dalam program berita sendiri yang terpisah dan khusus menampilkan berita-berita mengenai kehidupan selebritis. 2. Soft news Soft news adalah berita tidak langsung yang tidak memiliki sifat timeless atau tidak terikat waktu. Berita jenis ini tidak tergantung pada waktu, sehingga selalu bisa dibaca, didengar, dan dilihat kapan pun tanpa terikat pada aktualitas (Junaedi, 2013). Yang menjadi ukuran dalam kategori berita ini bukanlah informasi dengan kecepatan ketika diterima oleh khalayak, melainkan apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan perasaan khalayak (Eriyanto, 2002).
17 Berita yang masuk kategori ini ditayangkan pada satu program tersendiri di luar program berita. Program yang masuk ke dalam kategori berita lunak ini adalah (Morissan, 2008): 1) Current affair Pengertian current affair adalah “persoalan kekinian.” Current affair adalah program yang menyajikan informasi yang terkait dengan suatu berita penting yang muncul sebelumnya namun dibuat secara lengkap dan mendalam. Dengan demikian, current affair cukup terikat dengan waktu dalam hal penayangannya namun tidak seketat hard news, batasnya adalah bahwa selama isu yang dibahas masih mendapat perhatian khalayak, maka current affair dapat disajikan. Berita prostitusi online yang ditayangkan dalam program Selamat Pagi di Trans 7, termasuk dalam kategori berita current affair, karena menyajikan informasi yang terkait dengan suatu berita penting yang muncul sebelumnya namun dibuat secara lengkap dan mendalam. 2) Magazine Diberi nama magazine karena topik atau tema yang disajikan mirip dengan topik-topik atau tema yang terdapat dalam suatu majalah (magazine). Magazine adalah program yang menapilkan informasi ringan namun mendalam atau dengan kata lain magazine adalah feature dengan durasi yang lebih panjang. Magazine lebih menekankan pada aspek menarik suatu informasi ketimbang aspek pentingnya 3) Dokumenter Dokumenter adalah program informasi yang bertujuan untuk pembelajaran dan pendidikan namun disajikan dengan menarik. Gaya atau cara penyampaian dokumenter sangat beragam dalam hal teknik pengambilan gambar, teknik editing, dan teknik penceritaannya; mulai dari yang sederhana hingga yang tersulit. Suatu program dokumenter adakalanya dibuat seperti membuat sebuah film sehingga sering disebut dengan film dokumenter.
18 4) Talk Show Program talk show atau perbincangan adalah program yang menampilkan satu atau beberapa orang untuk membahas topik tertentu yang dipandu oleh seorang pembawa acara (host) 3. Spot News Spot news adalah subsklasifikasi dari berita yang berkategori hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan. Peristiwa seperti kebakaran, pembunuhan, kecelakaan, gempa bumi adalah jenis peristiwa yang tidak bisa dipredeksikan. 4. Developing News Developing news adalah subsklasifikasi lain dari hard news. Dalam developing news dimasukkan elemen lain, peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya. 5. Continuing News Dalam continuing news, peristiwa-peristiwa bisa dipredeksikan dan direncanakan. Proses dan peristiwa tiap hari berlangsung secara kompleks, tetapi tetap berada dalam wilayah pembahasan yang sama pula. Satu peristiwa bisa terjadi kompleks, dan tidak terduga tetapi mengarah pada satu tema tertentu. 2.2.2.2 Nilai Berita Ukuran yang dipakai untuk memilah-milah peristiwa ini, oleh wartawan adalah ukuran-ukuran professional yang dinamakan sebagai nilai berita. Secara umum, nilai berita tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Eriyanto, 2002): 1. Prominance Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti dari pentingnya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang dipandang penting. Sesuatu yang menyangkut peristiwa dan/atau orang terkenal akan memiliki kelayakan berita yang lebih dibandingkan dengan sesuatu yang menyangkut peristiwa dan/atau orang yang tidak terkenal (Junaedi, 2013).
19 2. Human Interest Peristiwa lebih memungkinkan disebut berita kalau peristiwa itu lebih banyak mengandung unsur haru, sedih, dan menguras emosi khalayak. Bahkan bisa jadi peristiwa tersebut bisa jadi tidak lagi aktual, tidak memiliki dampak bagi khalayak, tidak memiliki kedekatan, tidak ada konflik serta tidak menyangkut orang atau peristiwa terkenal, namun layak menjadi berita karena menyentuh perasaan (Junaedi, 2013). Berita yang ditampilkan dalam program selamat pagi yang berjudul prostitusi online, memiliki nilai berita human interest di dalamnya. 3. Conflict/Controversy Peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita di bandingkan dengan peristiwa yang biasa-biasa saja. Konflik baik yang berbentuk fisik (perseteruan antar kelompok) dan nonfisik (perbedaan pendapat) umumnya akan menarik perhatian khalayak. Berita tentang demonstrasi yang berujung bentrok, kerusuhan, perdebatan politisi dan berita-berita sejenis umumnya akan mendapatkan perhatian dari media massa dengan menempatkannya sebagai berita utama. Alasan redaksi media massa menempatkan berita-berita seperti ini adalah realitas bahwa konflik secara umum akan menarik perhatian khalayak (Junaedi, 2013). 4. Unusual Berita mengandung peristiwa yang tidak biasa, peristiwa yang jarang terjadi. Seperti misalnya, seorang ibu yang melahirkan 6 bayi kembar dengan selamat lebih disebut sebuah berita dibandingkan dengan peristiwa kelahiran seorang bayi. 5. Proximity Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan dengan peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun emosi dengan khalayak. Semakin dekat kita dengan peristiwa, maka semakin penting berita tentang peristiwa tersebut bagi kita. (Dash, 2007)
20 6. Timeliness dan immediacy Peristiwa yang memiliki kelayakan berita yaitu peristiwa yang segar, baru terjadi beberapa jam lalu atau bahkan beberapa detik yang lalu (Dash, 2007). Dengan kata lain, peristiwa yang baru saja terjadi merupakan peristiwa yang layak menjadi berita. Bahkan dalam jurnalisme penyiaran, kebaruan ini bisa berarti berita yang sedang disiarkan adalah berita yang sedang terjadi (real time). Dalam hal ini aktualitas (peristiwa/perkembangan baru) menjadi pertimbangan utama tentang kelayakan berita (Junaedi, 2013). 2.2.2.3 Unsur Berita Untuk memahami jurnalisme, maka perlu untuk mengetahui tentang unsur berita yang dikenal dengan 5W dan 1H. Unsur-unsur ini bisa dijabarkan sebagai berikut (Junaedi, 2013): a. What (Apa) What berarti apa yang terjadi/akan terjadi. Ini berkaitan dengan apa yang diberitakan. Dalam jurnalisme, what menunjukkan tema apa yang diangkat dalam berita. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ‘apa’ adalah berita prostitusi online. b. Who (Siapa) Who berarti kepada siapa suatu peristiwa terjadi, atau siapa yang melakukan atau terlibat peristiwa. Who harus berkaitan dengan what sehingga mampu memberikan informasi yang cukup kepada khalayak sekaligus dapat mendekatkan berita dengan khalayak. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ‘siapa’ adalah penulis naskah program selamat pagi. c. Where (Dimana) Where menunjukkan dimana peristiwa yang diberitakan terjadi. Bisa jadi apa yang diberitakan terjadi di lingkungan lokal, nasional, maupun internasional. Dengan demikian, dalam berita perlu ada unsur where yang memberikan informasi tentang lokasi peristiwa yang diberitakan.
21 Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ‘dimana’ adalah program selamat pagi. d. When (Kapan) Unsur when memberi informasi tentang kapan peristiwa tersebut terjadi. Jika tidak ada unsur ini, khalayak akan kebingungan kapan peristiwa yang diberitakan terjadi, apakah sedang terjadi saat diberitakan, kemarin , seminggu yang lalu, sebulan yang lalu atau bahkan setahun yang lalu. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ‘kapan’ adalah pada episode 18 april 2015. e. Why (Mengapa) Why memberikan keterangan kejadian tentang mengapa peristiwa tersebut terjadi. Di sini pembuat berita dituntut kemampuannya untuk mampu menggali informasi mengapa peristiwa terjadi dan kemudian menjadikannya menjadi berita. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ‘mengapa’ adalah makna yang terkandung dalam kemasan berita prostitusi online pada program selamat pagi di Trans 7. f. How (Bagaimana) How menjelaskan bagiamana peristiwa yang diberikan terjadi. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan ‘bagaimana’ adalah bagaimana proses penulis naskah program Selamat Pagi di Trans 7 membingkai pemberitaan kasus kriminal tersebut. 2.2.3 Kriminal Perbedaan antara orang yang bersalah dari orang-orang yang tidak bersalah lebih sering terjadi dalam keadaan-keadaan yang mudah dipengaruhi nafsu, sifat menyerang, sifat bermusuhan (Sudjono, 1974). Menurut Radcliff Brown, kejahatan sebagai suatu pelanggaran terhadap suatu kebiasaan
yang
mendorong
dilakasanakannya
sanksi
pidana.
Thomas
mendefenisikan kejahatan dari sudut psikologi sosial sebagai suatu tindakan yang bertentangan dengan rasa solidaritas kelompok (Ninik&Panji, 1987).
22 Edwin H. Sutherland dalam teori pergaulan berlain-lainan, teori ini menganggap kejahatan sebagai sikap orang perorangan yang normal yang terbentuk karakternya melalui sering, lama, mesra dan mengutamakan bergaul dengan sikap anti undang-undang/hukum, atau sikap kelakuan yang pro kejahatan, yang mana pengaruh-pengaruhnya, melebihi pengaruh-pengaruh sikap kelakuan yang anti kejahatan. Keadaan yang menyangkut kejahatan seperti rumah tangga yang berantakan, kelambatan di sekolah, ketetanggaan yang lalai, kemalasan (kelengahan) atau faktor lainnya yang ditekankan dalam teori yang beraneka sebab, terlihat sebagai kejahatan yang menentukan bila keadaan itu mempengaruhi pergaulan perorangan dengan sikap kelakuan jahat antara yang anti kejahatan. Dalam teori Lemert, tindakan-tindakan pelaku penyimpangan sering kali merupakan langkah “ambil risiko”, yang memeperlihatkan sifat coba-coba untuk melakukan pola-pola perilaku yang dilarang (Ninik&Panji, 1987). Bonger menekankan bahwa kejahatan orang-orang dewasa tidak dapat terlepas dari masa kanak-kanaknya, maka pencegahan kejahatan (crime prevention) yang efektif harus bertolak dari pencegahan kenakalan anak-anak (remaja); dengan kata lain, menanggulangi kenakalan remaja berarti menanggulangi kejahatan secara umum. Dalam pandangan kriminologi (positivistis) di Indonesia, kejahatan dipandang sebagai: Pelaku yang telah diputus oleh pengadilan; Perilaku yang perlu deskriminalisasi; Populasi pelaku yang ditahan; perbuatan yang melanggar norma; Perbuatan yang mendapatkan reaksi sosial. Berikut
adalah
rumusan
kejahatan
dari
berbagai
ahli
kriminologi
(Anwar&Adang, 2013): 1. W.A. Bonger (1936) Kejahatan merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapatkan reaksi dari Negara berupa pemberaian derita dan kemudian, sebagai reaksi-reaksi terhadap rumusan hokum (legal definition) mengenai kejahatan. 2. Thorsten Sellin (1937) Bahwa hukum pidana tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutan ilmuan dan satu dasar yang lebih baik lagi perkembangan kategori-kategori ilmiah adalah dengan mempelajari norma-norma kelakuan (conduct norms), karena
23 konsep norma pelaku yang mencakup setiap kelompok atau lembaga seperti negara serta tidak merupakan ciptaan-ciptaan kelompok normatif manapun, serta tidak terkungkung oleh batas politik dan tidak selalu harus terkandung di dalam hukum pidana. 3. Paul W. Tappan (1947) “An intentional act in violation of the criminal law (statutory or case law), committed without defence or excuse, and penalized by the state as a felony and misdemeanor” Pada intinya, Tappan mengemukakan bahwa kejahatan merupakan perbuatan pelanggaran terhadap norma hukum dan dijatuhi pidana baik felony maupun secara mis demenor. 4. Sue Titus Reid (1979) “Kejahatan adalah suatu tindakan sengaja (Omissi), dalam pengertian ini seseorang tidak hanya dapat dihukum karena pikirannya, melainkan harus ada suatu tindakan atau kealpaan dalam bertindak. Dalam hal ini, kegagalan dalam bertindak dapat juga dikatakan sebagai kejahatan, jika terdapat suatu kewajiban hukum untuk bertindak dalam kasus tertentu. Di samping itu pula harus ada niat jahat (criminal intent/means rea). 5. Sutherland Kejahatan adalah perilaku yang dilarang oleh Negara karena merugikan, terhadapnya negara bereaksi dengan hukuman sebagai upaya untuk mencegah dan memberantasnya. Dalam pengertian kejahatan tersebut, sebenarnya Sutherland ingin menekankan bahwa hukum pidana merupakan upaya pamungkas dalam mengungkap kejahatan. 6. Richard Quinney Kejahatan adalah suatu rumusan tentang perilaku manusia yang diciptakan oleh yang berwenang dalam suatu masyarakat yang secara politis terorganisasi; kejahatan merupakan suatu hasil rumusan perilaku yang diberikan terhadap sejumlah orang oleh orang lain; dengan demikian, kejahatan adalah sesuatu yang diciptakan. 7. Howard Becker Perilaku yang menyimpang bukanlah suatu kualitas tindakan melainkan akibat dari penerapan cap/label terhadap perilaku tersebut.
24 8. Herman Mainheim Perumusan tentang kejahatan adalah perilaku yang dapat dipidana; kejahatan merupakan istilah teknis, apabila terbukti. Pada dasarnya, apa yang disebut sebagai kejahatan menurut Mainheim adalah: a. Istilah kejahatan pertama-tama harus digunakan sebagai istilah teknis, hanya dalam kaitannya dengan kelakuan yang secara hukum merupakan kejahatan. b. Kelakuan itu, jika sepenuhnya terbukti maka disebut dengan kejahatan, dengan tidak melihat apakah benar dipidana melalui peradilan pidana atau tidak. c. Keputusan tetang alternatif apakah yang tersedia dan akan digunakan tergantung pada pertimbangan dalam kasus individual. d. Kriminilogi tidak dibatasi pada ruang lingkup penyelidikan ilmiahnya hanya pada perilaku yang secara hukum merupakan kejahatan di suatu waktu tertentu, akan tetapi kriminologi bebas menggunakan klasifikasinya sendiri. 9. Sellin Untuk mempelajari kejahatan secara ilmiah perlu diperhatikan belenggu-belenggu yang diciptakan dalam hukum pidana. 10. Austin Turk Sebagaian besar orang yang melakukan perbuatan yang secara hukum dirumuskan sebagai kejahatan, maka data kejahatan yang didasarkan pada penahanan atau penghubung yang tidak relevan untuk menjelaskan kejahatan, karena hanya merupakan cap/label penjahat semata. 11. Hasskel dan Yablonsky Yang dinamakan dengan kejahatan adalah, yang tercatat dalam statistik; taka da kesepakatan tentang perilaku anti sosial; sifat kejahatan dalam hukum pidana; hukum yang menyediakan perlindungan bagi seorang dan stigmatisasi yang tidak adil. Dalam perkembangan
lahirnya teori-teori tentang kejahatan, maka dapat
dibagi dalam tiga mazhab atau aliran yaitu (Susanto, 2011):
25 1. Aliran Klasik Dasar pemikiran dari ajaran klasik ini adalah adanya pemikiran bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk yang memiliki kehendak bebas (free will). Dimana dalam bertingkah laku, ia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan segala tindakan berdasarkan keinginannya (hedonisme). Dengan kata lain manusia dalam berperilaku dipandu oleh dua hal yaitu penderitaan dan kesenangan yang menjadi resiko dari tindakan yang dilakukannya. 2. Aliran Neo Klasik Aliran neo-klasik pada dasarnya bertolak pada pemikiran mazhab klasik. Namun demikian para sarjana mazhab neoklasik ini justru menginginkan pemikiran pada mazhab klasik setelah pada kenyataannya pemikiran pada mazhab klasik juga justru menimbulkan ketidakadilan. 3. Aliran Positivis Secara garis besar aliran positivis membagi dirinya menjadi dua pandangan yaitu : a. Determinisme Biologis Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran bahwa perilaku manusia sepenuhnya tergantung pada pengaruh biologis yang ada dalam dirinya. b. Determinisme Cultural Teori-teori yang masuk dalam aliran ini mendasari pemikiran mereka pada pengaruh sosial, budaya dan lingkungan di mana seseorang itu hidup. Jadi, sebelum abad ke-19, ilmu pengetahuan physiognomy dan prenology telah memperkenalkan faktor-faktor biologis tertentu ke dalalm studi tentang sebabmusabab kejahatan. Penjahat mewakili suatu tipe keanehan/keganjilan fisik yang berbeda dengan non-kriminal. Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi para tokoh kriminologi selanjutnya: 1. Enrico Ferri (1856-1929) Ferri berpendapat bahwa kejahatan dapat dijelaskan melalui studi pengaruh-pengaruh interaktif di antara faktor-faktor fisik (seperti ras,
26 geografis, serta temperatur), dan faktor-faktor sosial (seperti umur, jenis kelamin, variabel-variabel psikologis). Dia juga berpendapat bahwa kejahatan dapat dikontrol atau diatasi dengan perubahan-perubahan sosial, misalnya subsidi perumahan, kontrol kelahiran, kebebasan menikah dan bercerai, fasilitas rekreasi dan sebagainya. 2. Raffaele Garofalo (1852-1934) Menurut teori ini, kejahatan-kejahatan alamiah (natural crimes) ditemukan di dalam seluruh masyarakat manusia, tidak peduli pandangan pembuat
hukum,
dan
tidak
ada
masyarakat
yang
beradab
dapat
mengabaikannya. 3. Charles Buchman Goring (1870-1919) Goring menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan-perbedaan signifikan antara penjahat dengan non penjahat kecuali dalam hal tinggi dan berat tubuh. Para penjahat didapati lebih kecil dan ramping. Goring menafsirkan temuannya ini sebagai penegasan dari hipotesanya bahwa para penjahat secara biologis lebih interior, tetapi dia tidak menemukan satupun tipe fisik penjahat.
2.2.3.1 Realitas Kejahatan Yang dimaksud dengan “realitas” adalah kualitas mengenai fenomena yang kita terima sebagai suatu hal yang keberadaannya tidak tergantung dari kehendak kita sendiri. Realitas sosial terdiri dari makna-makna sosial dan produk dari dunia subyektif manusia, artinya bahwa orang bersama-sama dengan orang-orang lain membentuk aktifitas dan pola perbuatananya sebagaimana dia mengikatkan dirinya pada makna-makna dalam kehidupannya sehari-hari. Dengan demikian, realitas sosial diterima baik sebagai realitas konsepsual maupun sebagai realitas yang dapat dilihat. (Susanto, 2011) Dalam hubungan dengan realitas kejahatan, Richard Quinney mengajukan teori tentang realitas sosial dari kejahatan yang terdiri dari 6 dalil sebagai berikut: 1. Kejahatan adalah batasan perilaku manusia yang diciptakan oleh penguasa di dalam suatu masyarakat yang diorganisasikan secara politik.
27 2. Batasan tentang kejahatan menggambarkan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan kepentingan dari bagian-bagian masyarakat yang punya kuasa untuk membentuk kebijaksanaan umum. 3. Batasan pelaku kejahatan dilakukan oleh bagian masyarakat yang punya kuasa untuk menjalankan undang-undang pidana. 4. Pola perbuatan kejahatan tersusun dalam bagian organisasi sosial dimana perbuatan orang-orang tertentu secara relatif mempunyai kemungkinan untuk diberikan batasan sebagai kejahatan. 5. Konsepsi-konsepsi kejahatan dan penjahat dikonstruksikan dan disebarkan dalam bagian-bagian masyarakat melalui berbagai alat komunikasi. Seperti pada berita kejahatan prostitusi online yang ditayangkan di televisi dalam program selamat pagi di Trans 7, dan di konsumsi oleh khalayak. 6. Realitas sosial tentang kejahatan dikonstruksikan oleh formulasi dan penerapan batasan kejahatan, perkembangan dari pola-pola perbuatan yang dihubungkan dengan batasan kejahatan dan konstruksi dari konsepsi-konsepsi kejahatan/ penjahat.
Gambar 2.2 Model Teori Quinney
Formulasi batasan kejahatan
Penerapan dari batasan kejahatan/penjahat
Perkembangan dari pola Konstruksi dari konsepsi kejahatan/penjahat
perilaku dalam hubungannya dengna batasan penjahat
28 2.2.3.2 Prostitusi ‘Prostitusi’ sebuah nama yang diberikan untuk perbuatan yang didalamnya terlibat beberapa orang dalam suatu peristiwa. Para pelaku prostitusi tidak sedikit beralasan karena mereka kekurangan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, karena terpaksa, karena mempunyai pendidikan yang rendah, karena ingin mencobanya. Walau mereka tahu akibat yang mereka lakukan namun tidak membuat mereka jera, atau berpikir lebih jauh akibat yang akan ditimbulkan dari masalah prostitusi tersebut. Berikut faktor-faktor yang mendorong terjadinya prostitusi (Anwar dan Adang, 2013) : 1. Karena tekanan ekonomi, seorang tanpa pekerjaan tentunya tidak akan memperoleh penghasilan untuk nafkahnya. Maka terpaksalah mereka untuk hidup menjual diri sendiri dengan jalan dan cara yang paling mudah. 2. Karena tidak puas dengan posisi yang ada, walau sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum puas karena tidak sanggup membeli barang-barang perhiasan yang bagus-bagus. 3. Karena kebodohan, tidak mempunyai pendidikan atau intelegensi. 4. Karena ada cacat dalam jiwanya. 5. Karena sakit hati, ditinggal oleh suami atau suami beristri lagi sedangkan dia tak rela dimadu. 6. Karena tidak puas dengan kehidupan seks, sebab bersifat hypersexual. 2.2.3.3 Deskripsi singkat kasus Prostitusi Online Canggihnya teknologi memang menopang kemudahan manusia dalam menjalani semua proses kehidupan. Baik dari segi komunikasi, bisnis dan juga media sosial tempat untuk bertemu kawan-kawan lama. Namun, para penjahat kerap memanfaatkan kecanggihan teknologi ini untuk berbuat kejahatan, dengan motif untuk mencukupi kebutuhan ekonomi. Berbagai fenomena prostitusi semakin terungkap seperti, di Amerika serikat selama sepuluh tahun terakhir prostitusi sudah berkembang secara luar biasa di dunia online. Salah satu halaman website memajang foto-foto para wanita tuna susila dengan rentang usia remaja 13-14 tahun, lengkap dengan tarif harga dan nomor kontak. Mucikari di dunia maya ini mampu meraup untung hingga 3 milyar setiap
29 tahun, dan salah satu situs bisa menghasilkan hingga 45 juta dolar dari iklan prostitusi online. Fenomena prostitusi online di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak lama, dimulai dari grup forum diskusi mereka saling bertukar informasi kegiata prostitusi. Bahkan mereka membuat grup forum regional di kota-kota besar di Indonesia. Salah satu bisnis prostitusi online yang terungkap adalah milik Dewi Sundari. Tiga bulan menjalani bisnis prostitusi via online, warga Tandes, Surabaya, Jawa Timur, harus berurusan dengan polisi. Mucikari yang akrab disapa DEE ini, ditangkap anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya di Kamar 762, Hotel Novetel, Surabaya saat melakukan transaksi dengan pelanggannya. Mucikari muda ini menggunakan group BlackBerry Messenger (BBM) untuk menjalankan bisnis prostitusi dengan menyediakan perempuan kalangan Sales Promotion Girl (SPG). Meski baru 3 bulan beroperasi, perempuan berambut pirang ini memiliki banyak pelanggan. mulai pengusaha, pegawai negeri sipil (PNS) hingga pejabat pemerintah. Saat diperiksa, Mami Dee mengaku punya 12 perempuan yang siap melayani pria hidung belang. Kepada polisi setelah bisnis lendirnya ini terungkap, dia membandrol wanita-wanita dagangannya ini mulai dari Rp 1,5 juta hingga Rp 10 juta. Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang RI Nomor 21 tahun 2007, tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan atau Pasal 506 KUHP. Semakin maraknya aplikasi media sosial mempermudah para penjual cinta sesaat menjajakan diri. Tak ayal media sosial yang merupakan ranah publik, dimana semua orang bisa mengakses dengan bebas menjadi tercoreng. Diperlukan kontrol ketat bagi orang tua dalam mengawasi anak dalam menggunakan media online.
2.2.4 Framing Pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai
30 untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media. Fakta/peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Pertanyaan utama dalam pandangan konstruksionis adalah, fakta berupa kenyataan itu sendiri yang terberi, melainkan ada dalam benak kita, yang melihat fakta tersebut. Kitalah yang memberi definisi dan menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan. (Eriyanto, 2002) Analisis framing ini merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas (peristiwa, individu, kelompok, dan lain-lain) yang dilakukan media. Pembingkaian tersebut merupakan proses konstruksi, yang artinya realitas dimaknai dan direkontruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. (Kriyantono, 2006) Sobur (2001) mengatakan bahwa analisis framing digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang dan perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan serta hendak dibawa kemana berita tersebut. Teknik analisis bingkai adalah suatu teknik analisis data dengan melihat dan menemukan frame atau media package yaitu suatu perspektif untuk melihat sebuah perspektif yang digunakan untuk melakukan pengamatan, analisis dan interpretasi terhadap sebuah realitas sosial di masyarakat. Namun Goffman pada tahun 1974 mengembangkan analisis bingkai sebagai strips of behavior yang membimbing individu menganalisis realitas. Analisis bingkai digunakan di dalam ilmu komunikasi paradigma
multidispliner
untuk
mendeskripsikan
proses
penyeleksian
dan
penyorotan aspek-aspek khusus suatu realitas media (Bungin, 2007). Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis : Tabel 2.2 Tabel Karakteristik Pendekatan Konstruksionis Pendekatan konstruksionis menekankan Pertama
pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas.
31 Pendekatan konstruksionis memandang Kedua
kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. (Eriyanto, 2012)
Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak di ingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan pada aspek-aspek tertentu, dengan istilah-istilah konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo, 2001) 2.2.4.1 Model-Model Analisis Framing Banyak model dalam analisis framing, antara lain (Eriyanto, 2002): •
Model Analisis Murray Edelman Menurut Edelman, apa yang kita ketahui tentang realitas atau tentang dunia,
tergantung pada bagaimana kita membingkai dan mengkonstruksi/menafsirkan realitas. Edelman mensejajarkan framing sebagai kategorisasi : pemakaian perspektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang tertentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipahami. Kategorisasi dalam pandangan Edelman, merupakan abstraksi dan fungsi dari pikiran. •
Model Analisis Robert Entman Entman melihat framing dalam dua dimensi besar : seleksi isu dan penekanan
atau penonjolan aspek-aspek tertentu dan realitas atau isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti atau lebih diingat oleh khalayak. Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan. •
Model Analisis William A. Gamson Dalam pandangan Gamson, wacana media adalah elemen yang penting untuk
memahami dan mengerti pendapat umum yang berkembang atas suatu isu atau
32 peristiwa. Titik perhatian Gamson terutama pada studi mengenai gerakan sosial (social movement). Studi awal Gamson mengenai framing, pertama kali juga berkaitan dengan studi mengenai gerakan sosial ini. Menurut Gamson, keberhasilan dari gerakan sosial terletak pada bagaimana peristiwa dibingkai sehingga menimbulkan tindakan kolektif. Untuk memunculkan tindakan kolektif tersebut dibutuhkan penafsiran dan pemaknaan simbol yang bisa diterima secara kolektif. Dalam pandangan Gamson, seseorang berpikir dan mengkomunikasikannya melalui citra dan diterima sebagai kenyataan. Makna disini bukan sesuatu yang tetap dan pasti, melainkan secara terus menerus dinegosiasikan. •
Model Analisis Zondang Pan & Kosicki Untuk menganalisis berita televisi ini, penelitian akan menggunakan
perangkat framing Zongdang Pan dan Kosicki yang lebih fokus kepada interpretasi teks. Penelitian ini akan menganalisis teks berita televisi, dimana didalamnya terdapat teks audio dan teks visual. Analisis akan dilakukan terhadap kedua unsur ini secara bersamaan. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita kedalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai peristiwa dapat dilihat dari tanda yang dimunculkan dalam teks. Elemen yang menandakan pemahaman seseorang mempunyai bentuk yang terstruktur dalam bentuk aturan dan konvensi penulisan sehingga ia dapat menjadi jendela melalui mana makna yang tersirat dalam berita menjadi terlihat. Dalam pendekatan ini, dapat dibagi dalam empat struktur besar.
33 Gambar 2.3 Struktur Framing Zondang Pan & Kosicki
(Eriyanto, 2012)
1. Struktur Sintaksis Berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwapernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa kedalam bentuk susunan umum berita. Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dan bagian berita- headline, lead, latar informasi, sumber, penutup – dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. •
Headline, merupakan aspek sintaksis dan wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan kecenderungan berita. Pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai dibandingkan bagian berita.
•
Lead, adalah perangkat sintaksis lain yang sering digunakan. Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukkan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.
34
•
Latar merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi makna yang ingin ditampilkan wartawan. Seorang wartawan ketika menulis berita biasanya mengemukan latar belakang atas peristiwa yang ditulis. Latar yang dipilih menentukan kearah mana pandangan khalayak hendak dibawa.
•
Pengutipan sumber berita, ini menjadi perangkat framing atas tiga hal. Pertama, mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan
mendasarkan
diri
pada
klaim
otoritas
akademik.
Kedua,
menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang. Pada struktur sintaksis, peneliti mencoba melihat bagaimana judul berita, latar yang dibangun, dan apa saja pernyataan yang dimunculkan dalam teks. Teks dilihat sebagai sebuah kisah yang mempunyai awalan, adegan, klimaks dan akhir (Wibowo, 2013). 2. Struktur Skrip Berhubungan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa kedalam bentuk berita. Struktur ini melihat bagimana strategi bercerita cara bercerita atau bertutur yang dipakai oleh wartawan dalam mengemas peristiwa kedalam bentuk berita. Hal ini karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang berusaha menunjukkan hubungan, peristiwa yang ditulis merupakan kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua, berita umumnya mempunyai orientasi menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan komunal pembaca. Menulis berita dapat disamakan, dalam taraf tertentu, dengan seorang yang menulis novel atau kisah fiksi lain. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W+1H – who, what, when, where, why, dan how. Unsur kelengkapan berita ini dapat menjadi penanda framing yang penting. Wartawan juga mempunyai cara agar berita yang dia tulis menarik perhatian pembaca. Seperti halnya novelis, ia mempunyai strategi cara bercerita tertentu – misalnya dengan memakai gaya bercerita yang dramatis, atau cara bercerita yang mengaduk emosi pembaca.
35 Pada struktur skrip, penelitian ini melihat bagaimana fakta-fakta ini diceritakan, peneliti melihat unsur kelengkapan who, what, when, why, dan how dalam kisah yang disajikan, dengan melihat mana unsur yang ditekankan, dikecilkan atau bahkan dihilangkan (Wibowo, 2013). 3. Struktur Tematik, Berhubungan
dengan
bagaimana
wartawan
mengungkapkan
pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Struktur ini akan melihat bagaimana pemahaman diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil. Bagi Pan dan Kosicki, berita mirip sebuah pengujian hipotesis: peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip dan pernyataan yang diungkapkan – semua perangkat: itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat. Beberapa elemen diantaranya adalah koherensi : pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan
fakta
yang
berbeda
dapat
dihubungkan
dengan
menggunakan koherensi. Ada beberapa macam koherensi. Pertama, koherensi sebab-akibat. Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain. Ketiga, koherensi pembeda. Pada
struktur tematik yang dianalisis yakni pengungkapkan
pandangan teks berita dengan melihat detail, maksud dan koherensi antar kalimat, apakah lebih condong ke negatif atau ke positif atau sengaja dihubung-hubungkan dalam koherensi sebab-akibat. 4. Struktur Retoris Berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu kedalam berita. Struktur ini akan melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik dan gambar untuk menekankan arti tertentu. Wartawan
menggunakan
perangkat
retoris
untuk
membuat
cerita,
meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Ada beberapa elemen struktur retoris yang dipakai oleh wartawan.
36 Saat lewat kata, penekanan pesan dalam berita itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafis. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pada struktur retoris, penelitian akan menganalisis unsur leksikon, yakni pilihan-pilihan kata yang ditonjolkan dalam berita, termasuk menganalisa
metafora-metafora
yang
digunakan
dalam
teks
untuk
menggantikan pernyataan atau gambar yang umum digunakan. Hal lain yang juga dilakukan adalah penggunaan tulisan-tulisan, foto-foto atau grafis tertentu dalam berita televisi untuk menunjukkan bahwa bagian tersebut menonjol dan berbeda agar mendapatkan perhatian lebih dari penonton (Wibowo, 2013). 2.3
Kerangka Pemikiran Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Kriminal Prostitusi
- Sintaksis - Skrip - Tematik - Retoris