BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1
Penelitian Sebelumnya (State of The Art) Sebelum penelitian ini dilakukan, sudah ada penelitian seputar gaya
kepemimpinan, arah aliran informasi, dan iklim komunikasi yang telah dilakukan. Berikut adalah beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya:
Tabel 2.1 Penelitian Lokal Nama Penulis
Lidia Wati Evelina, Mia Angeline
Judul Jurnal
Komunikasi Vertical dan Horizontal dalam Membentuk Gaya Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal: Studi Pada Binus University
Nama
Jurnal/ Jurnal Humaniora / 2014 / Indonesia
Tahun/ Negara Kesimpulan
Gaya kepemimpinan di Binus University melakukan komunikasi vertical dan horizontal dengan menggunakan bantuan teknologi komunikasi dibandingkan dengan tatap muka. Kemudian Binus University juga telah menerapkan tiga hal pembentuk kearifan lokal perusahaan. Pertama, kepemimpinan transformasional terlihat dari budaya spiritualitas yang ada pada nilai Binus “trust in God”. Kedua, budaya dan struktur kegiatan dengan menggunakan media komunikasi berbasis IT, Binus menghilangkan batasan birokrasi dan hierarki. Ketiga, metode knowledge transfer yang efektif dilakukan Binus melalui program induksi, rapat, sosialisasi, dan program Global Learning System. Iklim komunikasi pada Binus University positif dan sangat terbuka, hal tersebut dijelaskan berdasarkan keterbukaan yang terus dibina oleh Binus melalui event, termasuk rapat dosen setiap awal semester yang dapat mendorong keakraban antar dosen. Binus University juga menerapkan penyebaran komunikasi gabungan dan serentak kepada seluruh Binusian jika terkait dengan pengumuman acara atau hal-hal lainnya. Sedangkan penyebaran informasi berurutan terkait dengan implementasi kebijakan per jurusan.
7
8 Perbedaannya, penelitian Komunikasi Vertical dan Horizontal dalam Membentuk Gaya Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal: Studi Pada Binus University mencari tahu bentuk gaya kepemimpinan seperti apa yang akan dibentuk dari suatu situasi komunikasi vertikal, sedangkan penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan melihat komunikasi vertikal, gaya kepemimpinan dan iklim komunikasi yang terjadi pada divisi Corporate Communication dan melihat peranan ketiganya. Selain itu, iklim komunikasi lebih dibahas secara mendalam. Persamaan kedua penelitian yaitu samasama meneliti arah aliran informasi vertikal serta gaya kepemimpinan walaupun penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan. (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” tidak meneliti gaya kepemimpinan berbasis kearifan lokal.
Tabel 2.2 Penelitian Lokal Nama Penulis
Syarifah Alia
Judul Jurnal
Analisis
Aliran
Informasi
Vertical
dan
Horizontal
dalam
Komunikasi Internal melalui Gaya Kepemimpinan pada Divisi Humas Inspektorat Jendral Kementrian Keuangan Nama
Jurnal/ 2014 / Indonesia
Tahun/ Negara Kesimpulan
Jenis informasi vertikal yang disampaikan berupa informasi mengenai arahan yakni penentuan PIC (Person in Charge), informasi mengenai kebijakan, kinerja, dan penilaian perilaku, informasi mengembangkan rasa memiliki tugas serta informasi dari bawahan kepada atasan berupa keluhan, saran, laporan capaian kerja dan pendapat. Fungsi komunikasi horizontal diantaranya untuk koordinasi penugasasn, kerja tim, berbagi ide dan gagasan program, menengahi perbedaan pendapat, dan menumbuhkan dukungan antar personal.
Gaya
kepemimpinan
kepala
humas,
yaitu
gaya
kepemimpinan partisipatif.
Perbedaannya, penelitian Analisis Aliran Informasi Vertical dan Horizontal dalam Komunikasi Internal Melalui Gaya Kepemimpinan pada Divisi Humas
9 Inspektorat Jendral Kementrian Keuangan tidak melihat peranan dari gaya kepemimpinan dengan komunikasi vertikal. Dan penelitian tersebut tidak melihat iklim komunikasi yang terbentuk. Seadngkan, pada penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan melihat komunikasi vertikal, gaya kepemimpinan dan iklim komunikasi yang terjadi pada divisi Corporate Communication dan melihat peranan ketiganya. Persamaan kedua penelitian yaitu sama-sama meneliti arah aliran informasi vertikal serta gaya kepemimpinan. Dan metode yang digunakan keduanya adalah kualitatif.
Tabel 2.3 Penelitian Internasional Nama Penulis
Belas Jaroslav
Judul Jurnal
The Leadership Style and The Productiveness of Employees in The Banking Sector in Slovakia
Nama
Jurnal/ Journal of Competitiveness / 2013 / Slovakia
Tahun/ Negara Kesimpulan
Gaya kepemimpinan directive tidak dapat menciptakan dan menjaga optimalisasi produktivitas karyawan dalam dunia perbankan di Slovakia
karena
gaya
kepemimpinan
tersebut
tidak
dapat
memotivasi performa karyawan dan menimbulkan rendahnya tingkat kepuasan karyawan terhadap perusahaan.
Perbedaannya, penelitian The Leadership Style and the Productiveness of Employees in the Banking Sector in Slovakia menguji pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktifitas karyawan dalam dunia perbankan di Slovakia dan menggunakan metode kuantitatif. sedangkan penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” tidak hanya meneliti gaya kepemimpinan saja, namun juga komunikasi vertikal yang terjaid antara pemimpin dengan bawahan, serta iklim komunikasi yang ada. Persamaan kedua penelitian adalah sama-sama terdapat unsur gaya kepemimpinan sebagai bahan penelitian.
10 Tabel 2.4 Penelitian Internasional Nama Penulis
Dr. Priti Verma
Judul Jurnal
Relationship between Organisational Communication Flow and Communication Climate
Nama
Jurnal/ International Journal of Pharmaceutical Sciences and Business
Tahun/ Negara
Management/ 2013 / India
Kesimpulan
Ketidakpastian dalam suatu organisasi, dapat dipecahkan melalui komunikasi dari atas ke bawah, yaitu melalui rapat. Dalam rapat pemimpin dapat mengarahkan bawahan untuk membahas persoalan dan diselesaikan pada saat itu juga. Iklim komunikasi positif dapat tercipta, ketika senior dalam organisasi tersebut mudah untuk dicapai, dalam arti mudah untuk dimintakan pendapat dan persetujuan. Begitupun dengan komunikasi yang terbuka dan transparan, dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Selain itu, cara komunikasi yang suportif dari pemimpin akan membuat bawahan dapat lebih terbuka dalam menyampaikan masalah. Pemimpin yang cenderung merasa pendapatnyalah yang paling benar, akan menghambat terciptanya suasana suportif dan kooperatif dalam organisasinya. Sebaliknya, keterbukaan pemimpin kepada pendapat bawahan akan menimbulkan kepuasan dari para bawahan sehingga mereka merasa lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaan. Dalam hal memberikan evaluasi kepada bawahan pun, seorang pemimpin perlu memperhatikan nada dan bahasa yang digunakan. Pemimpin yang terlalu menyalahkan, akan membentuk sikap bawahan yang tidak jujur. Dalam arti, bawahan hanya akan menyampaikan informasi baik kepada pemimpin agar dirinya terlihat baik dimata pemimpin tersebut.
Perbedaannya,
penelitian
Relationship
between
Organisational
Communication Flow and Communication Climate tidak mengklasifikasikan gaya kepemimpinan seperti apa yang dapat mempengaruhi iklim komunikasi, karena memang penelitian tersebut dalam membahas mengenai keterkaitannya dengan pemimpin, tidak membahas suatu gaya kepemimpinan yang spesifik. Sedangkan penelitian sedangkan penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi
11 melalui Gaya Kepemimpinan. (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan melihat secara lebih spesifik gaya kepemimpinan seorang pemimpin dan melihat pernannya terhadap komunikasi vertikal dan iklim komunikasi yang ada pada divisi tersebut. Persamaan kedua penelitian adalah, unsur pembahasan serupa dan metode yang digunakan kedua penelitian ini yaitu kualitatif.
Tabel 2.5 Penelitian Internasional Nama Penulis
M.L. Voon, M.C. Lo, K.S. Ngui, N.B. Ayob
Judul Jurnal
Influence of Leadership Style on Employees’ Job Satisfaction in Public Sector Organizations in Malaysia.
Nama
Jurnal/ Journal of Business, Management, and Social Sciences / 2011 /
Tahun/ Negara
Malaysia.
Kesimpulan
Penelitian
ini
membandingkan
antara
gaya
kepemimpinan
transactional dan transformational serta melihat pengaruhnya terhadap
kepuasan
transformational
karyawan,
lebih
dimana
menghasilkan
gaya
kepemimpinan
kepuasan
karyawan
dibandingkan transactional dan kepuasan karyawan tersebut juga berpengaruh positif pada kinerja karyawan. Oleh sebab itu organisasi
perlu
mengoptimalkan
kepemimpinan
untuk
meningkatkan performa organisasi.
Perbedaannya, penelitian Influence of Leadership Style on Employees’ Job Satisfaction in Public Sector Organizations in Malaysia menggunakan gaya kepemimpinan
transformational
dan
transactional
sebagai
acuannya
dan
membandingkan keduanya terhadap loyalitas karyawan, sedangkan penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan. (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan melihat komunikasi vertikal, gaya kepemimpinan dan iklim komunikasi yang terjadi pada divisi Corporate Communication dan melihat peranan ketiganya. Selain itu, juga tidak mengacu pada gaya kepemimpinan tertentu di awal penelitian. Persamaan kedua penelitian adalah sama-sama terdapat unsur gaya kepemimpinan sebagai bahan penelitian.
12 Tabel 2.6 Penelitian Internasional Nama Penulis
Eva Tariszka- Semegine, PhD
Judul Jurnal
Organizational Internal Communication as a Means of Improving Efficiency
Nama
Jurnal/ Europan Scientific Journal / Hungary/ 2012
Tahun/ Negara Kesimpulan
Organisasi dewasa ini, telah menyadari bahwa tingkatan komunikasi dalam organisasi menentukan efisiensi organisasi tersebut. Fokus pembelajaran telah berubah mengenai komunikasi organisasi. Kebanyakan pembelajaran, berfokus pada efek kinerja staff yang ditentukan melalui, sebaik apa staff ditunjang oleh informasi, dan tingkat kepuasan melalui komunikasi secara langsung baik horizontal maupun vertikal.
Perbedaannya, penelitian Organizational Internal Communication as a Means of Improving Efficiency berfokus hanya kepada komunikasi internal dalam organisasi, termasuk faktor apa yang mendukung komunikasi yang efisien dalam organisasi. Sedangkan penelitian penelitian “Aliran Informasi Vertikal dan Iklim Komunikasi melalui Gaya Kepemimpinan. (Studi Kasus: PT Pertamina (Persero) pada Divisi Corporate Communication)” akan berfokus pada tiga hal, komunikasi internal yang dibahas hanyalah komunikasi vertikal yang memliki kesinambungan dengan gaya kepemimpinan, lalu juga membahas mengenai iklim komunikasi, serta peranan antar ketiganya pada divisi Corporate Communication. Persamaan kedua penelitian adalah, keduanya menyadari bahwa komunikasi internal organisasi berperan penting dalam suatu organisasi dan memberikan pernanan tersendiri dalam mengelola suatu organisasi yang baik.
2.2
Landasan Konseptual
2.2.1 Teori Sistem Scott dalam (Pace & Faules, 2013) menyatakan bahwa “satu-satunya cara yang bermakna untuk mempelajari organisasi adalah sebagai suatu sistem”. Ia mengemukakan bahwa bagian-bagian penting organisasi sebagai sistem adalah individu dan kepribadian setiap orang dalam organisasi, struktur formal, pola interaksi informal, pola status dan peranan yang menimbulkan pengharapan-
13 pengharapan, dan lingkungan fisik pekerjaan. Semua bagian itu saling berhubungan dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Dikatakan juga, bahwa proses penghubung utama dari organisasi adalah komunikasi. Fisher dalam (Pace & Faules, 2013) berpendapat bahwa “teori sistem adalah seperangkat prinsip yang terorganisasikan secara longgar dan sangat abstrak, yang berfungsi mengarahkan pikiran kita namun terikat pada berbagai penafsiran”. Setiap pembahasan mengenai sistem disangkutkan pada interdependensi. Lebih jelasnya, interdependensi menunjukkan bahwa terdapat suatu ketergantungan di antara komponen-komponen atau satuan-satuan suatu sistem. Suatu perubahan pada suatu komponen membawa perubahan pada setiap komponen lainnya.
2.2.2 Teori 3-D Reddin dalam (Pace & Faules, 2013) mengemukakan teori berdasarkan tiga pola dasar atau dimensi yang digunakan untuk menentukan perilaku kepemimpinan, Ketiga dimensi itu didefinisikan sebagai berikut: a. Orientasi-kerja: tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan untuk mencapai tujuan. b. Orientasi-hubungan: tingkat hubungan pribadi antara manajer dengan bawahan, ditandai oleh adanya saling mempercayai, menghormati gagasan dan memperhatikan perasaan bawahan. c. Keefektifan: tingkat persyaratan produksi yang dicapai manajer telah ditetapkan.
Teori 3-D menghasilkan delapan gaya manajer atau kepemimpinan, dimana empat gaya digolongkan kedalam gaya yang kurang efektif dan empat gaya lainnya digolongkan kedalam gaya yang efektif. Namun, Reddin berpendapat bahwa keefektifan tersebut pada dasarnya sama nilainya, karena hal tersebut bergantung lagi pada situasi yang dihadapi. Gaya yang dinilai lebih efektif diantaranya yaitu: 1. Eksekutif Gaya ini menekankan pada tugas yang berat, hubungan yang kuat juga antara pemimpin dengan bawahan, serta pemimpin yang menerapkan gaya ini disebut sebagai motivator yang baik, yang memperlakukan setiap orang dengan cara tersendiri dan mengedepankan manajemen tim.
14 2. Otokrat Lunak (Benevolent Autocrat) Gaya ini memberikan pengawasan ketat terhadap tugas dan juga hubungan yang lemah antara pemimpin dengan bawahan. Seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan ini mengetahui cara tersendiri untuk mencapai yang terbaik bagi tim nya tanpa menimbulkan ketidaksenangan. 3. Pengembang (Developer) Gaya ini memberikan pengawasan minimum terhadap tugas, namun memiliki hubungan kuat antara pemimpin dengan bawahan. Pemimpin mempercayai bawahan secara terselubung dan perhatian utamanya adalah pengembangan hubungan yang selaras. 4. Birokrat Orientasi minimum pada tugas serta hubungan yang lemah anatra pemimpin
dengan
bawahan.
Pemimpin
yang
menerapkan
gaya
kepemimpinan ini menaruh perhatian pada aturan-aturan dan prosedur demi kepentingan tim, dan karena ingin menjaga serta mengawasi situasi dengan menggunakan aturan dan prosedur itu menyebabkan kehatihatian.
Sedangkan, untuk gaya kepemimpinan yang dinilai kurang efektif, diantaranya adalah: 1. Pencari Kompromi (Compromiser) Orientasi tinggi pada tugas, hubungan kuat antara pemimpin dengan bawahan dalam suatu situasi yang menekankan pada kompromi. Pemimpin yang bergaya seperti ini merupakan pembuat keputusan yang kurang baik karena banyak tekanan yang mempengaruhinya. 2. Otokrat Pengawasan ketat pada tugas, hubungan yang lemah antara pemimpin dengan bawahan dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin tidak memiliki kepercayaan kepada orang lain dan hanya tertarik pada pekerjaan yang langsung dapat diselesaikan. 3. Pembawa Misi (Missionary) Gaya ini memberikan penekanan yang maksimum pada orang- orang dan hubungan kerja, tetapi memberikan perhatian yang minimum terhadap
15 tugas dengan perilaku yang tidak sesuai. Pemimpin semacam ini hanya menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya. 4. Penyendiri (Deserter) Gaya ini sama sekali tidak memberikan perhatian baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Dalam situasi tertentu gaya ini tidak begitu terpuji, karena pemimpin seperti ini menunjukkan sikap pasif dan tidak mau ikut campur secara aktif dan positif.
2.2.3 Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi dapat didefinisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. (Pace & Faules, 2013). Definisi komunikasi organisasi lain yang serupa dengan definisi diatas yaitu definisi dari Goldhaber dalam (Romli, 2014), “organizational communication is the process of creating and exchanging messages within a network of interdependent relationship to cope with environmental uncertainty”. Dengan bahasa lain, komunikasi organisasi adalah proses menciptakan dan saling menukar pesan dalam satu jaringan hubungan yang saling tergantung satu sama lain untuk mengatasi lingkungan yang tidak pasti atau yang selalu berubahubah. Komunikasi organisasi biasa dipandang melalui dua perspektif, yaitu perspektif objektif dan subjektif. Persepktif objektif melihat organisasi sebagai suatu wadah berkumpulnya berbagai unit kerja yang memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya, dan memiliki tradisi kerja mekanistik dengan aturan kerja yang ketat dan hubungan hierarkis yang jelas. Sedangkan perspektif subjektif tidak lagi melihat organisasi sebagai suatu sistem yang kaku, namun diklaim sebagai suatu institusi yang memiliki aturan dan mekanisme kerja yang merupakan hasil dan produk kolektif anggota organisasi lewat proses interaksi dan kesepakatan. (Rohim, 2009). Adapun fungsi komunikasi dalam suatu organisasi terbagi menjadi empat, (Rohim, 2009) yaitu: 1. Fungsi Informatif: organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi. Informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.
16 Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun mengatasi konflik. Sedangkan karyawan membutuhkan informasi untuk melaksanakan pekerjaan di samping itu juga informasi tentang jaminan keamanan, sosial dan kesehatan, dan lain-lain. 2. Fungsi Regulatif: fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Terdapat dua hal yang berpengaruh dalam fungsi ini. Pertama, orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua info yang disampaikan. Disamping itu, sikap bawahan untuk menjalankan perintah bergantung pada keabsahan pimpinan dalam menyampaikan perintah, kekuatan pimpinan dalam memberi sangsi, kepercayaan bawahan terhadap atasan, dan tingkat kredibilitas pesan yang diterima. Kedua, pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja. Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan. 3. Fungsi Persuasif: Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Kenyataan ini membuat beberapa pimpinan lebih suka untuk mempersuasif bawahannya daripada memberi perintah. 4. Fungsi Integratif: Ada dua saluran komunikasi yang memungkinkan karyawan untuk dapat melaksanakan tugasnya, yaitu saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus (newsletter, bulletin) dan laporan kemajuan organisasi; serta saluran
komunikasi
informal seperti
perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga, ataupun kegiatan darmawisata.
2.2.4 Komunikasi Organisasi Internal Komunikasi internal saat ini merupakan suatu hal yang dianggap penting oleh tiap organisasi. Hal tersebut disebabkan, semakin banyak pemimpin yang menyadari bahwa komunikasi yang baik adalah salah satu kunci kesukesan organisasi. Komunikasi internal memfokuskan kepada berbagi informasi, membangun pengertian dan komitmen, serta untuk mencapai tujuan organisasi. (FitzPatrick & Valskov, 2014).
17 Komunikasi internal adalah suatu proses, untuk menyebarakan informasi organisasi, membangun komitmen, dan mengatur jika terdapat perubahan. Sebagai faktor utama dalam hal motivasi serta kinerja karyawan, komunikasi bermain penting dalam tingkat kompetitif sebuah organisasi. Pada praktiknya, komunikasi organisasi internal juga dipahami sebagai bagian dari fungsi kepemimpinan. (Semegine, 2012) Serupa
dengan
sebelumnya,
komunikasi
organisasi
internal
dapat
didefinisikan sebagai bentuk pertukaran informasi dan juga ide di dalam organisasi meliputi hubungan antar karyawan dan juga pimpinan. Pembahasan mengenai komunikasi organisasi internal tidak dapat terlepas dari bentuk aliran informasi yang berjalan di dalamnya yaitu komunikasi vertikal dan horizontal. (DeVito, 2011).
2.2.5 Aliran Informasi Aliran informasi dalam komunikasi organisasi dibagi dalam dua bagian utama, yaitu komunikasi vertikal dan horizontal. Arah komunikasi vertikal dapat dibagi menjadi dua (Robbins & Judge, 2012), yaitu: 1. Arus komunikasi dari atas ke bawah: yaitu komunikasi yang mengalir dari satu tingkatan dalam kelompok atau organisasi ke tingkatan yang lebih rendah. Komunikasi ke bawah tidak harus dalam bentuk lisan atau kontak tatap muka. Digunakan untuk: a. Menetapkan tujuan dan keputusan b. Menyampaikan instruksi c. Menginformasikan kebijakan serta prosedur kepada karyawan d. Menunjukkan persoalan yang membutuhkan perhatian e. Menawarkan umpan balik mengenai kinerja
2. Arus komunikasi dari bawah ke atas: yaitu mengalir menuju tingkatan yang lebih tinggi dalam suatu kelompok atau organisasi. Komunikasi ke atas membuat para pemimpin selalu mengerti apa yang dirasakan para karyawan terkait pekerjaan mereka, rekan kerja, dan organisasi secara umum. Digunakan untuk: a. Memberikan umpan balik kepada orang-orang yang memegang kekuasaan b. Memberi mereka informasi mengenai proses pencapaian tujuan c. Menyampaikan masalah-masalah terkini
18 d. Dimanfaatkan oleh pemimpin untuk memperoleh ide-ide tentang bagaimana memperbaiki kinerja. Dalam komunikasi
dari bawah ke atas, perilaku senior atau pemimpin
memainkan peranan penting. Jika senior atau pemimpin benar-benar peduli dan mendengarkan informasi dari bawah (karyawan), maka kualitas komunikasi akan meningkat. Disamping itu, berikut hambatan-hambatan yang biasa terjadi dalam komunikasi dari bawah ke atas. (Verma, 2013). a. Kesalahan senior atau pemimpin dengan tidak memberikan respon secara baik. b. Jarak yang lama antara komunikasi dengan aksi c. Hambatan fisik d. Penundaan yang panjang untuk menyetujui pendapat karyawan karena adanya sistem administrasi yang terlalu rumit.
2.2.6 Kepemimpinan Bass dalam (Pierce & Newstorm, 2006) mengatakan pemimpin adalah “agents of change” maksudnya, pemimpin merupakan seseorang yang dapat memberikan pengaruh atau perubahan bagi orang lain. Pemimpin dan kepemimpinan merupakan dua hal yang berbeda namun berkesinambungan. Pemimpin adalah seseorang yang dapat memberikan pengaruh kepada yang lain dan memiliki kekuasaan untuk mengatur. Sedangkan kepemimpinan merupakan proses seorang pemimpin dalam memimpin dan mempengaruhi tim nya untuk mencapai tujuan tim. (Robbins & Coulter, 2014). Serupa dengan definisi kepemimpinan di atas, Northouse dalam (Ricketts & Ricketts, 2011) mendefinisikan kepemimpinan adalah proses dimana seorang individu dapat memberikan pengaruh bagi kelompok atau organisasinya untuk mencapai tujuan. “Leadership is the very big toll or the weapon of the organization to accomplish its goals and its necessary objectives and without it, it is impracticable for the organization to attain its main target. Without the leadership the implementation of tasks and their achievements are impossible.” (Mills, 2005). Dengan bahasa lain, Kepemimpinan adalah titik utama atau senjata bagi sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya dan tanpa adanya kepemimpinan akan sulit bagi sebuah organisasi untuk setidaknya mencapai target utamanya. Dan tanpa
19 adanya kepemimpinan akan mustahil bagi organisasi untuk mengimplementasikan tugas dengan baik dan mendapatkan suatu penghargaan. (Harris & Nelson, 2008) membagi karakteristik kepemimpinan kedalam tujuh konsep, yaitu fokus kepada visi, menjaga hubungan dengan bawahan, mempengaruhi bawahan atau anggota, kepandaian emosional, pencari informasi, kemampuan adaptasi dengan situasi, dan komunikasi. a. Menyalurkan visi Sebuah organisasi maupun tim tidak akan mencapai tujuan utama tanpa adanya visi yang jelas dan dipahami oleh seluruh bagian dari organisasi. Pemimpin senantiasa menyalurkan visi kedepan yang akan berguna sebagai arahan, penyajian makna, dan memotivasi bawahan. Visi diibaratkan sebagai tolak ukur sebuah organisasi atau tim dalam melaksanakan seluruh kegiatannya. b. Menjaga hubungan dengan bawahan Hubungan yang terjalin antara pemimpin dengan bawahan adalah suatu hal yang penting. Kepemimpinan adalah hubungan interpersonal antara pemimpin dengan bawahannya. Keduanya saling bergantung stau sama lain, kepemimpinan sangat bergantung pada respon dari bawahan begitu pula bawahan bergantung pada pemimpin. digunakan untuk membentuk interaksi antara pemimpin dan bawahannya. c. Mempengaruhi bawahan atau anggota Kepemimpinan adalah segala bentuk usaha untuk mempengaruhi perilaku dari orang lain atau anggota tim. Kepemimpinan adalah kemampuan pemimpin
dalam
mempengaruhi
anggota
atau
bawahan
untuk
melaksanakan tugasnya sesuai dengan cara pandang pemimpin. d. Kepandaian Emosional Kemampuan pemimpin dalam menjaga kondisi emosional dalam internal organisasinya merupakan suatu hal yang sangat penting. Penelitian membuktikan,
pemimpin
yang
dapat
menciptakan
dan
menjaga
lingkungan kerja yang diliputi oleh suasana positif akan bermanfaat bagi kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang. Walaupun seorang pemimpin telah mengatur sedemikian rupa visi, strategi, pengetahuan, dan lain sebagainya, pemimpin yang baik adalah yang dapat bekerja dengan manajemen emosi yang baik.
20 e. Pencari Informasi Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang dapat membuat keputusan secara cepat dan tepat. Namun, tidak hanya itu, pemimpin yang baik juga adalah yang paham bahwa keputusan penting dapat diambil dengan melibatkan pemahaman yang mendalam tentang konsekuensi, keputusan alternatif, maupun pengaruhnya bagi pihak internal maupun external organisasi. Dimana hal tersebut dapat dicapai hanya dengan pengumpulan informasi sebanyak-banyaknya agar keputusan tersebut tepat. f. Situasional Kepemimpinan diartikan sebagai apa yang individu lakukan di situasi tertentu. Pemimpin yang baik adlaah yang dapat menyesuaikan gaya kepemimpinannya esuai dengan situasi tertentu. Ia dapat berperan sebagai seorang pemimpin yang tegas dalam mengambil keputusan disituasi yang genting, namun ia juga dapat menjadi pemimpin yang bersahaja dan dapat mendengarkan keluhan tiap bawahannya ketika menghadapi konflik. g. Komunikasi Komunikasi adalah kunci utama untuk mencapai kepemimpinan yang sukses. Seluruh aspek kepemimpinan tidak luput dari komunikasi. Komunikasi yang digunakan pemimpin tidak hanya dilakukan secara verbal namun juga non-verbal. Seperti misalnya, seorang pemimpin mengadakan aktivitas diluar jam kerja bersama dengan para bawahannya yang kadang digunakan untuk lebih mendekatkan diri dengan para bawahannya dan juga memotivasi bawahan. Selain konsep kepemimpinan, terdapat 14 fungsi kepemimpinan yang diutarakan oleh Yukl dalam (Bass, 2008), yaitu: (1) Menjalin relasi, (2) Memberikan dukungan, (3) Manajemen konflik dan pembentukan tim, (4) Motivasi, (5) Mengetahui dan mengenali segala hal, (6) Memberikan penghargaan, (7) Perencanaan dan pengorganisasian, (8) Pemecahan masalah, (9) Wadah untuk berkonsultasi, (10) Pendelegasian, (11) Monitor, (12) Informasi, (13) Klarifikasi, (14) Pengembangan dan mentor.
2.2.7 Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja atau cara bekerjasama dengan orang lain. Konsep gaya disini maksudnya adalah kombinasi antara bahasa dan
21 tindakan. Berikut adalah beberapa pendekatan yang digunakan seseorang sebagai pedoman gaya kepemimpinan: (Pace & Faules, 2013) a. Mengendalikan atau mengarahkan orang lain b. Memberi tantangan atau rangsangan kepada orang lain c. Menjelaskan atau memberikan instruksi kepada orang lain d. Mendukung atau mendorong orang lain e. Memohon atau membujuk orang lain f. Melibatkan atau memberdayakan orang lain g. Memberi ganjaran atau memperkuat orang lain. Gaya Kepemimpinan menurut (Kartono, 2006), “sebagai suatu pola perilaku manajemen profesional yang dirancang untuk memadukan minat dan usaha pribadi serta organisasi untuk mencapai tujuan”. (Evelina & Angeline, 2014) menambahkan, gaya kepemimpinan disuatu perusahaan terkait dengan iklim komunikasi di perusahaan tersebut. Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam studinya berpendapat dan mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan (Soekarso, Sosro, Putong, & Hidayat, 2010): 1. Otoriter Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang akan dilakukan oleh pimpinan semata-mata. Kepemimpinan gaya otoriter antara lain berciri: a. Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan b. Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan c. Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan d. Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan e. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para bawahannya dilakukan secara ketat f. Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan g. Tiada
kesempatan
bagi
bawahan
untuk
memberikan
saran,
pertimbangan, atau pendapat h. Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif i. Lebih banyak kritik daripada pujian j. Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
22 k. Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman l. Kasar dalam bertindak dan kaku dalam bersikap m. Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan n. Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan 2. Demokratis Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri: a. Wewenang pimpinan tidak mutlak b. Pimpinan
bersedia
melimpahkan
sebagian
wewenang
kepada
bawahan c. Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan d. Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan e. Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan maupun antar sesama bawahan f. Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan secara wajar g. Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan h. Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan, atau pendapat i. Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif j. Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas kemampuan masing-masing k. Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak l. Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling menghargai m. Tangggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan dan bawahan 3. Laissez-Faire Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. “Laissez-
23 faire” secara harafiah berarti “allow (them) to do” (mengizinkan mereka bekerja), atau “to leave alone” (biarkan sendiri), “free-rein” berasal dari kata “free” (bebas), dan “rein” (kendali), secara harafiah berarti bebas kendali. Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri: a. Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan b. Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan c. Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan d. Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya e. Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan yang dilakukan para bawahan f. Prakarsa selalu datang dari bawahan g. Hampir tiada pengarahan dari pimpinan h. Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok i. Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok j. Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang
2.2.8 Iklim Komunikasi Iklim komunikasi merupakan gabungan dari persepsi-persepsi mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antarpersonal, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. (Pace & Faules, 2013). Iklim komunikasi adalah persepsi mengenai seberapa jauh anggota organisasi merasa bahwa organisasi dapat dipercaya, mendukung, terbuka, menaruh perhatian, dan secara aktif meminta pendapat, serta memberi penghargaan atas standar kinerja yang baik (Kriyantono, 2008). Proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi secara otomatis akan menciptakan iklim komunikasi. Di dalam perusahaan perlu mengkondisikan iklim komunikasi yang penuh persaudaraan mendorong para anggota organisasi berkomunikasi secara terbuka, rileks, ramah tamah dengan anggota lainnya. (Evelina & Angeline, 2014). Guzley dalam (Pace & Faules, 2013) mengatakan, iklim komunikasi tertentu memberi pedoman bagi keputusan dan perilaku individu. Keputusan-keputusan yang diambil oleh anggota organisasi untuk melaksanakan pekerjaan mereka secara efektif, untuk mengikatkan diri mereka dengan organisasi, untuk bersikap jujur dalam bekerja, untuk meraih kesempatan dalam organisasi
24 secara bersemangat, untuk mendukung para rekan dan anggota organisasi lainnya, untuk melaksanakan tugas secara kreatif, dan untuk menawarkan gagasan-gagasan inovatif bagi penyempurnaan organisasi dan operasinya, semua ini bersangkutan dengan iklim komunikasi. Dimensi iklim komunikasi menurut Redding dalam (Verma, 2013) terbagi kedalam 5 (lima) yaitu: (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) kemudahan anggota untuk berhubungan dengan atasan (3) kelancaran dalam hal pemberian timbal balik, (4) keterbukaan dan keterusterangan, (5) tujuan kinerja tinggi dan evaluasi. Lingkungan organisasi yang penuh ketidakpastian akan berkaitan dengan perilaku komunikasi pada anggota organisasi. Solusi dari hal tersebut yaitu peranan seorang pemimpin. Pemimpin perlu mengklarifikasi setiap ketidakpastian dan dapat menggunakan metode rapat sebagai sarana penyelesaiannya. Keterbukaan untuk berpendapat juga merupakan indikator terbaik dalam menciptakan kepribadian yang sehat. Namum keterbukaan dalam berpendapat juga tetap harus dibatasi oleh pemimpin. Selain itu, diperlukan juga adanya kepercayaan dan kredibilitas terkait informasi dari kedua belah pihak. Untuk menciptakan iklim komunikasi positif, hal dasar yang perlu diperhatikan yaitu kemudahan anggota untuk berhubungan dengan senior ataupun pemimpin. Hal tersebut akan bermanfaat dalam klarifikasi, atau halhal lain yang berhubungan dengan aturan kerja, persetujuan, pengawasan, dan hal-hal lainnya yang dibutuhkan oleh bawahan. Dalam memberikan evaluasi, pemimpin perlu memperhatikan dengan baik. Evaluasi akan menghasilkan penolakan jika dilakukan
dengan
nada
menyalahkan,
memojokkan,
ataupun
dengan
mempertanyakan standar, nilai, dan motif. Hal tersebut dapat menyebabkan ketakutan pada pekerja, yang akhirnya pekerja menjauhi laporan negatif kepada pemimpin dan hanya melaporkan hal-hal baik. Timbal balik yang baik dan lancar juga sangat dibutuhkan dalam membentuk iklim komunikasi positif. (Verma, 2013).
2.2.9 Aliran Informasi, Iklim Komunikasi dan Gaya Kepemimpinan dalam Organisasi Jesaya Setia Budi Soekamto, melakukan penelitian pada sebuah perusahaan dimana ia menemukan bahwa gaya kepemimpinan dari pemimpin pada divisi general service termasuk dalam tipe penasihat dan pengajak serta. Gaya kepemimpinan tersebut memfokuskan pada hubungan dua arah antara karyawan dengan pimpinan. Selain itu, tipe penasihat melibatkan interaksi yang cukup sering
25 antara pimpinan dengan bawahan, pimpinan menaruh kepercayaan besar dan keyakinan kepada bawahan. Sementara tipe pengajak serta meyakini, bahwa tujuan agar organisasi berjalan dengan baik adalah dengan melalui partisipasi nyata pegawai serta informasi berjalan ke segala arah. Disebutkan dalam kesimpulan penelitian bahwa pada objek penelitiannya, setiap orang punya hak dan bebas berkomunikasi dengan nyaman tanpa ada tekanan. Semua pihak memiliki hak yang sama untuk menyampaikan informasi baik bertatap muka maupun melalui media lainnya. Jesaya mengungkapkan dalam penelitiannya bahwa, gaya kepemimpinan dan arah aliran informasi memiliki hubungan yang erat dan saling melengkapi satu sama lainnya. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa gaya kepemimpinan turut berperan dalam menciptakan aliran informasi yang baik dan lancar. Pada penelitian Dr. Priti Verma, dijelaskan bahwa ketidakpastian dalam suatu organisasi, dapat dipecahkan melalui komunikasi dari atas ke bawah, yaitu melalui rapat. Dalam rapat pemimpin dapat mengarahkan bawahan untuk membahas persoalan dan sebaiknya dapat diselesaikan pada saat itu juga. Selain itu, iklim komunikasi positif dapat tercipta, ketika senior dalam organisasi tersebut mudah untuk dicapai, dalam arti mudah untuk dimintakan pendapat dan persetujuan. Begitupun dengan komunikasi yang terbuka dan transparan, dapat menciptakan lingkungan kerja yang sehat. Disamping itu, komunikasi yang suportif dari pemimpin akan membuat bawahan dapat lebih terbuka dalam menyampaikan masalah. Pemimpin yang cenderung merasa pendapatnyalah yang paling benar, akan menghambat terciptanya suasana suportif dan kooperatif dalam organisasinya. Sebaliknya, keterbukaan pemimpin kepada pendapat bawahan akan menimbulkan kepuasan dari para bawahan sehingga mereka merasa lebih termotivasi dalam melakukan pekerjaan. Dalam hal memberikan evaluasi kepada bawahan pun, seorang pemimpin perlu memperhatikan nada dan bahasa yang digunakan. Pemimpin yang terlalu menyalahkan, akan membentuk sikap bawahan yang tidak jujur. Dalam arti, bawahan hanya akan menyampaikan informasi baik kepada pemimpin agar dirinya terlihat baik dimata pemimpin tersebut. Penelitian tersebut menegaskan bahwa gaya kepemimpinan, aliran informasi pada organisasi, dan iklim komunikasi memang saling berperan satu dengan lainnya. Gaya kepemimpinan memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap loyalitas karyawan. Penelitian Laksmi Sito Dwi Irvianto dan Kokoh Chandranegara menjelaskan bahwa adanya dominasi kuat dari pemimpin mengenai pekerjaan
26 mengakibatkan loyalitas karyawan rendah. Selain itu, sistem penghargaan yang diterapkan untuk seluruh karyawan membantu meningkatkan motivasi, kepuasan, dan tingkat kinerja ke arah yang lebih baik. Namun, masih sangat dibutuhkan adanya umpan balik dari pimpinan seperti pimpinan menanyakan kepada karyawan mengenai deskriptif pekerjaan, apakah sudah jelas atau belum. Lalu kesulitasn pekerjaan apa saja yang dihadapi, dan info mengenai deadline. Karena pada kenyataannya kuranganya umpan balik dari pemimpin diakibatkan oleh sifat kaku dan kuno pada aturan-aturan perusahaan membuat kinerja perusahaan menjadi turun dikarenakan ketidakterbukaan terhadap masalah-masalah pekerjaan yang dialami oleh karyawan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa, gaya kepemimpinan memiliki hubungan yang cukup kuat dengan loyalitas karyawan dan juga hal-hal lainnya yang termasuk juga dalam iklim komunikasi organisasi. Ketidakterbukaan karyawan akan adanya masalah kepada pimpinan juga dijelaskan menimbulkan turunnya kinerja perusahaan.
27 2.3
Kerangka Konseptual
Komunikasi Organisasi Internal
Aliran Informasi
Gaya
Iklim Komunikasi
Vertikal
Kepemimpinan
(International Journal of
(Robbins & Judge,
Teori 3-D
Pharmaceutical Sciences
2012)
(Pace & Faules,
and Business Management,
2013)
2013)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber: Hasil pemikiran peneliti
Kerangka konseptual diatas menggambarkan bahwa penelitian ini akan meneliti bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan di dalam divisi Corporate Communication yang mengacu kepada teori 3-D oleh Reddin. Selain itu, bagaimana gaya kepemimpinan itu berperan dalam pembentukan aliran informasi vertikal dan iklim komunikasi pada divisi Corporate Communication PT Pertamina (Persero).
28