BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
2.1
Profil Perusahaan
Gambar 2.1 Logo PT. Nusa Prima Motor (sumber: www.nusa-prima.com) PT. Nusa Prima Motor adalah salah satu perusahaan yang didirikan dengan akta pendirian nomor 18 pada tanggal 27 September 2005 dibuat oleh Notaris R. Kusmantoro, SH yang berkedudukan di Jakarta Selatan. Pada awal pendiriannya tahun 2005, PT. Nusa Prima Motor berada dibawah manajemen Koperasi ASTRA. Kemudian pada tahun 2007, PT Nusa Prima Motor berpindah di bawah manajemen Koperasi FIF 2000. Sampai saat ini PT.Nusa Prima Motor sudah beberapa kali melakukan perubahan Anggaran Dasar dan terakhir dimuat dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat pada tanggal 03 Februari 2012 dan sudah berdiri sendiri dibawah pimpinan Ibu Juliani Eliza Syaftari.
11
12
PT Nusa Prima Motor sejak awal berdiri hingga saat ini telah menunjukkan perkembangan yang baik dari segi bisnis dan finansial. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian pada tahun 2008 PT Nusa Prima Motor sudah melakukan pengembangan 30 cabang di wilayah bagian Indonesia Timur meliputi Jateng, Jatim, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua, hingga pada akhir 2011 lalu pengembangan cabang PT Nusa Prima Motor sudah meliputi 50 cabang di wilayah bagian Indonesia Timur meliputi Jateng, Jatim, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
2.1.1
Visi dan Misi Perusahaan VISI Menjadi Perusahaan yang paling sukses dalam melayani kebutuhan kendaraan sepeda motor bekas berkualitas dan menjadi solusi keuangan bagi konsumen. MISI 1.
Secara berkesinambungan menyediakan produk motor bekas berkualitas
dengan
harga
terjangkau
untuk
memenuhi
kebutuhan konsumen 2.
Menawarkan microfinancing secara cepat dan tepat bagi pelanggan
3.
Berkontribusi dalam meningkatkan pembiayaan bagi leasing PT.Federal International Finance
4.
Memberikan kontribusi profit yang sebesar besarnya.
13
2.1.2
Struktur Organisasi Perusahaan Jajaran Komisaris dan Direktur Komisaris
: Lim Bambang Gunawan
Direktur
: Juliani Eliza Syaftari
Kantor Pusat (Head Office) Jl. WR. Supratman No. 18 a-b RT/RW.02/09 (Depan Villa Cendana) Kel. Cempaka Putih Kec. Ciputat Timur Tangerang Selatan 15412 Jaringan PT. Nusa Prima Motor Pada akhir tahun 2011, PT. Nusa Prima Motor telah memiliki 134 jaringan yang tersebar dari Jawa Tengah sampai dengan Jayapura. Jaringan ini akan terus bertambah seiring berkembangnya bisnis PT. Nusa Prima Motor dalam bidang perdagangan sepeda motor bekas berkualitas.
14
Direktur
General Manajer
Marketing Dept. Head
Operational Dept. Head
Marketing Area Head
Branch Supervisor
Administration
Sales Counter
Kordinator Wilayah
Human Resources Head
Finance & Accounting Tax Head
Kordinator Wilayah
Kordinator Wilayah
Finance Staff
Accounting & Tax Staff
AR Staff
Marketing Admin
Supervisor
Sales Force
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Perusahaan (sumber: www.nusa-prima.com)
2.1.3
Kondisi Bisnis Perusahaan Jenis usaha A. Mokas (Motor Bekas Berkualitas) PT. Nusa Prima Motor melayani penjualan sepeda motor bekas berkualitas bermerek Honda dengan cara Cash atau Credit, dimana proses penjualan secara kredit dibiayai oleh perusahaan pembiayaan FIF yang menjadi rekanan sejak berdirinya PT Nusa Prima Motor. Unit sepeda motor yang diperjualbelikan diperoleh dari PT FIF,
AR Staff
AR Staff
15
dimana unit sepeda motor tersebut berawal dari tarikan konsumen yang dianggap kredit gagal kemudian dire-kondisi ulang. Benefit : - Garansi - Asuransi B. Microfinancing Microfinancing adalah pembiayaan ulang motor dari konsumen kepada FIF dengan dealer sebagai perantaranya untuk memberikan sejumlah pinjaman dana dengan BPKB sebagai jaminannya. Benefit - Menerima dana tunai pembiayaan dengan jaminan BPKB
2.1.4
Kondisi Karyawan didalam Perusahaan PT. Nusa Prima Motor memiliki karyawan yang bekerja di Head Office (Kantor Pusat) dan mitra kerja yang tersebar di cabangcabang yang tersebar di seluruh Indonesia. Karyawan PT. Nusa Prima Motor saat ini berjumlah 185 karyawan, dan tersebar diseluruh cabang di Indonesia. Pada saat ini karyawan dan mitra kerja sudah ditunjang dengan fasilitas remunerasi, dan asuransi kesehatan yang bekerja sama dengan perusahaan asuransi kesehatan. Untuk fasilitas kredit kendaraan dan perumahan belum disediakan oleh perusahaan. Belum ketersedianya fasilitas tersebut bisa disebabkan karena perusahaan
16
belum menaruh perhatiannya pada hal – hal tersebut ataupun juga perusahaan belum merasa perlu mengadakan fasilitas tersebut.
2.2
Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1
Definisi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Marwansyah (2010), manajemen sumber daya manusia dapat diartikan sebagai pendayagunaan sumber daya manusia di
dalam
perencanaan
organisasi, sumber
yang daya
dilakukan manusia,
melalui
rekrutmen
fungsi-fungsi dan
seleksi,
pengembangan sumber daya manusia, perencanaan dan pengembangan karir, pemberian kompensasi dan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan hubungan industrial. Manajemen Sumber daya manusia sering disebut juga dengan manajemen personalia. Manajemen personalia merupakan proses manajemen yang diterapkan terhadap personalia yang ada di organisasi. Menurut Flippo (1994), manajemen personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja dengan sumber daya manusia untuk mencapai sasaran perorangan, organisasi, dan masyarakat.
17
Sastrohadiwiryo (2002) menggunakan istilah manajemen tenaga kerja sebagai pengganti manajemen sumber daya manusia. Menurutnya, manajemen tenaga kerja merupakan pendayagunaan, pembinaan, pengaturan, pengurusan, pengembangan unsur tenaga kerja, baik yang berstatus sebagai buruh, karyawan, maupun pegawai dengan segala kegiatannya dalam usaha mencapai hasil guna dan daya guna yang sebesar-besarnya, sesuai dengan harapan usaha perorangan, badan usaha, perusahaan, lembaga, maupun instansi. Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan terhadap sumber daya manusia dalam organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
2.2.2
Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Arifin dan Fauzi (2007) peranan manajemen sumberdaya manusia adalah mengatur dan menetapkan program kepegawaian yang meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Menetapkan jumlah, kualitas dan penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. 2. Melakukan rekurtmen karyawan, seleksi dan penempatan pegawai sesuai kualifikasi pegawai yang dibutuhkan perusahaan.
18
3. Menetapkan program kesejahteraan, pengembangan, promosi dan pemutusan hubungan kerja. 4. Membuat perkiraan kebutuhan pegawai di masa yang akan datang. 5.Memperkirakan kondisi ekonomi pada umumnya dan perkembangan perusahaan pada khususnya. 6.Senantiasa
memantau
perkembangan
undang-undang
ketenagakerjaan dari waktu ke waktu khususnya yang berkaitan dengan masalah gaji/upah atau kompensasi terhadap pegawai. 7. Memberikan kesempatan karyawan dal hal pendidikan, latihan dan penilaian prestasi kerja karyawan. 8. Mengatur mutasi karyawan. 9. Mengatur pensiun, pemutusan hubungan kerja beserta perhitungan pesangon yang menjadi hak karyawan.
2.2.3
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Malayu SP Hasibuan (2007) manajemen sumber daya manusia memiliki beberapa fungsi yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, kompensasi,
pengarahan,
pengintegrasian,
pengadaan,
pemeliharaan,
pengembangan, kedisiplinan,
dan
pemberhentian. 1.
Perencanaan
Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu
19
terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menerapkan program kepegawaian yang meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengadaan,
pengembangan,
kompensasi,
pengintegrasian,
pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian program kepegawaian yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. 2.
Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasikan semua karyawan dengan menerapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi, dan koordinasi, dengan organisasi yang kuat akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. 3.
Pengarahan
Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. 4.
Pengadaan
Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. 5.
Pengembangan
Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konseptual dengan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan yang diberikan dan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini dan dimasa yang akan datang.
20
6.
Kompensasi
Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung maupun tidak langsung uang ataupun barang kepada karyawan sebagai balas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada upah minimum pemerintah. 7.
Pengintegrasian
Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dengan kebutuhan karyawan agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan . 8.
Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara kondisi mental, fisik, dan loyalitas karyawan agar mereka mau tetap bekerja sama sampai pensiun. 9.
Kedisiplinan
Kedisiplinan merupakan fungsi MSDM yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa kedisiplinan yang baik maka akan sulit untuk mewujudkan tujuan. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan dan norma-norma yang ada di dalam perusahaan.
21
10.
Pemberhentian
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu organisasi dikarenakan kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebabsebab lainnya. Menurut fungsi pemeliharaan yang diutarakan Hasibuan, bahwa loyalitas kerja terpengaruh dari fungsi manajemen sumber daya manusia, dan juga manajemen sumber daya berfungsi sebagai alat untuk memelihara loyalitas kerja karyawan didalam perusahaan.
2.3
Loyalitas Kerja 2.3.1
Definisi Loyalitas Kerja Steers & Porter (2009) berpendapat bahwa pertama, loyalitas kepada perusahaan sebagai sikap, yaitu sejauh mana seseorang karyawan mengidentifikasikan tempat kerjanya yang ditunjukan dengan keinginan untuk bekerja dan berusaha sebaik-baiknya dan kedua, loyalitas terhadap perusahaan sebagai perilaku, yaitu proses dimana seseorang karyawan mengambil keputusan pasti untuk tidak keluar dari perusahaan apabila tidak membuat kesalahan yang ekstrim. Resimin (2009) mengemukakan pengertian loyalitas sebagai keterikatan yaitu identifikasi psikologi individu pada pekerjaannya atau sejauh mana hubungan antara pekerjaan dan perusahaan tersebut dirasa sebagai total self image bagi dirinya dalam perusahaan, yang
22
dapat disebut aktifitas-aktifitas masa lalu dalam perusahaan. Juga kesamaan tujuan antara individu dengan perusahaan. Pengalaman masa lalu dalam perusahaan akam mempengaruhi persepsi karyawan dalam pekerjaan dan perusahaan. Hal-hal yang terjadi terutama yang berhubungan dengan diri karyawan akan mempengaruhi persepsi karyawan terhadap perusakan. Demikian juga kesamaan tujuan antara karyawan dengan perusahaan akan sangat memberi nilai tersendiri terhadap keberadaanya di perusahaan tersebut. Kerja adalah suatu cara untuk memusatkan kebutuhan secara bertingkat (Rasimin, 2009) artinya berbagai macam kebutuhan yang ada dalam diri individu akam di pengaruhi dengan cara bertahap, tidak secar bersama. Sesuai dengan teori Maslow, kebutuhan yang sudah terpenuhi akan berlanjut untuk memenuhi kebutuhan selanjutnya, sedangkan Ghiselli & Brown (Kadarwati, 2009) menyatakan bahwa kerja adalah aktifitas fiski, psikis maupun social yang mengarah pada tujuan tertentu. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas kerja adalah suatu keadaan aktivitas yang menyangkut fisik, psikis dan social yang membuat individu mempunyai sikap untuk menaati peraturan yang ditentukan, melakukan dan mengamalkan sesuatu yang ditaatinya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab identifikasi personal terhadap upaya pencapaian tujuan perusahaan sesuai
23
keahliannya sehingga peningkatan efektifitas perusahaan dan disertai dengan pengabdian yang kuat.
2.3.2
Aspek – Aspek Loyalitas Kerja Loyalitas kerja tidak terbentuk begitu saja dalam perusahaan, tetapi ada aspek-aspek yang terdapat didalamnya yang mewujudkan loyalitas kerja. Masing - masing aspek merupakan bagian dari manajemen perusahaan yang berkaitan dengan karyawan maupun perusahaan. Steers & Porter (2009) mengemukakan aspek-aspek loyalitas yang berhubungan dengan sikap yang akan dilakukan karyawan, dan merupakan proses psikologis terciptanya loyalitas kerja dalam perusahaan, antara lain: a. Dorongan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan, kekuatan aspek ini sangat dipengaruhi oleh keadaan individu, baik kebutuhan, tujuan maupun kecocokan individu dalam perusahaan. b. Keinginan perusahaan.
untuk
berusaha
Kesamaan
semaksimal
persepsi
antara
mungkin
bagi
karyawan
dan
perusahaan dan yang didukung oleh kesamaan tujuan dalam perusahaan mewujudkan keinginan yang kuat untuk berusaha maksimal, karena dengan pribadi juga perusahaan akan terwujud.
24
c. Kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas nilainilai perusahaan. Kepastian kepercayaan yang diberikan karyawan tercipta dari operasional dari perusahaan yang tidak lepas dari kepercayaan perusahaan terhadap karyawan itu sendiri untuk melaksanakan pekrjaannya. Aspek-aspek loyalitas kerja yang lain terdapat pada individu dikemukakan oleh Siswanto (2009), yang menitik beratkan pada pelaksanaan kerja yang dilakukan karyawan antara lain. : a. Taat pada peraturan Karyawan mempunyai tekat dan kesanggupan untuk menaati segala peraturan, perintah dari perusahaan dan tidak melanggar larangan yang telah ditentukan baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Peningkatan ketaatan tenaga kerja merupakan prioritas utama dalam pembinaan tenaga kerja dalam rangka peningkatan loyalitas kerja pada perusahaan. b. Tanggung jawab Karakteristik pekerjaan dan prioritas tugasnya mempunyai konsekuensi yang dibebankan karyawan. Kesanggupan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya dan kesadaran setian resiko melaksanakan tugas akan memberikan pengertian tentang keberanian dan kesediaan menanggung rasa tanggung jawab ini akan melahirkan loyalitas kerja. Dengan kata
25
lain bahwa karyawan yang mempunyai loyalitas yang tinggi maka karyawan tersebut mempunyai tanggung jawab yang lebih baik. c. Sikap kerja Sikap mempunyai sisi mental yang mempengaruhi individu dalam memberikan reaksi terhadap stimulus mengenai dirinya diperoleh dari pengalaman dapat merespon stimulus tidaklah sama. Ada yang merespon secara positif dan ada yang merespon secara negatif. Aspek-aspek loyalitas diatas, baik yang merupakan proses psikologis individu maupun dalam pekerja tersebut diatas akan sering mempengaruhi untuk membentuk loyalitas, yaitu dorongan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan, kepercayaan yang pasti, penerimaan penuh atas nilai -nilai perusahaan perusahaan, taat pada praturan yang berlaku rasa tanggung jawab yang tinggi dan sikap kerja yang positif. Apa bila hal - hal tersebut dapat terpenuhi dan dimiliki oleh karyawan, maka niscaya karyawan tersebut akan memiliki loyalitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan.
2.3.3
Indikasi Turunnya Loyalitas Kerja Menurut Alex (1991) sebab – sebab turunnya loyalitas dan sikap kerja itu dikarenakan banyak sebab misalnya, upah yang mereka terima tidak sesuai dengan pekerjaannya, tidak cocoknya dengan gaya perilaku pemimpin, lingkungan kerja yang buruk dan sebagainya.
26
Untuk memecahkan persoalan tersebut, maka perusahaan harus dapat menemukan penyebab dari turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan pada prinsipnya turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan itu disebabkan oleh ketidakpuasan para karyawan. Adapun sumber ketidakpuasan bisa bersifat material dan non material yang bersifat material antara lain: rendahnya upah yang diterima, fasilitas minimum. Sedangkan yang non material antara lain: penghargaan sebagai
manusia, kebutuhan
–
kebutuhan
yang
berpartisipasi dan sebagainya. Indikasi – indikasi turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan menurut Alex (1991) antara lain: 1. Turun/ rendahnya produktivitas kerja. Turunnya produktivitas kerja ini dapat diukur atau diperbandingkan dengan waktu sebelumnya. Produktivitas kerja yang turun ini dapat terjadi karena kemalasan atau penundaan kerja 2. Tingkat absensi yang naik. Pada umumnya bila loyalitas dan sikap kerja karyawan turun, maka karyawan akan malas untuk datang bekerja setiap hari. Bila ada gejala – gejala absensi naik maka perlu segera dilakukan penelitian. 3. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi. Keluar masuknya karyawan yang meningkat tersebut terutama adalah karena tidak senangnya para karyawan bekerja pada perusahaan. Untuk itu mereka berusaha mencari pekerjaan lain yang dianggap
27
sesuai. Tingkat perpindahan buruh yang tinggi selain dapat menurunkan
produktivitas
kerja,
juga
dapat
mempengaruhi
kelangsungan jalannya perusahaan. 4. Kegelisahan dimana – mana. Loyalitas dan sikap kerja karyawan yang menurun dapat menimbulkan kegelisahan sebagai seorang pemimpin harus mengetahui bahwa adanya kegelisahan itu dapat terwujud dalam bentuk ketidak terangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal – hal yang lain. 5. Tuntutan yang sering terjadi. Tuntutan yang sebetulnya merupakan perwujudan dan ketidakpuasan, dimana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. 6. Pemogokan. Tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya loyalitas dan sikap kerja karyawan adalah pemogokan. Biasanya suatu perusahaan yang karyawannya sudah tidak merasa tahan lagi hingga memuncak, maka hal itu akan menimbulkan suatu tuntutan, dan bilamana tuntutan tersebut tidak berhasil, maka pada umumnya para karyawan melakukan pemogokan kerja.
2.3.4
Faktor Loyalitas Kerja Loyalitas kerja akan tercipta apa bila karyawan merasa tercukupi dalam memenuhi kebutuhan hidup dari pekerjaannya,
28
sehingga meraka betah bekerja dalam suatu perusahaan. Yuliandri (dalam Kadarwati, 2009) menegaskan bahwa factor - faktor yang mempengaruhi loyalitas karyawan adalah adanya fasilitas-fasilitas kerja, tinjauan kesejahteraan, suasana kerja seta upah yang diterima dari perusahaan. Selanjutnya Steers & Porter (2009) menyatakan bahwa timbulnya loyalitas kerja dipengaruhi oleh: a. Karaktersitik pribadi Karakterisitik pribadi merupakan faktor yang menyangkut karyawan itu sendiri yang meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan prestasi yang dimiliki, ras dan sifat kepribadian. b. Karakteristik pekerjaan Karakteristik Pekerjaan menyangkut pada seluk beluk perusahaan yang dilakukan meliputi tantangan kerja, job stress, kesempatan untuk berinteraksi social, job enrichment, identifikasi tugas, umpan balik dan kecocokan tugas. Penyesuaian diri termasuk kedalam proses interaksi social, dimana seorang karyawan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat kerjanya berada meliputi semua elemen pendukung perusahaan, terutama dengan sumber daya manusia. c. Karakteristik desain perusahaan Karakteristik perusahaan menyangkut pada interen perusahaan itu yang dapat dilihat dari sentralisasi, tingkat formalitas, tingkat keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, paling tidak telah
29
mengajukan berbagai tingkat asosiasi dengan tanggung jawab perusahaan. Keetergantungan fungsional maupun fungsi control perusahaan. d. Pengalaman diperoleh dari perusahaan (Internalisasi Individu) Internalisasi individu terhadap perusahaan setelah melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan sehingga menimbulkan rasa aman, merasakan adanya keputusan pribadi yang dipenuhi oleh perusahaan. Berdasarkan faktor - faktor yang telah diungkap diatas dapat dilihat bahwa masing-masing faktor mempunyai dampak tersendiri bagi kelangsungan hidup perusahaan, sehingga tuntutan loyalitas yang diharapkan oleh perusahaan baru dapat terpenuhi apabila karyawan memiliki karakteristik seperti yang diharapkan dan perusahaan sendiri telah mampu memenuhi harapan-harapan karyawan, sehingga dapat disimpulkan bahwa factor yang mempengaruhi loyalitas tersebut meliputi : adanya fasilitas - fasilitas kerja, tunjangan kesejahteraan, suasana kerja upah yang diterima, karakteristik pribadi individu atau karyawan, karakteristik pekerjaan, karakteristik disain perusahaan dan pengalaman yang diperolah selama karyawan menekuni pekerjaan itu.
2.3.4.1 Karakteristik Pribadi Menurut Mowday, Porter dan Steers, (1982) beberapa karakteristik pribadi dianggap memiliki hubungan dengan komitmen, diantaranya adalah :
30
a. Usia dan masa kerja. Usia dan masa kerja berkorelasi positif dengan komitmen. Gilmer, Attiselli dan Brown (Prabowo, 1997) dalam penelitiannya juga menambahkan bahwa usia akan berpengaruh pada komitmen organisasi dimana komitmen bertambah seiring bertambahnya usia. b. Tingkat Pendidikan. Makin tinggi tingkat pendidikan, makin banyak pula harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi, sehingga komitmennya semakin rendah. c. Jenis Kelamin. Wanita pada umumnya menghadapi tantangan yang lebih besar dalam pencapaian kariernya, sehingga komitmennya lebih tinggi. d. Peran individu tersebut di organisasi. Menurut Cowling dan James (Jurnal PESAT, 2007) pada tingkat individu, jika anggota merasa bahwa organisasi memenuhi kebutuhan dan karakteristik individualnya, ia akan cenderung berperilaku positif. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak merasa diperlakukan dengan adil, maka mereka cenderung untuk tidak tertarik melakukan hal yang terbaik e. Faktor Lingkungan pekerjaan akan berpengaruh terhadap sikap individu pada organisasi.
31
Menurut Tedeschi & Lindskold (2007) Pada dasarnya keanggotaan kelompok dapat mengubah perilaku individu pengaruh kelompok ini dapat membuat anggotanya melakukan hal – hal dalam organisasi yang tidak akan dilakukannya jika mereka sendiri. Keanggotaan kelompok ini dapat juga mempengaruhi perilaku anggotanya bila tidak ada anggota lain disekitarnya. Menurut Jewell & Siegall (2007) pengaruh terhadap perilaku ini besar sekali
terutama
dalam
kelompok
yang
mempunyai
rasa
kebersamaan yang tinggi. Arah yang ditempuhnya sebagian besar tergantung dari norma – norma yang ada dalam kelompok tersebut.
2.3.4.2 Karakteristik Pekerjaan Karakteristik
pekerjaan
menurut
Porter
terdiri
atas
keanekaragaman tugas, identitas tugas, keberartian tugas otonomi dan umpan balik berbagai penelitian dalam bidang manajemen SDM dan perilaku organisasi banyak meneliti hubungan antara karakteristik tugas dan perilaku berikut di bahas pengertian dari masing masing konsep, karakteristik pekerjaan yang dimaksud sebagai berikut:
Keanekaragaman tugas Merujuk kepada adanya kemungkinan bagi karyawan untuk melaksanakan kegiatan, prosedur, dan bahkan peralatan yang berbeda pekerjaan yang beraneka ragam biasanya di pandang
32
sebagai pekerjaan yang menantang karena mereka menggunakan keterampilan yang mereka milik.
Identitas tugas Memungkinkan karyawan mengerjakan sebuah pekerjaan secara menyeluruh sangat terspesialisasi cenderung menciptakan tugas yang rutin dan mengakibatkan seseorang hanya mengerjakan satu bagian saja dari keseluruhan pekerjaan, hal ini menimbulkan adanya perasaan tidak melakukan apa - apa oleh karena itu dengan memperluas tugas tugas yang dapat meningkatkan perasaan mangerjakan seluruh pekerjaan berarti meningkatkan identitas tugas.
Keberartian tugas Merujuk kepada besarnya pengaruh dari pekerjaan yang di lakukan seseorang terhadap pekerjaan orang lain. Sangat penting bagi seseorang untuk mempunyai perasaan melakukan pekerjaan yang sangat berarti bagi perusahaan maupun masyarakat untuk itu adalah penting apabila pemimpin memberitahukan di depan orang lain bahwa pekerjaannya sangat berarti bagi perusahaan.
Otonomi Merujuk kepada adanya ide bahwa karyawan dapat mengendalikan sendiri tugas tugasnya hal ini penting untuk menimbulkan rasa tanggung jawab cara yang umum di pakai adalah melalui
33
manajemen berdasarkan sasaran, karena dengan cara ini karyawan memiliki kesempatan untuk menentukan sendiri tujuan pribadi dan tujaun kerjanya.
Umpan balik Merujuk kepada informasi yang diterima oleh pekerja tentang seberapa baiknya ia melaksanakan tugasnya.
2.3.4.3 Karakteristik Desain Perusahaan Menurut Melcher (2012) karakteristik organisasi meliputi kompleksitas, formalisasi, dan sentralisasi. Berikut uraian dari Melcher:
Kompleksitas Kompleksitas mencerminkan jumlah unit yang ada dalam organisasi,
semakin
kompleks
struktur
organisasi
didalam
perusahaan maka semakin kompleks tingkat birokrasi. Hal ini berdampak pada arus kerja dan juga kompleksitas tugas dari karyawan.
Formalisasi Formalisasi yaitu sejauh mana organisasi menyandarkan dirinya pada peraturan dan prosedur untuk mengatur perilaku dari para pegawainya. Formalisasi merujuk pada tingkat sejauh mana pekejaan dalam organisasi itu distandarisasikan. Jika sebuah
34
pekerjaan sangat diformalisasikan maka pemegang pekerjaan itu hanya mempunyai sedikit kebebasan mengenai apa yang harus dikerjakan, bilamana mengerjakannya dan bagaimana harus melakukannya. Dengan demikian formalisasi adalah suatu ukuran tentang standarisasi. Formalisasi akan diukur dengan menentukan apakah
organisasi
kebijakan
dan
tersebut prosedur,
mempunyai menilai
manual
jumlah
mengenai
keistimewaan
peraturannya, melihat kembali uraian pekerjaan untuk melihat tingkat kerumitan. Jika kita berbicara mengenai formalisasi maka kita merujuk pada peraturan tertulis organisasi.
Sentralisasi Sentralisasi di definisikan sebagai siapa yang dapat mengambil keputusan (pemimpin atau pelaksana) sentralisasi ada jika keputusan di tangan pemimpin, sebaliknya akan di katakan ada desentralisasi jika jawaban tentang apa, bagaimana, kapan, dan dengan siapa pekerjaan akan dilaksanakan diputuskan oleh pelaksana semakin banyak pertanyaan itu dapat di jawab sendiri oleh pelaksana maka semakin dapat dikatakan ada desentralisasi.
2.3.4.4 Internalisasi Individu terhadap Perusahaan Internalisasi individu menurut Berger (2010) merupakan peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentransformasikannya
35
kembali dari struktur-struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Menurut A.B Susanto dalam Jurnalnya Etika Bisnis, proses internalisasi akan meliputi lima tahap yaitu:
Awareness (pengetahuan/kesadaran) dan Understanding (mengerti) Tahap awareness dan understanding lazim disebut proses ke dalam karena ada nilai-nilai yang dimasukkan ke dalam diri seseorang. Dalam proses ini karyawan diberi rangsangan-rangsangan dalam berbagai bentuk (diperkenalkan dengan budaya-budaya yang berlaku di dalam organisasi tersebut) agar mereka sadar dan mengerti akan nilai perilaku baru.
Assessment (penaksiran/penilaian) Menyadari dan memahami nilai dan perilaku baru tidaklah cukup untuk mempraktekkannya. Karyawan harus menimbang-nimbang (assessing) nilai dan perilaku tersebut dan setelah itu baru dapat memutuskan menerima nilai tersebut atau menolaknya.
Acceptance (penerimaan/dukungan) Baru setelah dia dalam posisi menerima (acceptance) maka dia dapat menghayati sebagai perilaku baru
Implementation (pelaksanaan) Mempraktekkannya (implementation).
atau
melaksanakan
dalam
keseharian