BAB 2
DATA DAN ANALISA
Sumber Data Data dan literatur Tugas Akhir ini didapat dari berbagai media, baik buku, internet, survei lapangan, dan produk animasi lainnya. Semua sumber merupakan bahan-bahan yang membantu memperkuat data teori cerita maupun data visual referensi mengenai pembuatan film pendek animasi ini.
2.1
Animasi Animasi adalah film yang berasal dari pengolahan gambar tangan
sehingga menjadi gambar yang bergerak. Contoh animasi tertua adalah wayang kulit, karena wayang memenuhi semua elemen animasi seperti layar, gambar bergerak, dialog dan ilustrasi musik. Animasi mulai berkembang sekitar abad ke-18 di Amerika. Pada saat itu teknik stop motion animation merupakan teknik yang banyak disenangi. Teknik ini menggunakan serangkaian gambar diam/frame yang dirangkai menjadi satu dan menimbulkan kesan seolah-olah gambar tersebut bergerak. Teknik ini sangat sulit, membutuhkan waktu, juga biaya yang banyak. Karena untuk menciptakan animasi selama satu detik, dibutuhkan sebanyak 12-24 frame gambar diam.
2.1.1 Sejarah Perkembangan Animasi Sejarah Animasi Indonesia mulai diketahui sejak ditemukannya Cave Pinting yang bercerita mengenai binatang buruan atau hal-hal yang berbau mistis. Wayang merupakan cikal bakal lahirnya animasi Indonesia.
3
4
Awalnya Untuk Kepentingan Politik Sejak tahun 1933 di Indonesia banyak koran lokal yang memuat iklan Walt Disney. Kemudian Pada Tahun 1955 Presiden Soekarno yang sangat menghargai seni mengirim seorang seniman bernama Dukut Hendronoto (Pak Ook) untuk belajar animasi di studio Walt Disney, setelah tiga bulan ia kembali ke Indonesia dan membuat film animasi pertama bernama “Si Doel Memilih”. Animasi ini awalnya di buat untuk tujuan kampanye politik. Lalu pada tahun 1963 Ook hijrah ke TVRI dan mengembangkan animasi di sana dalam salah satu program namun kemudian program itu dilarang karena dianggap terlalu konsumtif.
Era 70-an Pada tahun 70-an terdapat studio animasi di Jakarta bernama Anima Indah yang didirikan oleh seorang warga Amerika. Anima Indah termasuk yang mempelopori animasi di Indonesia karena menyekolahkan krunya di Inggris, Jepang, Amerika dan lain-lain. Anima berkembang dengan baik namun hanya berkembang di bidang periklanan. Di tahun 70-an banyak film yang menggunakan kamera seluloid 8mm. Maraknya penggunaan kamera untuk membuat film tersebut akhirnya menjadi penggagas adanya festival film. Pada festival film itu juga ada beberapa film animasi seperti “Batu Setahun”, “Trondolo”, “Timun Mas” yang disutradarai Suryadi alias Pak Raden (animator Indonesia Pertama).
Era 80-an Tahun yang ditandai sebagai tahun maraknya animasi Indonesia. Ada film animasi rimba si anak angkasa yang disutradarai Wagiono Sunarto dan dibuat atas kolaborasi ulangan si Huma yang diproduksi oleh PPFN dan beberapa animator lokal yang merupakan animasi untuk serial TV.
5
Era 90-an Di tahun ini bertaburan dengan berbagai film animasi diantaranya “Legenda Buriswara”, “Nariswandi Piliang”, “Satria Nusantara”, yang kala itu masih menggunakan kamera film seluloid 35mm, kemudian ada serial “Hela, Heli, Helo” yang merupakan film animasi 3D pertama yang di buat di Surabaya. Tahun 1998 mulai bermunculan film-film animasi yang berbasis cerita rakyat seperti “Bawang Merah dan Bawang Putih”, “Timun Mas” dan” Petualangan si Kancil”. Di Era 90-an ini banyak terdapat animator lokal yang menggarap animasi terkenal dari Jepang seperti “Doraemon” dan “Pocket Monster”
Era 2000-an Diantara sekian banyak studio animasi di Indonesia, Red Rocket Animation termasuk yang paling produktif. Pada tahun 2000 Red Rocket memproduksi beberapa serial animasi TV seperti “Dongeng Aku dan Kau”, “Klilip dan Puteri Rembulan”, “Mengapa Domba Bertanduk dan Berbuntut Pendek”, “Si Kurus dan Si Macan”, pada masa ini serial animasi cukup populer karena menggabungkan 2D animasi dengan 3D animasi.Pada tahun 2003, serial 3D animasi merambah layar lebar diantaranya “Janus Perajurit Terakhir”, menyusul kemudian bulan Mei 2004 terdapat film layar lebar 3D animasi berdurasi panjang yaitu “Homeland”.
2.2 Film Pendek Film pendek ialah salah satu bentuk film paling mudah serta paling kompleks. Di awal perkembangannya film pendek sempat dipopulerkan oleh komedian Charlie Chaplin. Secara teknis, film pendek merupakan film-film yang memiliki durasi dibawah 50 menit (Derek Hill dalam Gotot Prakosa, 1997) .Mengenai cara bertuturnya, film pendek memberikan kebebasan bagi para
pembuat dan pemirsanya, sehingga bentuknya menjadi sangat bervariasi. Film pendek dapat saja hanya berdurasi 60 detik, yang penting ide dan pemanfaatan media komunikasinya dapat berlangsung efektif. Yang menjadi menarik justru ketika variasi-variasi tersebut menciptakan cara pandang-cara pandang baru
6
tentang bentuk film secara umum, dan kemudian berhasil memberikan banyak sekali kontribusi bagi perkembangan sinema. Pada hakikatnya film pendek bukan merupakan reduksi dari film dengan cerita panjang, atau sebagai wahana pelatihan bagi pemula yang baru masuk kedunia perfilman. Film pendek memiliki ciri/karakteristik sendiri yang membuatnya berbeda dengan film cerita panjang, bukan karena sempit dalam pemaknaan atau pembuatannya lebih mudah serta anggaran yang minim. Tapi karena film pendek memberikan ruang gerak ekspresi yang lebih leluasa untuk para pemainnya.
2.3 Sejarah Film Pendek Istilah film pendek mulai populer sejak tahun 50-an, sedangkan alur perkembangan film pendek dimulai dari Jerman dan Perancis. Para penggagas film pendek itu ialah Manifesto Oberhausen di Jerman dan kelompok Jean Mitry di Perancis. Kemudian muncul Oberhausen Kurzfilmtage yang sekarang menjadi festival film pendek tertua di dunia, tepatnya di kota Oberhausen sendiri. Tidak menunggu waktu yang lama Paris pun menjadi saingan dengan kemunculan Festival du Court Metrage de Clermont-Ferrand yang diadakan tiap tahun. Festival-festival film pendek di Eropa menjadi ajang eksibisi utama yang sarat pengunjung, apalagi didukung dengan munculnya cinema house bervolume kecil. Masyarakat pun dapat menyaksikan pemutaran film-film pendek ini di harmpir setiap sudut kota di Eropa. Film pendek Indonesia mulai muncul di kalangan pembuat film Indonesia sejak munculnya pendidikan sinematografi di IKJ. Perhatian para filmenthusiasts di era tahun 70-an bisa dikatakan cukup baik dalam membangun atmosfer positif bagi perkembangan film pendek di Jakarta. Bahkan, Dewan Kesenian Jakarta mengadakan Festival Film Mini setiap tahunnya semenjak tahun 1974, dimana format film yang diterima hanyalah seluloid 8mm. Tapi, sangat disayangkan di tahun 1981 Festival Film Mini berhenti karena kekurangan dana.
7
Tahun 1975 mulai muncul Kelompok Sinema Delapan yang dimotori Johan Teranggi dan Norman Benny. Kelompok ini secara simultan terus mengkampanyekan pada masyarakat bahwa seluloid 8mm dapat digunakan sebagai media ekspresi kesenian. Hingga di tahun 1984 munculnya hubungan internasional diantaranya dengan para filmmaker Eropa terutama dengan Festival Film Pendek Oberhausen. Hal itu, membuat film pendek mulai berani unjuk gigi dimuka dunia. Keadaan ini memancing munculnya Forum Film Pendek di Jakarta, yang berisikan para seniman, praktisi film, mahasiswa dan penikmat film dari berbagai kampus untuk secara intensif membangun networking yang baik di kalangan pemerhati film. Tapi, tetap saja hal itu tidak berlangsung lama karena Forum Film Pendek hanya bertahan selama dua tahun saja. Secara garis besar, keadaan film pendek di Indonesia memang dapat dikatakan ironis. Karena film pendek Indonesia hampir tidak pernah tersampaikan ke pemirsa lokal-nya secara luas karena miskinnya ajang-ajang eksibisi dalam negeri. Tetapi di sisi lain, di dunia internasional film pendek Indonesia cukup mampu berbicara dan eksis. Dari sejak karya-karya Slamet Rahardjo, Gotot Prakosa, Nan T. Achnas, Garin Nugroho, sampai ke generasi Riri Riza dan Nanang Istiabudi. 2.4 Film Fantasi Film dengan tema fantasi biasanya melibatkan hal-hal magis, supernatural, makhluk khayalan, ataupun dunia khayalan. Genre ini dikatakan berbeda dengan film bertemakan fiksi-ilmiah ataupun film horror. Film fantasi memiliki elemen magis, mitos, dan hal-hal tak terbayangkan yang merupakan khayalan. 2.4.1 Sejarah Film Fantasi • 1900-1920an Di era film bisu, film fantasi pertama di buat oleh orang Perancis, Georges Méliès tahun 1903. Film paling terkenal di era ini adalah film A Trip to the Moon, The Thief of Bagdad (1924) karya Douglas Fairbanks, dan Die Nibelungen (1924) dan Destiny (1921) karya Fritz Lang.
8
Gambar 1: Douglas Fairbanks The Thief of Bagdad Sumber: meliestowright.blogspot.com • 1930an Menyusul munculnya film bersuara, penonton dari seluruh usia diperkenalkan kepada film The Wizard of Oz (1939). Dan yang tidak terlupakan dari era ini, film ikonik King Kong (1933). Tahun 1932 merupakan saksi dari kemunculan film The Mummy oleh Universal Studios yang menggabungkan horror dengan cerita romantic fantasy.
9
Gambar 2: The Wizard of Oz (1939) Sumber: www.movieposter.com • 1940an Di zaman ini, penyajian beberapa film fantasi yang berwarna telah di produksi oleh Alexander Korda, termasuk film The Thief of Bagdad (1940), dan Jungle Book (1942). Tahun 1946, karya adaptasi klasik Jean Cocteau Beauty and The Beast mendapatkan pujian untuk elemen surreal nya dan juga keberaniannya untuk melampaui batas dari tema dongeng. Beberapa film dengan kejadian supernatural di produksi pada 1940an selama perang dunia ke-2. Film-film ini meliputi, Beyond Tomorrow, The Devil and Daniel Webster, dan Here Comes Mr. Jordan yang semuanya diproduksi tahun 1941. • 1950an Pembuatan film Orphic Trilogy karya Jean Cocteau dimulai dari tahun 1930 dan baru selesai di tahun 1959, yang berbasis dari Mitologi Yunani dan dapat dikategorikan baik sebagai kategori fantasi ataupun film surealis. Sutradara film fantasi Rusia, Aleksandr Ptushko
10
membuat tiga film mitologikal yang berasal dari cerita rakyat Rusia yaitu, Sadko (1953), Ilya Muromets (1956) dan Sampo (1959). • 1960an Harryhausen mengerjakan serial film fantasi di tahun 1960an, dan yang terpenting adalah film Jason and the Argonauts (1963). Banyak sekali kritikan yang didapat dari film ini karena pengerjaan dalam patung yang di animasikan secara stop-motion, banyaknya kerangka tulangbelulang, makhluk fiktif Harpy, Hydra, dan makhluk mitologi lainnya.
Gambar 3: Jason and the Argonouts (1963) Sumber: www.classicfilmtvcafe.com
11
• 1970an Harryhausen kembali menciptakan dua tambahan film fantasi Sinbad, The Golden Voyage of Sinbad (1974) dan Sinbad and the Eye of the Tiger (1977). Setelah beberapa waktu keabnsenan film bertemakan fantasi, tahun 1971 muncul film Bedknobs and Broomsticks dan Willy Wonka and the Chocolate Factory yang merupakan dua film fantasi diangkat dari novel Roald Dahl yang dikemudian hari menjadi sorotan masyarakat.
Gambar 4: Willy Wonka and the Chocolate Factory (1971) Sumber: cinefantastiqueonline.com • 1980an Peluncuran film fantasi bersejarah Raiders of the Lost Ark tahun 1981 membuat sebuah ledakan fantasi yang terus berlanjut hingga abad 21. Era 80an ini juga memulai sebuah trend dalam mencampurkan setting yang modern dengan efek dari film laga dengan konsep memukau seperti pada film Big Trouble in Little China (1986) di sutradarai oleh
12
John Carpenter yang menggabungkan humor, bela diri dan cerita rakyat Cina dengan setting Chinatown masa kini. Pada masa ini juga, Robert Zemeckis dalam film Who Framed Roger Rabbit yang menampilkan beberapa karakter kartun terkenal dari “Era Emas Animasi” seperti Mickey Mouse, Minnie Mouse, Donald Duck, Bugs Bunny, Daffy Duck, Droopy, Wile E. Coyote dan Road Runner, Sylvester, Tweety Pie dan juga Jiminy Cricket.
Gambar 5: Who Framed Roger Rabbit (1986) Sumber: dbcovers.com
13
• 1990-masa kini Di era 90an, film-film fantasi semakin berkembang, diantaranya ialah film Batman Returns, Groundhog Day, Jumanji, dan Meet Joe Black. Bahkan film animasi karya studio Ghibli Princess Mononoke (Mononoke Hime) pun dapat kita jumpai.
Gambar 6: Jumanji (1995) Sumber: therottingzombie.blogspot.com
14
Gambar 7: Princess Mononoke (1997) Sumber: www.cinemagora.co.uk
Pada tahun 2000an, muncul film-film bertema fantasi seperti, 17 Again (2009), 300(2006), Alvin and the Chipmunks (2007), The Chronicles of Narnia (2005), Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000), The Curious Case of Benjamin Button (2008), Harry Potter (2001), Spirited Away (2002), Twilight (2008), dan masih banyak lagi. Pada tahun 2010an, film fantasi merupakan salah satu tema yang sering diangkat oleh para pembuat film, misalnya Alice in Wonderland (2012), Brave (2012), The Last Airbender (2010), Life of Pi (2012), Thor (2011), dan lain-lain.
15
Gambar 8: Life of Pi (2012) Sumber: leviathyn.com
2.5 Budaya Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
16
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa
alasan
mengapa
orang
mengalami
kesulitan
ketika
berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. ”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang brsifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
2.5.1 Pengertian Budaya Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah CulturalDeterminism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
17
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan bendabenda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.6 Data Historis 2.6.1 Tionghoa Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga Cina) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: Tang") atau lazim disebut Huaren (Hanzi Tradisional: Sederhana :
唐人, "orang 華人 ; Hanzi
华人) . Disebut Tangren dikarenakan sesuai dengan kenyataan
bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: Hanren, "orang Han").
漢人, Hanyu Pinyin:
18
2.6.2 Festival Naga Sebagai tradisi budaya masyarakat Tionghoa Kalimantan Barat, kiranya akan diadakan arak-arakan naga yang merupakan makhluk sakral dalam cerita legenda Tiongkok yang mampu terbang tanpa adanya sayap.
Gambar 9: Naga Sumber: tionghoa.info
Dalam cerita-cerita legenda, naga adalah makhluk di luar duniawi yang menguasai hijan dan angina di langit. Pada zaman kuno, oleh orang pintar yang dekat dengan Kaisar di istana, membuat naga menjadi mitos (semacam simbol) bagi sang Kaisar dan hanya Kaisar yang boleh memakai
19
sedangkan rakyat dilarang, dan yang melanggar dikenai hukuman penggal kepala. Simbol naga itu biasa dapat di lihat pada topi, toga, pedang, kursi, cangkir, kereta dan sebagainya. Sampai sekarang masih ada sebagian orang Tionghoa yang masih percaya bahwa naga itu pernah ada pada zaman dahulu dan di legendakan bahwa orang Tionghoa adalah keturunan naga. Sekarang naga hanya merupakan salah satu permainan seni budaya Tionghoa. Tetapi masih ada sebagian orang yang meyakini bahwa naga itu tetap sakral. Maka sewaktu akan dimainkan, sebelumnya harus mengikuti berbagai upcara adat tradisi kuno untuk membuka mata naga di kelenteng oleh Suhu yang menguasai upacara. Upacara buka mata naga dipercaya sebagai ritual untuk memberikan roh naga kepada naga buatan manusia ini supaya menjadi hidup sehingga dapat mengusir hal-hal buruk seperti kesialan, mala petaka, bencana alam, menolak bala dan sebagainya. Oleh karena itu ketika sudah melewati Cap Go Meh atau hari terakhir Imlek, yaitu malam ke-15, naga yang telah dibuka matanya harus dibakar pada keesokan harinya. Pembakaran naga ini dipercaya masyarakat Tionghoa untuk melepas kembali roh naga ke langit sehingga tidak akan mendatangkan kesialan terhadap mereka. Naga dianggap makhluk yang dapat membawa keselamatan dan kemakmuran bagi manusia, oleh karena itu dalam membuat naga harus memenuhi 9 kriteria, yaitu: 1. Badan seperti ular 2. Muka seperti kuda 3. Tanduk seperti rusa 4. Mata seperti kelinci 5. Perut seperti ulat sutera 6. Sisik seperti ikan mas 7. Cakar seperti elang 8. Telapak seperti harimau 9. Telinga seperti sapi Dikatakan juga bahwa ruas bagian badan naga harus berjumlah ganjil, misalnya 9, 11, 13, 15 dan seterusnya sesuai kemampuan. Selain
20
dianggap sakral, naga juga dipercaya dapat mencurahkan hujan dan angin bagi dunia. Dalam perayaan festival naga, dikisahkan bahwa naga selalu dipandu dan mengejar Leng Cu / Mutiara Naga. Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa jika berjalan melewati badan Naga ketika festival sedang berlangsung akan mengusir segala kesialan dan menggantikan kesialan itu dengan keberuntungan. Masyarakat Tionghoa juga mempercayai keberuntungan yang akan diberikan oleh Dewa jika menyimpan janggut Naga didalam laci penyimpanan uang, dan keselamatan akan terjamin jika mengikatkan janggut Naga di pergelangan tangan.
2.7 Nian Nian merupakan monster dalam legenda Cina tentang Malam Tahun Baru Cina. Dikatakan bahwa Nian adalah monster yang tinggal di laut dan tidak akan ke daratan kecuali pada malam tahun baru. Nian dipercayai sebagai simbol dari hal-hal yang kurang baik, hal-hal yang ditakuti oleh masyarakat Cina dan selalu ingin mereka hindari sebisa mungkin. Dalam Legenda Tahun Baru Cina, Nian disimbolisasikan sebagai perubahan waktu. Dalam perayaan Imlek saat ini, Barongsai dan atraksinya dipercayai sebagai adaptasi dari monster Nian.
Gambar 10: Nian Sumber: modernepiphanies.com
21
2.8 Data Literatur Untuk data literatur buku, penulis mengambil buku “Budaya Tionghoa Kalimantan Barat” karya Lie Sau Fat sebagai pegangan dan e-book “How To Make Animated Film” oleh Tony White sebagai panduan merancang film pendek ini. Selain itu, penulis juga membeli video dokumenter “Festival Cap Go Meh 2558 Pergelaran Naga dan Barongsai”, dan “Festival Perayaan Cap Go Meh 2557”, serta merekam langsung beberapa footage Festival Naga kota Pontianak pada acara Cap Go Meh yang berlangsung pada tanggal 24 Februari 2013. Untuk panduan style animasi, penulis melihat beberapa referensi yang menampilkan kekuatan compositing 2D.
2.9 Data Pembanding Berikut ini adalah gambar yang diambil oleh penulis dari sebuah animasi pendek 2D berjudul “Taxi” karya Mark Roberts.
Gambar 11: Taxi 2D Animation in After Effect Sumber: youtube.com
22
Data pembanding berikutnya yang saya ambil adalah animasi pendek “Crayon Dragon” karya Toniko Pantoja.
23
Gambar 12: Crayon Dragon Sumber: youtube.com
Data pembanding yang ini merupakan sebuah video klip dari Walt & Vervain yang berjudul “Babe’s Lair”.
24
Gambar 13: Babe’s Lair Sumber: www.youtube.com
2.10 Wawancara Penulis melakukan wawancara langsung kepada narasumber pada tanggal 24 Februari 2013 tentang Festival Naga yang sering dirayakan oleh masyarakat Tionghoa Pontianak sebagai upaya menambah informasi untuk melengkapi data-data yang diperlukan dalam proses pembuatan film pendek animasi ini. Narasumber bernama Erni adalah seorang wanita berusia 57 tahun yang sudah menetap dan tinggal di Pontianak semenjak beliau lahir. Berikut isi wawancara yang telah penulis lakukan: “Pada hari ke-13 Imlek, Naga buka mata sudah boleh keliling kota. Kalau Janggut Naga itu supaya bawa rezeki, taruhnya di laci dagangan biar dapat banyak rezeki. Di saat arak-arakan Naga, pasti ada bola didepan Naga sebagai pemandu. Karena dipercaya bahwa itu adalah Mustika Naga yang suka dikejar oleh Naga. Naga itu dipercaya bisa membuang semua kesialan Jadi karena itulah diadakan Festival Naga setiap Cap Go Meh. Kalau sudah lewat Imlek, Naga yang buka mata harus dibakar biar tidak menyebabkan bencana. Barongsai ada dua jenis, yang satu yang biasa sering dilihat itu yang sering bawa rezeki. Barongsai yang bawa rezeki ga bertanduk satu. Sedangkan yang bawa sial itu bertanduk satu. Orang-orang tidak mau Barongsai bertanduk satu itu masuk kerumah atau toko-toko. Karena biasanya selalu ada hal sial
25
yang terjadi. Cuma yang bawa rezeki yang boleh masuk ke rumah dan toko supaya bawa rezeki juga.”
Dari pembicaraan singkat dengan Ibu Erni, penulis mendapatkan informasi bahwa masyarakat Tionghoa Pontianak masih sangat kental dengan kebudayaan Cina ini dan juga masih banyak yang mempercayai legenda dan mitos-mitos yang ada.
2.11 Target Audience Demografi Jenis Kelamin: Pria dan Wanita Usia: 15 – 22 tahun SES: A, B Pendidikan: SMP, SMA, S1
Geografis Sasaran Umum: DKI Jakarta Sasaran Khusus: Kota-kota besar di Indonesia
2.12
Analisa
2.12.1
Pertimbangan Pembuatan Film Pendek Animasi Nian Terinspirasi dari salah satu ritual kebudayaan etnis Tionghoa
Pontianak, yaitu Festival Perayaan Naga, membuat penulis memutuskan untuk membuat sebuah cerita yang memiliki basis budaya Cina dengan menampilkan segi yang memiliki kesan magis-fantasi dan imajinatif. Sisi magis-fantasi dan imajinatif ini dapat dilihat dari karakter yang dibuat dalam bentuk menyerupai mahkluk khayalan Naga namun tidak mengimplikasikan bahwa bentuk Naga adalah sebuah kepastian dalam tampilan karakter visual yang diciptakan oleh penulis. Karakter Naga yang nantinya akan dibuat oleh penulis adalah karakter visual sebagaimana dalam imajinasi penulis dan tentunya akan berdasarkan referensi-referensi karakter Naga yang sudah pernah dibuat dan juga panduan dari literatur tentang karakter Naga.
26
Pemilihan kebudayaan Cina sendiri bermaksud untuk memberikan pilihan yang lebih bervariasi di kala film pendek animasi saat ini banyak yang mendapat pengaruh budaya barat.
2.12.2
Faktor Pendukung Penulis telah menyimpulkan beberapa faktor-faktor yang dapat
mendukung penulis dalam pembuatan film pendek ini. •
Kemajuan teknologi dapat mempermudah dalam pembuatan film pendek animasi ini.
•
Perkembangan internet sangat membantu dalam pencarian informasi dan penyebaran promosi jika diperlukan.
•
Animasi di Indonesia masih dalam tahap berkembang sehingga peluang untuk berhasil masih cukup besar.
•
Membuat sebuah cerita yang terinspirasi dari salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia.
2.12.3
Faktor Penghambat Penulis telah menyimpulkan beberapa faktor-faktor yang dapat
menghambat penulis dalam pembuatan film pendek ini. •
Waktu yang terbatas dalam proses pembuatan.
•
Kemungkinan masyarakat untuk memilih genre film pendek animasi lain lebih besar.
•
Adanya kemungkinan visual yang dibuat tidak sesuai dengan apa yang diharapkan penulis.
•
Kesulitan mempelajari teknik baru yang dapat membantu penulis.
•
Kesalahan-kesalahan teknikal dalam waktu pengerjaan yang akan memperlambat alur kerja.