BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data dan Literatur Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini berasal dari : • Media elektronik • Wawancara dengan narasumber terkait • Survei terhadap target audience • Wawancara dengan orangtua penderita disleksia
2.2 Data Umum Disleksia (Inggris: dyslexia) adalah sebuah kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktivitas membaca dan menulis. Kata disleksia berasal dari bahasa Yunani δυς- dys- ("kesulitan untuk") dan λέξις lexis ("huruf" atau "leksikal"). Pada umumnya keterbatasan ini hanya ditujukan pada kesulitan seseorang dalam membaca dan menulis, akan tetapi tidak terbatas dalam perkembangan kemampuan standar yang lain seperti kecerdasan, kemampuan menganalisa dan juga daya sensorik pada indera perasa. Terminologi disleksia juga digunakan untuk merujuk kepada kehilangan kemampuan membaca pada seseorang dikarenakan akibat kerusakan pada otak. Disleksia pada tipe ini sering disebut sebagai Aleksia. Selain memengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditengarai juga memengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Penderita disleksia secara fisik tidak akan terlihat sebagai penderita. Disleksia tidak hanya terbatas pada ketidakmampuan seseorang untuk menyusun atau membaca kalimat dalam urutan terbalik tetapi juga dalam berbagai macam urutan, termasuk dari atas ke bawah, kiri dan kanan, dan sulit menerima perintah 3
4
yang seharusnya dilanjutkan ke memori pada otak. Hal ini yang sering menyebabkan penderita disleksia dianggap tidak konsentrasi dalam beberapa hal. Dalam kasus lain, ditemukan pula bahwa penderita tidak dapat menjawab pertanyaan yang seperti uraian, panjang lebar. Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas (2012). Disleksia. Retrieved September 4, 2012 from http://id.wikipedia.org/wiki/Disleksia. Intelegensia Tinggi Dokter spesialis anak-konsultan saraf anak, Purboyo Solek, mengatakan, anak disleksia sangat berpotensi untuk menjadi besar ketika dewasa nanti. Anak dengan disleksia memiliki intelegensia di atas rata-rata hingga tinggi. Hal itu yang membedakan anak dengan kesulitan belajar spesifik seperti disleksia dengan kesulitan belajar umumnya. ”Berbeda dengan anak dengan kesulitan belajar yang tingkat intelegensianya di bawah normal, seperti epilepsi lena atipikal, hiperaktif, down syndrome, dan sejumlah kasus autis. Disleksia sering kali dicampuradukkan dengan gangguan belajar lainnya,” ujar Purboyo. Riyani T. Bondan, Ketua Asosiasi Disleksia Indonesia, mengungkapkan, di dunia, 10 hingga 15 persen anak sekolah menyandang disleksia. Dengan jumlah anak sekolah di Indonesia sekitar 50 juta, diperkirakan lima juta di antaranya mengalami disleksia. ”Tanpa penanganan tepat, negara rugi lantaran orang yang sebetulnya intelegensinya tinggi jadi kesulitan mengembangkan potensinya,” ujarnya. Tipe Disleksia Ada dua tipe disleksia, yaitu developmental dyslexia (bawaan sejak lahir) dan aquired dyslexia (didapat karena gangguan atau perubahan cara otak kiri membaca). Developmental dyslexsia diderita sepanjang hidup pasien dan biasanya bersifat genetik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa penyakit ini berkaitan dengan disfungsi daerah abu-abu pada otak. Disfungsi tersebut berhubungan dengan perubahan konektivitas di area fonologis (membaca). Beberapa tanda-tanda awal
5
disleksia bawaan adalah telat berbicara, artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik, kesulitan mempelajari bentuk dan bunyi huruf-huruf, bingung antara konsep ruang dan waktu, serta kesulitan mencerna instruksi verbal, cepat, dan berurutan. Pada usia sekolah, umumnya penderita disleksia dapat mengalami keuslitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam menerima. “Disleksia itu menurut penelitian sekitar 70 persen merupakan keturunan. Namun, sisanya 30 persen, berarti ada faktor lain di luar genetis yang hingga saat ini belum diketahui apa itu penyebabnya. Selain karena keturunan, acquired dyslexia itu awalnya individu normal, tetapi menjelang dewasa mengalami cedera otak sebelah kiri dan bisa menyebabkannya menjadi disleksia,” kata Kristiantini dalam Seminar Nasional Disleksia, Sabtu (31/7/2010) di Jakarta. Di Indonesia sendiri, dikabarkan bahwa Nirina Zubir adalah salah seorang penyandang dyslexia, namun hal itu tidak menghambatnya untuk mempelajari berbagai bahasa dari Inggris, Cina, Jepang, hingga Korea. Terbukti bahwa dyslexia bukanlah suatu hambatan, melainkan suatu “keistimewaan” yang unik. Tokoh-tokoh internasional yang terkenal yang diketahui mempunyai disfungsi disleksia adalah Tom Cruise, Orlando Bloom, Whoopi Goldberg, Lee Kuan Yew, dan Vanessa Amorosi. Mereka orang-orang yang mengalami kesulitan mengolah kata yang ternyata dalam prosesnya, mereka menjadi “luar biasa” karena tidak menyerah begitu saja pada keadaan.
Berbasis Neurologis Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan mengode simbol. Sejumlah ahli juga mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemrosesan input atau informasi yang berbeda (dari anak normal) yang sering kali ditandai dengan kesulitan dalam membaca yang dapat memengaruhi area kognisi, seperti
6
daya ingat, kecepatan pemrosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi, dan pengendalian gerak. Dapat juga terjadi kesulitan visual dan fonologis, dan biasanya terdapat perbedaan kemampuan di berbagai aspek perkembangan. Masalah yang juga bisa mengikuti penyandang disleksia di antaranya konsentrasi, daya ingat jangka pendek (cepat lupa dengan instruksi). “Penyandang disleksia juga mengalami masalah dalam pengorganisasian. Mereka cenderung tidak teratur. Misalnya, memakai sepatu tetapi lupa memakai kaus kaki. Masalah lainnya, kesulitan dalam penyusunan atau pengurutan, entah itu hari, angka, atau huruf,” papar Kristiantini yang juga seorang dokter anak. Identifikasi Penderita Disleksia Kristiantini menyebutkan ada beberapa tanda awal disleksia bawaan. Tandatanda itu, antara lain, telat berbicara. Pada umur dua tahun, misalnya, anak baru dapat mengucapkan satu atau dua patah kata. Anak juga sering bingung atau tertukar antara kiri dan kanan. Gejala lainnya ialah artikulasi tidak jelas dan terbalik-balik. ”Kata kulkas, misalnya menjadi kalkus,” ujar Kristiantini. Beranjak di usia sekolah, kesulitan makin dirasakan lantaran anak mulai dituntut membaca, menulis, dan berhitung. Anak kesulitan mempelajari huruf, baik bentuk maupun bunyinya. Beberapa huruf sering kali tertukar, seperti ”b” dan ”d”, ”h” dan ”a”, serta ”t” dan ”j”. ”Pada awal anak belajar membaca, huruf tertukar kadang terjadi. Namun, pada anak dengan disleksia, kesulitan itu terus berlanjut,” ujarnya. Anak dengan disleksia juga kesulitan menggabungkan huruf menjadi kata, kesulitan membaca, kesulitan memegang alat tulis dengan baik, dan kesulitan dalam rima. Pertanda lainnya ialah bingung konsep ruang dan waktu serta kesulitan mencerna serta mengikuti beberapa instruksi yang disampaikan secara verbal, cepat, dan berurutan. ”Jika ada tiga perintah yang diucapkan secara cepat, kemungkinan hanya perintah terakhir yang diingat,” ujarnya.
7
Gangguan itu sering ditemukan bersama dengan gangguan pemusatan perhatian atau konsentrasi, kesulitan matematika dan keterampilan motorik, seperti masih tumpah ketika menyendok makanan walaupun sudah di kelas I atau II SD. Menurut Kristiantini, identifikasi disleksia sebaiknya sedari dini sehingga anak dapat dilatih cara belajar yang tepat dan sesuai kebutuhannya. Jika terlambat, prestasi akademis terus turun, anak kesulitan dalam ujian, mendapat stigma negatif, diganggu (bullying), serta kesulitan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan membaca dan menulis. Indira Permanasari (2012). Mereka (Tetap) Anak Pintar... Retrieved September 4, 2012 from http://nasional.kompas.com/read/2010/08/24/11200242/.
2.3 Data Literatur Disleksia terjadi pada 5 sampai 10 persen dari seluru anak di dunia. Gangguan belajar jenis ini ditemukan pertama kali pada akhir abad sembilan bela, ketika itu ia disebut dengan istilah ‘world blindness’--buta huruf. Data yang cukup bisa dipercaya sampai saat ini menunjukkan bahwa penyebab disleksia adalah faktor genetis, yaitu diturunkan oleh salah satu atau kedua orangtua anak yang menderitanya Bukti ini didapatkan dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap anak kembar identik. Apabila salah satu dari anak kembar tersebut diketahui menderita disleksia, maka kemungkinan saudara kembarnya mengidap jenis gangguan belajar ini juga bisa mencapai 85 sampai 100 persen. Pnelitian-penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa disleksia memiliki keterkaitan dengan hubungan keluarga atau pertalian darah. Apabila seorang anak menderita disleksia, ada kemungkinan sekitar 40% saudara kandungnya juga mengalami kondisi yang sama. Begitu juga ketika salah satu orangtua mengalami masalah disleksia, terdapat kemungkinan antara 25 sampai 50 persen bagi mereka untuk mewariskan gangguan belajar tersebut kepada anak-anaknya.
8
James Le Fanu (2008). Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Jogjakarta: Think Jogjakarta.
2.4 Data Narasumber Menurut hasil wawancara dengan narasumber Vica Tjen, Specialized Teacher & Certified Graphologist Irlen Dyslexia Center Jakarta, umumnya, disleksia akan terlihat saat anak memasuki bangku Sekolah Dasar, dimana pada usia itu anakanak biasanya sudah bisa membaca dengan cukup baik, sementara anak penyandang disleksia belum bisa. Sangat disayangkan, masih banyak orangtua dan pendidik maupun lembaga pendidikannya sendiri yang belum tahu akan masalah ini, sehingga mereka menganggap anak disleksia sebagai anak yang malas atau kurang pandai. Padahal, disleksia sama sekali tidak mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tingkat intelegensi anak tersebut. Jenis-jenis Visual Distortion atau penglihatan yang muncul dari anak disleksia adalah: 1. Rivers: Huruf tampak sulit dibaca karena kehilangan jarak/spasi antar kata satu dengan yang lainnya.
Gambar 1. Efek Distortion Rivers.
2. Halo: Huruf tampak double dan saling menimpa, seperti berbayang.
Gambar 2. Efek Distortion Halo.
9
3. Blurry: Mirip dengan Halo, akan tetapi blurry kadang-kadang bisa tampak jelas seperti mata normal.
Gambar 3. Efek Distortion Blurry.
4. Shaky: Huruf tampak bergerak menari-nari di tempat, bergoyang-goyang ke kiri dan kanan.
Gambar 4. Efek Distortion Shaky.
5. Wash Out: Huruf seolah-olah tampak seperti tulisan yang kena air atau seperti kertas yang habis tercuci (huruf tampak meleleh).
Gambar 5. Efek Distortion Wash Out.
6. Swirl: Huruf tampak seperti seolah-olah tersedot ke tengah.
10
Gambar 6. Efek Distortion Swirl.
7. Seesaw: Huruf tampak seperti berlari-lari ke atas dan ke bawah atau berloncatan.
Gambar 7. Efek Distortion Seesaw.
Tipe disleksia yang paling umum adalah 4 Visual Distortion teratas. Tiga lainnya merupakan tipe Visual Distortion yang cukup jarang ditemukan. Selain itu, sebenarnya masih banyak lagi jenis penglihatan disleksia, seperti huruf yang tampak berlari-lari bahkan sampai keluar dari kertas. Maka dari itu, memang tampaknya disleksia merupakan suatu kelainan yang spesifik, tapi sebenarnya tidak juga karena masalah penglihatan tiap penderita disleksia sendiri bermacam-macam. Anak-anak penyandang disleksia dengan tipe pembelajar jenis apapun, baik tipe kinestetik (pembelajar yang kuat jika dia banyak bergerak/learning by doing), auditorik (pembelajar yang kuat dalam hal mendengar), maupun visual, tetap bergantung pada visual dalam pembelajarannya. Karena dia membutuhkan peragaan, gambar, dan visual untuk menunjang kesulitannya karena disleksia. Disleksia tidak akan sembuh dan dimiliki seumur hidup. Namun itupun menjadi keuntungan mereka, karena penyandang disleksia memiliki sifat yang ekstrim: antara ekstrim positif atau ekstrim negatif. Biasanya, saat dewasa mereka
11
menjadi orang yang sukses seperti businessman atau ilmuwan. Contoh sifat ekstrimyang positif adalah Albert Einstein.
Penyebab Disleksia Penyebab terjadinya disleksia pada dasarnya adalah ketidakmampuan magnosel, salah satu sel dalam otak (bukan dalam mata), untuk berkembang dengan sempurna sehingga apa yang ditangkap oleh mata dan dicoding oleh otak tidak dapat menjadi suatu simbol yang tepat. Terdapat 2 jalur yang dijalankan ketika membaca, yaitu jalur cepat dan jalur lambat, dimana jalur lambat adalah menghubungkan huruf per huruf sedangkan jalur cepat adalah membaca langsung kata per kata atau kalimat perkalimat. Tugas magnosel inilah yang mengimbangi dan menghubungkan kedua jalur tersebut sehingga dapat menerjemahkan suatu simbol atau kalimat dengan baik. Akan tetapi jika magnosel ini tidak mampu menerjemahkannya dengan baik, terjadilah blurry, halo, rivers, dan berbagai Visual Distortion tadi. Tiap cahaya memiliki kuat gelombang yang berbeda-beda. Dan gelombang cahaya fluorescent light yang berlebihan itulah yang mengganggu otak anak disleksia. Orang lain mungkin tidak merasakannya karena gelombang tersebut tidak terproses secara kasat mata melainkan di dalam otak, akan tetapi bagi anak disleksia yang memiliki light sensitivity, fluorescent light tampak seperti ratusan kali flicker/kedipan, yang menyebabkan otak mereka tidak kuat menatap begitu lama cahaya tersebut atau menahan begitu banyak beban di otak, dimana hal ini disebut overloaded stimulus. Prosesnya adalah fluorescent light pada ruangan memantul pada kertas putih yang dibaca dan masuk ke dalam otak anak disleksia, dan hal inilah yang membuat otak mereka overloaded. Contoh overloaded stimulus penderita disleksia lain adalah kalau mereka mendengarkan music rock & roll yang begitu kuat, ke bar, atau diskotik, mereka akan sangat pusing, karena mereka punya sensistivitas terhadap suara yang sangat tinggi. Ada pula yang jika melihat sesuatu dengan sangat kontras seperti hitam dan putih, stimulus yang masuk pun juga sangat banyak, menyebabkan magnosel dalam otak mereka tidak mampu untuk mengimbangi dan terjadilah
12
overloaded stimulus juga. Jadi, kemampuan mereka mengelola dan menerima seberapa banyak jumlah stimulus perharinya itu berbeda. Mayoritas penderita disleksia adalah anak laki-laki. Perempuan terlahir cenderung multi-tasking, sehingga paling tidak lebih mampu menahan banyak stimulus yang masuk. Stimulus pun terjadi saat berada di satu kelas, ketika terjadi begitu banyak kejadian dalam satu waktu yang sama. Contohnya, ada yang mengetuk-ngetuk meja, ada yang mengobrol dan bercanda, ada yang pergi izin ke toilet, dan sebagainya, itu semua termasuk stimulus yang membuat manusia harus multi-tasking karena melihat dan mendengar begitu banyak hal dalam waktu yang sama. Ditambah lagi, kini ada banyak bilingual-family, yang menggunakan 2 bahasa dalam percakapan mereka sehari-hari sehingga semakin tidak terorganisir dan menyebabkan kebingungan pada penderita disleksia. Maka dari itulah, jika otak anak disleksia terlalu diaktivasi hanya untuk kegiatan membaca, dampak yang terjadi adalah : 1. Untuk anak laki-laki jadi nakal, hyper-active dan uncontrollable, karena terlalu banyak yang bekerja dalam otak mereka. 2. Untuk anak perempuan jadi dinilai malas, karena dengan kondisi otak seperti ini, mereka sudah sangat lelah dan lebih suka tidur saja. Kondisi otak ini setara dengan kondisi otak yang digunakan orang pada umumnya untuk bekerja selama 12 jam. 3. Mereka sering dinilai guru sering melamun di kelas, karena begitu padat aktivitas otaknya sehingga mereka tidak sanggup lagi mendengarkan apa yang diajarkan gurunya, yang mengakibatkan mereka kesulitan untuk memorizing. Misalnya, jika diberi instruksi untuk mengerjakan 5 halaman, untuk halaman pertama mereka mungkin bisa melakukannya, tapi untuk halaman selanjutnya mereka sudah lupa atau tidak paham lagi harus mengerjakan apa. Selain itu, yang lebih disayangkan lagi adalah banyaknya penderita disleksia yang masih salah didiagnosis, yakni dianggap sebagai anak yang ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) atau butuh obat-obatan penenang dan psikotrapika. Padahal dengan obat-obatan yang demikian hanya membuat
13
mereka menjadi stone, seperti efek habis menggunakan obat-obatan terlarang. Memang mereka menjadi lebih tenang, tapi tidak berarti mereka lebih fokus belajar juga, karena memang bukan itu masalah utamanya. Berdasarkan pembagiannya, disleksia secara umum dapat disebabkan oleh 3 hal: 1. Genetik/keturunan. Mayoritas disleksia memang disebabkan oleh genetik. 2. Lingkungan: asupan gizi yang buruk maupun overloaded stimulus yang mampu menyebabkan anak menjadi stres, jatuh atau terluka saat kecil, yang melukai bagian otak yang bekerja untuk menulis dan membaca, atau perkembangan otak yang belum sempurna saat masih di dalam janin.
Deteksi Disleksia Salah satu cara mendeteksi disleksia pada anak yang paling mudah adalah apabila anak tersebut secara verbal tergolong mampu berbicara dengan baik dan pintar, baik dari opini keluarga, kerabat dekat, maupun orang-orang yang baru sekali bertemu dengannya, namun kepintaran itu tidak sebanding dengan nilai akademisnya di sekolah (pada nilai rapornya). Bahkan, nilai rapornya bisa jadi sangat buruk, yang biasanya akibatnya dianggap pemalas atau kurang berusaha oleh guru maupun orangtua.
Ciri-ciri secara umum lainnya yang dapat dengan mudah ditemukan pada anak disleksia adalah: 1.
Adanya kemungkinan lebih cepat dan mudahnya belajar menggunakan visual (dan ini mungkin banyak ditemukan pada orang-orang yang bergelut di dunia desain).
2.
Kesulitan untuk menulis dan menyalin dari papan tulis di sekolah.
3.
Mempunyai tulisan tangan yang buruk.
4.
Ada pula yang mungkin bisa membaca dan penglihatannya terhadap huruf tidak berbayang sama sekali (dan penderita disleksia seperti ini cukup banyak). Mereka memahami kata per kata dan bahkan kalimat per kalimat, namun tidak mampu memahami inti bacaan atau tidak mampu mengambil ide paragraf dari bacaan itu. Jika otak manusia normal untuk membaca,
14
memahami, dan menghapal mungkin butuh 1 jam, otak penderita disleksia ini butuh sampai 2-5 jam. Penderita disleksia seperti ini yang sudah di-screening oleh Irlen Dyslexia Center--yang mampu membaca namun memiliki kesulitan pemahaman akan apa yang mereka baca, biasanya memiliki hardworker personality. Pada saat masih kecil penderita tidak akan mengerti bahwa mereka berbeda karena mereka menyandang disleksia, yang mereka tahu hanya mengapa orang lain mampu membaca dan mereka tidak. Sehingga selama mereka bertumbuh, mereka pun mendorong diri mereka sekeras mungkin dengan keyakinan kalau orang lain bisa maka saya pun harus bisa. Jadi, penderita disleksia jenis ini, walaupun mereka tumbuh dengan ketidaktahuan bahwa mereka menyandang disleksia, mereka tetap akan bertumbuh dengan baik seperti anak-anak lainnya walau mungkin nilai akademisnya kurang. 5.
Seringkali menghindari aktivitas membaca.
6.
Lebih memilih orang lain membacakan bukunya untuk mereka.
7.
Lemah dalam pengejaan huruf.
8.
Memiliki IQ yang tinggi namun ternyata secara akademik tidak sebanding dengan IQ-nya.
9.
Kesulitan untuk konsentrasi dan memusatkan perhatiannya terhadap pembelajaran secara general. Mungkin kalau terhadap sesuatu yang dia sukai tidak menjadi masalah, tapi secara general dia kurang mampu fokus.
10. Kecenderungan untuk melamun. 11. Seringkali ceroboh, misalnya kesulitan menangkap bola saat bermain bola (tidak mempunyai kemampuan psikologi parsial: melihat dan memprediksi jarak dan ruang). Penderita sudah memprediksikan jarak yang tepat untuk menangkapnya, akan tetapi ternyata bola jatuh di jarak yang berbeda dari yang ia prediksikan. 12. Menumpahkan air saat minum (karena masalah psikologi parsial itu). 13. Kecenderungan melihat sesuatu yang berbentuk 3 dimensi menjadi 2 dimensi, sehingga suka menabrak tangga. 14. Kesulitan untuk mengorganisir, baik secara hal-hal fisik, maupun dalam penulisan. Mereka cenderung berantakan dan kurang bisa merapikan ruangannya sendiri. Kalaupun bisa, mereka seringkali lupa barang A atau B
15
mereka letakkan dimana. Kalau ruangan mereka terlihat rapi, rapi hanya sekedar rapi bukan karena dikelompokkan. Mereka kesulitan untuk mengelompokkan barang. Mereka juga tidak mampu mengorganisir kalimat saat dituangkan ke dalam tulisan, walau secara verbal mereka mampu menjelaskan dengan baik.
Sayangnya, masih banyak orang yang belum tahu masalah disleksia ini, baik dari pihak orangtua maupun pendidiknya sendiri, yang masih menggunakan cara didik atau metode pengajaran yang masih konservatif dan jarang di-update. Selain itu, masih banyak pula keluarga yang tidak berpendidikan atau berlatarpendidikan rendah. Sehingga cara pikir mereka pun konservatif dan tidak dikembangkan: jika nilai anak kurang bagus.
2.5 Data Pendukung Mengajarkan Anak Dyslexia Keterampilan Hidup Sehari-hari Setidaknya ada 6 area, diluar baca-tulis-hitung yang harus dikuasai agar ia tidak menjadi begitu “berbeda” dengan lingkungannya, yaitu :
1.
Konsep Waktu Sebagian besar penderita dyslexia mengalami masalah waktu ini. Saat masih kecil, mereka terlihat tidak bisa memenuhi harapan orangtua dan guru, tetapi ketika dewasa hal ini tentu saja akan sangat berpengaruh pada hubungan sosialnya. Ada 4 hal yang menjadi fokus utama dalam konsep waktu ini, yaitu:
a.
Membaca Jam Hampir semua anak dyslexia mengalami kesulitan saat harus membaca jam, tetapi
apabila dilakukan dengan pendekatan yang tepat maka
mereka pun bisa menguasai kemampuan ini. Sebagian orang mengatakan mengapa harus bersusah payah mengajarkan jam yang konvensional, berikan saja jam digital pada mereka. Dalam masyarakat kita penggunaan jam biasa masih sangat umum digunakan, dan apabila
16
mereka tidak bisa membaca jam di depan banyak orang tentu saja akan menjadi hal yang sangat memalukan dan nantinya akan berdampak pada self concept-nya. Selain itu bila anak disleksia membaca pada jam digital misalnya 9:50, mereka tidak akan memahami maknanya apa, jadi konsep waktunya sendiri justru malah tidak terpelajari. Oleh karena itu penting untuk mengajarkan materi membaca jam ini, yang di sebagian daerah materi ini sudah masuk ke dalam kurikulum sekolah. Ada beberapa tahapan penting yang harus diperhatikan saat mengajarkan jam ini yaitu : o
Tahap awal yang harus dilakukan adalah mengecek apakah mereka sudah menguasai konsep angka dan jumlah. Apabila belum, konsep ini merupakan dasar yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum memulai belajar jam, karena dalam jam terdapat angka 1-12, begitupula dalam konsep menit, terdapat angka 1-60.
o
Ajarkan bahwa ada 60 menit dalam 1 jam.
o
Kita biasa mengucapkan istilah jam tujuh kurang 10 (06.50) atau lima lebih seperempat (05.15) bahkan pengucapan jam setengah dua (01.30), kita bisa menyampaikannya secara otomatis, tapi tidak begitu bagi anak-anak dyslexia. Hal ini bisa menjadi sesuatu yang sangat membingungkan, oleh karena itu penting sekali untuk mengajarkan istilah-istilah tersebut satu demi satu.
o
Gunakan jam asli atau jam buatan yang menyerupai aslinya, karena dengan memberi kesempatan pada anak untuk mengetahui dan meraba tekstur dari jam akan sangat membantu proses pemahaman itu sendiri. Teknik multisensory sangat penting disini.
o
Perkenalkan ada 2 jarum, yang menunjukkan jam dan menit. Apabila menggunakan jam yang dibuat sendiri, akan lebih baik apabila tampilan jarum jam nya dibuat berbeda antara menit dan jam dengan penggunaan warna ataupun tekstur yang berbeda seperti penambahan butiran pasir pada jarum menit, dan lain-lain.
o
Tunjukkan pada mereka mengenai pergerakan jarum jam tersebut, beri kesempatan pada mereka untuk melakukannya beberapa kali.
o
Jelaskan mengenai sistem angka pada jam, ada 2 sistem yaitu jam dan menit. Ini biasanya yang membuat belajar jam menjadi sangat
17
susah bagi sebagian orang. Sistem pertama adalah jam, ada angka 1-12 untuk menunjukkan jam. Perkenalkan juga penggunaan angka 13-24 untuk menunjukkan waktu siang sampai malam hari, seperti jam 20.00. Sistem yang kedua adalah menit, perkenalkan bahwa satu perubahan gerakan angka pada jarum menit berarti 5 menit, setelah itu baru masuk pada kelipatannya. Intinya adalah buat sekongkrit mungkin. o
Gunakan games saat mengajarkan konsep waktu ini, agar anakanak bisa menikmati proses belajarnya.
b. Ekspresi Bahasa Waktu Harus diketahui juga apakah mereka mengetahui konsep waktu yang lain, yang juga sangat penting bagi kehidupan sehari-hari terutama dalam percakapan dengan orang lain, yaitu istilah kemarin, besok, dulu, sekarang, nanti, lama, sebentar karena anak-anak dyslexia juga mengalami kesulitan dalam penggunaan istilah-istilah ini.
c.
Bagaimana Agar Dapat Tepat Waktu Sebagian besar dari kita mempunyai naluri untuk memperkirakan jam berapa sekarang atau lama sebentarnya sebuah acara walaupun tidak melihat jam. Tidak begitu dengan anak-anak dyslexia, mereka tidak mempunyai naluri ini, sehingga seringkali waktu terus berlalu dan mereka benar-benar tidak menyadarinya. Hal ini tentu saja akan menimbulkan banyak masalah, saat masih kecil mereka sering pulang ke rumah tidak tepat waktu, ketika dewasa mereka akan datang pada sebuah janji dimana orang lain sudah meninggalkannya. Cap sebagai orang yang tidak bertanggungjawab sangat mungkin terjadi. Sehingga mengatasi hal ini sejak dini dirasa sangat perlu, dengan mensetting alarm atau mengingatkannya seperti, “Kamu harus pulang ke rumah saat sudah mulai terdengar adzan ya.” Hal ini akan sangat membantu mereka untuk memahami “time limit.”
18
d. Bagaimana Agar Tidak Membuang Waktu Secara ekstrim anak-anak dyslexia tidak bisa merasakan lamanya satu jam dengan beberapa menit saja. Ini disebabkan karena mereka sangat berfokus pada apa yang sedang mereka kerjakan sampai tidak bisa merasakan lamanya waktu. Ini yang sering membuat para orangtua kesal, karena mereka biasanya berpakaian sangat lama, minum susu harus diingatkan terus, asyik menonton televisi padahal harus pergi sekolah, sehingga akhirnya mereka sering datang terlambat ke sekolah. Untuk mengatasinya, harus dimunculkan keinginannya untuk berubah terlebih dahulu dan biasanya setelah didiskusikan coping datang dari mereka sendiri, dengan memberikan usulan seperti saat berpakaian harus cepat atau bila ingin sedikit lebih santai maka harus bangun lebih pagi.
2.
Konsep Uang Meskipun hampir semua anak-anak dyslexia mengalami kesulitan dalm konsep waktu, tetapi tidak demikian dalam konsep uang, hanya beberapa saja yang mengalami kesulitan. Ada 2 hal penting dalam konsep uang ini, yaitu:
a. Menghitung Uang Saat disediakan di sebelah kiri 2 uang 500an dan di sebelah kanan 5 uang 100an kemudian ditanyakan mana yang nilanya lebih besar, mereka pasti akan mengalami kesulitan. Dalam belajar uang, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti: o
Cek pemahaman mereka mengenai konsep angka dan jumlah, apabila belum memahami betul, jangan dulu mengajarinya tentang uang, ini tentu saja akan membuat mereka semakin bingung.
o
Cek apakah mereka bisa mengidentifikasi nilai dari setiap bentuk uang yang diperlihatkan dari uang kertas sampai uang koin. Lakukan pengecekan ini dalam area private dan nyaman, jangan sampai ketidaktahuannya membuat mereka malu dan malah menurunkan self esteemnya.
19 o
Gunakan uang asli atau yang bentuknya benar-benar mirip dengan aslinya saat mulai belajar konsep uang.
o
Minta untuk menukar bentuknya, tapi nilainya sama, seperti uang kertas 500, ditukar dengan uang koin 100 sebanyak lima buah.
o
Berikan banyak kesempatan agar mereka bisa belajar menggunakan uang, terutama dalam setting nyata, seperti lakukan simulasi toko dimana setiap barang-barang yang disediakan ada harganya dan mereka diminta untuk membeli barang-barang tertentu dan tentu saja mereka harus menghitung berapa uang yang harus dikeluarkan dan berapa kembaliannya. Ini akan membuat mereka merasa nyaman dalam menggunakan uang.
b. Penggunaan Bank Ini adalah keterampilan yang tidak terlalu sulit untuk dikuasai, tapi memang harus mulai diajarkan. Yang harus dikenalkan pertama kali adalah bentuk-bentuk form yang tersedia, seperti cek, slip penyetoran atau slip pengambilan. Apabila memungkinkan gunakan yang asli sebagai latihan. Seperti yang terjadi di sebuah sekolah, ada pengajaran tentang bank ini, selain itu setiap murid akan diberikan gaji setiap bulan dengan menggunakan uang yang khusus dipakai di sekolah itu. Apabila ingin mendapatkan uang lebih maka mereka harus belajar lebih keras lagi. Uang yang didapat bisa digunakan untuk membeli barang-barang yang diinginkan. Walaupun benda-benda dan uangnya bukan asli tetapi mereka sangat menikmati kegiatan belajar seperti ini.
3.
Mengingat Detail-detail yang Penting Salah satu bagian dari kelemahan gaya belajar anak-anak dyslexia adalah: 1.
Rote Auditory Memory (hafalan), terutama untuk kata-kata yang tidak terlalu bermakna
2.
Sequencing skills (keterampilan mengurutkan) Dua kelemahan inilah yang membuat anak-anak dyslexia susah untuk belajar nama-nama hari, bulan dan mengingat nomor teleponnya. Beberapa cara yang bisa digunakan untuk mengatasi hal ini adalah :
20 o
Hubungkan masing-masing hari dengan kegiatan yang dilakukan oleh anak. Misalnya hari senin adalah hari pertama dia pergi ke sekolah setiap minggunya, atau selasa adalah kelas robot nya. Buatlah tabel beserta gambarnya, sehingga mereka bisa mengingat bahwa setiap ada kelas robot berarti hari selasa, dan lain-lain. Untuk setiap anak pasti berbeda-beda karena akan sangat tergantung dari jenis kegiatannya.
o
Buatlah agar mereka familiar dengan nama-nama hari tersebut misalnya dengan menceritakan sejarah pemberian nama-nama hari tersebut.
o
Setelah mereka familiar dengan nama hari, mulailah masuk pada sequencing yaitu dengan diberikan pertanyaan seperti “Kalau sesudah hari rabu hari apa ya? Atau sebelum hari rabu hari apa?” Gunakan tabel hari dan kegiatan di atas.
Untuk mengajarkan bulan, tahapannya sama seperti di atas. Penting untuk menghubungkan setiap bulan dengan peristiwa penting di dalamnya. Misalnya untuk mengingat bulan Februari, hubungkan dengan hari Valentine atau untuk mengingat bulan Desember hubungkan dengan Hari Ibu, dan lain-lain. Hal penting lainnya adalah mengingat nomor telepon. Yang bisa kita lakukan adalah memberikan beberapa pertanyaan kepada mereka seperti berapa nomor telepon yang ingin kamu ingat? Nomor telepon siapa saja yang ingin kamu ingat? Apa kamu ingin mengingat nomor telepon ibumu, jadi
kamu
bisa
menghubunginya
ketika
kamu
membutuhkannya?
Bagaimana caranya agar kamu bisa mengingatnya? Haruskah kamu membawa buku telpon? Arahkan agar mereka sendiri yang menemukan strategi yang tepat yang bisa mereka gunakan untuk mengatasi hal tersebut.
21
4.
Terbiasa Dengan Tulisan-tulisan di Lingkungan Tidak bisa kita pungkiri di lingkungan kita terdapat banyak sekali tulisan dan angka, contoh pentingnya seperti pada kalender, katalog, menu, koran, panduan acara televisi, dll. Yang bisa dilakukan terhadap hal ini adalah : o
Latih mereka untuk bisa menggunakan benda-benda tersebut, gunakan yang asli
o
Bahas bagian-bagian dari setiap benda tersebut, seperti saat membaca koran, dimana kita bisa mendapatkan info tentang acara televisi, dll.
o
Gunakan dalam simulasi pretend play, setting mereka sedang berada di restoran dan mereka harus membaca menu untuk memilih jenis makanan dan minuman yang mereka inginkan. Mereka juga bisa sekalian diminta untuk menghitung berapa yang harus dibayar beserta pajak dan tip nya, kemudian kembaliannya berapa. Bisa sekalian belajar konsep uang juga.
o
Minta mereka untuk membuat kalender yang akan dipajang di kelas, atau membuat menu yang akan digunakan di cafetaria sekolah. Hal ini akan membuat mereka lebih familiar dengan benda-benda tersebut.
5.
Menyimpan Barang-barang Pada Tempatnya Hal yang sering dikeluhkan oleh para orangtua yang mempunyai anak dyslexia adalah bahwa mereka sering sekali kehilangan barang, buku sekolahnya yang hilang saat berpindah ruang kelas, pensil yang sudah berapa kali ganti, buku PR, dan lain-lain.
Mengetahui bagaimana perasaan anak tentang hal ini adalah hal pertama yang harus dilakukan. Akan sangat bagus apabila mereka mengatakan merasa tidak nyaman dengan seringnya kehilangan barang-barang tersebut, sehingga mereka bisa termotivasi untuk berubah. Tetapi apabila mereka merasa tidak ada masalah, katakan apa yang kita lihat dengan cara tidak menghakimi mereka, seperti “Saya memperhatikan kamu kemarin tidak membawa pensil dan kehilangan sweater saat istirahat.” Katakan juga jika dia ingin merubah hal ini nanti, dia harus mengatakannya kepada kita dan tentu saja kita akan sangat senang membantunya.
22
Apabila mereka ingin mencoba untuk berubah maka pilihlah perilaku mana yang ingin sekali diubah, tentunya dengan mendiskusikan terlebih dahulu dengan mereka. Pilihlah hanya satu perilaku misalnya menyimpan buku PR di rak yang telah disediakan, ikuti prosesnya, kalau perlu buat chart. Sangat penting untuk merayakan keberhasilannya menyimpan benda-benda pada tempatnya. Jika dia gagal, katakan kita mengerti bahwa ini sangat susah baginya, tetapi jangan pernah menyerah dan harus tetap berusaha. Setelah selesai satu perilaku tambahkan lagi yang lainnya, tapi tetap tanyakan terlebih dahulu mana yang mau dipilihnya. 6.
Area Masalah Spesifik Lainnya Beberapa area ini bisa menimbulkan pengalaman yang sangat memalukan bagi anak-anak dyslexia, seperti : •
Pesta Banyak hal bisa terjadi dalam pesta, saat banyak orang berkumpul. Seperti ketika mereka diberi kado dan yang memberi kado memintanya untuk membacakan kartunya keras-keras, padahal mereka mengalami kesulitan dalam hal ini, tentu saja akan menjadi sebuah pengalaman yang sangat memalukan.
•
Games Banyak games yang membutuhkan kemampuan baca, mengeja, dan matematika seperti scrabble, monopoli, dll
•
Mengenalkan Orang Mengingat ataupun mengucapkan nama orang merupakan hal yang susah untuk anak-anak dyslexia. Mengucapkan nama orang dengan salah tentu akan membuat orang lain marah.
Beberapa hal yang bisa dillakukan untuk mengatasi hal tersebut di atas adalah : •
Untuk mengingat nama orang, hubungkan nama yang tidak familiar ini dengan sesuatu yang bermakna atau menghubungkan dengan nama teman yang sudah familiar kita dengar.
23 •
Ajak mereka untuk mau bercerita tentang kesulitannya pada temannya yang bisa dipercaya. Apabila dalam satu kelompok, mungkin bisa bercerita pada ketua kelompoknya. Hal ini tentu saja sangat berguna, agar teman-teman yang lain bisa mengerti kelemahan mereka yang tentunya bisa mengurangi hal-hal memalukan yang mungkin akan terjadi.
•
Buatlah daftar games dan aktivitas yang bisa dilakukan dan membuat mereka nyaman, ajak mereka untuk aktif mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut. Dengan begitu orang lain tidak akan begitu memperhatikan bahwa mereka menghindari beberapa aktivitas yang lain.
(Pipik) Team Indigrow (2010). Mengajarkan Anak Dyslexia Keterampilan Hidup
Sehari-hari.
Retrieved
January
20,
2010
from
http://indigrow.wordpress.com/category/specific-learning-disability.
2.6 Data Kompetitor
2.6.1 Dyslexia oleh Gavin Reid
Gambar 8. Buku Dyslexia oleh Gavin Reid.
Ini edisi ketiga dari buku populer Gavin Reid untuk para guru secara general yang telah sepenuhnya direvisi dan ditambah dengan seluruh materi tambahan untuk memperkuat hubungan antara teori dan praktek.
Disleksia adalah gambaran yang komprehensif tentang lapangan, menyediakan lebih dari sekedar perbaikan cepat untuk kesulitan langsung dengan memperkenalkan dasar bukti untuk mengapa pendekatan tertentu mungkin efektif. Topik meliputi membaca, mengeja, menulis kreatif, kemampuan belajar, diferensiasi, identifikasi disleksia, gaya belajar
24
individu, peran orang tua, dan kebijakan untuk disleksia. Sebuah bagian penutup memberikan informasi tentang dukungan tambahan dan sumber daya untuk digunakan oleh guru. Sepanjang buku ini menekankan bahwa pendekatan yang cocok untuk siswa dengan disleksia juga akan menguntungkan seluruh kelas, dengan memberdayakan mereka untuk menjadi guru yang lebih baik.
2.6.2 Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak
Gambar 9. Buku Deteksi Dini Masalah Psikologi Anak oleh James Le Fanu.
Tak satu pun orangtua di muka bumi ini yang mengharapkan
anak-anaknya
tumbuh
secara
abnormal. Namun tidak semua anak bisa tumbuh dan besar sesuai harapan orangtuanya. Ada yang secara fisik tumbuh normal, namun secara psikologis mengalami gangguan-gangguan. Ada beragam masalah psikologi yang lazim diderita anak-anak dalam masa pertumbuhannya, baik yang tampak sepele atau pun berat. Apa pun bentuknya, jangan sekali-kali mengabaikan masalah-masalah psikologi anak-anak Anda, karena resikonya sama dengan mempertaruhkan kecemerlangan masa depan anak-anak Anda tercinta.
Di antara masalah-masalah psikologi anak yang harus dikenali para orangtua adalah: •
Gangguan belajar membaca (disleksia)
•
Gangguan belajar menulis (disgrafia)
•
Gangguan belajar mengeja (disortografia)
•
Gangguan belajar matematika (diskalkulia)
•
Gangguan
konsentrasi
Hyperactivity Disorder)
dan
hiperaktivitas
(Attention
Deficit
25 •
Sifat pemalu yang berlebihan
•
Autisme (gangguan dalam mengakses informasi pancaindera)
•
Separation anxiety/social anxiety (takut atau minder bersosialisasi)
•
Phobia (ketakutan berlebihan yang tidak beralasan)
•
Generalized anxiety (kecemasan umum yang berlebihan)
•
Severe psychiatric illness (penyakit psikologis akut)
•
Hyperthyroidism dan hypothyroidism
Buku ini menyajikan ulasan dan gambaran yang sangat gamblang dan menyeluruh
tentang
serba-serbi
masalah-masalah
psikologi
anak.
Diharapkan, dengan adanya pemahaman dari para orangtua tentang gangguan-gangguan perkembangan psikologi anak ini, maka para orangtua akan mampu melakukan deteksi dini, mengenali dan kemudian menemukan solusi terapinya, baik sekedar pada tingkat awal di rumah atau pun melalui konsultasi dengan para ahli psikologi anak.
2.6.3 The Psychology Book
Gambar 10. Buku The Psychology Book.
Menjelaskan
lebih
dari
100
ide-ide
inovatif di lapangan, The Psychology Book menggunakan teks dan grafis yang mudah dicerna dan menyenangkan untuk dibaca. Elemen grafis dan ilustrasi sangat menunjang untuk menjelaskan dasar-dasar teoritis dan eksperimental kompleks psikologi.
Dari akar filosofis melalui behaviorisme, psikoterapi, dan psikologi perkembangan, The Psychology Book menjelaskan banyak ide penting dari psikolog tersohor dengan sangat baik sehingga dapat dinikmati remaja sampai dewasa.
26
2.7 Data Target
2.7.1 Psikografi
a. Personality • Wawasan luas/open-minded • Menilai sesuatu dari banyak sudut pandang b. Behaviour • Orang yang ingin selalu cari tahu • Mempunyai pemikiran yang kritis • Suka menonton televisi • Suka membaca • Suka bepergian (hangout /jalan-jalan) • Suka mengoleksi buku • Fashionable
2.7.2 Demografi
Gender
: Pria – Wanita
Usia
: 21 - 35 tahun
Kewarganegaraan : Indonesia Pekerjaan
: Businessman, Businesswoman, Sarjana Muda, Ibu Rumah Tangga, dan Mahasiswa Tingkat Akhir
Jenis Kelamin
: Laki-laki & Perempuan
Kelas sosial
: A-B
2.7.3 Geografi
Domisili: Seluruh wilayah di kota-kota besar Indonesia.
27
2.8 Analisa SWOT Strength • Belum ada buku yang membahas disleksia dengan spesifik dalam Bahasa Indonesia, dimana orangtua penderita seringkali jadi malas mencari info lebih dalam dari buku-buku yang sudah ada, lantaran dalam Bahasa Inggris dan dengan layout yang kurang menarik pula. • Menyajikan materi yang terbilang cukup berat/serius (tentang penyakit) dengan layout yang menarik dan tidak membosankan seperti buku kesehatan pada umumnya, dengan tambahan foto maupun ilustrasi.
Weakness • Bahasa yang digunakan untuk buku untuk masyarakat yang awam akan masalah ini mungkin masih terbilang agak berat dan cukup ilmiah.
Opportunities • Meningkatnya sedikit kesadaran generasi zaman sekarang akan desain, sehingga memungkinkan untuk menarik minat baca masyarakat jika desain sebuah buku tentang sebuah penyakit tampak menarik. • Merupakan buku pertama yang membahas disleksia dalam Bahasa Indonesia. Threats • Kemungkinan yang mencari buku mengenai dyslexia hanya orangtua penderita atau penderita sendiri, karena masih kurangnya pengetahuan atau kepedulian masyarakat mengenai topik di luar yang mereka butuhkan/sukai.