BAB 2 DATA DAN ANALISA
2.1 Sumber Data
Pencarian data dan informasi yang diperlukan untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini yang diperoleh dari berbagai sumber antara lain: a. Buku dan literatur b. Peninjauan Sistem Tanda yang sudah ada c. Internet dan Official Website
2.2 Data Umum
2.2.1 Transportasi Publik Transpotrasi publik adalah seluruh alat transportasi dimana penumpang tidak bepergian menggunakan kendaraannya sendiri. Transportasi publik umumnya termasuk kereta dan bus, namun juga termasuk pelayanan maskapai penerbangan, feri, taksi, dan lain-lain
Kendaraan atau angkutan adalah alat transportasi selain makhluk hidup. Mereka biasanya buatan manusia (mobil, motor, pesawat, perahu, dan sebagainya) tetapi bukan buatan manusia juga bisa disebut sebagai kendaraan, seperti hewan kuda, maupun batang pohon yang mengapung di sungai. Alat transportasi di wilayah Jabodetabek terdiri dari berbagai macam jenis, dari yang tradisional hingga yang modern seperti mobil, motor, bus, kereta dan perahu dan lainnya. Seperti dikutip dari www.io.ppijepang.org, sepanjang tahun 2001 hingga 2008, jumlah kendaraan meningkat secara signifikan sebesar 172, 17 persen, yaitu dari 3,5 juta di tahun 2001 menjadi 9,6 juta di tahun 2008. Sementara motor
meningkat sebanyak 273 persen atau sebesar 5 juta sejak periode observasi, sementara mobil (baik mobil berpenumpang maupun mobil beban) mengalami peningkatan sebesar 74 persen atau sebanyak 1,1 juta. Selain itu, bis juga mengalami peningkatan, namun hanya 22 persen sejak tahun 2001 atau sebesar 55 ribu. Kendaraan umum, baik dalam bentuk taksi, mobil barang, bus pariwisata, ataupun bus AKAP, hanya mengalami peningkatan 18 persen atau sebesar 8 ribu sepanjang periode 2001 - 2008. Di tahun 2008, jumlah motor di Jakarta sebesar 70 persen dibandingkan seluruh kendaraan yang ada, mobil sebesar 27 persen, dan bis kota hanya 3 persen. Kecuali itu, taksi menempati share tertinggi untuk jenis kendaraan umum dari seluruh jumlah kendaraan umum di Jakarta, yaitu sebesar 48 persen, sementara bis hanya 17 persen. Perkembangan Transportasi Publik di Wilayah Jabodetabek
Dikutip dari artikel daring http://io.ppijepamg.org/j/, Jakarta sebagai ibu kota Indonesia memiliki tingkat perekonomian yang lebih baik dibandingkan dengan kota-kota lain. Dengan GDP yang relatif tinggi pada tahun 2004 sekitar $ 3,033 US, Jakarta dapat melewati masa krisis dan mengalami recovery cukup cepat.
Posisi Jakarta dikelilingi oleh daerah-daerah penyangga berpenduduk padat dan juga memiliki perekonomian yang cukup baik, yaitu Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi yang secara total memiliki populasi penduduk sekitar 15.4 juta. Ditambah dengan populasi Jakarta yang berkisar 8.5 juta jiwa, maka wilayah JABODETABEK dihuni oleh sekitar 22.7 juta jiwa. Kepadatan Penduduk Jakarta berkisar 11,300 jiwa per km2. Kondisi ini hampir menyamai kepadatan Tokyo, metropolitan Jepang.
Perkembangan
Jabodetabek
dapat
dikatakan
sebagai monocentric
pattern yang menempatkan Jakarta sebagai pusat ekonomi dan bisnis. Sebagian besar warga Jakarta bertempat tinggal di luar kota atau di daerah penyangga yang
memerlukan 1-2 jam waktu tempuh untuk mencapai pusat ekonomi dan bisnis. Kondisi ini adalah salah satu penyebab kemacetan di Jakarta.
Pada tahun 1970an pemakaian kendaraan umum sebesar 70% total pemakaian kendaraan di jalan. Angka ini mengalami penurunan yang cukup tajam yaitu sebesar 57% di tahun 1985 dan hanya 45% di tahun 2000. Penurunan minat pengguna kendaraan umum disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya karena terjadinya motorisasi besar-besaran, bahkan lebih tinggi dibandingkan sebelum krisis terjadi yaitu meningkat 16%-18% per tahun. Sekitar 5 juta kendaraan bertambah setiap tahun, dan tahun 2007 diperkirakan sekitar 35 juta populasi kendaraan. Kondisi lain yang menurunkan minat berkendaraan umum adalah ketidaknyamanan sarana transportasi, baik dari alat transport yang kurang pemeliharaan maupun gangguan keamanan.
Naiknya peningkatan jumlah kendaraan pribadi secara otomatis
menyebabkan polusi udara yang memperparah lingkungan di Jakarta dan menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, yaitu US $ 181.4 juta di tahun 1985 dan diperkirakan akan meningkat menjadi US $ 402.64 di tahun 2015.
Transportasi publik di Jakarta dapat dikategorikan sebagai berikut : ojek, bajaj (13,000 kendaraan), taksi (22,000), mini bus (13,000 unit), metromini (6000 unit), bus (AC, economi, limited-stop, 5000 unit), BRT (busway, 230 unit) dan kereta listrik.
Kebalikan dengan penduduk Jepang yang memanfaatkan kereta lebih besar daripada bis (pengguna bis hanya sekitar 5%), di Jakarta kereta hanya digunakan oleh 2% - 3% dari total penumpang. Kereta yang menghubungkan Jakarta dengan wilayah-wilayah penyangga ini pun sangat buruk kondisinya. Perkeretaan kita masih disubsidi oleh pemerintah dan parahnya lagi 2 dari 3 orang penumpang kereta tidak memiliki karcis (free rider), atau sekitar 60% total penumpang. Kereta-kereta listrik Jabodetabek pun sangat penuh sesak dan tidak ada dampak land use karena kondisi stasiun di Jakarta tidak sama seperti stasiun-stasiun di Jepang yang memiliki nilai komersial.
Masalah transportasi di Jakarta, tidak saja berupa buruknya sarana transportasi tetapi kemacetan yang hampir terjadi di setiap sudut jalan termasuk jalan tol, polusi yang muncul dari kendaraan pribadi dan kendaraan umum yang tidak terpelihara dengan baik. Sumbangan polusi terbesar adalah motor, bus, truk, dan mobil
2.2.2 KRL dan Commuter Kereta Rel Listrik, disingkat KRL, merupakan kereta rel yang bergerak dengan sistem propulsi motor listrik. Di Indonesia, kereta rel listrik terutama dapat ditemukan dikawasan Jabodetabek, dan merupakan kereta yang melayani para commuter. Kereta rel listrik berbeda dengan lokomotif listrik. Komuter (berasal dari bahasa Inggris Commuter; dalam bahasa Indonesia juga disebut penglaju atau penglajo) adalah seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerjanya. Sebagai contoh, orang yang bekerja di Jakarta namun bertempat tinggal di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Mereka disebut komuter jika mereka melakukan perjalanan dari tempat tinggal mereka ke tempat kerja mereka hampir setiap hari pulang-pergi. Komuter di kota besar seperti Jakarta banyak menghabiskan waktu mereka di perjalanan. Berangkat di pagi buta dan pulang setelah matahari terbenam. Hal ini disebabkan kemacetan yang menjadi langganan di kota-kota besar di Indonesia terutama di Jakarta. Para komuter menghadapi masalah mahalnya harga sewa rumah atau tanah di dekat tempat bekerja mereka, sehingga mereka tidak mempunyai pilihan lain kecuali tinggal di tempat yang cukup jauh dari tempat bekerja mereka. Daerah di sekeliling pusat pertumbuhan seperti Jakarta yang merupakan daerah tempat tinggal para
komuter yang bekerja di pusat pertumbuhan tersebut secara demografis disebut sabuk komuter (commuter belt) atau daerah penyangga. Perkembangan Kereta Rel Listrik (KRL) di Indonesia Di Hindia Belanda, kereta rel listrik pertama kali dipergunakan untuk menghubungkan Batavia dengan Jatinegara atau Meester Cornelis padatahun 1925. Pada waktu itu digunakan rangkaian kereta rel listrik sebanyak 2 kereta, yang bisa disambung menjadi 4 kereta, yang dibuat oleh Werkspoor dan Heemaf Hengelo. Pada tahun 1960-an kereta api dengan tenaga listrik sempat tidak digunakan selama beberapa lama karena kondisi lokomotif dan kereta yang tidak memadai lagi. Pada 1976, PJKA mulai mendatangkan sejumlah kereta rel listrik dari Jepang. Kereta rel listrik yang kini digunakan di Indonesia dibuat pada kurun waktu tahun 19762001. Pada saat ini juga digunakan sejumlah kereta rel listrik yang merupakan hadiah (hibah) dari pemerintah Tokyo, Jepang dan sejumlah kereta yang dibeli bekas dari Jepang. PT Inka yang terletak di Madiun telah dapat membuat dua set kereta rel listrik yang disebut KRL-I Prajayana pada tahun 2001. Kereta rel listrik ini belum dibuat lebih banyak lagi, karena "tidak ekonomis" dan dianggap sering mogok. Bagi PT Kereta Api, tampaknya lebih ekonomis untuk membeli KRL bekas dari Jepang. Pada
saat
ini
kereta
rel
listrik
melayani
jalur-jalur Jakarta
Kota
ke Bekasi, Depok dan Bogor, Tangerang, dan Serpong, serta trayek melingkar dari Manggarai, Jatinegara, Pasar Senen, Kampung Bandan, Tanah Abang, ke Manggarai lagi dan sebaliknya. Di masa depan direncanakan bahwa KRL akan melayani pula stasiun Cikarang. Selain itu, jalur rel ganda dari Tanah Abang Menuju serpong telah selesai beberapa tahun yang lalu, sedangkan dari Manggarai sampai dengan
Cikarang
masih
akan
ditingkatkan
menjadi
Double-Double-Track.
Manggarai sendiri akan menjadi Stasiun induk untuk Kereta Jabotabek dan kereta Bandara.
2.3 Data Perusahaan 2.3.1 Eksekutif Summary PT KAI Commuter Jabodetabek adalah salah satu anak perusahaan di lingkungan PT KERETA API (Persero) yang dibentuk sesuai dengan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal 12 Agustus 2008.
Pembentukan anak perusahaan ini berawal dari keinginan para stakeholdernya untuk lebih fokus dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan menjadi bagian dari solusi permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks.
PT KAI Commuter Jabodetabek ini akhirnya resmi menjadi anak perusahaan PT Kereta Api (Persero) sejak tanggal 15 September 2008 yaitu sesuai dengan Akte Pendirian No. 415 Notaris Tn. Ilmiawan Dekrit, S.H.
2.3.2 Visi dan Misi 2.3.2.1 Visi Visi Perusahaan adalah mewujudkan jasa angkutan kereta api komuter sebagai pilihan utama dan terbaik di wilayah Jakarta dan sekitarnya. 2.3.2.2 Misi Misi Perusahaan adalah menyelenggarakan jasa angkutan kereta api komuter yang mengutamakan keselamatan, pelayanan, kenyamanan dan ketepatan waktu, serta yang berwawasan lingkungan.
2.3.3. Company Profile Kehadiran PT KAI Commuter Jabodetabek dalam industri jasa angkutan KA Commuter bukanlah kehadiran yang tiba-tiba, tetapi merupakan proses pemikiran dan persiapan yang cukup panjang. Di mulai dengan pembentukan Divisi Angkutan Perkotaan Jabodetabek oleh induknya PT Kereta Api (Persero), yang memisahkan dirinya dari saudara tuanya PT Kereta Api (Persero) Daerah Operasional 1 Jakarta. Setelah pemisahan ini, pelayanan KRL di wilayah Jabodetabek berada di
bawah PT Kereta Api (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabodetabek dan pelayanan KA jarak jauh yang beroperasi di wilayah Jabodetabek berada di bawah PT Kereta Api (Persero) Daerah Operasiona 1 Jakarta.
Dan akhirnya PT Kereta Api (Persero) Divisi Angkutan Perkotaan Jabodetabek berubah
menjadi
Commuter Jabodetabek. Setelah
sebuah menjadi
perseroan perseroan
terbatas, PT
terbatas
perusahaan
KAI ini
mendapatkan izin usaha No. KP 51 Tahun 2009 dan izin operasi penyelenggara sarana perkeretaapian No. KP 53 Tahun 2009 yang semuanya dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan Republik Indonesia.
Tugas pokok perusahaan
yang baru ini adalah menyelenggarakan
pengusahaan pelayanan jasa angkutan kereta api commuter dengan menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabotabek) serta pengusahaan di bidang usaha non angkutan penumpang.
2.3.4
Deskripsi Produk Mulai 1 Desember 2011, KRL Jabotabek mengalami perubahan rute dimana
terdapat berbagai macam rute yang kemudian disederhanakan menjadi 6 jalur (secara aktual terhitung ada 9 rute yang diperkenalkan) dengan pola operasi satu kelas (walau tetap ada KRL Ekonomi dan KRL Ekonomi AC).
Ada pun KA Commuter Jabodetabek melayani rute-rute berikut ini. 1. Jalur Bekasi - Jakarta Kota. 2. Jalur Duri – Tangerang. 3. Jalur Bogor/Depok - Jakarta Kota. 4. Jalur Bogor/Depok – Jatinegara. 5. Jalur Maja - Tanah Abang.
6. Jalur Jakarta Kota - Tanjung Priok, sementara beroperasi hanya dari Jakarta Kota ke Kampung Bandan Bawah. Direncanakan pada tahun 2012 KRL sudah bisa melalui Kampung Bandan Atas. 7. Pada tahun 2012 ini, armada-armada KRL Ekonomi dari jalur Tangerang tidak lagi dioperasikan dan sebagai gantinya dijalankan KRL Commuter Line. Armada yang ditarik diperbantukan untuk lintas Bogor, Serpong, dan Bekasi, mengisi jadwal-jadwal yang kosong.
Gambar 2.1 Peta Rute Pelayanan dan rangkaian KA Commuter Jabodetabek
2.4 Kompetitor
2.4.1 Transjakarta Busway
Gambar 2.2 Logo Trans Jakarta
• Misi Visi Perusahaan adalah mewujudkan jasa angkutan massal yang nyaman dan terbaik di wilayah Jakarta dan sekitarnya. • Company Overview Unit Pengelola Transjakarta Busway adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengelola layanan angkutan umum massal dengan menggunakan moda bus. Pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) merupakan salah satu strategi dari Pola Transportasi Makro (PTM) untuk meningkatkan pelayanan dan penyediaan jasa transportasi yang aman, terpadu, tertib, lancar, nyaman, ekonomis, efisien, efektif, dan terjangkau oleh masyarakat. BRT yang difasilitasi dengan jalur, armada bus dan infrastruktur yang dibangun khusus. Kini masyarakat mempunyai alternatif angkutan umum yang memberikan kemudahan menjangkau seluruh wilayah Jakarta dengan pelayanan yang berbeda dibandingkan dengan angkutan umum lainnya. Kami juga menghimbau kepada masyarakat khususnya yang menggunakan kendaraan pribadi agar menggunakan busway, sehingga dapat mengurangi kemacetan di kota Jakarta.
2.5 Analisis SWOT KA Commuter Jabodetabek
2.5.1 SWOT Company Strength (Keunggulan) •
Penyedia jasa kereta komuter pertama di Jabodetabek.
•
Satu-satunya penyedia jasa kereta komuter di Jabodetabek
•
Transportasi massal yang cepat.
Weakness (Kekurangan) •
Belum memiliki Sistem Tanda yang baik, sehingga membingungkan para pengguna jasa yang akan memakai moda transportasi ini.
Opportunity (Kesempatan) •
Menjadi angkutan transportasi massal primadona Jabodetabek.
•
Menarik minat masyarakat agar beralih dari kendaraan pribadi untuk menggunakan moda transportasi ini.
Threat (Ancaman) •
Angkutan transportasi massal lain, seperti Bus Rapid Transit (BRT) yang memiliki Sistem Tanda yang lebih baik sehingga kenyamanan pengguna terjamin.
2.5.2 SWOT Sistem Tanda Strength (Keunggulan) •
Memiliki identitas warna untuk setiap jalur (6 warna)
Weakness (Kekurangan) •
Penulisan Sistem Tanda yang sukar untuk dimengerti
•
Peletakan
Sistem
Tanda
yang
tidak
strategis
dan
cenderung
membingungkan. •
Desain yang tidak konsisten. Sistem Tanda antara suatu stasiun/rangkaian kereta dengan stasiun/kereta lainnya tidak konsisten. Hal ini kurang menarik dari sisi estetika.
•
Sistem Tanda yang ada tidak memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan kepada siapun yang melihatnya. Sehingga menimbulkan kebingungan.
Opportunity (Kesempatan) •
Sistem Tanda yang baik dan efisien sehingga dapat meningkatkan kenyamanan para pengguna jasa.
Threat (Ancaman) •
Banyaknya spanduk himbauan dan papan iklan yang menjadi distraksi Sistem Tanda.