BAB 2
DATA DAN ANALIS A
2.1
Data dan Literatur Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain :
2.1.1
•
Website
•
Wawancara
•
Survey Lokasi
Tentang Pariwisata Pengertian Pariwisata. Pariwisata berasal dari dua suku kata bahasa Sansekerta, ‘pari’ yang berarti banyak atau berkali-kali dan ‘wisata’ yang berarti perjalanan atau bepergian. Jadi, pari-wisata diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali ( bahasa Inggris ‘tour’ atau ‘tourism’). Secara lebih luas, pengertian kepariwisataan bisa disimpulkan sebagai berikut: “Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk kegiatan bersenang-senang atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.”
4
5
Dalam paradigma lama, pariwisata yang lebih mengutamakan pariwisata masal, yaitu yang bercirikan jumlah wisatawan yang besar/berkelompok dan paket wisata yang seragam (Faulkner B., 1997), dan sekarang telah bergerak menjadi pariwisata baru, (Baldwin dan Brodess, 1993), yaitu wisatawan yang lebih canggih, berpengalaman dan mandiri, yang bertujuan tunggal mencari liburan fleksibel, keragaman dan minat khusus pada lingkungan alam dan pengalaman asli.
Tujuan Penyelenggaraan Kepariwisataan. •
Memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata.
•
Memupuk rasa cinta tanah air dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata.
•
Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja
•
M eningkatkan pendapatan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
•
M endorong pendayagunaan produksi nasional.
Ciri-ciri Produk Pariwisata. •
Hasil atau produk industri pariwisata tidak mempunyai standar atau ukuran yang obyektif.
6
•
Proses produksi terjadi bersamaan dengan proses konsumsi, sehingga calon konsumen tidak dapat mencoba atau mencicipi produk yang akan dibeli.
•
Hasil atau produk industri pariwisata tidak dapat ditimbun atau dipindahkan (konsumen harus datang ke tempat produk tersebut dihasilkan).
•
Usaha investasi di sektor pariwisata mempunyai tingkat risiko yang tinggi, karena perubahan elastis permintaan sangat peka.
Manfaat Pariwisata. •
M eningkatkan hubungan yang baik antar bangsa dan negara.
•
M embuka kesempatan kerja serta perluasan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
•
M erangsang dan menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat.
•
M eningkatkan pendapatan perkapita masyarakat, pendapatan daerah dan devisa negara.
•
Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan.
•
M embantu dan menunjang gerak pembangunan.
•
Menjaga kelestarian flora, fauna dan lingkungan.
Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Penyelenggaraan Pariwisata. •
Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya.
7
•
Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
•
Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup.
•
Kelangsungan usaha pariwisata.
Berdasarkan arah kebijakan pariwisata di atas dan sesuai dengan kondisi geografis dan potensi wisata yang Indonesia miliki, maka pola pengembangan pariwisata harus sesuai dengan konsep Kepariwisataan Berkelanjutan (sustainable tourism) atau pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa harus mengeksploitasi sumber daya secara berlebihan, untuk cadangan kebutuhan generasi yang akan datang (The Brundtland report dalam Inskeep, 1995). Sektor yang paling tepat dikembangkan adalah sektor ekowisata dan pariwisata alternatif yang oleh Eadington dan Smith (1995) diartikan sebagai konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan masyarakat yang memungkinkan adanya interaksi positif diantara para pelakunya.
Pariwisata Indonesia. Perkembangan pariwisata Indonesia terindikasi dari peningkatan jumlah wisatawan mancanegara dengan jumlah hari kunjungan 12.26/orang pada tahun 2000. Apabila kita melihat tren pariwisata tahun 2020, perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang. Perjalanan wisata di dalam negeri diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sejalan dengan semakin meningkatnya rata-rata pendapatan masyarakat.
8
Pada tahun 2004 diperkirakan akan terdapat 103 juta wisatawan Nusantara yang menghasilkan 195 juta perjalanan Wisata Nusantara, tahun 2005 mencapai 213,3 juta perjalanan dengan pengeluaran sebesar Rp 77,51 triliun. Sedangkan tahun 2006 jumlah wisatawan Nusantara yang mengadakan perjalanan sebanyak 216,5 juta dengan pengeluaran mencapai Rp 78,6 triliun. Dengan angka sebesar itu, diperkirakan jumlah wisatawan nusantara di akhir tahun 2009 akan menembus angka 218 juta orang dengan jumlah perjalanan wisata lebih dari 300 juta trips.
S tatistik Kunjungan Wisatawan Nusantara (wisnus) Indonesia T ahun
Wisatawan
Per jalanan
Rata – rata
Total
Pengeluaran
Nusantara
(000 orang)
Per jalanan
Pengeluaran
per
(T rilyun Rp) perjalanan
(000 orang)
2001
103.884
195.770
1,88
58,71
(Ribu Rp) 324,58
2002
105.379
200.589
1,90
68,82
343,09
2003
110.030
207.119
1,88
70,87
373,56
2004
111.353
202.763
1,82
71,70
373,85
2005
112.701
213.303
1,89
74,72
394,43
2006*
114.391
216.503
1,92
78,67
400,35
2007**
116.107
219.751
1,95
79,85
406,35
T abel 2.1 Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Catatan: Pengeluaran per perjalanan adalah rata-rata tertimbang dari setiap provinsi Sumber: Pusat Pengelolaan Data dan Sistem Jaringan (P2DSJ)
9
Akan tetapi, dari data yang terkumpul saat ini, rata – rata wisatawan nusantara baru mengunjungi 3 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Bagi pemerintah, ini adalah sebuah tantangan. M enggairahkan kembali pariwisata nusantara memang telah menjadi tekad pemerintah.
Salah satu wujud usaha pemerintah adalah dengan disusunnya Rencana Pembangunan Jangka M enengah (RPJM ) Tahun 2004 – 2009 dengan sasaran pembangunan kepariwisataan nasional, yakni: •
Terwujudnya pariwisata nusantara yang dapat mendorong cinta tanah air.
•
M eningkatnya pemerataan dan keseimbangan pengembangan destinasi pariwisata yang sesuai dengan potensi masing-masing daerah.
•
M eningkatnya kontribusi pariwisata dalam perekonomian nasional.
•
M eningkatnya produk pariwisata yang memiliki keunggulan kompetitif.
•
M eningkatnya pelestarian lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat.
Misi Pariwisata Riau 1. M enjadikan nilai-nilai budaya daerah sebagai M odal Dasar Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan, Kesenian dan Pariwisata. 2. M ewujudkan pengembangan kesenian yang berkualitas berlandaskan nilainilai keagamaan, budaya dan Tradisional yang melingkupi aspek kehidupan masyarakat.
10
3. M ewujudkan Sumber Daya M anusia Pengelola dan Pembina Kebudayaan, Kesenian. dan Pariwisata, yang handal. 4. M ewujudkan Objek Wisata Bahari dan Wisata Budaya sebagai aset Pembangunan Ekonomi Kerakyatan dan Pariwisata Inti Rakyat (PIR). 5. M enjadikan bahasa melayu Riau sebagai bahasa pengantar resmi. 6. M enjadikan Provinsi Riau sebagai pintu Gerbang utama bagi Wisatawan M ancanegara dan Wisatawan Nusantara dikawasan Pantai Timur dan Perairan Selat M alaka. 7. M ewujudkan peningkatan pemeliharaan dan pengembangan benda cagar budaya, M useum dan nilai-nilai tradisional kebudayaan untuk menunjang kepariwisataan yang maju. 8. Terwujudnya Provinsi Riau sebagai Pusat Kebudayaan dan Peradaban M elayu yang dapat menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara ditengah-tengah kehidupan antar suku dan tantangan sistem global. 9. M erupakan Pusat Kebudayaan, Kesenian dan Kepariwisataan yang memiliki jati diri dan kebanggaan daerah di Provinsi Riau tahun 2020. 10. Terwujudnya Provinsi Riau tahun 2020 sebagai Pusat Kebudayaan M elayu dan Pusat Distribusi Wisatawan di Wilayah Indonesia Bagian Barat.
11
2.1.2
Tentang Riau, dan Kabupaten Indragiri Hilir Profil Riau.
Gambar 2.1 Sejarah singkat pembentukan Propinsi Riau Pembentukan Provinsi Riau ditetapkan dengan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957, kemudian diundangkan dalam Undang-undang Nomor 61 tahun 1958. Untuk berdirinya Provinsi Riau memakan waktu hampir 6 tahun (17 Nopember 1952 s/d 5 M aret 1958). Dalam Undang-undang pembentukan daerah swatantra tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, Jo Lembaran Negara No 75 tahun 1957, daerah swatantra Tingkat I , Riau meliputi wilayah daerah swatantra tingkat II : 1. Bengkalis 2. Kampar 3. Indragiri 4. Kepulauan Riau, termaktub dalam UU No. 12 tahun 1956 (L. Negara tahun 1956 No.25) 5. Kotaparaja Pekanbaru, termaktub dalam Undang-undang No. 8 tahun 1956 No. 19 Dengan M r. S.M . Amin, sebagai Gubernur Provinsi Riau pada tanggal 5 M aret 1958 di Tanjung pinang oleh Sekjen M r. Sumarman.
12
Pemindahan Ibukota Karena penetapan Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi yang hanya bersifat sementara, akhirnya dikeluarkanlah Surat Keputusan dengan No. Des.52/1/44-25 yang menetapkan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau, tanggal 20 Januari 1959. Gubernur M r. S.M . Amin pun digantikan oleh Letkol Kaharuddin Nasution. Selanjutnya, pada tanggal 15 Desember 1962 dengan SK. No.615 tahun 1962 di bentuklah suatu panitia yang menjadikan Provinsi Riau 5 (lima) buah daerah tingkat II dan satu buah Kotamadya. 1. Kotamadya Pekanbaru
: Walikota KDH Kotamadya Tengku Bay.
2. Kabupaten Kampar
: Bupati KDH R. Subrantas
3. Kabupaten Indragiri Hulu
: Bupati KDH. H. M asnoer
4. Kabupaten Indragiri Hilir
: Bupati KDH Drs. Baharuddin Yusuf
5. Kabupaten Kepulauan Riau : Bupati KDH Adnan Kasim 6. Kabupaten Bengkalis
: Bupati KDH H. Zalik Aris
Hingga sekarang pejabat Gubernur Riau sudah mengalami beberapa kali pergantian, dengan Gubernur terakhir H.M . Rusli Zainal Periode 2003 – sekarang.
Pemekaran Propinsi Seiring dengan berhembusnya angin reformasi telah memberikan perubahan yang drastis terhadap negeri ini, diberlakukan pelaksanaan otonomi daerah mulai tanggal 1 Januari 2001. Terhitung mulai tanggal 1 Juli 2004 Kepulauan Riau resmi menjadi Provinsi ke 32 di Indonesia, itu berarti Provinsi Riau yang dulunya
13
terdiri dari 16 Kabupaten/Kota sekarang hanya menjadi 11 Kabupaten/Kota, yakni : •
Kabupaten Bengkalis
•
Kabupaten Rokan Hulu
•
Kabupaten Indragiri Hilir
•
Kabupaten Rokan Hilir
•
Kabupaten Indragiri Hulu
•
Kabupaten Siak
•
Kabupaten Kampar
•
Kota Dumai
•
Kabupaten Kuantan Singingi
•
Kota Pekanbaru
•
Kabupaten Pelalawan
Keadaan Alam Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik terletak pada jalur yang sangat strategis baik pada masa kini maupun pada masa yang akan datang karena terletak pada jalur perdagangan Regional dan Internasional di kawasan ASEAN melalui kerjasama IM T-GT dan IM S-GT.
Gambar 2.2
14
Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut Cina Selatan, terletak antara 1°15´ Lintang Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau antara 100°03´- 109°19´ Bujur Timur Greenwich dan 6°50´-1°45´ Bujur Barat Jakarta. Provinsi Riau sebelum dimekarkan menjadi 2 (dua) Provinsi mempunyai luas 235.306 Km2 atau 71,33 persen merupakan daerah lautan dan hanya 94.561,61 Km2 atau 28,67 persen daerah daratan. Di daerah daratan terdapat 15 sungai diantaranya ada 4 sungai yang mempunyai arti penting sebagai sarana perhubungan seperti: a) Sungai Siak (300 km) dengan kedalaman 8-12 m b) Sungai Rokan (400 km) dengan kedalaman 6-8 m c) Sungai Kampar (400 km) dengan kedalaman sekitar 6 m d) Sungai Indragiri (500 km) dengan kedalaman sekitar 6-8 m. Keempat sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan bermuara di Selat M alaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang surut laut.Batas-batas daerah Riau adalah: Sebelah Utara : Selat Singapura dan Selat M alaka Sebelah Selatan
: Provinsi Jambi dan Selat Berhala
Sebelah Timur : Laut Cina Selatan Sebelah Barat : Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara
Iklim dan Curah Hujan Daerah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 2000-3000 mm/tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau serta musim hujan.
15
Rata-rata hujan per tahun sekitar 160 hari. M enurut catatan Stasiun M etereologi Simpang Tiga, suhu udara rata-rata di Kota Pekanbaru menunjukkan optimum pada 27,6° Celcius dalam interval 23,4-33,4° Celcius. Kejadian kabut tercatat terjadi sebanyak 39 kali dan selama A gustus rata-rata mencapai 6 kali sebagai bulan terbanyak terjadinya kejadian.
Kependudukan Pertumbuhan penduduk Riau relatif tinggi yaitu 3,79% per tahun selama periode 1998-2002, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan penduduk nasional sebesar 1,4% per tahun pada periode yang sama. Penyebab tingginya pertumbuhan penduduk Riau adalah tingginya migrasi dari daerah lain sebagai akibat perputaran roda perekonomian dan peluang lapangan kerja di Provinsi Riau dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Berdasarkan data Sensus tahun 2000 jumlah penduduk yang bermigrasi ke Provinsi Riau mencapai 206.514 jiwa. Dinamika perekonomian Provinsi Riau menjadi incaran masyarakat di luar Riau untuk datang ke Riau dalam rangka mendapatkan pekerjaan. Itulah sebabnya maka Kota Batam mengeluarkan kebijakan pengendalian migrasi ke wilayahnya dengan mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Kependudukan.
Sisi lain dari komposisi penduduk adalah heterogenitas penduduk Riau, dengan latar belakang asal-usul, budaya, adat istiadat, agama dan kepercayaan yang
16
berbeda-beda, namun mereka tetap hidup dalam kebersamaan dan kedamaian. Pertikaian kecil yang bersumber dari kesalahpahaman beberapa oknum di antara mereka, segera dapat diatasi oleh Pemerintah setempat dengan dukungan aparat keamanan dan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan dan atau peguyubanpeguyuban, sehingga tidak berkembang menjadi konflik yang lebih besar, seperti yang terjadi di daerah-daerah lain.
Demografi •
Suku bangsa Suku M elayu, Suku Banjar, Suku M inangkabau, Suku Jawa, Suku Batak, Suku Sunda, Suku Tionghoa.
•
Bahasa Bahasa M elayu, Bahasa Indonesia, Bahasa Hokkian, Bahasa M andarin, Bahasa Banjar.
•
Agama Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu.
Pendidikan Riau mempunyai beberapa perguruan tinggi, di antaranya Universitas Riau, Universitas Islam Riau, Universitas Islam Negri SU SKA (Sultan Syarif Kasim), Universitas Lancang Kuning. Selain itu juga terdapat Politeknik Caltex Riau, dan Lembaga pendidikan dan pelatihan.
17
Kehutanan dan Perkebunan Pembangunan kehutanan mencakup semua upaya memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya alam hayati lain serta ekosistemnya, baik sebagai pelindung dan penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan.
Namun dalam realitanya tiga fungsi utamanya sudah hilang, yaitu fungsi ekonomi jangka panjang, fungsi lindung dan estetika sebagai dampak kebijakan pemerintah yang lalu. Hilangnya ketiga fungsi diakibatkan oleh pengusahaan hutan yang tidak mengindahkan aspek kelestarian. Efek selanjutnya adalah semakin menurunnya produksi kayu hutan non HPH, sementara upaya reboisasi dan penghijauan belum optimal dilaksanakan.
M asalah lain yang sangat merugikan tidak saja Provinsi Riau pada khususnya tapi Indonesia pada umumnya adalah masalahan ilegal logging. Illegal logging telah menyebabkan hutan Riau habis tanpa ada proses hukum bagi mereka yang melakukannya. Tahun ketahun kondisi hutan Riau semakin habis, sementara usaha untuk melakukan Rebosiasi tidak sebanding dengan hutan yang diambil. Hutan Bakau bertujuan untuk melestarikan mangrove sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, disamping sebagai pelindung pantai dari pengikisan air laut (abrasi) dan bagi perlindungan usaha budidaya dibelakangnya.
18
Tidak semua Kabupaten/Kota di Provinsi Riau mempunyai Hutan Bakau, hanya Kabupaten/Kota yang berbatasan dengan laut yang memiliki hutan Bakau, seperti Kabupaten Indragiri Hilir, Pelalawan, Siak, Bengkalis, Rokan Hilir dan Kota Dumai. Kabupaten Indragiri Hilir memiliki areal hutan bakau yang paling luas, yaitu seluas 63.534,01 Ha atau 45.89 persen dari luas total keseluruhan, diikuti Kabupaten Bengkalis seluas 47.600,02 Ha atau 34.38 persen dan Kota Dumai seluas 11.582,79 Ha atau 8.36 persen. Provinsi Riau disamping kaya akan sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui juga kaya akan sumber daya alam yang bisa diperbaharui seperti hasil hutan. Hasil hutan Provinsi Riau berupa kayu bulat, kayu gergajian, kayu olahan dan jenis kayu lainnya.
Potensi Perikanan Produksi perikanan di daerah Riau sebagian berasal dari perikanan laut. Data menunjukkan bahwa dari jumlah 349.362,9 ton produksi ikan pada tahun 2002, sebanyak 315.689,2 ton atau 90,36 % merupakan hasil perikanan laut dan budidaya. Sedangkan sisanya 33.673,7 ton (9,64 %) adalah hasil dari perikanan umum, tambak dan kolam. Bila dibandingkan dengan total produksi ikan pada tahun 2001 yang berjumlah 332.220,3 ton berarti pada tahun 2002 mengalami kenaikan sebesar 5.16 persen. Nilai produksi perikanan pada tahun 2002 sebesar Rp. 3.729.615.606.000,- sementara Tahun 2001, tercatat sebanyak Rp.1.491.429.473.000,-. Kabupaten yang menghasilkan ikan terbanyak adalah Kabupaten Rokan Hilir dan Natuna masing-masing sebanyak 75.496,2 ton dan 73.093,6 ton; dilanjutkan dengan Kepulauan Riau ( 48.536,5 ton), Karimun
19
(43.680,6 ton), Indragiri Hilir (38.908,7 ton), Bengkalis (18.752,3 ton), Batam (16.385,3 ton), Kampar (14.332,5 ton) dan sisanya 20.177,2 ton merupakan Kabupaten/Kota lain.
Pariwisata Jumlah wisatawan yang masuk ke Riau selama tahun 2007 mengalami peningkatan cukup tinggi yakni mencapai 69 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jika tahun 2006 tercatat sebanyak 20.174 orang, tahun 2007 meningkat menjadi 34.004 orang. M eningkatnya jumlah wisatawan masuk ke Riau disebabkan selain adanya upaya-upaya pemerintah di daerah ini menggali potensi wisata yang ada.
Daya Dukung Riau •
Era Otonomi Daerah yang telah memberikan kewenangan yang semakin luas pada daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang sekaligus berimplikasi pada peningkatan kemampuan keuangan daerah.
•
Posisi strategis Provinsi Riau secara geografis, geoekonomi dan geopolitik sebagai kawasan yang dapat berperan penting di masa kini dan yang akan datang, yaitu terletak pada jalur perdagangan regional dan internasional di kawasan ASEAN melalui hubungan kerjasama IM T-GT dan IM S-GT.
•
Potensi sumber daya alam yang meliputi: pertambangan (minyak bumi, batu bara, gas alam), perkebunan, kehutanan, kelautan dan Daerah Aliran Sungai
20
(DAS), di samping potensi sumberdaya olahan seperti infrastruktur, industri, pariwisata dan lain-lain.
Persoalan Utama Riau •
Kualitas Sumber Daya M anusia yang masih terbatas, hal ini terlihat dari data kependudukan bahwa pada akhir tahun 2002 (Data BPS Provinsi Riau), penduduk yang berpendidikan tamatan SD sebesar 54,76%, berpendidikan SLTP sebesar 18,45% dan berpendidikan SLTA 23,35% serta Perguruan Tinggi 3,44%
•
Krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas dengan kurun waktu yang cukup panjang, berpengaruh terhadap kehidupan riil masyarakat. Jumlah keluarga Prasejahtera menurut data BKBN pada tahun 2001 adalah 10,69% sedangkan pada tahun 2002 turun menjadi 10,41%. Jumlah keluarga Sejahtera I menurut data BKBN pada tahun 2001 adalah 30,88% sedangkan pada tahun 2002 turun menjadi 29,63%.
•
M asih dirasakan keterbatasan infrastruktur sosial-ekonomi seperti transportasi, telekomunikasi, air bersih dan listrik yang seharusnya memiliki manfaat ganda baik untuk kebutuhan dasar masyarakat maupun untuk mendukung aksesibilitas dunia investasi.
•
Kegiatan eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam yang tidak terkendali, berdampak terhadap kerusakan dan pencemaran lingkungan.
•
Belum optimalnya penegakan supremasi hukum berpengaruh terhadap perkembangan investasi.
21
Profil Kabupaten Indragiri Hilir. Lambang kabupaten
Gambar 2.3 M oto
: "Berlayar sampai ke pulau,berjalan sampai ke batas"
Ibukota
: Tembilahan Keluasan
Total
: 11,605.97 km²
Kepadatan
: +/- 624.450…/km²
Provinsi
: Riau
Agama
: Islam, Buddha, Kristen
Bahasa
: Bahasa Banjar, Bahasa M elayu, Bahasa Bugis, Bahasa M andarin, Bahasa Indonesia.
Zona Waktu
: (WIB)
Sejarah Singkat Pada awal Kemerdekaan RI, Indragiri (Hulu dan Hilir) masih merupakan satu kabupaten. Kabupaten Indragiri ini terdiri atas 3 kewedanaan, yaitu : Kewedanaan Kuantan Singingi dengan ibukotanya Taluk Kuantan, Kewedanaan Indragiri Hulu dengan ibukotanya Rengat dan Kewedanaan Indragiri Hilir dengan ibukotanya Tembilahan. Kewedanaan Indragiri Hilir membawahi 6 wilayah yaitu:
22
Wilayah Tempuling/Tembilahan, Wilayah Enok, Wilayah Gaung Anak Serka, Wilayah M andah/Kateman, Wilayah Kuala Indragiri, Wilayah Reteh.
Perkembangan tata pemerintahan selanjutnya, menjadikan Indragiri Hilir dipecah menjadi dua kewedanaan masing-masing, kewedanaan Indragiri Hilir Utara dan Selatan. Kewedanaan Indragiri Hilir Utara meliputi kecamatan : Kecamatan Tempuling, Kecamatan Tembilahan, Kecamatan Gaung Anak Serka, Kecamatan M andah, Kecamatan Kateman, Kecamatan Kuala Indragiri dengan ibukotanya Tembilahan, sedangkan kewedanaan Indragiri Hilir Selatan meliputi kecamatan Enok dan kecamatan Reteh dengan ibukotanya Enok.
Pemekaran Kabupaten Indragiri Hilir Pemekaran diawali dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau (Propinsi Riau) tanggal 27 April 1965 nomor 052/5/1965 sebagai Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir. Tanggal 14 Juni 1965 dikeluarkanlah Undang-undang nomor 6 tahun 1965 Lembaran Negara Republik Indonesia no. 49, maka Daerah Persiapan Kabupaten Indragiri Hilir resmi dimekarkan menjadi Kabupaten Daerah Tingkat II Indragiri Hilir (Kabupaten Indragiri Hilir) yang berdiri sendiri, terhitung dari tanggal 20 November 1965.
Kondisi Umum Kabupaten Indragiri Hilir terletak dibagian selatan Propinsi Riau dengan luas wilayah 18.812,97 Km2 yang terdiri dari luas daratan 11.605,97 km2, luas
23
perairan laut 6.318 Km2 dan luas perairan umum 888,97 Km2 serta memiliki garis pantai sepanjang 339,5 Km dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Pelalawan. Sebelah Selatan berbatas dengan Kab. Tanjung Jabung Prop. Jambi. Sebelah Barat berbatas dengan Kabupaten Indragiri Hulu. Sebelah Timur berbatas dengan Propinsi Kepulauan Riau.
Gambar 2.4 Fisiografi Sebagian besar dari luas wilayah atau 93,31% daerah Kabupaten Indragiri Hilir merupakan daerah dataran rendah, yaitu daerah endapan sungai, daerah rawa dengan tanah gambut (peat), daerah hutan payau (mangrove) dan terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil dengan luas lebih kurang 1.082.953,06 hektar dengan rata-rata ketinggian lebih kurang 0-3 M eter dari permukaan laut. Sedangkan sebagian kecilnya 6,69% berupa daerah berbukit-bukit dengan ketinggian ratarata 6-35 meter dari permukaan laut yang terdapat dibagian selatan Sungai Reteh Kecamatan Keritang, yang berbatasan dengan Propinsi Jambi.