BAB 2 DATA DAN ANALISA
2.1
SUMBER DATA
Adapun sumber data yang akan digunakan untuk proyek tugas akhir ini berasal dari : •
Internet
•
Wawancara dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
•
Survey terhadap target audience
2.2
DATA UMUM
2.2.1
Sejarah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terdiri dari dua pulau utama yaitu Pulau Bangka dan Pulau Belitung serta pulau-pulau kecil seperti P. Lepar, P. Pongok, P. Mendanau dan P. Selat Nasik, total pulau yang telah bernama berjumlah 470 buah dan yang berpenghuni hanya 50 pulau. Bangka Belitung terletak di bagian timur Pulau Sumatera, dekat dengan Provinsi Sumatera Selatan. Bangka Belitung dikenal sebagai daerah penghasil timah, memiliki pantai yang indah dan kerukunan antar etnis. Ibu kota provinsi ini ialah Pangkalpinang. Pemerintahan provinsi ini disahkan pada tanggal 9 Februari 2001. Setelah dilantiknya Gubernur yakni H. Amur Muchasim, SH (mantan Sekjen Depdagri) yang menandai dimulainya aktivitas roda pemerintahan provinsi.
Selat Bangka memisahkan Pulau Sumatera dan Pulau Bangka, sedangkan Selat Gaspar memisahkan Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di bagian utara provinsi ini terdapat Laut Cina Selatan, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Pulau Kalimantan di bagian timur yang dipisahkan dari Pulau Belitung oleh Selat Karimata.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebelumnya adalah bagian dari Sumatera Selatan, namun menjadi provinsi sendiri bersama Banten dan Gorontalo pada tahun 2000. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tanggal 21 November 2000 yang terdiri dari Kabupaten Bangka, Kabupaten Belitung dan Kota Pangkalpinang. Pada tahun 2003 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2003 tanggal 23 Januari 2003 dilakukan pemekaran wilayah dengan penambahan 4 kabupaten yaitu Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan dan Belitung Timur. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan pemekaran wilayah dari Provinsi Sumatera Selatan.
2.2.2
Wisata Pantai di Bangka Belitung
Sebagaimana dikatakan bahwa keistimewaan pulau ini adalah pantainya yang indah, maka jangan heran kalau sektor wisata di daerah ini didominasi keindahan pantai. Seperti Pantai Matras yang terletak di desa Sinar Baru, Kecamatan Sungailiat, berjarak sekitar 40 km dari Pangkalpinang atau 7 km dari kota Sungailiat. Pantai sepanjang 3 km ini sangat indah dan landai. Dengan pasir putih yang halus menampilkan laut yang bening dan pemandangan indah serta aliran sungai yang alami sehingga acapkali disebut sebagai Pantai Surga. Pantai Matras merupakan pantai yang paling banyak dikunjungi baik masyarakat lokal maupun wisatawan nusantara dan mancanegara.
Tak kalah indah dengan pantai di atas adalah Pantai Tanjung Pesona yang terletak sekitar 9 km dari kota Sungailiat, tepatnya di lokasi antara Pantai Teluk Uber dan Pantai Tanjung Layang/ Teluk Tikus. Panorama laut lepas, di atas tanjung dan batu-batuan yang besar menambah kenyamanan wisatawan yang datang ke sini. Selain itu tersedia fasilitas berupa Cottages, Restaurant, Karaoke, Diskotik, Biliar, Permainan Anak-Anak, dan parkir yang cukup luas karena sering diadakan show untuk menghibur para wisatawan.
Pantai Parai Tenggiri, salah satu pantai indah di kawasan daerah Matras, tepatnya berada di teluk kecil yang diapit batu karang, saat ini telah dilengkapi dengan fasilitasfasilitas wisata seperti hotel berbintang 4, Cottages, Restaurant, Kolam Renang, Diskotik, dan fasilitas lainnya
Gambar 2.1. Pantai Parai Tenggiri
Pantai Batu Bedaun merupakan pantai yang cukup unik, mempunyai ciri khas adanya pohon di atas batu yang tidak pernah berubah baik diwaktu air laut pasang maupun surut dan saat ini telah tersedia fasilitas Restaurant, Karaoke, dan penginapan dengan harga yang cukup terjangkau.
Keindahan Pantai Rebo dengan perbukitannya serta perkebunan yang tersebar di sepanjang pantai, menjadikan pantai ini banyak dikunjungi oleh wisatawan lokal, dari berbagai penjuru yang berada di Pulau Bangka. Pantai Teluk Uber dengan luas 25 ha menyajikan pemandangan indah dengan pasir putihnya. Pantai Air Anyer yang terletak di Desa Air Anyer, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, berjarak sekitar 15 km darl Kota Sungailiat arah ke Pangkalpinang.
Pantai lainnya adalah Pantai Remodong terletak di Kecamatan Belinyu, daerah Bangka Utara dan sekitar 77 km dari Sungailiat. Pantai ini tepat menghadap ke Barat, sehingga dari sini dapat menikmati sunset yang indah. Pantai sepanjang sekitar 4 km ini sangat landai, berpasir putih, lautnya bening menyediakan fasilitas cottages yang cukup baik untuk wisatawan. Pantai Penyusuk masih berada di Kecamatan Belinyu merupakan pantai landai alami dihiasi hamparan bebatuan. Pulau yang terdapat di depan pantai membuat air bergelombang sangat tenang dan jernih.
Obyek wisata lainnya adalah Air Panas Pemali (Tirta Tapta) yang merupakan aset wisata unggulan di samping wisata pantai. Terletak di Desa Pemali, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, ± 20 km dari Kota Sungailiat. Air panas ini berasal dari tanah aktif dan sangat cocok bagi wisatawan yang datang untuk kesehatan atau menghilangkan pegal-pegal dengan cara berendam di kolam yang telah disediakan.
Gambar 2.2. Tirta Tapta Pemali
Ada banyak pantai di Pulau Bangka. Bagaimana tidak, letaknya yang dikelilingi laut-laut “jinak” menjadikan pantai-pantai di Pulau Bangka menjadi pantai yang indah dan aman. Jika punya waktu luang, dan bosan dengan wisata pantai yang itu-itu saja. Kunjungilah Pulau Bangka, dijamin anda tidak akan kecewa. Bila selama ini pantaipantai di Pulau Bali menjadi pilihan utama, sepertinya sudah saatnya anda memasukkan pantai-pantai Pulau Bangka sebagai salah satu tempat tujuan wisata keluarga.
2.3
DATA PENDUKUNG
2.3.1
Gambaran Pariwisata
Pariwisata mempunyai peranan yang semakin penting dalam menunjang perekonomian suatu wilayah. Kegiatan pariwisata dapat membuka peluang kesempatan dalam lapangan kerja, memperluas kesempatan kerja, penghasil devisa yang cukup potensial, sekaligus dapat menjaga dan memelihara kelestarian sosial budaya maupun lingkungan hidup masyarakat.
Bagi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui potensi pariwisata yang dimiliki dan cukup menjanjikan diharapkan mampu menjadi pendorong pembangunan di ”Bumi Serumpun Sebalai” ini. Terlebih seiring dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan masyarakat, pariwisata dewasa ini berkembang karena semakin meningkatnya permintaan, taraf hidup maupun kebutuhan tersier masyarakat. Oleh sebab itu, yang harus dilakukan adalah bagaimana menciptakan suatu sarana dan prasarana pariwisata, seperti objek dan tujuan wisata, jasa penunjang wisata, maupun jasa akomodasi yang secara kuantitas maupun kualitas memadai dan mencukupi. Sarana wisata secara kuantitas menunjuk pada jumlah sarana wisata yang harus disediakan, dan secara kualitas menunjuk pada mutu pelayanan yang diberikan, yang tercermin pada kepuasan wisatawan untuk memperoleh pelayanan.
Perkembangan pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung saat ini sudah semakin pesat. Dengan melibatkan kalangan masyarakat, industri pariwisata maupun pemerintah, dari tahun ke tahun pertumbuhan sektor pariwisata di Bangka Belitung terus mengalami peningkatan terlebih setelah adanya ”Visit Bangka Belitung Archipelago”.
Untuk melihat tingkat perkembangan sektor pariwisata dapat diukur dari beberapa indikator yang mempengaruhinya, dan beberapa diantaranya adalah dengan melihat perkembangan Jumlah Hotel, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) Hotel, Jumlah Tamu Menginap, Rata-rata Lama Menginap dan Kunjungan Wisatawan.
2.3.2
Perkembangan Hotel dan Akomodasi Lainnya
Pariwisata sebagai salah satu komoditi ekspor yang tidak dapat dilihat secara nyata, terus meningkat peranannya dalam perekonomian Kepulauan Bangka Belitung. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi pariwisata yang cukup besar didukung dengan keindahan pantai dan beragamnya tradisi yang dimiliki sebagai daya tarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Dalam usaha mengembangkannya, diperlukan suatu visi dan misi yang terarah dan tepat dalam rangka meningkatkan jumlah kedatangan wisatawan, yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pemasaran dan perbaikan fasilitas serta pelayanan yang diperlukan wisatawan seperti fasilitas angkutan, perbankan, akomodasi, restoran, biro perjalanan dan sebagainya.
Dalam meningkatkan kegiatan pemasaran diperlukan perencanaan yang sesuai berdasarkan informasi baik kualitatif maupun kuantitatif tentang wisatawan domestik dan mancanegara pada tahun-tahun sebelumnya. Tanpa dukungan data pada tahun sebelumnya akan mempersulit dalam pembuatan perencanaan yang cermat dan terarah. Informasi statistik yang disajikan dalam publikasi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kebutuhan tersebut.
Perkembangan jumlah hotel dan akomodasi lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tercatat terus mengalami peningkatan selama 5 tahun terakhir baik hotel bintang maupun non-bintang. Pada tahun 2010 jumlah usaha hotel dan akomodasi lainnya di Bangka Belitung mengalami kenaikan yang cukup pesat dikarenakan adanya ”Visit Bangka Belitung Archipelaho”. Yaitu tercatat meningkat 18,98 persen dimana terdapat total 94 usaha, dimana 20 usaha merupakan usaha hotel berbintang dan 74 usaha merupakan usaha akomodasi lainnya, seperti hotel melati, youth hostel, pondok wisata dan penginapan lainnya. Dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya terdapat 79 usaha akomodasi, yang terdiri dari 14 hotel berbintang dan 65 akomodasi lainnya.
Tabel 2.1. Jumlah Usaha Hotel dan Akomodasi lainnya di Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2007 - 2011
Jumlah hotel berbintang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung berkembang cukup lamban. Bila dirinci menurut klasifikasinya, hotel bintang 5 pada tahun 2011 hanya berjumlah satu saja sedangkan bintang 4 hanya berjumlah 2 hotel. Jumlah hotel bintang terbanyak adalah klasifikasi hotel bintang 1 dan 2 yaitu masing-masing berjumlah 7 hotel yang tersebar diseluruh Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan hotel bintang 3, pada tahun 2011 berjumlah 6 hotel.
Usaha akomodasi lainnya yang meliputi hotel non bintang seperti kelas melati, Youth hostel, wisma, pondok wisata dan lainnya di Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2011 tercatat sebayak 79 usaha, berarti ada sedikit peningkatan 6,76 persen dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 74 usaha. Diantara usaha akomodasi tersebut, yang paling banyak adalah usaha yang mempunyai jumlah kamar antara 10-24 kamar yaitu sebanyak 56 usaha, diikuti oleh kelompok kamar kurang dari 10 sebanyak 16 usaha dan kelompok kamar 25-40 sebanyak 8 usaha. Sedangkan tidak ada usaha akomodasi lainnya yang mempunyai kamar di atas 100.
Tabel 2.2. Banyaknya Kamar dan Tempat Tidur pada Hotel Bintang Dan Akomodasi Lainnya Dirinci Menurut Klasifikasi Hotel di Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2010 – 2011
Dari seluruh hotel yang ada di Kepulauan Bangka Belitung, pada tahun 2011 tersedia sebanyak 2 476 kamar dengan 3 399 tempat tidur. Jumlah kamar ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 10,93 persen, sedangkan jumlah tempat tidurnya juga mengalami peningkatan sebesar 7,28 persen. Walaupun jumlah hotel berbintang 22,54 persen atau 23 usaha diantara jumlah hotel baik bintang maupun non bintang atau akomodasi lain yang ada di Kepulauan Bangka Belitung namun jumlah kamar yang tersedia mencapai lebih dari 50 persen dari jumlah kamar yang tersedia dari seluruh hotel yang ada di Kepulauan Bangka Belitung.
2.3.3
Perkembangan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) Hotel
Salah satu indikator untuk melihat kinerja suatu usaha akomodasi adalah tingkat penghunian kamar (TPK). Tingkat Penghunian Kamar hotel selama tahun 2011 di Kepulauan Bangka Belitung secara total mencapai 45,06 persen, yang berarti pada tahun tersebut hampir setengah kamar yang disediakan dapat terjual setiap malamnya. Apabila dilihat berdasarkan jenis hotel, TPK hotel bintang jauh lebih tinggi dibanding TPK hotel non bintang. Pada tahun 2011, TPK hotel bintang tercatat mencapai 47,87 persen sedangkan TPK hotel non bintang hanya sebesar 32,69 persen. Pola ini sama untuk tahun-tahun sebelumnya dimana TPK hotel bintang selalu diatas besaran TPK hotel non bintang.
Pada tahun 2011 hotel bintang 4 & 5 lebih banyak diminati tamu dibanding kelas hotel bintang lainnya. Hal ini dapat dilihat dari besaran TPKnya yang mencapai kisaran 56,53 persen, kemudian disusul oleh kelas hotel bintang 3 dengan TPK berkisar 49,70 persen. Sedangkan TPK terendah terjadi pada hotel bintang 2 dengan besaran TPK 31,69 persen. Pada tahun yang sama, TPK hotel non bintang atau akomodasi lain memiliki peningkatan yang cukup signifikan sebesar 3,96 poin. Karena memang pada tahun 2011 terjadi fenomena dimana pengunjung lebih ramai dan suka menginap dihotel non bintang pada Kabupaten Belitung. Bila dilihat perkembangan TPK hotel secara bulanan maka fluktuasi yang terjadi tidak selalu mengikuti pola musim yang sama selama periode 2007-2011, dimana naik turunnya TPK hotel baik pada hotel berbintang maupun hotel non bintang terjadi disaat awal tahun, musim libur, bulan yang bertepatan dengan bulan puasa serta akhir tahun.
Tabel 2.3. Perkembangan TPK Hotel di Kepulauan Bangka Belitung
Tabel 2.4. Tingkat Penghunian Kamar Hotel di Kepulauan Bangka Belitung Dirinci Menurut Bulan, Tahun 2009-2011
Tingkat Penghunian Kamar (TPK) pada Hotel di Kepulauan Bangka Belitung secara rata-rata pada Tahun 2011 lebih baik dibanding tahun 2010. Selama periode Januari Desember 2011 (grafik 4.2) TPK Hotel bintang tertinggi terjadi pada bulan Oktober (59,03 persen), karena pada Bulan Oktober terjadi event yang cukup besar yaitu event internasional Sail Wakatobi yang dihadiri oleh banyak negara-negara asing di Pulau Belitung. Sedangkan TPK terendah terjadi dibulan Maret (40,92 persen). TPK hotel non bintang pada periode yang sama mencapai TPK tertinggi, terjadi pada bulan Juli 2011 (37,14 persen).
Sedangkan pada pola tahun 2010, TPK hotel bintang yang mengalami kenaikan tertinggi terjadi di bulan Juni 2010 dengan TPK 48,63 persen, namun TPK terendah terjadi pada bulan Januari yaitu awal tahun dengan TPK 33,08 persen. Begitu juga dengan hotel non bintang, dimana TPK tertinggi di tahun 2010 terjadi pada bulan November yang merupakan liburan akhir tahun mencapai 37,71 persen, sedangkan TPK terendah terjadi di bulan Februari dengan besaran TPK 23,65 persen.
2.3.4
Rata-rata Lama Menginap Tamu Hotel
Secara keseluruhan rata-rata lama menginap tamu asing lebih lama dibanding tamu yang berasal dari Indonesia, baik pada hotel bintang maupun non bintang. Rata-rata lama menginap tamu secara total atau keseluruhan pada tahun 2011 adalah sepanjang 2,08 hari. Rata-rata lama menginap tamu asing lebih panjang 2,28 hari jika dibandingkan dengan lama menginap tamu domestik. Rata-rata lama menginap tamu asing adalah 4,34 hari, sedangkan rata-rata menginap tamu domestik hanya 2,06 hari. Apabila dirinci menurut klasifikasi hotel yaitu bintang dan non bintang, maka pada tahun 2011 secara total rata-rata lama menginap tamu di non bintang lebih panjang 0,06 hari dibandingkan pada hotel bintang yaitu masing-masing 2,13 hari untuk rata-rata lama menginap tamu hotel non bintang dan 2,07 hari rata-rata lama menginap tamu hotel bintang. Kondisi ini sesuai karena memang wisatawan baik itu mancanegara maupun domestik lebih senang menginap di hotel non bintang.
Kenaikan TPK selama periode 2009-2011 ternyata tidak diikuti oleh kenaikan ratarata lama menginapnya. Rata-rata lama menginap tamu asing di hotel berbintang maupun non bintang terlihat lebih lama dibanding dibanding tamu asal Indonesia, dimana tamu asing kebanyakan menginap selama 2 hingga 4 hari, sedangkan tamu asal Indonesia menginap sekitar 1 hingga 2 hari saja.
Apabila dirinci per Kabupaten/Kota seperti terlihat pada Grafik 3, maka terlihat rata-rata lama tamu menginap yang paling panjang selama tahun 2011 pada hotel berbintang di Kabupaten Bangka Tengah dengan 2,64 hari yang mana rata-rata lama tamu asing menginap selama 7,43 hari dan untuk tamu domestik 2,58 hari. Diikuti dengan Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Belitung timur dengan masing-masing ratarata lama tamu total menginap sepanjang 2,01 dan 1,92 hari. Dan terlihat dari kedua Kabupaten/Kota tersebut rata-rata lama tamu asing menginap terpanjang adalah di Kabupaten Belitung dengan 3,00 hari sedangkan Kota Pangkalpinang memiliki rata-rata lama tamu domestik menginap terpanjang diantaranya yaitu 2,01 hari.
Sementara itu rata-rata lama tamu menginap terpanjang selama tahun 2011 pada akomodasi lain di Kota Pangkalpinang dengan 3,50 hari yang mana rata-rata lama tamu asing menginap lebih rendah dibandingkan dengan lama tamu domestik menginap masing-masing sebesar 1,00 dan 3,50 hari. Diikuti dengan Kabupaten Belitung dan Bangka dengan masing- masing rata-rata lama tamu menginap sepanjang 2,04 dan 1,51 hari.
2.3.5 Distribusi Wisatawan Nusantara Dari survei Profil Wisatawan Nusantara 2012, dapat terlihat jumlah wisatawan nusantara yang datang ke Kepulauan Bangka Belitung, wisatawan lokal yang melakukan perjalanan di Kepulauan Bangka Belitung dan penduduk Kepulauan Bangka Belitung yang melakukan wisata ke luar Kepulauan Bangka Belitung.
Tabel 2.5. Distribusi Wisatawan Nusantara ke Kepulauan Bangka Belitung Menurut Provinsi Asal
Pada tabel terlihat distribusi wisatawan nusantara yang berkunjung ke Kepulauan Bangka Belitung adalah wisatawan lokal yaitu penduduk Kepulauan Bangka Belitung itu sendiri berperan sebesar 82,61 persen. Sisanya adalah dari Kepulauan Riau (4,55 persen), Sumatera Selatan (2,14 persen), DKI Jakarta (0,24 persen) dan 10,46 persen dari Provinsi Lainnya diantaranya Jambi, Kalimantan Timur dan Jawa Tengah.
Dengan rata-rata lama bepergian wisatawan nusantara yang terpanjang adalah wisatawan yang berasal dari provinsi DKI Jakarta yaitu sepanjang 20 hari. Hal ini dimungkinkan karena banyaknya wisatawan konvensional yang datang ke Kepulauan
Bangka Belitung dalam rangka pelatihan maupun seminar serta karena sedikitnya waktu tempuh dari DKI Jakarta ke Kepulauan Bangka Belitung yaitu hanya membutuhkan kurang lebih 45 menit menggunakan angkutan udara. Begitupun dengan wisatawan nusantara dari Provinsi Sumatera Selatan yang mempunyai rata-rata lama bepergian kedua terlama yaitu 15,83 hari.
Tabel 2.6. Rata-rata Lama Berpergian Wisatawan Nusantara ke Bangka Belitung
2.3.6
Karakteristik Demografi
Dari 5 provinsi asal yang terbagi, terlihat pola yang ada adalah laki- laki yang paling banyak melakukan perjalanan ke Kepulauan Bangka Belitung dibandingkan perempuan. Terlihat pada Tabel 4.7, proporsi yang paling terlihat mencolok antara laki-laki dan perempuan adalah dari Sumatera Selatan yaitu 78,90 persen laki-laki dan 21,10 persen perempuan. Wisatawan nusantara yang berasal dari Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Lainnya memiliki pola yang serupa yaitu masing-masing 55,80 dan 68,92 persen untuk proporsi laki-laki dan 44,20 dan 31,08 persen untuk proporsi perempuan. Sedangkan untuk provinsi DKI Jakarta justru memiliki pola yang banyak melakukan perjalanan adalah perempuan dibandingkan laki-laki dengan proporsi 56,89 dan 43,11 persen.
Tabel 2.7. Distribusi Wisatawan Nusantara ke Kepulauan Bangka Belitung Menurut Provinsi Asal dan Jenis Kelamin
Selanjutnya jika dilihat menurut kelompok umur, yang paling banyak melakukan perjalanan yaitu 48,27 persen dari total penduduk yang melakukan perjalanan adalah kelompok umur < 25, diikuti oleh kelompok umur tahun 25-44 tahun dan 45+ masingmasing sebesar 40,21 dan 11,52 persen. Sesuai dengan kondisi yang dimiliki oleh Kepulauan Bangka Belitung yaitu wisata outdoor (pantai) maka yang memiliki minat paling tinggi adalah kelompok umur muda yaitu dibawah 45 tahun.
Bila dilihat dari daerah asal wisatawan nusantara maka yang memiliki pola bahwa kelompok < 25 terbanyak melakukan perjalanan ke Kepulauan Bangka Belitung adalah wisatawan lokal dan wisatawan nusantara dari provinsi Sumatera Selatan dengan kontribusi masing-masing sebesar 49,43 dan 42,75 persen. Sedangkan daerah asal yang memiliki pola bahwa kelompok 25 – 44 yang terbanyak melakukan perjalanan ke Kepulauan Bangka Belitung adalah wisatawan nusantara dari Kepulauan Riau, DKI Jakarta dan Provinsi Lainnya dengan kontribusi masing-masing sebesar 55,80; 46,63 dan 70,61 persen. Provinsi Lainnya disini antara lain Lampung, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sulawesi Tenggara.
2.3.7
Maksud Kunjungan
Penduduk Kepulauan Bangka Belitung yang melakukan perjalanan lebih banyak dengan maksud untuk berlibur atau rekreasi sebanyak 56,19 persen dibandingkan dengan total penduduk yang melakukan perjalanan. Sedangkan yang bermaksud mengunjungi teman mencapai 29 persen. Penduduk juga melakukan perjalanan untuk profesi atau bisnis sebesar 3,95 persen; pertemuan/kongres/seminar sebesar 0,54 persen; berjiarah/mengunjungi makam sebesar 0,57 persen; dan Lainnya sebesar 9,75 persen. Perjalanan lainnya adalah untuk melakukan pendidikan, kesehatan dan olahraga.
Tabel 2.8. Maksud Kunjungan
Apabila dilihat dari daerah asal wisnus maka yang paling banyak melakukan perjalanan ke Kepulauan Bangka Belitung untuk berlibur atau rekreasi justru adalah wisatawan lokal dan wisnus dari Kepulauan Riau masing-masing sebesar 56,19 dan 50,88 persen. Sedangkan maksud kunjungan terbesar kedua adalah mengunjungi teman/keluarga pada wisnus asal DKI Jakarta dan Sumatera Selatan yaitu masingmasing sebesar 56,75 dan 54,42 persen. Wisatawan lokal atau penduduk Kepulauan Bangka Belitung yang melakukan perjalanan untuk mengunjungi teman/keluarga sebesar 29 persen. Ternyata maksud kunjungan untuk berziarah/keagamaan yang merupakan salah satu daya tarik pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung, pada wisatawan nusantara bukan merupakan maksud kunjungan yang besar.
2.3.8
Perkembangan Wisatawan Mancanegara
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki potensi besar dalam bidang pariwisata terutama wisata alam, budaya dan kuliner. Untuk melihat banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat dari banyaknya tamu yang datang ke Bangka Belitung baik yang menginap maupun tidak menginap di hotel atau akomodasi lainnya. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak mempunyai pintu masuk yang langsung bagi wisatawan mancanegara, oleh sebab itu agak sulit dalam meningkatkan dan menghitung jumlah wisatawan mancanegara secara langsung.
2.3.9
Kedatangan Tamu Mancanegara
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak mempunyai pintu masuk yang langsung, karena tidak memiliki bandara internasional. Namun pintu masuk yang ada bagi wisatawan baik mancanegara maupun nusantara adalah Bandara Depati Amir yang berada di Kabupaten Bangka Tengah dan H.As Hanandjoeddin di Kabupaten Belitung. Sedangkan pintu masuk laut adalah pelabuhan yang ada di seluruh kabupaten/kota.
Pelabuhan ini walaupun tidak besar namun bisa dikatakan pintu masuk yang tidak langsung karena kapal/perahu baik besar maupun kecil dapat bersandar di pelabuhan tersebut. Pelabuhan ini (dari yang besar hingga ke yang kecil) terdiri dari Pelabuhan Pangkal Balam (Kota Pangkalpinang), Muntok/Tanjung Kalian (Kabupaten Bangka Barat), Tanjung Pandan (Kabupaten Belitung), Manggar (Kabupaten Belitung Timur), Sungai Selan (Kabupaten Bangka Tengah), Belinyu (Kabupaten Bangka) dan Toboali (Kabupaten Bangka Selatan).
Tabel 2.9. Banyaknya Wisatawan Mancanegara yang Bekunjung ke Kepulauan Bangka Belitung, Tahun 2011
Terlihat pada grafik di atas bahwa wisatawan mancanegara yang datang ke Kepulauan Bangka Belitung paling banyak berasal dari benua Asia yaitu sebesar 51,42 persen yang terdiri dari Malaysia, Singapura, Philipina, Thailand, Jepang, Korea dan yang lainnya; namun yang terbanyak adalah Republik Rakyat China. Wisman dari benua Eropa merupakan yang terbesar kedua yaitu sebesar 31,62 persen dari total wisman yang berkunjung. Kebanyakan wisman asal Eropa ini berkebangsaan Belanda, Perancis, Inggris, Spanyol, Italia dan yang lainnya. Sisanya adalah berasal dari Australia, Amerika dan Afrika.
Tabel 2.10. Profil Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Kepulauan Bangka Belitung, Tahun 2011
Table 2.10. Profil Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Kepulauan Bangka Belitung, Tahun 2011
2.4
KOMPETITOR
2.4.1
Bali
Mengakhiri jaman prasejarah, Bali sudah dituju untuk melakukan pencarian dan perjalanan oleh para penekun spiritual. Rsi Markandeya tercatat sebagai tokoh spiritual dari Jawa yang pertama menjejakkan perjalanan di Bali. Perjalanan melakukan pencarian kesucian batin dan keseimbangan alam lalu menempatkan tonggak tatanan agama Hindu di lereng selatan Gunung Agung yang kini dikenal sebagai Pura Agung Besakih. Pura Basukian dipercaya sebagai tonggak pertama Rsi Markandeya bersama pengikutnya memastikan Bali sebagai tanah tujuan membangun nilai spiritual. Bagai berkelanjutan, tatanan hidup spiritual secara simultan beriring dengan tata pemerintahan di Bali. Pemerintahan Dinasti Warmadewa disebutkan dalam berbagai
naskah kuno amat mendukung kelangsungan hidup beragama dengan budaya dan adat setempat sehingga mengundang kedatangan tokoh-tokoh spiritual dan tanah Jawa. Kedatangan Empu Kuturan pada sektar abad 11 secara pasti mampu merekat tatanan hidup masyarakat lokal dengan tatanan Agama Hindu yang dibawa dari Jawa. Tatanan desa adat dengan konsep parhyangan sebagai personifikasi Tuhan dalam fungsi Tri Murti adalah upaya menampung penyatuan konsep lokal dengan konsep Hindu. Perjalanan spiritual berlanjut dilakukan oleh tokoh Agama Hindu dari tanah Jawa. Penyatuan Nusantara oleh Majapahit adalah puncak dari perjalanan dan transformasi agama dan budaya lokal dengan budaya Hindu. Dalam perjalan waktu, Bali dan masyarakatnya kemudian menjalani keseharian mereka dengan tata kehidupan, agama, seni, dan budaya yang unik. Keunikan inilah kemudian, pada sekitar tahun 1579, menjadi perhatian seorang Belanda bernama Cornelis de Houtman yang melakukan perjalanan ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah. Tanah yang subur, kegiatan pertanian dan keunikan budaya penduduknya dalam menjalani keseharian sungguh menjadi perhatian besar bagi ekspedisi de Houtman.
Berbarengan dengan Indonesia yang dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, Bali mulai dikenal dunia dari sisi budaya. Penguasaan Belanda terhadap Indonesia pun pada sekitar abad 17 dan 18 tidak banyak memberi pengaruh pada kehidupan agama dan budaya di Bali. Hindu di Bali pada masa-masa itu bahkan memasuki masa kejayaan ketika kerajaan di Bali berpusat di Gelgel dan kemudian dipindah ke Smarapura (Klungkung). Awal abad 20, barulah Bali dikuasai oleh Belanda ditandai dengan jatuhnya Kerajaan Klungkung lewat Perang Puputan Klungkung tahun 1908. Sarana Wisata
Sejak penguasaan oleh Belanda, Bali seolah dibuka lebar untuk kunjungan orang asing. Bali tidak saja kedatangan orang asing sebagai pelancong namun tak sedikit para pemerhati dan penekun budaya yang datang untuk mencatat keunikan seni budaya Bali. Dari para penekun budaya yang terdiri dari sastrawan, penulis, dan pelukis inilah keunikan Bali kian menyebar di dunia internasional. Penyampaian informasi melalui berbagai media oleh orang asing ternyata mampu menarik minat pelancong untuk
mengunjungi Bali. Kekaguman akan tanah Bali lalu menggugah minat orang asing memberi gelar kepada Bali. The Island of Gods, The Island of Paradise, The Island of Thousand Temples, The Morning of the World, dan berbagai nama pujian lainnya.
Tahun 1930, di jantung kota Denpasar dibangun sebuah hotel untuk menampung kedatangan wisatawan ketika itu. Bali Hotel, sebuah bangunan bergaya arsitektur kolonial, menjadi tonggak sejarah kepariwisataan Bali yang hingga kini bangunan tersebut masih kokoh dalam langgam aslinya. Tidak hanya menerima kunjungan wisatawan, duta kesenian Bali dari Desa Peliatan melakukan kunjungan budaya ke beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika secara tidak langsung, kunjungan tersebut sekaligus memperkenalkan keberadaan Bali sebagai daerah tujuan wisata yang layak dikunjungi.
Kegiatan pariwisata, yang mulai mekar ketika itu, sempat terhenti akibat terjadinya Perang Dunia II antara tahun 1942-1945 yang kemudian disusul dengan perjuangan yang makin sengit merebut kemerdekaan Indonesia termasuk perjuangan yang terjadi di Bali hingga tahun 1949. Pertengahan dasawarsa 50-an pariwisata Bali mulai ditata kembali dan pada tahun 1963 dibangun Hotel Bali Beach (The Grand Bali Beach Hotel) di Pantai Sanur dengan bangunan berlantai sepuluh. Hotel ini adalah satu-satunya hunian wisata yang berbentuk bangunan tinggi sedangkan sarana hunian wisata (hotel, home stay, pension) yang berkembang kemudian hanyalah bangunan berlantai satu. Pada pertengahan dasa warsa 70-an pemerintah daerah Bali mengeluarkan Peraturan Daerah yang mengatur ketinggian bangunan maksimal 15 meter. Penetapan ini ditentukan dengan mempertimbangkan faktor budaya dan tata ruang tradisional Bali sehingga Bali tetap memiliki nilai-nilai budaya yang mampu menjadi tumupuan sektor pariwisata.
Masa-masa berikutnya, sarana hunian wisata lalu tumbuh dengan sangat pesat di pusat hunian wisata terutama di daerah Badung, Denpasar, dan Gianyar. Kawasan Pantai Kuta, Jimbaran, dan Ungasan menjadi kawasan hunian wisata di Kabupaten Badung,
Sanur, dan pusat kota untuk kawasan Denpasar. Ubud, Kedewatan, Payangan, dan Tegalalang menjadi pengembangan hunian wisata di daerah Gianyar.
Gambar 2.3. Logo Bali
2.5
SWOT
Strength •
Mempunyai alam yang masih alami
•
Kerukunan antar warga yang berasal dari multi-ethnic
•
Pantai berpasir putih dan struktur pantai yang landai
•
Bebatuan-bebatuan granit yang sangat menawan
•
Pemandangan bawah laut yang mengagumkan
•
Dikelilingi ratusan pulau kecil
Weakness •
Kurangnya kesadaran pemerintah dan masyarakat untuk menjaga obyek-obyek wisata
•
Sumber daya manusia yang masih sedikit
•
Tidak adanya upaya pengelolaan lingkungan dan infrastruktur yang ada
Opportunities •
Banyak orang yang menginginkan tempat yang nyaman dan sempurna untuk liburan.
•
Minat wisatawan yang ingin mengunjungi tempat-tempat baru
•
Dapat diakses dari kota besar di Indonesia
•
Adanya film Laskar Pelangi yang berpengaruh terhadap sector pariwisata
Threats •
Kurangnya perawatan dan inovasi oleh pemerintah
•
Kompetitor yang lebih dulu dikenal masyarakat luas
•
Kurangnya investor-investor yang ingin berinvestasi di Bangka Belitung