BAB 2
DATA ANALISA
SUMBER DATA
2.1
Dalam rangka penyusunan Tugas Akhir ini, data dan informasi untuk mendukung proyek tugas akhir ini diperoleh dari berbagai sumber, antara lain: 2.1.1
2.1.2
• • • • • • • •
Wawancara Narasumber Durga tattoo Literatur (buku, artikel cetak, artikel elektronik) Buku Tato by Hatib Abdul Kadir Olong Majalah Magic Ink Buku Kebudayaan Suku Mentawai by Stefano Coronese Artikel Durga tattoo http://argakencana.blogspot.com/2009/12/sejarah-tato.html http://dirty-life13.blogspot.com/2012/03/sejarah-tato-tertua-di-duniadari.html http://argakencana.blogspot.com/2009/12/sejarah-tato.a
2.1.3 Kuesioner Orang dewasa yang berumur 21-35 tahun yang bertempat di Jakarta telah mengisi kuesioner melalui online dan wawancara langsung. 2.2
DATA KASUS
2.2.1
Sejarah Tato Mentawai Orang Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke pantai
barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman Logam, 1500 SM-500 SM. Di Mentawai. Tato dikenal dengan istilah titi. Selain Mentawai dan Mesir, tato juga terdapat di Siberia (300 SM), Inggris (54 SM), Indian Haida di Amerika, suku-suku di Eskimo, Hawaii dan Kepulauan Marquesas. Salah satu kedudukan tato adalah untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi. Tato dukun ( Sikerei ), misalnya, berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli berburu dikenal lewat gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa, kera, burung atau buaya. Sikerei diketahui dari tato bintang sibalu-balu di badannya. Hikayat Arat Sabulungan secara berseloroh.
2
3
Bagi masyarakat Mentawai, tato juga memiliki fungsi sebagai simbol keseimbangan alam. Dalam masyarakat itu, benda-benda seperti batu, hewan dan tumbuhan harus diabadikan di atas tubuh. Fungsi tato yang lain adalah keindahan. Masyarakat Mentawai juga bebas menato tubuh sesuai dengan kreativitasnya. Kedudukan tato diatur oleh kepercayaan suku Mentawai, ‘’Arat Sabulungan’’. Istilah ini berasal dari kata sa (se) atau sekumpulan, serta bulung atau daun. Sekumpulan daun itu dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, diyakini memiliki tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai sebagai media pemujaan Tai Kabagat Koat (Dewa Laut), Tai Ka-leleu (roh hutan dan gunung), dan Tai Ka Manua (roh awang-awang). Arat Sabulungan dipakai dalam setiap upacara kelahiran, perkawinan, pengobatan, pindah rumah, dan penatoan. Ketika anak lelaki memasuki akil balig, usia 11-12 tahun, orangtua memanggil Sikerei dan Rimata (kepala suku). Mereka akan berunding menentukan hari dan bulan pelaksanaan penatoan. Setelah itu, dipilihlah sipatiti-seniman tato. Sipatiti ini bukanlah jabatan berdasarkan pengangkatan masyarakat, seperti dukun atau kepala suku, melainkan profesi laki-laki. Keahliannya harus dibayar dengan seekor babi. Sebelum penatoan akan dilakukan punen enegat, alias upacara inisiasi yang dipimpin Sikerei, di Puturukat (galeri milik sipatiti). 2.2.2 Motif dan makna Terdapat 7 ( tujuh ) macam motif standart pada tubuh laki-laki. 3 macam motif standart pada perempuan Mentawai yang masing-masing motifnya pada tiap bagian tubuhnya merepresentasikan simbol-simbol penghormatan terhadap roh-roh dan agama Arat Sabulungan . Motif Sarepak Abak yang dibuat di bagian punggung laik-laki melambangkan keseimbangan dengan alam yang diambil dari sebuah cadik atau penyeimbang pada sebuah perahu yang pada umumnya dalam suku Mentawai mereka menggunakan perahu banyak dalam kehidupannya sebagai alat transportasi.
Gambar 2.1
4
Motif tato Durukat terletak di bagian dada yang merupakan simbol jati diri suku sekaligus menandakan batas wilayah kesukuan. Seperti suku Sempungan di Uma Sempungan berbeda dengan Sirilogui di Siberut Utara. Garis-garis motif durukat berbeda tiap-tiap suku,contohnya : Tato durukat dari wilayah Silaoinan Hulu, Siberut Utara, memanfaatkan garis-garis halus, dan bidang yang membentang di bagian bawah diisi oleh titik-titik. Sedangkan garis-garis yang mengarah ke atas (leher) diisi dengan garis-garis sejajar dan melintang, hingga membentuk petak-petak dibagian tengah, tepatnya di bawah, terdapat motif lokpok yang menyerupai daun dimana diisi secara bebas dengan garisgaris vertikal dan Diagonal, baik yang naik maupun turun, tanpa meniru garis-garis seperti yang sebenarnya terdapat pada daun.
Gambar 2.2
5
Motif tato Sikaloinan atau buaya, juga dijadikan tanda kenal. Motif Sikaloinan . Di Rokdog, Siberut Selatan bagian tengah, juga dipakai sebagai tanda jati diri suku yang terletak pada bagian pangkal lengan sampai sikut. Motif tersebut hanya memanfaatkan bagian ekor saja (paypay sikaloinan) dari hewan tersebut, sebagai unsur visual yang diabstraksikan, menampilkan struktur dasar dari bentuk ekor buaya.
Gambar 2.3
Motif tato Gagai yang terletak dibagian tangan laki-laki dan perempuan yang merupakan simbol keterampilan atau kepiawaian seseorang dalam menangkap ikan .
6
Gambar 2.4 Motif tato Boug berperan sebagai symbol jati diri suku dan terdapat pada tato bagian paha, berbentuk garis-garis lengkung, dan tersebar di wilayah Rokdog, dan Madobag di Siberut Selatan.
Gambar 2.5 Motif tato Saliou motif yang sama pada betis hingga pergelangan kaki yang ada di bagian tubuh laki-laki dan perempuan.
7
Gambar 2.6 Motif tato Soroi merupakan unsure pada bagian tato utama, yang dipakai oleh kaum pria. Soroi diciptakan oleh masyarakat tradisional Mentawai, didasarkan atas pengamatan bulu ekor ayam yang indah. Hal ini dikemukakan oleh Gobaik Liumang, salah seorang penduduk asli dari desa Puro, Siberut Selatan. Menurut dia: “gambar soroi dipakai sebagai simbol jati diri kesukuan, semata-mata karena keindahan dan warna-warni bulu ekor ayam”. Raga mini memiliki berbagai langgam sesuai dengan masing-masing suku. Soroi di suku Sagare, wilayah Lita, Siberut bagian Tengah, hanya memiliki garis-garis sederhana saja, terdiri dari 4 bagian datar yang bagian ujungnya dicuatkan ke atas, member asosiasi dengan bentuk ekor ayam. Sedangkan soroi dari suku Teteu Gougou di wilayah Muntei, Seiberut Selatan, tampak dengan kemeriahan garis-garisnya, dimana pada bagian bawahnya terdapat “rumbai-rumbai” sehingga ada kesan kemewahan. Lain lagi pemakaian soroi di wilayah Madobag, Siberut Selatan. Soroi suku Sileleubaja terdiri dari 5 garis datar yang pada bagian ujungnya dilekukan ke atas, sedangkan pada bagian garis datar pada bagian bawah, diberi garis-garis terjulai menyerupai “rumbai-rumbai”. Tato dengan motif soroi,
8
terletak pada bagian puser kaum pria dan tersebar di wilayah Lita, Muntei, Madobag dan Sagare.
Gambar 2.7 Garis-garis yang terdapat pada motif tato Mentawai juga memiliki rumusan jarak tertentu, yang biasanya dibedakan dengan jarak satu jari, dua jari, tiga jari dan seterusnya. Dalam teknik Hand Tapping seorang tato artist menggunakan sebuah tongkat kayu pendek yang dipasangi jarum untuk menusukan tinta kedalam lapisan kulit Dermis, yaitu lapisan kedua di bawah Epidermis dengan dipukul sebuah tongkat kayu lain secara manual, dan dikerjakan bersama seorang asisten yang dikenal dengan sebutan “ Skin Stretcher “, yang bertugas menarik kulit si klien sehingga cukup terbentang dengan solid.Pewarna yang dipakai adalah campuran daun pisang dan arang tempurung kelapa. Tato Mentawai berhubungan erat dengan budaya dongson di Vietnam. Diduga, dari sinilah orang Mentawai berasal. Dari negeri moyang itu, mereka berlayar ke Samudra Pasifik dan Selandia Baru. Akibatnya, motif serupa ditemui juga pada beberapa suku di Hawaii, Kepulauan Marquesas, suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, serta suku Maori di Selandia Baru. 2.2.3 Bahan Tinta dan Alat Tato Suku Mentawai Pigmen karbon alami warna hitam dibuat dari serpihan-serpihan dari jelaga yang bisa didapatkan dari kayu atau tempurung kelapa ataupun bambu yang terbakar ataupun jelaga dari tungku pembakaran masakan (yang menggunakan kayu bakar tentu saja) yang dicampur dengan air perasan batang tebu sebagai materi cair dan sekaligus perekat pigmen karbon tersebut. Kedua jenis bahan dasar tersebut dicampur dalam "Takuk", yaitu mangkok dari tempurung kelapa sebagai tempat tinta tattoo yang kemudian biasanya dibawa ke seorang "Sikerei" (dalam bahasa Mentawai yang berarti tetua adat atau shaman) untuk memimpin ritual pembuatan "Titi" (dalam bahasa Mentawai yang berarti tato) yang dibuat oleh seorang "Sipatiti" (= Si - Patiti, sebuah kata Mentawai yang berarti Si pembuat "Titi" atau tato) dengan sebelumnya menggambar sketsa design motif "Titi" pada bagian tubuh yang akan ditato dengan mempergunakan sebuah lidi dari
9
pohon kelapa seperti yang bisa didapatkan dimana-mana, dengan mencelupkannya pada "Takuk" yang berisi bahan tinta tato tersebut. Setelah sketsa motif yang dimaksud telah selesai sesuai dengan formula atau rumus ukuran yang telah sesuai dan telah ditentukan, kemudian dapat dimulai proses "Patiti", yaitu proses pembuatan tato Mentawai dengan mempergunakan "Lilip 'pat", yaitu kayu tipis dan panjang sebagai alat pemukul, "Mabiau", yaitu sebilah kayu bengkok yang sengaja diukir melengkung yang dipasang "Rui Muntei", yaitu duri pohon asam ataupun duri dari pohon jeruk di Mentawai sebagai sebuah jarum untuk menato, sebelum kemudian pada masa-masa berikutnya mereka menggunakan bahan apa saja yang terbuat dari jenis logam yang bisa didapat seperti peniti, kawat atau paku kecil yang sedikit diruncingkan. 2.2.4 Sosok Seniman Dalam Kebudayaan Mentawai Di Mentawai tak dikenal fungsi khusus sebagai seniman. Barang-barang kerajinan ataupun dekorasi yang terbuat dari kayu, rotan dan akar pohon kebanyakan dibuat sendiri oleh pemiliknya (Sibakkat). Terkecuali sehubungan dengan bendabenda yang pembuatannya cukup sulit misalnya perahu lesung atau sampan dan Uma (rumah panjang), ada kalanya meminta bantuan orang lain. Seperti halnya ketika dulu masih banyak pembuatan Perisai (Koraibi) yang memerlukan hiasan-hiasan spiral yang rapi dan simetris. Sama halnya bahwa mereka akan meminta tolong ketrampilan orang lain dalam pembuatan tato (Titi) dan proses meruncingkan gigigigi bagian depan atas dan bawah. Biasanya imbalan yang didapat oleh si "Seniman" ini tidak lebih dari undangan untuk makan-makan bersama atau pemberian bekal bagian (Otsai) atau juga masih diberikan pula seekor ayam hidup.Seekor babi hidup akan diberikan sebagai imbalan pembuatan perahu lesung atau sampan. Ketrampilan membuat benda-benda yang bernilai seni akan menaikkan martabat seseorang. Peningkatan martabat inilah yang rasanya lebih menarik bagi seseorang untuk memberikan jasa dibandingkan dengan imbalan yang tak seberapa itu. Benda-benda bernilai seni yang tidak begitu memiliki kegunaan teknis merupakan milik segenap anggota Uma dan selalu dibuat beramai-ramai. Pada pembuatan burung-burungan (Siagau) yang biasanya digunakan untuk menghias interior dan exterior sebuah Uma, sering secara bersama-sama membuatnya seperti ada yang membuat bagian dannya, sayap, menggambarinya dan menghiasnya dengan serat-serat tumbuhan.
2.2.5 Tato Mulai Ditinggalkan Siberut Jangan berharap menemukan tato menghias tubuh kawula muda. Seiring pangaruh dunia luar, tradisi bertato atau Titi mulai ditinggalkan di Siberut Utara. Jika dulu orang yang bertato dianggap sebagai lambang orang yang sehat dan kuat di Mentawai, kini anggapan itu telah beralih sebagai orang yang ketinggalan zaman. Di Siberut, yang merupakan pusat dan asal kebudayaan Mentawai, masih ada sejumlah generasi tua di kampung pedalaman yang masih menggunakan tato. Di
10
kampung-kampung bagian selatan seperti di Sarereiket, Ugai, Matotonan, Madobak, Simatalu, Sakuddei, dan Simalegi masih bisa dijumpai warga yang memakai tato. Sedangkan Siberut bagian utara tato masih dijumpai pada generasi tua di daerah Simatalu Bai, Lubaga, Tobbilak, Kulumen, Masaba, dan Muntei. Namun jangan berharap menemukan tato menghias tubuh kawula muda. Sudah jarang sekali karena banyak yang meninggalkan tradisi tato. Umumnya mereka yang sudah berinteraksi dengan dua modern, seperti melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA yang hanya terletak di ibukota kecamatan atau ke Padang sudah enggan di tato karena dianggap ketinggalan zaman. Mereka mengatakan, ditinggalkannya tradisi tato ini karena dianggap orang yang terbelakang dan pada umumnya orang yang memakai tato biasanya dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak menggunakan baju atau celana sebagai penutup badan tetapi menggunakan kabit. "Memakai tato dianggap terbelakang, apalagi orang yang bertato biasanya tidak menggunakan baju dan sehari-hari memakai kabit," kata tokoh masyarakat Simaatalu Bai, Ignantius Inep. Ady Rosa, peneliti tato dari Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Padang menyimpulkan, seni tato yang oleh orang Mentawai disebut Titi mulai dikenal di Mentawai sejak orang Mentawai datang antara tahun 1500 sampai 500 Sebelum Masehi. Mereka adalah suku bangsa protomelayu yang datang dari Yunani, kemudian berbaur dengan budaya Dongson. Di Siberut terdapat 160 motif tato. Bagi orang Mentawai tato berfungsi sebagai tanda kenal wilayah dan kesukuan yang tergambar lewat tato utama. Ini semacam kartu tanda penduduk. Selain itu juga sebagai status sosial dan profesi. Motif yang digambarkan tato ini menjelaskan apa profesi si pemakai, misalnya sikerei (tabib dan dukun), pemburu binatang, atau orang awam. Tato juga menjadi hiasan tubuh atau keindahan. Ini tergambar lewat mutu dan kekuatan ekspresi si pembuat tato (disebut "sipatiti") melalui gambar-gambar yang indah. Mulai hilangnya tato di Siberut Utara juga karena pengaruh orang tua yang tidak memaksakan anaknya menggunakan tato. Kepala Dusun Simatalu Bai Tadeus menyayangkan mulai hilangnya budaya tato di Siberut. "Anak muda Mentawai menurut saya boleh saja tidak memakai titi, tetapi budaya tersebut jangan sampai dilupakan, karena itu merupakan kekayaan Mentawai, jangan sampai Titi tinggal kenangan," katanya.
2.2.6 Tradisi Tato Mentawai : Dihancurkan Secara Sistematis Pulau Siberut merupakan pulau terbesar dari hamparan kepulauan Mentawai yang terdiri dari 40 pulau. Pulau Siberut terletak di Utara, tiga pulau besar lainnya adalah Sipora di tengah, Pagai Utara dan Selatan yang terdapat di Selatan. Di pulaupulau itulah suku Mentawai menetap dengan adat dan tradisinya yang unik. Berbeda dengan suku-suku lain yang mendiami pulau tetangganya, Sumatera. Tidak seperti
11
leluhurnya dari suku Mentawai, Pance Satoko tidak memiliki tato di tubuhnya dan tidak lagi mempraktekkan ritual-ritual Arat Sabulungan. Arat Sabulungan merupakan satu sistem pengetahuan, nilai dan aturan hidup yang dipegang kuat yang diwariskan oleh leluhur suku Mentawai. Mereka meyakini adanya dunia roh-roh dan jiwa. Setiap benda yang ada, hidup atau mati mempunyai jiwa dan roh seperti manusia. Mereka harus diperlakukan seperti manusia. Karena itu orang-orang tidak boleh menebang pohon sembarangan, tanpa izin panguasa hutan (taikaleleu) serta kesediaan dari roh dan jiwa dari kayu itu sendiri. Untuk menjaga keseimbangan dan keharmonisan dengan dunia roh-roh, manusia dan alam suku Mentawai mempersembahkan berbagai sesaji dan melakukan berbagai ritual. Tradisi rajah atau dalam bahasa Mentawai titi merupakan salah satu bentuk pengungkapan jati diri dan identitas orang Mentawai yang telah diwariskan leluhur mereka secara turun-temurun. Tato Mentawai merupakan bentuk seni rupa tradisional yang sangat terkenal di dunia, namun kini di daerah asalnya terancam kepunahannya. Jika kita berkunjung ke pulau Pagai dan Sipora, di sana kita tidak lagi menemukan orang-orang Mentawai yang melanjutkan tradisi tato dan ritual-ritual Arat Sabulungan hanya tinggal cerita dari leluhur di masa-masa yang telah berlalu. Leluhur orang Mentawai meninggalkan kisah tentang asal-usal mereka yang datang dari pulau Nias, di sebelah utara kepulauan Mentawai. Adapun nama Mentawai berasal dari “Aman Tawe.” Konon, dahulu kala Ama Tawe pergi memancing ke laut dan terjadilah badai yang dahsyat sehingga menyeret Ama Tawe dan mendamparkannya di suatu tempat yang asing. Ama Tawe menemukan di pulau yang baru itu tanah yang amat subur. Terdapat banyak sumber makanan. Pohon sagu dan keladi tumbuh sendiri tanpa ada yang menanam dan merawatnya. Kemudian Ama Tawe kembali ke Nias, memutuskan untuk mengajak istri dan anak-anaknya untuk menetap di Mentawai. Keturunan Ama Tawe lah yang mendiami daerah itu dan lama-kelamaan menyebar ke seluruh kepulauan. Legenda tentang asal-usul suku Mentawai itu meragukan bagi banyak peneliti. Dan para peneliti itupun, dari berbagai hipotesa yang mereka paparkan, belum ada kesepakatan tentang asal-usul suku Mentawai ini. Misalnya Neuman dan Von Rosenberg mengajukan hipotesa bahwa orang Mentawai berasal dari Polinesia. Neuman yakin orang Mentawai adalah sisa orang Polinesia yang terusir oleh kedatangan orang Melayu yang mendominasi pulau Sumetera. Sementara itu, karena berbagai persamaannya dengan suku-suku yang mendiami kepulauan Pasifik, Von Rosenberg menyatakan bahwa suku Mentawai langsung berasal dari Lautan Pasifik (Orao Neptutinuanus). Adapun dua peneliti lainnya, Mess dan Morris mengungkapkan bahwa orang Mentawai tidak identik dengan orang Melayu dan bahasa Mentawai ada kemiripan dengan bahasa Batak. Dan Dr. Oudemans mengatakan bahwa orang Mentawai serumpun dengan orang Batak dan pulau-pulau Batu di Nias. Memang Arat Sabulungan tidak bisa disamakan dengan “aliran kepercayaan” sebab kepercayaan ini sudah ada turun-temurun sejak leluhur suku Mentawai ada pertama sekali. Tetapi kategorisasi yang dibuat pemerintah sejak jaman Presiden Soekarno, memasukkan Arat Sabulungan sebagai bentuk aliran kepercayaan, juga kepercayaan animisme lainnya yang sudah ada pada leluhur bangsa-bangsa di
12
Nusantara. Karena dianggap meresahkan kehidupan beragama, bermasyarakat dan berbangsa, Arat Sabulungan dihapuskan oleh Pemerintah melalui satu kebijakan melalui SK No.167/PROMOSI/1954. Kemudian di Mentawai, Rapat Tiga Agama (1954), mengadakan aksi nyata yang intinya memerintahkan kepada orang Mentawai untuk meninggalkan Arat Sabulungan dengan mememilih satu agama yang diakui Pemerintah. Dan puncaknya terjadi pada jaman Orde Baru Soeharto antara tahun 1970 sampai dengan tahun 1980an, dimana secara represif orang-orang Mentawai dipaksa untuk meninggalkan tradisi tato dan Arat Sabulungan dengan menangkapi mereka yang ketahuan mempraktekkannya dan dengan membakari perangkatperangkat upacara mereka. Dulu orang Mentawai membuat tato di tempat yang jauh dari pemukiman penduduk, yang hanya dilakukan oleh sikerei dan orang yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan generasi muda juga jarang yang menyaksikan proses pembuatan tato dan mereka enggan mempelajarinya. Apalagi setelah masuknya berbagai pengaruh modern dan dibangku sekolah mereka diajarkan bahwa kepercayaan leluhur mereka adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tradisi penyembahan terhadap berhala dan roh-roh. Bahkan seorang pemuda setempat yang ingin memiliki tato tengkorak, ketika kami tanya kenapa dia tidak ingin dibuat tato Mentawai, pemuda belasan tahun tersebut mengatakan bahwa tato Mentawai dan kepercayaan leluhurnya—Arat Sabulungan— adalah kepercayaan setan. Pada tahun 1970 dan 1980an ketika Orde Baru dengan ganas-ganasnya membasmi kepercayaan animisme suku-suku di pedalaman, masyarakat di Matotonan juga mengalaminya.
2.3
DATA PENERBIT
Gambar 2.8 Gramedia Pustaka Utama Penerbit Gramedia mulai menerbitkan buku sejak tahun 1974. Buku pertama yang diterbitkan adalah novel Karmila, karya Marga T. Sedangkan untuk buku nonfiksi pertama adalah Hanya Satu Bumi, yang ditulis oleh Barbara Ward dan René Dubois (diterbitkan bekerjasama dengan Yayasan Obor). Yang kemudian disusul oleh buku seri anak-anak pertama Cerita dari Lima Benua, dan kemudian seri-seri yang lain. Dengan misi “Ikut mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa serta masyarakat Indonesia melalui bacaan yang menghibur dan mendidik”, Gramedia Pustaka Utama berusaha untuk menjadi agen pembaruan bagi bangsa ini dengan
13
memilih dan memproduksi buku-buku yang berkualitas, yang memperluas wawasan, memberikan pencerahan, dan merangsang kreativitas berpikir. Gramedia Pustaka Utama berfokus pada dua bidang utama, yakni fiksi dan non-fiksi. Bidang fiksi dibagi menjadi fiksi anak-anak dan pra-remaja, remaja, dewasa. Bidang non-fiksi dibagi menjadi humaniora, pengembangan diri, bahasa dan sastra Indonesia, bahasa Inggris/ELT, kamus dan referensi, sains dan teknologi, kesehatan, kewanitaan (masakan, busana), dll.
2.4
STRUKTUR BUKU Cover Depan Judul dalam Sejarah Tato Mentawai Motif dan Makna 1. Motif Sarepak Abak 2. Motif tato Durukat 3. Motif tato Sikaloinan 4. Motif tato Gagai 5. Motif tato Boug 6. Motif tato Saliou 7. Motif tato Soroi Bahan tinta dan alat tato suku Mentawai Sosok Seniman Dalam Kebudayaan Mentawai Tato Mulai Ditinggalkan Siberut Tradisi Tato Mentawai : Dihancurkan Secara Sistematis Daftar Pustaka Note
2.5
Format Buku Jenis Cover
: Hard Cover
Ukuran
: 20 cm x 20 cm
Lembar Halaman
: + 40 halaman
14
2.6
KHALAYAK SASARAN
Geografi • •
Daerah Kota besar di Indonesia; Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Denpasar Lingkungan perkotaan yang mayoritas belum mengenal arti tato
Demografi •
Umur : 21-35 tahun Orang dewasa, , laki-laki dan perempuan, SES: B-A
•
Jenis Kelamin : Laki-laki dan perempuan
•
Golongan : Menengah ke atas
Psikografi • Orang yang suka dengan hal-hal baru • Suka dengan seni tato
2.7
Kompetitor
2.7.1 Body Painting
Gambar 2.9 Body painting adalah suatu karya seni lukis yang di goreskan bukan di kertas tapi di tubuh manusia yang di ambil untuk karya seninya. Karya seni body painting sangat bagus seperti tato, tetapi body painting ini bisa dihapus kalau tato tidak bisa. karya seni Body panting ini juga menyimpang dari ajaran agama di karenakan body painting ini menanggalkan busana, maka dari itu body panting ini di sebut juga bugil telanjang. Sebenarnya body painting ini apa sih?? kenapa selalu wanita jadi object karya seni yang menyimpang dengan cara melukis di tubuh manusia.
15
Ada yang menyebutnya karya seni modern di mana orang seniman menorekan di tubuh manusia dengan cat warna-warni yang berbahan dasar cat air, body painting ini kebanyakan di pertontonkan pada malam hari dan kebanyakan di dunia malam, soalnya body painting ini pelakunya di cat dengan cara setengah telanjang atau pun telanjang bulat,karya seni porno ini sering sekali di pertontonkan di club-club malam dan juga sangat banyak sekali di Indonesia ini, untuk memamerkan body painting.
2.8
ANALISA KASUS
2.8.1 Strenght • •
Informasi lengkap tentang tato Mentawai beserta sejarahnya Informasi perkembangan tato di Indonesia
2.8.2 Weakness • Merupakan buku baru dan belum dikenal orang • Desain dan proses tato Mentawai tidak menarik sehingga banyak yang tidak mau membaca buku tentang sejarah tato di Indonesia
2.8.3 • • •
2.8.4 • •
2.9
Opportunity Tidak banyak buku yang membahas sejarah tato di Indonesia Dapat merubah pandangan masyarakat terhadap tato Tidak ada buku tentang tato Mentawai
Threat Masih banyaknya pandangan negatif terhadap tato Ketidakpedulian terhadap seni tato
Faktor positif ( pendukung ) -
2.10 -
Masih adanya seniman tato yang ingin membuat pandangan tato lebih baik
Faktor Negatif ( penghambat ) Banyak orang yang masih memandang tato sebagai simbol kriminalitas