4 BAB 2
DATA & ANALISA
2.1 Sumber Data 2.1.1 Sejarah Jamu Tradisi meracik dan meminum jamu telah berjalan ratusan bahkan ribuan tahun, dan sudah membudaya pada periode kerajaan Hindu-Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Prasasti Madhawapura dari jaman Majapahit yang menyebut adanya profesi tukang meracik jamu yang disebut “Acaraki”. Tradisi tersebut terus dikembangkan di keraton Yogya dan Solo, yang kemudian menjadi referensi utama bagi hampir semua perusahaan jamu di Indonesia. Sampai permulaan abad XX tradisi tersebut masih menjadi sesuatu yang ekslusif, hanya dikerjakan oleh kalangan tertentu saja. Jamu adalah sebutan orang Jawa terhadap obat hasil ramuan tumbuh-tumbuhan asli dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai aditif dan telah terbukti khasiatnya selama berabad-abad. Jamu diartikan sebagai racikan tumbuhan yang digunakan dalam penyembuhan tradisional dan alami, pemeliharaan kesehatan dan kecantikan alami, serta racikan tumbuhan untuk makanan dan minuman tradisional. Resep racikan jamu sudah berumur ratusan tahun dan digunakan secara turun temurun sampai saat ini. Sebutan ini diperkenalkan pada publik oleh “dukun” atau “tabib”, ahli pengobatan tradisional jaman dulu, dari sinilah tradisi minum jamu memasyarakat. Diperkirakan 80% penduduk Indonesia pernah menggunakan jamu. Jamu pertama kali berkembang di daerah Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta dan Jawa Timur. Dua daerah itu merupakan cikal bakal perkembangan obat tradisional
5 di Indonesia. Di daerah-daerah lain di Indonesia, pengobatan menggunakan obat tradisional juga sudah banyak dimanfaatkan dengan nama atau istilah yang berbeda, namun perkembangannya sebagai industri tidak secepat dan sebaik dengan yang ada di pulau Jawa. Secara umum, dapat dilihat bahwa minum jamu sudah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Hal ini ditandai dengan peranan jamu yang sangat beragam bagi kehidupan, mulai dari proses kelahiran, masa remaja, dewasa, hingga masa tua. Masyarakat meminum jamu dengan maksud menjaga kesehatan, kekuatan, maupun kecantikan, karena jamu adalah suatu sistem yang bersatu antara kesehatan luar & dalam tubuh, serta kecantikan. Sebagai unsur budaya dapat dikatakan bahwa jamu telah berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, seiring dengan berkembangnya peradaban masyarakat Jawa. Hal ini dapat dilihat dari gambar-gambar relief di candi-candi seperti Candi Borobudur, Prambanan, Penataran, dan Tegalwangi berupa gambar-gambar pohon kamboja, maja, maja keling, buni, dan lain-lain (tahun 772 setelah Masehi). Resep jamu diturunkan kepada generasi berikutnya dengan dituangkan dalam sekar-sekar atau tembang-tembang yang dapat kita baca dalam buku “Serat Centini”.
2.1.2. Tatacara Meracik Jamu Seni meracik jamu sudah menjadi ilmu yang turun temurun sejak jaman nenek moyang kita. Pekerjaan meracik dapat mempengaruhi manfaat dan kenikmatan rasa jamu. Untuk mendapatkan manfaat yang baik, perlu diperhatikan higiene dan sanitasi pada proses pembuatan jamu tersebut. Perbedaan antara higiene dan sanitasi ialah higiene
lebih
mengarah pada aktivitas
manusia
sedangkan sanitasi
lebih
menitikberatkan pada faktor-faktor lingkungan. Agar diperoleh jamu yang memenuhi
6 persyaratan kesehatan, perlu diperhatikan hal-hal seperti air yang digunakan, kondisi pembuat jamu, bahan baku, peralatan, serta wadah yang akan digunakan harus bersih, selain itu kebenaran bahan, ketepatan takaran, dan kualitas bahan menjadi sangat penting.
2.1.3. Bentuk Jamu Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris saja. Obat herbal terstandar (Scientific based herbal medicine) yaitu obat bahan alam yang disajikan dari ekstrak atau penyaringan bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan mahal, serta ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine) merupakan bentuk obat bahan alam dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya telah terstandar serta ditunjang oleh bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia (Maheshwari, 2002). Namun ketiga jenis obat bahan alam tersebut sering disebut juga sebagai jamu. Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan jamu tradisional di Indonesia cukup melimpah. Hasil riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan bahwa Indonesia memiliki 30.000 spesies tanaman obat dari total 40.000 spesies yang ada di di
7 seluruh dunia. Walaupun Indonesia baru memanfaatkan sekitar 180 spesies sebagai bahan baku obat bahan alam dari sekitar 950 spesies yang berkhasiat sebagai obat. Ada beberapa bentuk formula jamu yang siap pakai. Bentuk cair dan serbuk merupakan bentuk yang paling umum. Namun adanya perkembangan teknologi membuat bentuk jamu tidak terkesan tradisonal lagi. Banyak produsen jamu yang sudah mencetaknya dalam bentuk permen, pil, kapsul, kaplet, maupun cair. Keunggulan jamu jika dibandingkan dengan obat modern adalah, jamu memiliki khasiat yang lebih baik serta resiko efek samping yang lebih kecil. Hal itu karena jamu terbuat dari bahan-bahan alami sehingga tidak mengandung zat aditif dan bahan kimiawi sintetis. Ketika dunia barat mendengungkan semboyan “Back To Nature”, kita sebenarnya telah mendahului memanfaatkan obat alam dalam pelayanan kesehatan, hanya saja karena lambannya pertumbuhan semangat cinta obat alam tersebut, maka sampai kinipun perjuangan untuk memulihkan kedudukan obat alam dalam dunia kesehatan masih harus terus kita lakukan.
2.1.4. Industri Jamu di Indonesia Di Indonesia, industri jamu memiliki asosiasi yang diakui pemerintah sebagai asosiasi bagi pengusaha jamu dan obat bahan alam di Indonesia yaitu Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat bahan alam Indonesia (GP Jamu). Anggota GP Jamu terdiri dari produsen, penyalur dan pengecer. Hingga saat ini GP Jamu menghimpun 908 anggota, yang terdiri dari 75 unit industri besar (Industri Obat bahan alam/IOT) dan 833 industri kecil (Industri Kecil Obat bahan alam/IKOT). Saat ini, di Indonesia terdapat kurang lebih 600 industri jamu, besar dan kecil, sementara jumlah pengrajin jamu hampir mencapai 400 pengrajin.
8 Industri jamu juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan permintaan konsumen. Pengembangan Industri jamu yang berbasiskan tanaman obat alami / bahan natural, dapat dikembangkan dalam berbagai bidang produk, antara lain : Herbal Medicine, Herbal Food, Herbal Drinks, Herbal Cosmetics, Herbal Candy, Herbal Tea, Herbal Flower, dan lain-lain.
2.2 Data Mandatoris
PT. Gramedia Pustaka Utama Penerbit Gramedia mulai menerbitkan buku sejak tahun 1974. Buku pertama yang diterbitkan adalah novel Karmila, karya Marga T. Sedangkan untuk buku non-fiksi pertama adalah Hanya Satu Bumi, yang ditulis oleh Barbara Ward dan Ren‚ Dubois (diterbitkan bekerjasama dengan Yayasan Obor). Yang kemudian disusul oleh buku seri anak-anak pertama Cerita dari Lima Benua, dan kemudian seri-seri yang lain. Dengan misi “Ikut mencerdaskan dan memajukan kehidupan bangsa serta masyarakat Indonesia”, Gramedia Pustaka Utama berusaha keras untuk menjadi agen pembaruan bagi bangsa ini dengan memilih dan memproduksi buku-buku yang berkualitas, yang memperluas wawasan, memberikan pencerahan, dan merangsang kreativitas berpikir. Melalui pengalaman jatuh-bangun dan melihat kebutuhan pasar, Gramedia Pustaka Utama akhirnya mengkonsentrasikan diri untuk menggarap dua bidang utama, yakni fiksi dan non-fiksi. Bidang fiksi dibagi menjadi fiksi anak-anak dan pra-remaja,
9 remaja, dewasa. Bidang non-fiksi dibagi menjadi humaniora, pengembangan diri, bahasa dan sastra Indonesia, bahasa Inggris/ELT, kamus dan referensi, sains dan teknologi, kesehatan, kewanitaan (masakan, busana), dsb. Karena misi dan visi itu pula, Gramedia berusaha memilih penulis-penulis yang berkualitas. Di deretan fiksi kita mengenal nama-nama yang memiliki reputasi internasional seperti: John Grisham (penulis legal thriller), Sidney Sheldon, Agatha Christie, Danielle Steel, Sir Arthur Conan Doyle, dll.; dan lima penulis wanita paling top di Indonesia: Marga T., Mira W, Maria A. Sardjono, V. Lestari, dan S. Mara Gd. Di deretan non-fiksi untuk penulis lokal ada Hermawan Kartajaya, Kwik Kian Gie, Rhenald Kasali, Husein Umar, Vincent Gaspers, Andreas Harefa, Anand Krishna, Hembing W., Nila Chandra, Marry Winata, Rudy Choirudin, dll.; dan untuk penulis asing (terjemahan) ada: Jack Canfield & Mark Victor Hansen (Seri Chicken Soup for the Soul), John Gray, Daniel Goleman, John P. Kotter, Joe Girard, Andrew Weil, dll.
PT. Gramedia Pustaka Utama Alamat : Jl. Palmerah Barat 33-37, Jakarta 10270 Telepon: (021) 53677834 (hunting) ext. 3251, 3252, 3258 Fax
: (021) 5360316, 5360315, 5300545
2.3 Data Isi Buku Judul Buku
: Jamu, Tradisi Kecantikan Wanita Indonesia
1. Cover Luar 2. Cover Dalam 3. Colophone
10 4. Daftar Isi 5. Kata Pengantar 6. Pengenalan Terhadap Jamu 1) Tentang Jamu 2) Filosofi dibalik Khasiat Jamu 3) Jamu & Fungsinya 7. Sejarah Jamu di Indonesia 1) Jamu dari Masa ke Masa 8. Bahan Baku Jamu 9. Pembuatan Jamu 1) Peralatan Meramu Jamu 2) Cara Pembuatan Jamu 10. Rahasia Kecantikan Luar & Dalam 1) Jamu dalam Kehidupan Wanita 11. Daftar Tanaman Obat 12. Daftar Pustaka
2.4 Data Kompetitor 2.4.1 Buku “Beras Kencur - Cabe Lempuyang, Jamu Tradisional” Buku tentang Jamu sebagai bagian budaya pengobatan tradisional di Indonesia. Buku ini merupakan buku terbitan tahun 1988, oleh Yayasan Djojo Bojo, Surabaya. Berisi bermacam-macam resep jamu untuk pengobatan berbagai macam penyakit, dilengkapi dengan sketsa cara pembuatan jamu, tanpa ditunjang oleh desain komposisi layout yang menarik.
dan
11 2.4.2 Buku “Alam Sumber Kesehatan” Buku terbitan tahun 1998, oleh Mooryati Sudibyo, BRA ini berisi tentang tradisi jamu sebagai bagian budaya masyarakat keraton Yogyakarta, dilengkapi dengan keterangan lengkap tanaman obat-obatan di Indonesia, tetapi hanya berisikan sedikit resep jamu untuk perawatan kecantikan dan kesehatan. Lebih banyak membahas tentang tanaman-tanaman obat di Indonesia. 2.4.3 Buku “Jamu, The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing”
Gambar 2.4.3.1 Buku ”Jamu, The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing”
Buku terbitan tahun 2001, oleh Susan Jane Beers ini merupakan buku yang membahas tentang jamu di Indonesia sebagai bagian dari budaya masyarakat Indonesia, tidak memuat resep-resep jamu, berbahasa Inggris dan lebih bertujuan mengenalkan jamu kepada dunia internasional.
2.5 Target Target publikasi buku ini adalah wanita Indonesia yang tinggal di perkotaan, berasal dari golongan ekonomi menengah dan menengah ke atas, menghargai kekayaan alam dan kebudayaan Indonesia, serta peduli akan kecantikan dan tradisi perawatan kesehatan alami Indonesia, meracik dan meminum jamu.
12 2.6 Analisa SWOT 2.6.1 Strength
Buku yang akan dibuat merupakan buku tentang jamu sebagai tradisi budaya, juga berisi resep-resep jamu yang dapat diterapkan sendiri, serta memiliki layout dan visual yang menarik
2.6.2 Weakness
Wanita jaman sekarang sebagai target buku ini sudah semakin sedikit yang memiliki keingintahuan tentang jamu untuk perawatan kecantikannya
2.6.3 Opportunity
Kesadaran masyarakat dunia untuk kembali menggunakan bahan-bahan alami (back to nature), memberikan peluang untuk buku ini dapat laku dipasaran
2.6.4 Threat
Gaya hidup masyarakat modern yang serba instan menyebabkan masyarakat lebih mudah untuk membeli jamu-jamu instan daripada menerapkan resepnya sendiri di rumah