BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Penelitian Transaksi dalam kegiatan bisnis dapat berjumlah ratusan kali bahkan ribuan kali per hari. Hal ini tidak menutup kemungkinan terjadi sengketa (dispute atau difference), sengketa terjadi di antara pihak-pihak yang saling berkaitan dengan bisnis tersebut. Sengketa menuntut adanya pemecahan dan penyelesaian. Semakin cepat, efektif dan efisien suatu penyelesaian sengketa semakin baik keadaannya untuk kedua belah pihak. Jumlah transaksi berkorelasi positif terhadap jumlah frekuensi sengketanya. Artinya, semakin banyak transaksi bisnis yang terjadi, semakin sering pula terjadi sengketa. Implikasinya, banyak kasus sengketa yang harus segera diselesaikan oleh kedua belah pihak. Pembiaran sengketa bisnis yang tidak segera diselesaikan akan berdampak negatif pada banyak hal. Dampak negatif tersebut antara lain: 1. Perkembangan pembangunan yang tidak efisien; 2. Produktivitas perusahaan jadi rendah; 3. Perkembangan bisnis jalan di tempat; 4. Biaya operasional perusahaan menjadi besar, dan lain-lain.1 Dinamika dan kemajuan yang terjadi di dalam kegiatan ekonomi dan bisnis itu ternyata telah membawa implikasi yang cukup mendasar terhadap pranata maupun lembaga hukum. Implikasi terhadap pranata hukum disebabkan sangat tidak 1
Fitrotin Jamilah, 2014, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis, Pustaka Yustisia, Jakarta, hlm 3.
1
memadainya perangkat norma untuk mendukung kegiatan ekonomi dan bisnis yang sedemikian pesat. Kondisi tersebut kemudian diupayakan untuk diatasi dengan melakukan reformasi hukum di bidang kegiatan ekonomi. Berbagai upaya dilakukan melalui pembaharuan atas substansi produk-produk hukum yang sudah tertinggal maupun dengan membuat peraturan perundang-undangan baru mengenai bidangbidang yang menunjang kegiatan ekonomi dan bisnis. Implikasi dari kegiatan bisnis yang pesat terhadap lembaga hukum berakibat juga terhadap pengadilan yang dianggap tidak profesional untuk menangani sengketa-sengketa bisnis, tidak independen, bahkan para hakimnya telah kehilangan integritas moral dalam menjalankan profesinya. Akibatnya, lembaga pengadilan yang secara konkret mengemban tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan ketika menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap sengketa yang diajukan, dianggap sebagai tempat penyelesaian sengketa yang tidak efektif dan efisien.2 Gambaran tentang kondisi pengadilan semacam itulah yang selama ini dipahami oleh kalangan pengusaha, terutama pengusaha asing yang berbisnis di Indonesia. Disamping itu masih ditambah pula dengan kondisi obyektif lainnya dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan, yaitu bahwa menyelesaikan sengketa melalui pengadilan di Indonesia sesungguhnya merupakan rangkaian yang sangat panjang dari sebuah proses upaya pencari keadilan. Oleh karena itu dapat dimengerti apabila kalangan dunia usaha terutama pengusaha asing yang senantiasa mengupayakan segala urusan dengan serba cepat, ketika menghadapi sengketa akan 2
Eman Suparman, 2012, Arbitrase & Dilema Penegakan Keadilan, PT Fikahati Aneksa bekerja sama dengan BANI Arbitration Centre, Jakarta, hlm 2.
2
berusaha memilih forum penyelesaian sengketa yang menurut kriteria mereka lebih dapat dipercaya dan sesuai dengan budaya bisnis. Forum penyelesaian sengketa dimaksud biasanya memiliki karakteristik : 1.
Menjamin kerahasiaan materi sengketa,
2.
Para pihak yang bersengketa mempunyai kedaulatan untuk menetapkan arbiter, tempat prosedur beracara, dan materi hukum,
3.
Melibatkan pakar-pakar (arbiter) yang ahli dalam bidangnya,
4.
Prosedurnya sederhana dan cepat, dan
5.
Putusan forum tersebut merupakan putusan yang terakhir serta mengikat (final and binding).
Faktor yang tidak kalah penting adalah putusan dari forum tersebut, baik sengaja maupun tidak sengaja sama sekali tidak dipublikasikan kepada khalayak secara luas tanpa ijin para pihak yang bersengketa. Adapun forum penyelesaian sengketa yang karakteristiknya semacam itu tidak lain adalah forum arbitrase (arbitration).3 Dalam upaya meningkatkan laju perekonomian masyarakat di Provinsi Riau, pemerintah daerah bertekad melakukan terobosan dengan program pembangunan infrastruktur berupa pembangunan jalan dan jembatan untuk memperlancar mobilitas arus barang dan jasa antar daerah di wilayah tersebut. Menjelang akhir tahun 2014 Pemerintah Provinsi Riau cq. Dinas Kimpraswil Provinsi Riau melakukan pelelangan umum terbuka Proyek Multi Years atas tujuh ruas Jalan dan dua ruas Jembatan bentang panjang, dan menetapkan sembilan perusahaan kontraktor nasional sebagai 3
Ibid., hlm. 4.
3
pemenang untuk melaksanaan pembangunan jalan dan jembatan tersebut secara multi years
selama
empat
tahun
anggaran
dengan
nilai
total
sebesar
Rp.1.608.810.792.261,00 dan dengan rincian sebagai berikut: 1. PT. Waskita Karya (Persero), dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangunan Jembatan Teluk Mesjid, di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.187.734.083.803,20,2. PT. Istaka Karya (Persero), dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangungan Jalan Sp. Kumu – Sontang – Duri, berlokasi di Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.149.138.839.223,90,3. PT. PP (Persero) Tbk, dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangunan Jembatan Perawang, berlokasi di Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.161.972.440.754,92,- dan Proyek Pembangunan Jalan Bagan Jaya – Enok – Kuala Enok, berlokasi di Kabupaten Indragiri Hilir, dengan nilai kontrak sebesar Rp.208.038.352.280,74,4. PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangungan Jalan Dalu – Mahoto – Sp. Manggala, berlokasi di Kabupaten Rokan Hulu dan Rokan Hilir, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.147.789.157.307,00,5. PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk, dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangunan Jalan Sorek – Teluk Meranti – Guntung, berlokasi di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.180.132.703.875,28,-
4
6. PT. Hutama Karya (Persero) – PT. Duta Graha Indah JO, dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangunan Jalan Sei Akar – Bagan Jaya, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.191.600.600.600,94,7. PT. Modern Widya Tehnical – PT. Anisa Putri Ragil JO, dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangunan Jalan Sei Pakning – Teluk Mesjid – Sp. Pusako, berlokasi di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Siak, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.146.539.853.303,34,8. PT. Harap Panjang, dengan lingkup pekerjaan Proyek Pembangunan Jalan Pelintung – Sepahat – Sei Pakning, berlokasi di Kota Dumai dan Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, dengan nilai kontrak sebesar Rp.235.864.761.111,78,Pada penghujung tahun 2004 tepatnya 15 Desember 2004 sembilan perusahaan kontraktor pelaksana tersebut masing-masing telah sepakat dan menandatangani kontrak pemborongan sebagaimana tertuang dalam Surat Perjanjian Kontrak Pemborongan masing-masing paket pekerjaan. Selama berlangsungnya pelaksanaan pekerjaan dimana waktu pelaksanaannya merupakan Tahun Jamak (Multi Years), telah terjadi kenaikan harga barang dan jasa yang menimbulkan dampak pada biaya riil pelaksanaan pekerjaan, sehingga pada gilirannya menimbulkan dampak finansial terhadap Harga Satuan pekerjaan maupun Harga Kontrak secara keseluruhan. Oleh karena Surat Perjanjian/ Kontrak Kerja Pemborongan yang disepakati adalah merupakan kontrak tahun jamak (Multi Years), maka menurut peraturan pemerintah/ Keppres maupun kontrak kerja yang ada Kontraktor berhak mendapatkan Penyesuaian Harga (Eskalasi Harga). Hal mana diantaranya secara tegas dinyatakan
5
dalam ketentuan Pasal 9 Kontrak Perjajnjian Kerja
yang menyebutkan bahwa
penyesuaian harga borongan dapat diberikan kepada Pihak Kedua yang diakibatkan adanya eskalasi biaya dan perhitungan penyesuaian biaya harus disesuaikan dengan peraturan yang berlaku.4 Sehubungan dengan hal tersebut maka ke sembilan perusahaan kontraktor mengajukan usulan penyesuaian harga kontrak (eskalasi harga) kepada Pemerintah Provinsi Riau cq. Dinas Kimpraswil sebesar Rp.542.551.197.019,00,-. Sedangkan menurut
perhitungan
Dianas
Kimpraswil
Provinsi
Riau
adalah
sebesar
Rp.212.563.975.160,Adanya perbedaan besaran nilai eskalasi tersebut yang cukup besar itulah yang memicu sengketa antara pihak kontraktor dengan Pemerintah Provinsi Riau cq. Dinas Kimpraswil Provinsi Riau. Melalui berbagai pembahasan akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk meminta Pendapat Yang Mengikat (Binding Opinion) kepada Badan Arbitrase Nasional Indonesia (selanjutnya disebut “BANI”) di Jakarta. Berdasarkan argumen maupun dalil-dalil yang diungkapkan para PEMOHON (yang terdiri dari gabungan sembilan kontraktor pelaksana, yaitu: PT Waskita Karya (Persero), PT Istaka Karya (Persero), PT PP (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero)- PT Duta Graha Indah JO, PT Modern Widya Technical – PT Anisa Putri Ragil JO, dan PT Harap Panjang) melawan TERMOHON (Pemerintah Republik Indonesia cq. Pemerintah 4
Lihat Perjanjian Kontrak (Multi Years) Program Pembangunan Jalan Kegiatan Pembangunan Jalan Simpang Kumu-Sontang-Duri. No.: 620/SPK/MULTI/PBJ-SKSD/17.01.1 tanggal 15 Desember 2004.
6
Provinsi Riau cq. Kepala Dinas Kimpraswil Provinsi Riau) maka pada tanggal 27 Desember 2010 Majelis Arbitrase Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) melalui Putusan dalam Perkara No. 352/V/ARB-BANI/2010 telah memutus perkara dalam tingkat pertama dan terakhir, diantaranya : 1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon sebagian; 2. Mewajibkan Termohon untuk membayar Eskalasi Harga kepada Para Pemohon sebesar Rp.322.395.826.691,- (Tiga ratus dua puluh dua milyar tiga ratus sembilan puluh lima juta delapan ratus dua puluh enam ribu enam ratus sembilan puluh satu Rupiah); 3. Menolak permohonan Pemohon untuk selebihnya; 4. Menghukum Para Termohon dan Pemohon untuk membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter perkara aquo masing-masing 1/2 (seperdua) bagian dari jumlah biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter perkara ini; 5. Menghukum Termohon untuk membayar biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan biaya arbiter kepada Para Pemohon sebesar Rp.1.356.378.000,- (Satu milyar tiga ratus lima puluh enam juta tiga ratus tujuh puluh delapan ribu Rupiah); 6. Menyatakan Putusan Arbitrase ini adalah putusan dalam tingkat pertama dan terakhir serta mengikat kedua belah pihak; 7. Mewajibkan Termohon untuk melaksanakan putusan ini selambat-lambatnya empat puluh lima hari terhitung sejak Putusan Arbitrase ini diucapkan; 8. Memerintahkan kepada Sekretaris Majelis untuk mendaftarkan salinan turunan resmi Putusan Arbitrase ini di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pekanbaru atas biaya Para Pemohon dan Termohon dalam tenggang waktu sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.5 Paska ditetapkannya Putusan BANI tersebut, pihak Pemerintah Daerah Provinsi Riau sebagai Termohon merasa keberatan dan tidak melaksanakan apa yang telah diputuskan dalam Putusan BANI, bahkan mengajukan banding melalui 5
Lihat Putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia dalam Perkara No.:352/V/ARB-BANI/2010 tanggal 27 Desember 2010 hlm 153.
7
Pengadilan Negeri Pekanbaru dan Kasasi melalui Mahkamah Agung dengan Putusan Perkara Perdata/Gugatan/Banding/Kasasi Nomor 24/PDT/ARB.BANI/2-11/PN.PBR tanggal 11 Mei 2011 antara Kepala Dinas Kimpraswil Provinsi Riau melawan BANI. Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut di atas sangat bertentangan dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dimana bahwa keputusan BANI adalah keputusan yang bersifat final dan mengikat (final & binding). Kejadian inilah sesungguhnya yang menimbulkan pertanyaan bagi Penulis mengapa terhadap suatu putusan BANI yang bersifat final dan mengikat masih dapat dilakukan upaya hukum lain? Oleh karena itu berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka perlu kiranya dilakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut.
B. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengapa terhadap Putusan BANI yang bersifat final dan mengikat masih ada upaya hukum lain? 2. Dasar hukum apa yang dijadikan dasar bagi Pengadilan Negeri ataupun Mahkamah Agung untuk menerima gugatan atas Putusan BANI yang bersifat final dan mengikat? 3. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan Pemohon agar eksekusi atas Putusan BANI dapat dijalankan dan direalisasikan oleh Termohon?
8
C. Tujuan Penelitian Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi putusan BANI sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat final dan mengikat pada proyek pembangunan jalan dan jembatan (Multi Years 2004-2008) Provinsi Riau. Secara terperinci tujuan yang ingin dicapai penulis dengan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis dasar pertimbangan terhadap Putusan BANI yang bersifat final dan binding masih dilakukan upaya hukum lain. 2. Untuk memberikan gambaran mengenai dasar hukum apa yang dijadikan dasar bagi Pengadilan Negeri ataupun Mahkamah Agung untuk menerima gugatan atas Putusan BANI yang telah bersifat final dan mengikat. 3. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum apa yang dapat dilakukan Pemohon agar eksekusi atas Putusan BANI dapat dijalankan dan direalisasikan oleh Termohon.
D. Manfaat Penelitian Terhadap penelitian yang akan dilakukan ini, diharapkan dapat bermanfaat terhadap ilmu pengetahuan serta menambah literature, juga diharapkan dapat memberikan kontribusi manfaat, baik yang bersifat teoritis maupun bersifat praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis, yaitu memberikan masukan dan perluasan khasanah ilmu hukum pada umumnya, dan hukum penyelesaian sengketa pada kontrak bisnis (Hukum Arbitrase) pada khususnya.
9
2. Manfaat praktis, yaitu diharapkan dapat memberikan masukan dan pengetahuan kepada para praktisi, antara lain pembentuk undang-undang, penegak hukum, praktisi hukum, dan pelaku usaha mengenai cara penyelesaian sengketa bisnis dan secara khusus memberikan pengertian mengenai bagaimana eksistensi dan mekanisme upaya penyelesaian sengketa melalui BANI.
E. Keaslian Penelitian Kajian tentang eksistensi Putusan BANI yang bersifat final dan mengikat pada umumnya sudah cukup banyak dilakukan. Kajian-kajian yang pernah dilakukan diantaranya membahas mengenai pelaksanaan putusan arbitrase setelah adanya putusan peradilan lain, seperti penelitian yang berjudul Pelaksanaan Putusan Arbitrase Dalam Hal Adanya Putusan PKPU (Studi Kasus PT Bakrie Swasakti Utama Melawan Dr. Soetomo) (Delny Toeberto, Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2013), dan penelitian tentang pembatalan putusan arbitrase, yang berjudul Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Putusan Arbitrase di Pengadilan Negeri Indonesia Dalam Hal Adanya Dugaan Pemalsuan Dikaitkan Dengan Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Arman, Fakultas Pascasarjana Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian Jakarta Universitas Indonesia, 2011). Akan tetapi Penulis belum menemukan penelitian yang membahas secara spesifik tentang aspek yuridis eksistensi putusan arbitrase pada proyek pembangunan jalan dan jembatan (multi years 2004-2008) di Provinsi Riau.
10