BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kegiatan
bermasyarakat hampir tidak akan terlepas dari
berkomunikasi.
Dalam
kegiatan
berkomunikasi,
manusia
membutuhkan sarana yang digunakan untuk mengungkapkan ide, gagasan, perasaan, mengungkapakan kejadian yang dialami, bahkan mengungkapkan kejadian orang lain, dan sebagainya. Sarana yang paling utama untuk mengungkapkan itu semua adalah bahasa. Bahasa sebagai sarana yang sangat penting dalam suatu kegitan komunikasi. Tanpa menggunakan bahasa, manusia akan sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Setiap manusia akan selalu terlibat dalam komunikasi bahasa, baik sebagai pembicara atau penulis maupun sebagai pendengar, pembaca, dan mitratutur. Tidak bisa dibayangkan jika manusia tidak memiliki bahasa. Mereka tidak akan bisa melakukan interaksi secara maksimal dan bahkan akan terjadi salah paham dalam komunikasi. Oleh karena itu, keinginan untuk berinteraksi menyebabkan bahasa menjadi sarana yang tidak bisa lepas dari masyarakat karena pentingnya peran dan fungsi bahasa dalam kehidupan. Kemampuan berbahasa
seseorang
memudahkan
komunikasi
dalam
lingkungan
masyarakat. Manusia memerlukan kata-kata untuk memberi nama suatu barang, mengungkapkan perasaan, dan menafsirkan sesuatu. Bahasa sebagai sarana komunikasi harus dapat menampung perasaan dan pesan para pemakai
1
2
bahasa. Komunikasi bahasa dapat terjadi bila diujarkan oleh alat ucap manusia yang menghasilkan lambang bunyi. Wacana terbentuk dari satuan bahasa yang sederhana serta komunikatif yaitu dari frasa berkembang menjadi kalimat, dari kalimat kalimat disusun menjadi wacana. Wacana yang disusun dengan baik akan membentuk suatu sarana komunikasi.
Wujud komunikasi verbal dibedakan menjadi dua
macam, yaitu sarana komunikasi yang berupa bahasa lisan dan komunikasi yang berupa bahasa tulis. Komunikasi lisan dilakukan antara sang pemberi informasi dengan sang penerima informasi tanpa menggunakan perantra atau media,
sedangkan
kegiatan
berkomunikasi
yang
dilakukan
dengan
menggunakan media berupa tulisan dinakamakan komunikasi tulis. Salah satu wujud media tulis yang digunakan adalah wacana. Bentuk wacana lisan dapat berupa pidato, dialog, dan khotbah. Sedangkan bentuk wacana tulis berupa koran, buku teks, naskah, dan majalah. Sebagai bentuk wacana tulis yang terbentuk dari beberpa kata berkembang menjadi kalimat dan menjadi wacana yang utuh, untuk memahami isi atau pesan yang terkandung di dalamnya maka pesapa atau penerima harus membacanya secara intensif. Bukan hanya sekekar membaca saja untuk memahami makna yang terkandung di dalam setiap wacana, tapi harus memperhatikan struktur yang membentuk wacana tersebut. Jika hanya sekedar membaca, maka akan terjadi salah penafsiran tentang wacana yang dibaca. Dalam membuat
wacana tulis harus memperhatikan koherensi,
3
kohesi, dan kepaduan antar kalimat yang dipakai supaya menjadi sebuah wacana yang komunikatif sehingga mudah pahami oleh pembaca. Kohesi dalam wacana tidak hanya untuk menghubungkan antar unit atau kata, tapi juga bekedudukan sebagai fungsi semantik. Wacana yang kohesif akan menumbuhkan kejelasan dan keselarasan antar kebahasaan sehingga ide dan gagasan menjadi terarah. Peran penanda kohesif secara formal menimbulkan keselarasan dan kepaduan yang dapat memudahkan kelancaran pemahaman wacana. Penggunaan penanda kohesif yang tidak sesuai antar unit akan menimbulkan salah tafsir bagi pembaca atau pendengar. Salah satu wujud dari wacana tulis adalah buku bacaan Kisah-Kisah Teladan 25 Nabi dan Rasul. Buku bacaan tersebut mengisahkan perjalanan Nabi yang pertama yaitu Adam as sampai Nabi Muhammad saw. Banyak pelajaran yang dapat diambil dari buku tersebut karena terdapat berbagai kisah teladan, sehingga kita dapat lebih berhati-hati dan bersabar menjalani godaan hidup. Walaupun buku bacaan ini tidak terlalu tebal, kita harus membacanya dengan memperhatikan aspek gramatikal supaya dapat memahami bentuk atau struktur lahir yang terdapat di dalam wacana tersebut. Struktur lahir dalam wacana yaitu bentuk kata yang dipakai untuk menyusun sebuah kalimat sehingga dapat membentuk wacana. Pembaca pada umumnya belum begitu
paham tentang pengacuan
demonstratif yang digunakan dalam sebuah wacana tulis. Mereka hanya membaca tanpa memperhatikan kata ganti. Padahal dengan memahami
4
pengacuan demonstratif, maka akan memperoleh pemahaman yang terarah mengenai pesan-pesan yang disampaikan penulis melalui wacana. Tidak sedikit dan bahkan pembaca kesulitan menemukan maksud yang terkandung di dalamnya. Ada juga yang membaca sampai berulang-ulang untuk memperoleh makna atau maksud dari penulis. Oleh karena itu, pemahaman tentang
beberapa
pengacuan
demonstratif
perlu
dipelajari
supaya
memudahkan dalam menemukan maksud atau pesan yang dibaca. Tidak sedikit pengacuan demonstratif yang digunakan dalam buku Kisah-Kisah Teladan 25 Nabi dan Rasul khususnya kisah Nabi Muhammad saw. Hal ini sangat menarik untuk dikaji karena dapat memperkaya pemerolehan bahasa bagi pembaca serta dapat mengetahui pemerolehan bahasa yang dipakai penulis buku tersebut. Pengacuan demonstratif dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu dan tempat. Di bawah ini diuraikan salah satu bentuk analisis yang terdapat dalam buku bacaan yang sudah disebutkan di atas. Bentuk pengacuan demonstratif tempat dari buku kisah Nabi Muhammad saw yang terdapat pada halaman 103 yaitu: Data (159) Mekah pada zaman kuno terletak di garis lalu lintas perdagangan antara Yaman (Arab Selatan) dan Syam dekat Lautan Tengah. Kedua negara ini zaman dahulu mencapai peradaban yang tinggi dan dihubungkan oleh beberapa negara kecilantara lain Mekah (halaman: 103). Berdasarkan data di atas terlihat adanya pronomina demonstratif kedua negara ini yang mengacu pada tempat yang dekat dengan penutur,
5
yaitu menunjukkan negara Yaman (Arab Selatan) dan Syam saat kalimat itu dituturkan oleh pembicara atau dituliskan oleh penulisnya. Pada tuturan tersebut, pengacuan demonstratif kedua negara ini yang mengacu pada tempat yang dekat dengan penutur. Acuan satuan lingual pada tuturan tersebut berada di dalam teks dan sudah disebutkan terlebih dahu. Dari ciri yang sudah disebutkan di atas, tampak bahwa data (159) merupakan jenis pengacuan endofora yang anaforis. Demikian salah satu contoh analisis yang dapat dikaji dalam buku tersebut dengan pengacuan demonstratif yang menunjukkan tempat. Analisis demonstratif yang lebih lanjut
akan disajikan lebih dalam pada bab
selanjutnya. B. Pembatasan Masalah Peneliti membatasi objek yang akan diteliti agar tidak menyimpang pada pokok permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Objek dalam penelitian ini adalah kohesi gramatikal pengacuan demonstratif dalam buku Kisah-Kisah 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah. Pengacuan demonstratif dalam wacana tersebut adalah pengacuan tempat dan waktu. Peneliti tidak menganalisis secara keseluruhan kisah yang ada dalam buku tersebut, namun hanya menganalisis kisah Nabi Muhammad saw. Alasan peneliti hanya memfokuskan pada satu cerita, yaitu kisah Nabi Muhammad karena kisah tersebut paling lengkap di antara kisah-kisah Nabi yang lain.
6
C. Rumusan Masalah 1.
Bagaimana bentuk pengacuan demonstratif tempat
pada kisah Nabi
Muhammad saw dalam wacana Kisah-Kisah 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah. 2.
Bagaimana bentuk pengacuan demonstratif
waktu pada kisah Nabi
Muhammad saw dalam wacana Kisah-Kisah 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah. 3.
Bagaimana letak demonstratif waktu dan tempat yang terdapat pada kisah Nabi Muhammad saw dalam Kisah-Kisah Teladan 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah
D. Tujuan Penelitian ini menjawab dari permasalahan di atas. Beberapa tujuan yang ingin dicapai dengan penelitian kohesi gramatikal pengacuan demonstratif waktu dan tempat ialah: 1.
Memaparkan pengacuan demonstratif
tempat pada kisah Nabi
Muhammad saw dalam wacana Kisah-Kisah 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah. 2.
Memaparkan pengacuan demonstratif waktu
pada kisah Nabi
Muhammad saw dalam wacana Kisah-Kisah 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah. 3.
Mengidentifikai letak pengacuan demonstratif waktu dan tempat pada kisah Nabi Muhammad saw dalam wacan Kisah-Kisah Teladan 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah.
7
E. Manfaat Penelitian mengenai pengacuan demonstratif waktu dan tempat dalam buku Kisah-Kisah 25 Nabi dan Rasul karya MB. Alamsyah khususnya kisah Nabi Muhammad saw. Diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1.
Manfaat Teoritis a.
Menambah perbendaharaan bidang kajian bahasa, khususnya tentang analisis wacana dengan kohesi gramatikal pengacuan waktu dan tempat.
b.
Menambah pemerolehan bahasa serta mengetahui beberapa struktur lahir yang terdapat di dalam wacana.
2.
Manfaat Praktis a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran terhadap penelitian berikutnya. b. Dapat memberikan beberapa informasi yang berkaitan dengan kohesi gramatikal. c. Menambah wawasan tentang wacana kohesi gramatikal khususnya pengacuan demonstratif