BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu yang mempelajari kombinasi teori dan praktek yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan masyarakat Menurut Hendrik L. Blum, ada empat faktor yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku, keturunan, dan lingkungan. Rumah sakit adalah salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan, yang merupakan tempat dan tumpuan harapan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Status kesehatan akan terganggu jika pelayanan kesehatan tidak dilaksanakan dengan baik. Rumah sakit harus mampu memberikan pertolongan dan perawatan yang memadai, berupa pelayanan yang nyaman, tepat, bermanfaat, dan profesional. Untuk itu rumah sakit dituntut memberikan pelayanan dengan mutu yang baik dan menyediakan fasilitas yang dilengkapi sarana peralatan yang memadai dan modern dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional yang mampu
menghasilkan
produktifitas kerja yang tinggi (Depkes,1996). Rumah sakit sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal, faktor eksternal diantaranya adalah stabilitas politik dan pemerintahan, stabilitas ekonomi, budaya masyarakat pelanggan, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor internal diantaranya adalah tenaga, lokasi, peralatan yang
Universitas Sumatera Utara
tersedia, gedung, sumber daya manusia, jenis pelayanan, dan lain sebagainya (Aditama,2005). Pembangunan suatu rumah sakit membutuhkan perencanaan dan perancangan yang baik. Rumah sakit harus didesain untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan menyiapkan sumber daya dalam mengoperasikan rumah sakit tersebut. Berfungsinya sebuah rumah sakit sangat terkait dengan berfungsinya prasarana dan sarananya, terlebih pada rumah sakit modern yang menggunakan teknologi maju. Konstruksi ruangan harusnya dirancang khusus letaknya, bentuknya, dan luasnya. Tata letak ruang yang baik berguna untuk kenyamanan kerja bagi para petugas yang bekerja di dalamnya. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Benny Poliman, di Rumah Sakit Honoris Jakarta, ternyata desain bangunan yang berhubungan dengan kebutuhan pelanggan akan menghasilkan physical comfort meliputi kenyamanan temperatur, cahaya yang sesuai, tidak bising, peralatan yang nyaman, social comfort meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter tidak mudah didengar orang yang tidak berkepentingan), symbolic meaning seperti ruang tunggu yang sempit dan kursi yang tidak nyaman akan mengesankan kurang menghargai pasien (Miller & Swensson,1995). Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit selalu berdasarkan keadaan yang sebenarnya saat ini, untuk mencapai kondisi yang lebih baik di saat mendatang. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari prasarana dan sarana fisik
Universitas Sumatera Utara
ICU perlu dilakukan evaluasi paska huni. Evaluasi Paska Huni merupakan pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya (Haryadi dan Sudibyo, 1996). Dalam rumah sakit, yang menghasilkan pelayanan adalah unit. Sebagai unit penghasil pelayanan, maka unit di rumah sakit merupakan ujung tombak produksi dan operasional di rumah sakit (Soejitno, 2002). Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan Intensive Care Unit (Hanafie,2007). ICU merupakan salah satu unit di dalam rumah sakit yang menangani pasienpasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain, dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi.
Fungsi utama ICU adalah merawat pasien yang dalam keadaan
kritis, memantau keadaan pasien secara terus menerus dan memberikan tindakan segera jika dibutuhkan pasien tersebut (Hanafie, 2007). Syarat khusus ruang ICU adalah letak ruangan ICU harus dekat dengan gedung gawat darurat, laboratorium, radiologi, dan bedah supaya dapat diakses dengan cepat. Pasien-pasien darurat yang memerlukan penanganan dan perawatan intensif dapat segera dipindahkan ke ruang ICU dengan cepat, dan sistem pelayanannya adalah sentral dibuka 24 jam (Depkes RI, 1991). Standar ruang ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Letak area ICU dibagi dalam pintu-pintu rintangan. Pintu-pintu rintangan mempunyai fungsi untuk melindungi pasien yang kritis dari kuman-kuman.
Universitas Sumatera Utara
Ruangan sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga perawat dapat mengontrol pasien secara ergonomis, dapat mengontrol penerimaan pasien, jalan masuk petugas, transportasi barang, dan bahan yang termasuk proses kerja (WHO, 1992). Alat dalam perawatan intensif adalah alat-alat monitor, dan alat pembantu seperti ventilator, hemodialisa, dan berbagai alat lainnya termasuk defibrilator. Salah satu tindakan yang dilakukan di ruangan ICU adalah memonitor keadaan pasien oleh perawat. Monitor pasien menurut publikasi Nihon Kohden dibagi atas ECG, respirasi, tekanan darah, tekanan darah noninvasif, saturasi oksigen, tekanan nadi, dan suhu tubuh. Tiap pasien kritis yang dirawat di unit perawatan intensif dapat dimonitor dan dipantau perubahan fisiologis yang terjadi akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya. Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik secara kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 1999). Kinerja suatu rumah sakit menurut Soejadi (1996) terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut: (1) kualitas pelayanan medis, (2) efisiensi tempat tidur, (3) kepuasan pasien, (4) kepuasan pegawai rumah sakit terhadap pekerjaan, dan (5) efisiensi keuangan. Menurut Djojodibroto (1997) BOR (Bed Occupancy Rate) merupakan salah satu
indikator pelayanan kesehatan rumah sakit yang menunjukkan
seberapa jauh masyarakat memanfaatkan jasa rawat inap dalam suatu masa di suatu rumah sakit. Nilai parameter dari BOR ini idealnya antara 60% – 85% (Depkes,1993). Sedangkan menurut Djojodibroto (1997) BOR yang ideal adalah mendekati 100%. Menurut Donabedian (1980) BOR adalah salah satu hasil akhir
Universitas Sumatera Utara
yang penting (output) dari suatu pelayanan (process) berupa kecepatan pelayanan, dimana komponen yang memengaruhi output adalah input meliputi sarana prasarana, tenaga. Menurut Austin yang dikutip Sumarno (1996), salah satu faktor yang memengaruhi BOR rumah sakit adalah faktor internal rumah sakit yaitu sarana prasarana, dan sumber daya manusia. Menurut Soedarmono dalam Rijadi (1997) bahwa fasilitas, peralatan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan kelancaran proses pelayanan yang pada akhirnya akan memengaruhi kualitas hasil pelayanan. Menurut Rijadi (1997), pasien atau keluarganya cenderung untuk menilai rumah sakit berdasarkan lingkungan fisik yang mereka lihat yaitu ruang tunggu yang nyaman, kamar mandi yang bersih, pengaturan tata ruang, perlengkapan fisik misalnya kursi dan tempat tidur. Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar merupakan salah satu rumah sakit swasta yang ikut berperan dalam upaya pembangunan kesehatan di kota Pematangsiantar. Berdasarkan data kunjungan Rumah Sakit Vita Insani (2009), diketahui bahwa angka BOR rumah sakit sudah menunjukkan hasil yang baik yaitu 82,8% dari 127 bed yang tersedia, artinya bahwa secara umum minat masyarakat untuk berobat ke Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tergolong tinggi. Melihat potensi Rumah Sakit Vita Insani yang berada di tengah kota dan minat masyarakat untuk berobat ke rumah sakit itu tinggi maka Rumah sakit Vita Insani masih dapat meningkatkan nilai BOR hingga mencapai ideal 100%. Salah satu usaha yang harus dilakukan rumah sakit untuk meningkatkan kinerja rumah
Universitas Sumatera Utara
sakit adalah pelayanan. Menurut Soejadi (1996) pelayanan berhubungan dengan kinerja rumah sakit. Pelaksanaan pelayanan di Rumah Sakit Vita Insani yang belum optimal adalah sarana ruang ICU. Tata atur ruang ICU yaitu pembagian ruang ruang ICU belum lengkap dan peralatan di ruang ICU masih kurang lengkap. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa pelayanan di ruang ICU masih perlu ditingkatkan. Tata atur ruang ICU dan peralatan di ICU perlu ditinjau apakah sesuai dengan standar kesehatan atau tidak. Sirkulasi udara yang tidak baik bisa menyebabkan kejadian infeksi nosokomial pada pasien di ruangan tersebut. Tata atur ruang yang tidak sesuai dengan standar kesehatan akan menyulitkan perawat mencapai pasien untuk melakukan pelayanan keperawatan dengan cepat. Dari hasil pengamatan penulis, ruang ICU di Rumah Sakit Vita Insani tidak mempunyai pembagian ruang-ruang yang lengkap. Ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani hanya mempunyai 3 ruang saja yaitu ruang pasien yang cukup dengan empat tempat tidur, ruang isolasi dengan dua tempat tidur, dan ruang perawat. Tidak ada tempat lagi untuk ruang linen, ruang dokter, ruang peralatan, dan ruang spoelhock dan WC. Kondisi ini menjadi salah satu faktor penyebab ketidakpuasan perawat di ruang ICU Rumah sakit Vita Insani Pematangsiantar. Ditambah lagi dengan banyaknya pasien yang datang ke rumah sakit dimana kasusnya harus ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif, sehingga harus segera di rujuk kembali ke rumah sakit lain karena kondisi ruang ICU penuh.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kotler, et al, (1996) dalam Tjiptono (2008), kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Harapan yang diyakini mempunyai peran besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Kinerja yang optimal dapat diperoleh jika terdapat kepuasan dalam melaksanakan pekerjaannya. Faktor yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kepuasan dalam diri karyawan adalah lingkungan pekerjaan. Sumber ketidakpuasan pada seseorang berkaitan erat dengan suasana lingkungan pekerjaan. Bila lingkungan pekerjaan seperti kondisi tempat kerja dipenuhi atau diperbaiki maka akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan kerja, sebaliknya apabila tidak dipenuhi atau tidak ada perbaikan kondisi kerja maka akan mengakibatkan terjadinya ketidakpuasan kerja (Gatot, 2005). Menurut Strauss dan Sayles seperti dikutip oleh Handoko (1992) bahwa kepuasan kerja untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja akan menjadi frustasi, dan mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah, dan bosan. Hal ini akan memengaruhi pelayanannya ke pasien. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis ingin menganalisis bagaimana kondisi desain ruang ICU dan peralatan ICU Rumah Sakit Vita Insani saat ini dan menganalisis tingkat kepuasan kerja perawat di ruang ICU, sehingga dapat dihasilkan desain ruang dan peralatan ICU yang ideal
Universitas Sumatera Utara
yang sesuai dengan jumlah pasien yang dilayani dan standar pelayanan yang harus dipenuhi.
1.2. Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik yaitu pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar 2010.
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik yaitu pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani tahun 2010.
1.4. Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1. Ada pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik yaitu pencahayaanpenghawaan-kebisingan) terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.
Universitas Sumatera Utara
2. Ada pengaruh peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan
manfaat
bagi
manajemen
Rumah
Sakit
Vita
Insani
Pematangsiantar untuk mengembangkan dan memperbaiki desain ruang ICU dan peralatan ICU. 2. Memberikan manfaat bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan. 3. Sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di program studi ilmu kesehatan masyarakat. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara