BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah
sakit
merupakan
institusi
perawatan
kesehatan
yang
menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan secara profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya, serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) yang terletak di Jalan Cik Di Tiro Yogyakarta, secara resmi dibuka oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tanggal 14 September 1929 (Data Primer Rumah Sakit Panti Rapih, 2013). Rumah Sakit Panti Rapih masuk ke dalam kategori rumah sakit kelas B karena mampu memberikan pelayanan kedokteran medik spesialis luas dan subspesialis terbatas serta menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit kabupaten. Fasilitas yang dimiliki Rumah Sakit Panti Rapih diantaranya instalasi gawat darurat dan poliklinik, instalasi rawat inap, unit pelayanan khusus, instalasi penunjang medis serta medical check up. Fasilitas perawatan yang tersedia sekitar 370 tempat tidur dengan klasifikasi mulai dari kelas Very Very Important Person (VVIP) sampai dengan kelas 3. Aktivitas pelayanan medis yang dilakukan Rumah Sakit Panti Rapih mulai dari layanan gawat darurat serta rawat jalan, layanan poliklinik, layanan medical check up, layanan rawat inap, layanan Intensive Care Unit (ICU), layanan farmasi, layanan laboratorium, layanan radiologi, layanan kamar operasi, layanan haemodialisa, layanan gizi, layanan fisioterapi, layanan
1
2
pijat bayi serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya (Data Primer Rumah Sakit Panti Rapih, 2013). Sesuai dengan kegiatannya, air limbah dari seluruh kegiatan Rumah Sakit Panti Rapih mengandung bahan-bahan organik, bahan-bahan anorganik/bahan kimia beracun dan bahan berpotensi infeksi (infeksius) yang dapat mencemari lingkungan. Limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan Rumah Sakit Panti Rapih diantaranya, limbah laundry (cucian), limbah dapur, limbah kamar mandi, limbah laboratorium seperti reagen dan darah serta limbah medis (bekas operasi) seperti air bilas ruang bedah yang dibuang ke kamar mandi. Pengelolaan terhadap limbah cair yang masuk kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) diserahkan ke pihak ke 3 yaitu PT. Arah Environmental Indonesia, diantaranya limbah cair klinis, limbah cair farmasi serta limbah cair laboratorium. Sedangkan limbah cair B3 yang masuk ke saluran kamar mandi disalurkan ke jalur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk diolah menggunakan sistem bio reaktor bersama dengan limbah cair lainnya. Oleh sebab itu, pengolahan terhadap air limbah melalui IPAL sangat penting dilakukan sebagai cara/upaya untuk meminimalkan kadar pencemar yang terkandung dalam limbah cair tersebut sehingga dapat memenuhi baku mutu dan layak untuk dibuang ke lingkungan maupun dimanfaatkan kembali. Berdasarkan data primer yang dimiliki Rumah Sakit Panti Rapih, IPAL Rumah Sakit Panti Rapih dibangun pada tahun 1997 dengan kapasitas IPAL sebesar 300 m3 yang bekerja selama 24 jam dengan target pengolahan agar sesuai dengan baku mutu. Luas IPAL Rumah Sakit Panti Rapih adalah 124,26 m2,
3
dengan panjang 16,35 m, lebar 7,6 m, kedalaman 4 m, dan tinggi air rata-rata 3,5 m. Berdasarkan hasil uji outlet IPAL yang dilakukan Rumah Sakit Panti Rapih, kadar fosfat paling sering melebihi baku mutu yaitu di atas 2 mg/L. Fosfat yang tinggi di lingkungan dapat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan, karena ketersediaan oksigen terlarut di air berkurang akibat diserap oleh ganggang yang tumbuh subur serta dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah pada biota air. Oleh sebab itu perlu dianalisis mengenai penyebabnya agar dapat dibuat solusi penurunan sehingga tidak terlalu sering mencemari lingkungan. Salah satu cara penurunan kadar fosfat adalah dengan cara pengendapan kimiawi menggunakan koagulan tawas dan kapur (Eckfendeler dan Wesley, 2000).
1.2. Perumusan Masalah Mempertimbangkan dari latar belakang permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah sumber penyebab tingginya kadar fosfat yang terkandung dalam limbah cair rumah sakit? 2. Bagaimana rekomendasi yang perlu dilakukan untuk menurunkan kadar fosfat sehingga dapat memperkecil kadar fosfat dalam limbah cair rumah sakit?
4
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin peneliti capai dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk: 1. Mengidentifikasi sumber penyebab tingginya kadar fosfat yang terkandung dalam limbah cair rumah sakit 2. Memberikan
saran/rekomendasi
penurunan
kadar
fosfat
untuk
meminimalkan kadar fosfat dalam limbah cair rumah sakit
1.4. Batasan Masalah Agar permasalahan tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai peneliti dan tidak memperluas pembahasan yang akan diulas, maka perlu adanya pembatasan terhadap lingkup penelitian. Pembatasan tersebut adalah: 1. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit 2. Limbah yang diteliti adalah limbah cair rumah sakit yang masuk ke jalur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 3. Parameter limbah cair yang diuji adalah fosfat 4. Rekomendasi penurunan dilakukan di sumber yang mengandung kadar fosfat terbesar 5. Pengambilan sampel pada sumber penghasil fosfat terbesar dilakukan sebanyak 6 kali 6. Jenis koagulan yang digunakan adalah tawas dan kapur
5
1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian yang dilakukan ini adalah untuk: 1. Dapat mengetahui sumber penghasil fosfat terbesar sehingga dapat diminimalisir mulai dari sumber 2. Mampu memberikan kontribusi rekomendasi penurunan kadar fosfat
1.6. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian mengenai penurunan kadar fosfat pernah dilakukan oleh beberapa orang diantaranya oleh Budi (2006) yang melakukan penurunan kadar fosfat dengan penambahan kapur (lime), tawas dan filtrasi zeolit pada limbah cair rumah sakit. Didapatkan hasil bahwa larutan kapur dan larutan tawas efektif menurunkan kadar fosfat dalam limbah cair Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dengan prosentase 97,92%. Penelitian yang dilakukan oleh Khasanah (2008) adalah dengan menggunakan biji kelor sebagai koagulan dalam menurunkan kadar fosfat. Didapatkan hasil bahwa dosis optimum koagulasi fosfat limbah cair Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang menggunakan biji kelor adalah 200 ppm. Semakin besar dosis biji kelor yang ditambahkan ternyata tidak memberikan hasil yang lebih baik, hal ini dikarenakan lemahnya ikatan antara fosfat dan biji kelor sehingga fosfat terlepas kembali.
6
Elda (2005) menggunakan kapur (CaO) dalam menurunkan kadar fosfat pada limbah cair rumah sakit Islam Ibnu Sina Pekanbaru. Didapatkan hasil dosis efektif penambahan kapur dalam penelitian tersebut adalah 10 mg per 100 mL air limbah. Dosis tersebut mampu menurunkan kadar fosfat sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Penelitian terdahulu masih seputar pada penurunan kadar fosfat tanpa mengidentifikasi sumber penyebab tingginya kadar fosfat. Penelitian ini menitikberatkan pada penelusuran sumber fosfat dan penurunan di sumber penghasil fosfat. Sejauh pengamatan peneliti tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.