BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu terciptanya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk untuk mewujudkan kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. Agar tercapai tujuan tersebut perlu diupayakan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Depkes RI, 2004). Walaupun secara umum kemajuan di bidang kesehatan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun masalah-masalah kesehatan yang dihadapi terasa makin kompleks. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Dalam satu tahun rata-rata seorang anak dipedesaan dapat terserang ISPA 3 kali, sedangkan didaerah perkotaan sampai 6 kali, jumlah ini 90% diantaranya ISPA Non pnemonia dan 10% pnemonia (Depkes RI, 1993). WHO memperkirakan insidens pnemonia di negara dengan angka kematian bayi (AKB) diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 30% pertahun pada golongan balita. Indonesia dengan AKB 48 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 1999) memperkirakan insidens pnemonia pada balita 10% - 30% pertahun. Secara teoritis
xviii Universitas Sumatera Utara
akan ditemukan 250.000 kematian penderita pnemonia setiap tahunnya atau Case Fatality Rate (CFR) = 10% bila tidak diberikan pengobatan (Depkes RI., 2002) Dalam tujuan khusus Program P2 ISPA yaitu turunnya angka kesakitan balita akibat pnemonia dari 10% - 20% pada tahun 2000 menjadi 8% - 16% pada akhir tahun 2004, begitu juga angka kematian dari 5 per 1000 balita pada tahun 2000 menjadi 3 per 1000 balita pada akhir tahun 2004 (Depkes RI, 2002). Hasil konferensi Internasional mengenai ISPA di Canberra Australia pada Juli 1997, menemukan empat juta bayi dan balita di negara-negara berkembang meninggal tiap tahun akibat ISPA. Pada akhir 2000, kematian akibat pnemonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia mencapai 150 ribu bayi atau balita meninggal tiap tahunnya, atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus perhari, atau 17 anak perjam, atau seorang bayi tiap lima menit. Pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana tansportasi dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan terutama penyakit ISPA. Demikian pula perubahan iklim global terutama suhu, kelembaban udara, curah hujan, merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA, maka salah satu upaya adalah dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor resiko lingkungan (Depkes RI., 2002). Sehubungan dengan itu perlu dirumuskan strategi pemberantasan penyakit ISPA
guna
penurunan
angka
kesakitan
dengan
upaya
pencegahan
atau
penanggulangan faktor resiko melalui kerja sama lintas program dan lintas sektor;
xix Universitas Sumatera Utara
melalui kerja sama dengan program imunisasi, bina kesehatan balita, bina gizi masyarakat dan program penyehatan lingkungan pemukiman (Depkes RI., 2002). Di Kabupaten Ogan Ilir penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan masih cukup tinggi yaitu penyakit diare sebanyak 6850 kasus, penyakit DBD 12 kasus, malaria klinis 349 kasus dan penyakit ISPA sebanyak 17.037 kasus serta penyakit TB-Paru sebanyak 246 kasus pada tahun 2005. Tingginya kasus kejadian penyakit berbasis lingkungan disebabkan karena masih rendahnya sarana-sarana kesehatan lingkungan yang ada di Ogan Ilir misalnya, cakupan sarana air bersih 32,8%, rumah sehat sebesar 34,4%, tingkat kepadatan hunian dalam satu rumah hampir mencapai 70%, saluran pembuangan air limbah sebesar 21 %. Masalah gizi utama yang dihadapi oleh Kabupaten Ogan Ilir sama dengan masalah gizi di kabupaten dan daerah-daerah lain di Indonesia yaitu: Kurang Energi Protein (KEP), kurang vitamin A, masalah gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) serta masalah anemia zat besi terutama pada ibu hamil, masalah anemia pada ibu hamil ini dapat berakibat bayi yang dilahirkan berat badannya dibawah normal (BBLR) atau bayi lahir kurang bulan (prematur). Dilihat dari etiologinya status gizi penduduk dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang sangat kompleks seperti faktor sosial, ekonomi, budaya, kesehatan, lingkungan alam maupun penduduk yang saling berkaitan antar satu dengan yang lainnya (Profil Kesehatan Ogan Ilir, 2006). Hasil pengamatan situasi Prilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga di Kabupaten Ogan Ilir tahun 2006 didapat bahwa belum xx Universitas Sumatera Utara
seluruh Puskesmas melakukan kegiatan PHBS karena kendala-kendala operasional yang ada di masing-masing Puskesmas. Dari hasil kegiatan diketahui bahwa seluruh wilayah Puskesmas mempunyai klasifikasi I (merah) dengan jumlah rumah tangga yang dipantau sebanyak 420 rumah tangga. Permasalahan PHBS di Kabupaten Ogan Ilir yaitu masalah Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), perilaku merokok, dan penggunaan jamban (Profil Kesehatan Ogan Ilir., 2006). Rasio sarana kesehatan dasarpun belum mencukupi, dibandingkan dengan standar nasional dimana terdapat 1 puskesmas per 10.000 penduduk. Hal ini tentunya akan mempengaruhi luasnya cakupan pelayanan kepada masyarakat, terutama guna menurunkan angka kejadian penyakit infeksi seperti ISPA. Hingga saat ini Ogan Ilir memiliki 10 puskesmas, 27 puskesmas pembantu, 86 polindes, 2 balai pengobatan swasta, dan belum memiliki Rumah Sakit yang masih dalam proses pengusulan, karena memerlukan dana yang tidak sedikit bagi sebuah Kabupaten yang baru diresmikan pada 16 Desember 2003 (Profil Kesehatan Ogan Ilir, 2006). Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor determinan ISPA, yang dibutuhkan untuk menyusun strategi upaya penurunan kejadian ISPA. 1.2. Perumusan masalah Kejadian ISPA pada anak balita di Ogan Ilir masih tinggi dan saat ini belum diketahui faktor determinan yang dominan, sehingga belum diketahui intervensi yang tepat untuk mengatasinya.
xxi Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian Mengetahui keeratan hubungan faktor determinan (status gizi, ASI eksklusif, berat badan lahir, polusi asap rokok, polusi asap dapur, kepadatan hunian, imunisasi, vitamin A, dan makanan tambahan dini) dengan kejadian ISPA pada anak balita untuk menyusun strategi penanggulangan ISPA di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan tahun 2006. 1.4. Hipotesa Penelitian Kepadatan hunian merupakan faktor determinan yang paling erat hubungannya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada anak balita di Kabupaten Ogan Ilir tahun 2006. 1.5. Manfaat penelitian Hasil penelitian dapat memberikan informasi tentang faktor determinan yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada anak balita di Kabupaten Ogan Ilir yang diperlukan untuk penanggulangan kejadian ISPA di Kabupaten Ogan Ilir.
xxii Universitas Sumatera Utara