BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Cinta merupakan ekspresi jiwa yang terwujud dalam cara – cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesastraan, agama , rekreasi, dan hiburan. Sebagai salah satu sarana komunikasi serta hiburan, film pun mampu menyampaikan pesan – pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Menurut John Vivian, film bisa membuat orang tertahan, setidaknya saat mereka menontonnya, secara lebih intens ketimbang medium lainnya ( Vivian , 2008 : 159 ). Menurut H.Misbach Yusa Biran, dahulu, bangsa Indonesia tidak pernah berpikir bahwa film dapat menjadi sarana komunikasi. Kedatangan bangsa Jepang di negara ini berikut fim – film propagandanya telah membuat goncangan besar sekali pada pikiran bangsa Indonesia mengenai fungsi fim dan membawanya kepada pemikiran baru ( Biran , 2009 : 346 ). Hal senada pun turut disampaikan oleh Usmar Ismail yang berpendapat bahwa barulah pada masa Jepang orang sadar akan fungsi film sebagai alat komunikasi ( Ismail , 1983 : 55 ) . Mengacu terhadap hal tersebut, maka film pun menjadi hal yang selalu dicari oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan apa yang telah dituturkan oleh John Vivian yang menyatakan bahwa penjualan tiket mencapai 90 juta tiket dalam seminggu pada 1946 ( Vivid , 2008 : 177 ). Film memang merupakan medium yang cukup ampuh dalam menyampaikan suatu pesan. Penonton seakan diajak untuk melupakan dunia luar dan hanya difokuskan kepada tayangan yang sedang mereka saksikan. Hal inilah
1
2 yang tentunya jarang ditemui pada media – media yang lainnya, sehingga inilah yang menjadi daya tarik bagi para penontonnya. Banyak tema yang diangkat untuk sebuah film, namun tak bisa dipungkiri bahwa komedi romantis masih disukai oleh banyak orang dan tentunya sangat mengena di hati penontonnya, terutama apabila tema tersebut pernah dialami oleh banyak orang. Topik cinta pertama pun banyak mendatangkan inspirasi bagi yang pernah mengalaminya dan tentu sangat menarik untuk dibahas dalam berbagai kesempatan, salah satunya diangkat menjadi tema dalam suatu film. Film yang bertemakan cinta pertama memang mempunyai massanya tersendiri. Pengaruh yang ada di film ini memang luar biasa karena mengangkat kisah nyata yang pernah ada terjadi di kehidupan setiap orang. Pemutaran film yang ada di auditorium pun tentunya akan menfokuskan para penontonnya untuk larut dalam emosi yang ditawarkan. Mereka pun dapat tertawa, menagis, atatupun terpukau tanpa harus malu dan ternganggu oleh orang disekitar mereka. Hal tersebut dikarenakan keadaan di auditorium tersebut dalam keadaan gelap. Keadaan ini juga cukup menguntungkan, karena disinilah penonton disajikan suatu cerita yang seolah – olah terjadi di hadapan mereka, sehingga mereka pun menyaksikannya dengan fokus. Dengan menampilkan visual yang sempurna, tentunya memanjakan penonton untuk menyaksikan sebuah film. Dalam melihat dan menghayati sebuah film, kerap kali penonton menyamakan seluruh pribadinya dengan salah seorang pemegang pernanan dalam film itu. Dengan menyamakan peran tersebut , penonton diajak untuk tidak hanya merasakan saja tetapi seakan diwakili kepribadian mereka dengan salah satu peran yang ada di film
3 tersebut. Terwakilnya penonton dalam film tersebut seakan – akan membuat merekalah yang bermain di dalam film tersebut. Dengan memanfaatkan rasa emosi serta kenangan masa lalu yang tak terlupakan maka film “A Crazy Little Thing Called Love” menyajikan sebuah tema yang mengangkat kedua unsur tersebut. Cinta pertama pun diusung dalam film bertemakan komedi romantis ini. Menceritakan tokoh Nam ( Pinchanok Luevisetpaibool ) , seorang gadis berkulit gelap dengan kemampuan yang biasa saja yang menyukai seorang siswa angkatannya yang bernama Choen ( Mario Maurer ) yang merupakan siswa terpopuler yang memiliki kemampuan bermain bola serta wajah yang tampan. Nam sendiri bagaikan itik buruk rupa yang menyukai pangeran berkuda putih. Namun, itu semua tak menghalangi upaya Nam untuk mendekati pujaan hatinya. Berbagai upaya dilakukan oleh itik buruk rupa sehingga ia menjadi angsa yang sangat cantik. Menjadi seorang putri dalam pertunjukan drama , menjadi mayoret band di sekolahnya sampai menjadi juara pertama di angkatannya pun sudah dikantonginya agar Choen menaruh perhatian kepadanya. Semua murid yang ada di sekolah tersebut terpesona terhadap metamorforsis Nam, si itik buruk rupa tersebut. Perhatian yang spesial pun selalu didapatinya dari semua siswa, namun itu semua berbanding terbalik ketika ia bersama Choen. Ini semua merupakan gambaran dari perasaan Nam, namun bagaimana dengan perasaan Choen yang sesungguhnya kepada Nam? Mengabungkan suatu peristiwa yang tentunya tidak pernah dilupakan serta berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi dalam setiap orang. Tentunya, akan menjadi daya tarik serta akan menimbukan hubungan emosional bagi semua orang yang menonton film ini.
4 1.2 Ruang Lingkup Analisis ini nantinya akan menganalisis hubungan antara karakter pemain di dalam film “A Crazy Little Thing Called Love” dengan para penontonnya. Hal tersebut dikarenakan bahwa dengan mengangkat tema yang pernah terjadi di dalam kehidupan setiap orang, nantinya akan timbul ikatan emosional yang mengikat antara karakter yang ada dengan para penontonnya. Analisis ini akan menfokuskan kepada indentifikasi psikologis pada setiap adegan yang ada di film “A Crazy Little Thing Called Love “. Beberapa adegan antara Nam dan Choen akan dianalisis, bagaimana adegan tersebut mampu mengikat emosi penonton yang pasif sehingga membuat mereka seakan memerankan tokoh pada film ini. Untuk menjabarkan identifikasi psikologis dalam film ini, teori pendukung yang digunakan merupakan teori model Lasswell dan menggunakan konsep konsistensi kognitif. Hal ini ditentunya akan dikaitkan dengan beberapa teori lainnya yang sejalan, dimaksudkan agar penjabaran yang disampaikan peneliti nantinya akan dapat tersampaikan dengan baik.
1.3 Tujuan dan Manfaat Tujuan dari penilitian ini antara lain : 1. Menganalisis pentingnya identifikasi psikologis dalam sebuah film. 2. Mengkaitkan konsep konsistensi kognitif dengan sebuah film. Manfaat dari analisis ini diantaranya yaitu 1. Diharapkan dapat mengambarkan bahwa dalam membuat suatu film yang baik harus bisa memperhatikan sisi psikologis dari penonton agar pesan
5 yang ingin disampaikan dari film tersebut mampu tersampaikan dengan baik. 2. Penelitian ini nantinya akan membantu untuk menjabarkan bagaimana membangun relasi emosional antara penonton dengan karakter yang ada di film ini.
1.4 Metodologi Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Denzin dan Lincoln yang tertulis dalam buku metedologi penelitian kualitatif
menyatakan
bahwa
penelitian
kualitatif
adalah
penelitian
yang
menggunakan latar alamiah , dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Dari segi pengertian ini, masih tetap mempersoalkan latar alamiah yang dengan maksud agar hasilnya dapat digunakan untuk menafsirkan fenomena dan yang dimanfaatkan untuk penelitian kualitatif adalah berbagai macam metode penelitian. Dalam penelitian kualitatif metode yang biasanya dimanfaatkan adalah wawancara, pengamatan, dan pemanfaatan dokumen ( Moleong, 2008: 5 ) Penelitian kualitatif dipilih berdasarkan beberapa bertimbangan , antara lain : 1. Metode ini mampu menjabarkan peneliti sesuatu secara lebih mendalam. 2. Metode ini mampu memahami mengenai situasi dan kenyataan yang dihadapi oleh seseorang. 3. Metode ini bisa membuktikan hal – hal yang tidak bisa dijabarkan oleh ilmu pengetahuan. 4. Metode ini mampu meneliti sesuatu dari segi prosesnya.
6 5. Metode ini juga mampu memahami penelitian perilaku dan motivasional.
Penelitian ini terbagi dalam beberapa tahapan, berikut tahapannya : 1. Tahapan pra – lapangan. a. Menyusun rancangan penelitian. b. Memilih lapangan penelitian. c. Mengurus perizinan. d. Menjajaki dan menilai lapangan. e. Memilih dan menfokuskan informan. f. Menyiapkan Perlengkapan Penelitian g. Persoalan etika penelitian 2. Tahapan lapangan pekerjaan. a. Memahami latar penelitian dan persiapan diri. b. Memasuki lapangan. c. Berperan sembari mengumpulkan data. Objek penelitian pada kesempatan kali ini adalah bagi para khalayak yang telah menonton film “A
Crazy Little
Thing
Called
Love” yang diputar di
Blitzmegaplex. Pemilihan objek ini berdasarkan apa yang telah dijabarkan oleh Stanley J. Baran dalam bukunya introduction to mass communication, yang berpendapat bahwa penonton yang menonton di bioskop itulah yang sebenarnya bisa disebut sebagai pelanggan ( Baran , 2010 : 155 ). Khalayak inilah yang menurut penulis pantas untuk dijadikan sebagai objek dari penelitian kali ini, dikarenakan merekalah yang telah membayar secara resmi dan tentunya berhak untuk menilai film yang telah mereka tonton di auditorium Blitzmegaplex.
7 Lama Penelitian ini akan berlangsung selama tiga bulan terhitung dari bulan Februari sampai April 2011. Dengan proses penelitian yang berlangsung cukup lama ini diharapkan, agar peneliti mendapatkan data – data yang akurat dan terpercaya sehingga mampu mendukung pernyataan yang telah dijabarkan dalam penelitian kali ini.