BAB 1 PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberkulosa) merupakan penyakit kronis (menahun) telah lama dikenal masyarakat luas dan ditakuti, karena menular. Namun demikan TBC dapat disembuhkan dengan memakan obat anti TB dengan betul yaitu teratur sesuai petunjuk dokter atau petugas kesehatan lainnya (Misnadiarly, 2006). Penyakit TBC muncul kembali ke permukaan dengan meningkatnya kasus TBC di negara-negara maju atau industri pada tahun 1990. Pada tahun 2007, di seluruh dunia terdapat 8 juta kasus terinfeksi dan 3 juta kasus meninggal. TBC umumnya menyerang golongan usia produktif dan golongan sosial ekonomi rendah sehingga berdampak pada pemberdayaan sumber daya manusia
yang
dapat
menghambat
pertumbuhan
ekonomi
Negara
(Notoatmodjo, 2007). Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pada pembangunan nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Salah satu bagian dari pembangunan kesehatan adalah pelaksanaan pemberantasan penyakit menular tuberkulosis adalah salah satu penyakit menular yang masih tetap menjadi masalah kesehatan yang penting diberbagai belahan dunia (Djitowiyono, 2008).
1 Universitas Sumatera Utara
2
Badan
Kesehatan
Dunia/WHO
(World
Health
Organization)
memperkirakan dewasa ini terdapat sekitar 1700 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB (dari hasil uji tuberculin positif) dari jumlah tersebut ada 4 juta penderita baru dengan basil tahan asam (BTA) positif ditambah lagi 4 juta penderita baru dengan BTA negatif. Jumlah seluruh penderita TB di dunia sekitar 20 juta orang dengan angka kematian sebanyak 3 juta orang tiap tahunnya yang mana merupakan 25 persen dari kematian yang dapat dicegah apabila TB dapat ditanggulangi dengan baik (Gklinis, 2004). Di kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukan bahwa TBC membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita terbanyak di dunia, diikuti Cina di peringkat kedua (Suronto, 2007). Setelah hampir 10 tahun menduduki peringkat ke-3 dunia untuk jumlah penderita Tuberkolosis, pada tahun 2011 ini Indonesia turun peringkat ke-5. Penurunan peringkat ini termasuk salah satu pencapaian target MDGs tahun 2010 khusus untuk TB. Menurut Menteri Kesehatan Endang R.Sedyaningsih, di tahun 2010 jumlah penderita TB di Indonesia mencapai sekitar 300 ribu kasus. Sementara jumlah kasus yang meninggal berjumlah 61ribu jiwa atau 169 orang perharinya (Tempo, 2011). Di Indonesia setiap tahunnya terjadi 175.000 kematian akibat TB dan terdapat 450.000 kasus TB paru. Tiga per empat dari kasus TB ini terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
3
usia produktif (15 - 49 tahun), separonya tidak terdiagnosis dan baru sebagian yang tercakup dalam program penanggulangan TB sesuai dengan rekomendasi WHO (Gklinis, 2004). Tingginya angka kematian akibat TB Paru diakibatkan oleh kurangnya kontrol masyarakat terhadap pengobatan TB paru yang disebabkan rendahnya sikap serta pengetahuan masyarakat terhadap pengobatan TB Paru (Suronto, 2007). Pengembangan program pengendalian penyakit TB dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse Chemotherapy) sampai tahun 2008 telah dilaksanakan di seluruh Kabupaten/Kota, pelaksanaan program penyakit TB sampai tahun 2008 telah dapat menurunkan insiden kasus menular dari 130/100.000 penduduk menjadi 104/100.000 penduduk (Profil Dinkes Provinsi Aceh Tahun 2009). Tujuan utama pengendalian TB Paru adalah: menurunkan insidens TB Paru pada tahun 2015, menurunkan prevalensi TB Paru dan angka kematian akibat TB Paru menjadi setengahnya pada tahun 2015 dibandingkan tahun 1990, sedikitnya 70% kasus TB Paru dan diobati melalui program DOTS (Directly Observed Treatment Shortcource Chemotherapy) atau pengobatan TB Paru dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO); dan sedikitnya 85% tercapai succes rate. DOTS adalah strategi penyembuhan TB Paru jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
4
Hasil penelitian Nurul Huda dan Erik (2009) menegenai Hubungan Lingkungan Fisik Dengan Resiko Penularan Penyakit TB Paru Pada Keluarga penderita di Wilayah Kerja Puskesmas Kandangsapi Kota Pasuruan, dengan hasil penelitiannya menunjukkan beberapa wilayah kerja Kandangsapi pusat kesehatan masyarakat pada tahun 2009 mencatat bahwa 36,36% memiliki karakteristik lingkungan yang sehat, 63,63% memiliki karakteristik lingkungan yang tidak sehat. Dalam keluarga yang menderita 9,09% responden memiliki risiko untuk mendapatkan menular, 90.90% tidak memiliki risiko untuk mendapatkan menular. Dari uji statistik diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara lingkungan fisik terhadap risiko penyakit paru-paru menyebar ke keluarga menderita. Dengan koefisien korelasi <0,000 dengan tingkat signifikan P> 0,05, H0 diterima. Dari penelitian didapatkan bahwa untuk daerah Kandangsapi pusat kesehatan masyarakat faktor lingkungan fisik belum dinyatakan sebagai memiliki resiko penyebaran penyakit paru-paru ke anggota keluarga. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahma Ghea (2011) tentang hubungan perilaku penderita TB dan kondisi rumah terhadap tindakan pencegahan potensi penularan TB paru pada keluarga di wilayah kerja puskesmas lubuk buaya padang dengan hasil penelitian Hasil penelitian memperlihatkan dari lima variabel independen, empat variable yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan tindakan pencegahan TB Paru yaitu : Pengetahuan, sikap, ventilasi, pencahayaan. Pengetahuan merupakan
Universitas Sumatera Utara
5
faktor yang paling dominan berhubungan dengan tindakan pencegahan potensi penularan TB Paru pada keluarga mempunyai nilai p value paling kecil yaitu, p = 0,000. Diharapkan bagi penderita TB Paru untuk meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti penyuluhan berkala untuk membina dan meningkatkan kepercayaan, sikap positif responden, sehingga dengan sikap positif akan terbentuk tindakan dalam pencegahan TB Paru tersebut bagi tempat penelitian dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efesien terhadap pencegahan potensi penularan TB paru dengan memberikan penyuluhan tentang bagaimana cara dari penularan dari bakteri dari TB Paru. Pengetahuan dan sikap juga menentukan perilaku pasien. Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena itu dalam hal pengobatan dan pencegahan penularan penyakit Tuberkulosis paru (TBC paru) yang dilakukan oleh keluarga sangatlah berperan supaya tidak terjadi penularan dalam anggota keluarga lainnya. Akan tetapi penyakit Tuberkulosis paru (TBC paru) dapat dicegah dengan berbagai cara yaitu dengan hidup sehat (makan makanan bergizi, istirahat cukup, olah raga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius dan hindari stres), bila batuk mulut ditutup, jangan meludah di sembarang tempat serta menerapkan strategi DOTS (Directly Observed Treatment, Shortcourse) (Ferry, 2010). Puskesmas Langsa Lama mempunyai suatu Wilayah kerja terdiri dari beberapa desa yang didudukinya. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Universitas Sumatera Utara
6
keterangan koordinator program TB Paru puskesmas langsa lama bahwa ditemukan penderita dengan kasus penyakit TB Paru setiap tahun. Pada tahun 2011 ditemukan 22 penderita yang terdiagnosa penyakit TB paru dan tahun 2012 ditemukan lagi 33 penderita dengan diagnosa yang sama. Selain itu, didapatkan data dari keterangan kepala lingkungan, terdapat warga yang menderita penyakit TB paru yang semakin meningkat di warga saya. Hal ini dikarenakan warga bersikap apatis dan tidak memperhatikan kesehatan dirinya tentang tanda dan gejala yang dialami dan menganggap hal tersebut hanya masalah biasa sehingga warga tidak peduli dalam pencegahan dan pengobatannya. Selain itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB Paru, salah satunya yaitu pengetahuan warga tentang penyakit TB Paru yang masih kurang dditandai dengan pola kebiasaaan warga yang merokok, dan karakteristik jalan yang berdebu sehinggan perlu ditingkatkanya pengatahuan, sikap dan tindakan warga terhadap pencegahan TB paru. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 7 warga langsa lama diperoleh gambaran dari beberapa warga tentang perilaku terhadap pencegahan TB paru masih kurang diakibatkan pengetahuan akan penularan TB masih sangat rendah, dimana warga mengatakan pasien yang mengalami TB sering melihat meludah sembarang dan saat berbicara warga tidak memperhatikan jarak sehingga resiko penularan lebih besar. Tiga keluarga yang mengalami penderita TB memiliki perilaku yang buruk terhadap pola hidup yang buruk dimana keluarga masih menggunakan alat-alat makan yang bergantian
Universitas Sumatera Utara
7
dengan penderita TB paru, hal ini
disebabkan karena pengetahuan yang
kurang mendukung terhadap pola hidup sehat. Sikap anggota keluarga yang tidak menasehati kepada pasien agar tidak meludah sembarangan masih sering terjadi, artinya lebih banyak dibiarkan pasien TBC meludah sembarangan. Gambaran kondisi tersebut perlu adanya dilakukan pendidikan kesehatan mengenai cara penanggulangan penyakit TBC, sehingga warga Langsa Lama dapat terhindar dari penyakit TBC. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian tentang ” Pengetahuan dan Sikap Pasien TB Paru Tentang pencegahan TB di Wilayah Kerja Puskesmas langsa Lama Tahun 2013”. 2.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah adalah bagaimana Pengetahuan dan Sikap Pasien TB Paru Tentang pencegahan TB di Wilayah Kerja Puskesmas langsa Lama Tahun 2013.
3.
Tujuan Penelitian 3.1.
Tujuan Umum Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui Pengetahuan
dan Sikap Pasien TB Paru Tentang pencegahan TB di Wilayah Kerja Puskesmas langsa Lama Tahun 2013. 3.2.
Tujuan Khusus 3.2.1.
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien TB paru tentang pencegahan TB di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Lama Tahun 2013
Universitas Sumatera Utara
8
3.2.2.
Untuk mengetahui sikap pasien TB tentang pencegahan TB di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Lama Tahun 2013
4.
Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan bermanfaat bagi: 4.1. Pendidikan keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang bermakna untuk meningkatkan kualitas pendidikan, baik bagian keperawatan komunitas, keperawatan anak naupun di bagian keperawatan Jiwa. 4.2. Praktik Pelayanan Hasil penelitian ini diharapkan menjadi panduan pelayanan kesehatan untuk dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan cara memberikan informasi tentang penanggulangan penyakit TB paru. 4.3. Penelitian Keperawatan Hasil penelitian ini dapat berguna bagi peneliti selanjutnya, yang dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan, dan peneliti menyarankan agar melanjutkan penelitian ini mengenai Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pasien Tb Paru dengan Perilaku Pencegahan TB paru.
Universitas Sumatera Utara