BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Landasan Teori 1. Hakekat In-On-In-On Plus TB a. Pengertian In-On-In-On In-On-In-On
merupakan
jenis
kegiatan
pelatihan
yang
dilaksanakan secara bertahap meliputi in-service learning, on-service learning, in-service learning, dan on-service learning. Kegiatan ini merupakan pengembangan dari kegiatan yang umum dilakukan yaitu In-On-In Service Learning. Dalam dunia pendidikan kegiatan ini biasanya dalam program On the Job Training (OJT). McKenna (2000:213) mengatakan bahwa On the Job Training (OJT) merupakan pelatihan dalam jam kerja yang berhubungan dengan praktik-praktik kerja. Apabila dianalogikan dalam dunia pendidikan bentuk disebut On the Job Learning yang dapat dilakukan untuk guru, kepala sekolah, tenaga tata usaha, maupun pengawas sekolah. Pelatihan ini bertujuan untuk mempraktikkan segala informasi yang berkaitan tentang pembelajaran. Memperkuat pendapat tersebut Mathis (2002:25) mengemukakan bahwa bentuk pelatihan yang paling umum untuk semua tingkatan di dalam organisasi adalah pelatihan di tempat kerja yang dikenal dengan On the Job Training (OJT). Melengkapi pendapat tersebut, Sedarmayanti (2009:167) menyatakan bahwa salah satu
10
11
pelatihan yang diperlukan bagi karyawan dalam melaksanakan tugas dikenal dengan In Service Training. Pelatihan In Service Training merupakan pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan pekerjaan. Dalam bahasa umum kegiatan pelatihan dikenal dengan nama workshop. Untuk lebih mengetahui tentang kegiatan In-On-In-On, maka akan dipaparkan lebih lanjut berkaitan dengan workshop. Kata workshop berasal dari bahasa Inggris yang berarti lokakarya yang mengandung pengertian suatu acara di mana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya. Sebuah lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil. Lokakarya adalah pertemuan antara para ahli (pakar) untuk membahas masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dalam bidang keahliannya (Http://Bestariabadi. Blogspot. Co.Id diakses 16 Maret 2015). Namun, kata workshop sudah sangat familier terdengar di kalangan umum, utamanya pada kalangan akademis sehingga kata workshop lebih sering dipakai dibandingkan dengan kata lokakarya. Workshop atau lokakarya merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan dapat melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan/atau perwakilan komite sekolah. Penyelenggaraan disesuaikan dengan tujuan atau urgensinya, dan dapat
12
diselenggarakan bersama dengan pengawas maupun kepala sekolah atau organisasi sejenis lainnya (Depdiknaas, 2008:21). Secara umum workshop adalah suatu pertemuan antara para ahli untuk membahas masalah praktis atau yang bersangkutan dengan pelaksanaan dalam bidang keahliannya, atau sanggar kerjanya, dan pertemuannya bersifat ilmiah dengan skala yang kecil. Kegiatan workshop merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh berbagai kalangan dan meliputi berbagai bidang. Workshop biasanya terdiri dari pimpinan workshop, anggota, dan nara sumber. Di kalangan pendidikan, kegiatan workshop sangat sering dan bermanfaat, terlebih dengan adanya kegiatan pengembangan keprofesian
berkelanjutan
(PKB).
Kegiatan
workshop
sangat
bermanfaat sehingga banyak pihak yang sering menyelenggarakan kegiatan tersebut. Informasi yang didapat dari workshop akan membantu dalam menjalani suatu kegiatan yang tentunya sesuai dengan materi yang dibahas dari workshop tersebut. Materi kegiatan workshop biasanya ditentukan oleh lembaga yang menyelenggarakan kegiatan, seperti forum guru biasanya membahas tentang proses pembelajaran dan penilaian, forum kepala sekolah membahas tentang kegiatan manajerial, kewirausahaan, maupun kegiatan supervisi kepala sekolah. Kegiatan workshop juga merupakan salah satu metode yang dapat ditempuh pengawas dalam melakukan supervisi manajerial yang
13
bersifat kelompok yang melibatkan beberapa kepala sekolah, wakil kepala sekolah, maupun tenaga tata usaha. Dalam menyelenggarakan workshop biasanya disesuaikan dengan tujuan, dan sasaran yang akan dicapai. Kegiatannya dapat diselenggarakan pada forum kelompok kerja kepala sekolah, kelompok kerja kepala tata usaha, maupun di MGMP guru. Misalnya pengawas dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop tentang peningkatan kompetensi guru, supervisi kepala sekolah, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, maupun tenaga kependidikan lainnya.
b. Jenis Workshop Dalam praktiknya, kegiatan workshop sendiri memiliki jenis yang dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pembagian jenis workshop tersebut hanya digunakan sebagai suatu cara untuk memudahkan dalam penggolongan dan mempelajarinya. Dalam dunia pendidikan hal semacam ini biasanya dibahas dalam beberapa materi, namun banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang pembagian atau jenis workshop tersebut. Walaupun berbeda jenis, namun tujuan dari workshop ialah untuk memperoleh informasi melalui pengalaman langsung dan saling menyampaikan informasi. Penggolongan jenis workshop berdasarkan beberapa hal antara lain sebagai berikut.
14
1) Jenis workshop ditentukan berdasarkan lembaga/organisasi yang melaksanakan, dan sifat kerjanya. Pengelompokan workshop yang didasarkan pada aspek ini disesuaikan/tergantung pada lembaga atau organisasi yang menyelenggarakan. Misalnya, workshop tentang pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Ruang lingkup
yang
dibahas
adalah
seputar problematika
pengembangan dan pelaksanaan kurikulum yang ada di sekolah (Depdiknas 2008:21). 2) Jenis workshop ditinjau dari sifatnya dapat digolongkan menjadi dua. Yang pertama adalah workshop yang bersifat mengikat yang diadakan oleh suatu organisasi atau kelompok tertentu yang membicarakan masalah program kerja yang sudah dilaksanakan dan menentukan langkah lanjutan yang hasilnya mengikat peserta workshop. Misalnya workshop tentang nilai kriteria ketuntasan minimal. Yang kedua adalah workshop yang bersifat tidak mengikat yang diadakan oleh orang-orang tertentu yang membicarakan masalah faktual yang muncul di masyarakat untuk memperoleh pemecahannya dan hasilnya tidak mengikat peserta, seperti workshop sekolah sehat. 3) Jenis workshop ditinjau dari aspek waktu pelaksanaannya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu workshop beruntun yang dilakukan dalam dekade tertentu secara terus-menerus atau tidak terputus. Kebanyakan workshop ini dilaksanakan selama tiga hari berturut-
15
turut. Workshop berkala yang dilakukan dalam waktu yang memiliki jangka waktu tertentu. Misalnya dilakukan dalam jangka waktu mingguan atau bulanan. Hal ini dikenal dengan in–on–in Service Learning atau secara lengkapnya adalah in–service learning, on–service learning, in–service learning (in–on–in). 4) Ditinjau dari model pelatihan yang bisa dilaksanakan. Menurut Hamalik (2007) ada dua macam, yaitu model komunikasi ekspositif, yaitu sistem pelaksanaanya satu arah (tanggung jawab untuk mentransferkan informasi terletak pada pelatih), dan sistem dua arah (terdapat pola balikan untuk memeriksa apakah peserta menerima informasi dengan tepat). Model kedua, yaitu model komunikasi discovery yang dilaksanakan dengan ceramah reflektif (pendekatan berdasarkan penyajian satu arah oleh penyaji dan discovery terbimbing (pendekatan melibatkan para peserta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh penyaji). Dua Model tersebut dapat disebut model direktif dan partisipatif. 5) Ditinjau dari tempat pelaksanaannya metode pelatihan dapat dikelompokan menjadi dua sebagai berikut. a) On the job training atau pelatihan di tempat kerja. Metodenya seperti demonstrasi, praktik langsung, metode mengerjakan sendiri, dan rotasi kerja.
16
b) Off the job training atau pelatihan di luar tempat kerja. Metode dalam pelatihan ini, seperti role play atau permainan peran dan diskusi. Dari berbagai jenis workshop yang ada, model/jenis apa yang akan dipakai tergantung dari berbagai pertimbangan seperti jumlah dan siapa pesertanya, kehematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, kemampuan peserta, kemampuan penyaji serta tujuan yang akan dicapai karena tiap-tiap metode atau cara tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan. Bahkan satu model dapat dikolaborasi dengan model lain, atau dapat dikembangkan berdasarkan kebutuhan.
c. Model Pengembangan Kepala Sekolah Berbagai kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan baik dengan cara mengadakan sendiri di sekolahnya ataupun mengikuti kegiatan yang sudah ada di luar sekolah. Kegiatan pengembangan kepala sekolah yang dapat ditempuh, antara lain sebagai berikut. 1) Inhouse Training (IHT) Kegiatan IHT dapat dilaksanakan di sekolah dengan pertimbangan bahwa kegiatan tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi bersama guru lain yang memiliki kompetensi sesuai dengan tugasnya sebagai guru. Dengan strategi
17
ini diharapkan dapat lebih menghemat waktu, biaya, dan dapat mendayagunakan potensi yang ada di sekolahnya. 2) Pembinaan Internal oleh Sekolah Kegiatan ini dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat, dan sejenisnya. 3) Pendidikan Lanjut Kegiatan ini merupakan alternatif bagi pembinaan profesi guru dan kepala sekolah di masa mendatang dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri, bagi guru dan kepala sekolah yang mempunyai prestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina dan kepala sekolah yang dapat membantu guru dan kepala sekolah lain dalam upaya pengembangan profesinya. 4) Program Magang Program
magang
institusi/industri
adalah
yang
pelatihan
relevan
dalam
yang
dilaksanakan
rangka
di
meningkatkan
kompetensi profesional guru dan kepala sekolah. Program magang biasanya dilakukan untuk guru kejuruan dan dapat dilakukan selama periode tertentu. Misalnya magang di industri otomotif dan yang sejenisnya. Program magang dipilih sebagai alternatif pembinaan dengan alasan bahwa keterampilan tertentu, khususnya bagi guru
18
dan kepala sekolah sekolah kejuruan memerlukan pengalaman nyata. 5) Kemitraan Sekolah Kegiatan kemitraan sekolah dapat dilaksanakan dengan bekerja sama lintas institusi pemerintah atau swasta dalam keahlian tertentu. Pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Kegiatan ini dipilih biasanya karena ada beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan kepala sekolah yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya. 6) Belajar Jarak Jauh Belajar jarak jauh dapat dipilih sebagai cara untuk meningkatkan keprofesian berkelanjutan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan sistem pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sekolah berada di daerah terpencil sehingga tetap dapat mengikuti pelatihan di tempat pembinaan yang telah ditunjuk, seperti di kabupaten atau provinsi. 7) Kursus Singkat di LPTK atau Lembaga Pendidikan Lainnya Kegiatan kursus ini dilaksanakan di LPTK atau lembaga pendidikan lainnya dapat digunakan untuk meningkatkan kompetensi guru dan kepala sekolah dalam beberapa kemampuan, seperti menyusun penilaian, menyusun kurikulum baru, membuat program kerja,
19
melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, dan lain sebagainya. Selain kegiatan di atas untuk mengembangkan kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah juga dapat melaksanakan kegiatan lainnya dengan cara mengikuti kegiatan seperti berikut. 1) Diskusi masalah pembelajaran dan atau pendidikan Kegiatan ini dapat dilaksanakan secara berkala di forum MKKS/MGMP dengan mengambil topik sesuai dengan masalah yang dialami di sekolahnya. Melalui diskusi berkala diharapkan kepala sekolah dapat memecahkan masalah yang dihadapi berkaitan dengan proses pembelajaran maupun manajerial kepala sekolah ataupun masalah peningkatan kompetensi dan pengembangan karirnya. 2) Seminar Mengikuti kegiatan seminar dapat sebagai alternatif pembinaan berkelanjutan
profesi
kepala
sekolah
dalam
meningkatkan
kompetensinya. Kegiatan ini memberikan peluang kepada kepala sekolah untuk berinteraksi secara ilmiah dengan teman seprofesinya berkaitan dengan hal-hal terkini dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. 3) Workshop Workshop dilakukan untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi pembelajaran, peningkatan kompetensi maupun pengembangan
20
karier kepala sekolah. Workshop dapat dilakukan misalnya dalam kegiatan
menyusun
kurikulum
sekolah,
analisis
kurikulum,
pengembangan alat penilaian, pembuatan RKS, meningkatkan kompetensi supervisi, dan sebagainya. 4) Penelitian Penelitian dapat dilakukan kepala sekolah dalam bentuk penelitian tindakan kelas atau penelitian tindakan sekolah, penelitian eksperimen, penelitian pengembangan, dan jenis yang lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Dari berbagai cara yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kompetensi guru dan kepala sekolah, cara workshop/lokakarya dipilih dan akan diuraikan lebih lengkap pada karya ilmiah ini.
d. In-On-In-On Plus TB Kegiatan In-On-In-On Plus TB atau kepanjangan dari In-Service Learning (ISL), On-Service Learning (OSL), In-Service Learning (ISL) On-Service Learning (OSL) Pendampingan Langsung Bersiklus, Terprogram dan Berkelanjutan adalah merupakan salah satu model pengembangan dari workshop in-on-in yang sudah ada dan sering dipakai. Kegiataan ini merupakan salah satu model peningkatan kompetensi kepala sekolah/guru yang cara pelaksanaannya dengan mengkombinasikan antara kegiatan workshop dan praktek di lapangan yang mendapatkan pendampingan dari pengawas secara langsung,
21
bersiklus, terprogram dan berkelanjutan. Kegiatan In-On-In-On Plus TB dimulai dengan ISL pertama, dimana para peserta pelatihan diberikan materi yang berkaitan dengan topik yang akan dibahas secara berkelompok/individu. Kegiatan tersebut juga dapat berupa pelatihan praktik yang nantinya sebagai bekal pada kegiatan OSL. Pada kegiatan OSL, peserta turun ke lapangan dengan mempraktekkan materi pada kegiatan ISL, dan mencatat berbagai temuan dan kendala untuk dibawa pada pertemuan ISL kedua. Temuan dapat berupa ketidaksesuaian antara materi pelatihan dengan kondisi di lapangan, maupun kendala yang dihadapai berkaitan dengan penerapan teori/materi yang didapatkan pada ISL pertama. Pada pertemuan ISL ke dua, peserta melaporkan kegiatannya di OSL dalam bentuk laporan secara tertulis, maupun presentasi, baik secara individu maupun perwakilan kelompok. Kegiatan tersebut membahas beberapa temuan, baik di lapangan maupun kelas yang nantinya dicarikan solusinya. Pada
saat
pelaksanaan
di
sekolah,
maupun
pelaporan
hasil
pelaksanaan, kegiatan didampingi oleh pengawas yang menjadi pembinanya. Demikian kegiatan dilaksanakan secara bersiklus, sehingga nantinya kembali dari in ke on ke in dan ke on lagi. Untuk jelasnya dapat tergambar sebagai berikut.
22
ISL KE 1 Pemberian materi berkaitan dengan supervisi akademik secara bersamaan oleh pengawas
OSL KE 2 Pelaksanaan supervisi akademik dengan didampingi pengawas/peneliti di sekolahnya
Pendam pingan Pengawas
OSL KE 1 Pelaksanaan supervisi akademik dengan didampingi pengawas/peneliti di sekolahnya
ISL KE 2 Pemaparan hasil supervisi akademik dengan teman kepala sekolah lainnya didampingi pengawas
Gambar 2.1 Prosedur Pelaksanaan In-On-In-On Plus TB Dari gambar 2.1 tersebut, maka kegiatan model tersebut memerlukan waktu yang tidak sebentar sehingga kegiatan dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, penyelenggara harus mempertimbangkan dengan matang apabila akan melaksanakan dengan model tersebut. Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan In-OnIn-On Plus TB. Kelebihannya antara lain lebih aplikatif dan langsung dapat dirasakan manfaatnya. Selain itu peserta dapat langsung mengetahui kelemahan yang ada untuk dicarikan solusinya. Kekurangannya antara lain memerlukan waktu yang relatif lama sehingga kadangkala apabila tidak memiliki cukup waktu akan menjadi kendala. Dari beberapa kelebihan dan kekurangan tersebut dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
23
menentukan suatu model kegiatan. Kelebihan Kelebihan dan kekurangan seperti terlihat at pada gambar berikut ini.
KELEBIHAN Materi pelatihan langsung dapat diaplikasikan di lapangan/sekolah Peserta masih mempunyai motivasi untuk mempraktikan hasil pelatihan Hasil pelatihan langsung dapat diketemukan kekuatan dan kelemahannya Penyelenggara dapat dengan cepat mengetahui daya serap peserta pada tataran aplikasi
Tingkat kemanfaatannya lebih banayak dirasakan
KEKURANGAN Peserta dituntut memiliki keterampilan yang lebih, tidak sekedar mengikuti, namun juga harus dapat mempraktikkan
Peserta/penyelenggara harus memiliki lokasi untuk dapat mempaktikan hasil pelatihan Tidak dapat dilakukan untuk semua kalangan muda sampai peserta dewasa Memerlukan waktu, dan tenaga , bahkan kadangkala beaya yang lebih banyak
Gambar 2.2 Kelebihan dan Kekurangan In-On-In-On Plus TB Mengingat lebih banyak kelebihan dibanding kelemahan kelemahannya, maka model In-On--In-On Plus TB ini patut untuk diujicobakan pada berbagai kegiatan workshop di berbagai instansi si sehingga tujuan kegiatan akan mudah dicapai. Hal tersebut karena materi yang diterima langsung dipraktikkan an pada kegiatan nyata.
2. Hakikat Kompetensi Supervisi Supervisi Akademik Kepala Sekolah a.
Pengertian Kompetensi Secara umum pengertian kompetensi adalah karakteristik dasar yang dapat dihubungkan dengan peningkatan kinerja individu atau tim, yang terdiri dari pengetahuan (knowledge), ( ), keterampilan ((skill), dan
24
kemampuan (abilities). Kompetensi mendasari pada seseorang dan menunjukkan cara-cara bertindak, berpikir, atau menggeneralisasikan situasi secara layak dalam jangka panjang. Kompetensi merupakan bagian dari kepribadian seseorang yang telah tertanam dan berlangsung lama dan dapat memprediksi perilaku dalam berbagai tugas dan situasi kerja.
Dalam
pembelajaran
biasanya
pengertian
kompetensi
dihubungkan dengan guru, atau kepala sekolah. Pengertian kompetensi kepala sekolah dapat diartikan sebagai kemampuan dasar bagi seorang kepala sekolah dalam menguasai pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai seorang kepala di sekolahnya. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pengertian kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. Hal tersebut selaras dengan Peraturan Pemerintah nomor 74 tahun 2008 pasal 3 ayat 1, yaitu kompetensi guru meliputi tiga hal yang berkaitan dengan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku, dan ketiganya harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam menjalankan tugasnya. Ada lima tipe karakteristik kompetensi. Kelima tipe itu dijelaskan sebagai berikut.
25
1) Motif-motif (motives), yaitu sesuatu yang secara konsisten dipikirkan dan diinginkan, yang menyebabkan tindakan. 2) Ciri-ciri (traits), karakteristik fisik dan respon-respon yang konsisten terhadap situasi atau informasi. 3) Konsep diri (self-concept), sikap-sikap, nilai-nilai atau gambaran tentang diri sendiri seseorang. 4) Pengetahuan (knowledge), informasi yang dimiliki seseorang dalam area spesifik tertentu. 5) Keterampilan (skill), kecakapan seseorang untuk menampilkan tugas fisik atau tugas mental tertentu. Dari kelima karakteristik tersebut, dapat dikelompokkan pada dua level kompetensi, yaitu yang dapat dilihat dan dikembangkan, disebut permukaan (surface), seperti pengetahuan dan keterampilan, dan bagian yang tidak dapat dilihat dan sulit dikembangkan disebut sebagai sentral atau inti kepribadian (core personality), seperti sifatsifat, motif, sikap dan nilai-nilai. Kompetensi diperlukan dalam rangka melaksanakan tugas keprofesiannya. Profesi berhubungan dengan pekerjaan, atau mata pencaharian seseorang. Sudarwan (2002:23) mendefinisikan profesionalisme adalah komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan secara terus-menerus mengembangkan strategi-strategi yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Freidson (1970) dalam Sagala (2002:199) yang
26
mengemukakan bahwa profesionalisme adalah “sebagai komitmen untuk ide-ide professional dan karir”. Pendapat lain disempurnakan oleh Surya (2007:214) bahwa profesionalisme merupakan sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionlnya. Dari uraian tersebut maka kompetensi merupakan prasyarat untuk dapat melaksanakan tugas profesinya secara profesional.
b. Pengertian Supervisi Supervisi berasal dari dua kata, yaitu super dan vision. Super artinya atas atau lebih, sedangkan vision artinya lihat/tilik atau awasi. Kalau dipadukan dua kata tersebut terkandung arti bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi yang tugasnya adalah melihat, menilik atau mengawasi orang-orang yang disupervisi (Amatembun,1981:1). Kegiatan supervisi dilakukan dalam bentuk kepengawasan. Pengertian supervisi lain adalah usaha dari petugas-petugas sekolah
dalam
memperbaiki
memimpin
pengajaran,
guru
dan
termasuk
petugas
lainnya
menstimulasi,
dalam
menyeleksi
pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru serta merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode serta evaluasi pengajaran (Sahertian 2000:17). Lebih lanjut Mantja (2007:73)
27
mengatakan bahwa supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar. Pengertian supervisi diperbaharui oleh Sutjiaputra (2008:24) sebagai bantuan dalam pengembangan situasi belajar mengajar agar memperoleh kondisi yang lebih baik. Meskipun tujuan akhirnya tertuju pada hasil belajar siswa, namun yang diutamakan dalam supervisi adalah bantuan kepada guru. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu perbaikan (guru dan murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan supervisi selalu dilakukan oleh orang yang dianggap lebih mengatahui kepada orang yang lain untuk membantu dan memperbaiki kinerjanya dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik. Kegiatan supervisi dapat dilakukan di berbagai bidang, seperti perdagangan, pemerintahan, perindustrian, dan salah satu di antaranya dalam bidang pendidikan. Supervisi pendidikan adalah kegiatan yang dilakukan dalam bentuk pembinaan ke arah perbaikan situasi pendidikan, yang berupa bimbingan atau tuntunan perbaikan situasi pendidikan, termasuk pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya. Pengertian tersebut meliputi kegiatan guru, kepala sekolah, maupun tenaga kependidikan lainnya, dalam mendukung proses pembelajaran.
28
Siswanto (2002) menyebutkan beberapa prinsip umum dalam supervisi diantaranya adalah supervisi merupakan bagian terpadu dari program pendidikan yang berbentuk kerja sama dan kelompok. 1) Seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah membutuhkan serta terkait dengan supervisi. Oleh karena itu, supervisi hendaknya memberi keuntungan bagi seluruh tenaga pendidik dan tenaga kependidikan dalam pengembangan proses pembelajaran, serta pelaksanaan administrasi sekolah. 2) Supervisi hendaknya membantu menjelasakan tujuan dan sasaran pendidikan dan membimbing implementasinya dalam pembelajaran, yang didukung dengan administrasi yang memadai. 3) Supervisi hendaknya membantu sikap dan hubungan manusiawi antar
komponen
yang
ada
di
sekolah
dan
mendorong
berkembangnya hubungan masyarakat yang lebih efektif.
c. Fungsi Supervisi Dalam kegiatannya, supervisi mempunyai beberapa fungsi. Menurut Gregorio (1966) dalam buku Metode dan Teknik Supervisi (Depdiknas 2008:6) ada lima fungsi utama supervisi, yaitu sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Dari kelima fungsi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. 1) Fungsi inspeksi berperan dalam mempelajari keadaan dan kondisi sekolah, dan pada lembaga terkait, maka tugas seorang supevisor
29
antara lain berperan dalam melakukan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan belajar maupun metode mengajar. Sasaran inspeksi adalah menemukan permasalahan dengan cara melakukan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan, dan daftar isian. 2) Fungsi penelitian adalah mencari jalan keluar dari permasalahan yang berhubungan dengan tugas yang sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur ilmiah, yakni merumuskan masalah yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melakukan analisa guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun strategi keluar dari permasalahan di atas. 3) Fungsi pelatihan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam pelatihan diperkenalkan kepada guru cara-cara baru yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis pelatihan yang dapat dipergunakan antara lain melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual, dan group conference, serta kunjungan supervisi. 4) Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai usaha untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok agar mereka mau melakukan berbagai perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan
30
kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melakukan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah prosedur mengajar yang baru. 5) Fungsi penilaian adalah untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan dengan berbagai cara, seperti tes, penetapan standar, penilaian kemajuan belajar siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta prosedur lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
d. Kompetensi Kepala Sekolah Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, ada 5 dimensi kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah. Kompetensi tersebut mencakup kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.
Dari
dimensi
kompetensi
tersebut,
terbagi
menjadi
subkompetensi yang terdiri dari kompetensi kepribadian berjumlah 6, kompetensi manajerial berjumlah 16, kompetensi kewirausahaan berjumlah 5, kompetensi supervisi berjumlah 3, dan kompetensi sosial berjumlah 3 subkompetensi.
31
Dari semua kompetensi tersebut di atas, kompetensi yang akan diuraikan hanya pada kompetensi supervisi yang meliputi hal-hal berikut. 1) Merencanakan
program
supervisi
akademik
dalam
rangka
terhadap
guru
dengan
peningkatan profesionalisme guru. 2) Melaksanakan
supervisi
akademik
menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat. 3) Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Dalam kegiatan di sekolah, kepala sekolah melakukan dua kegiatan supervisi, yaitu supervisi manajerial dan supervisi akademik. a) Supervisi manajerial adalah kegiatan pemantauan dan pembinaan terhadap pelaksanaan, pengelolaan dan administrasi di sekolah. Fokus supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan manajemen sekolah, yang antara lain meliputi: 1) manajemen kurikulum dan pembelajaran, 2) kesiswaan, 3) sarana dan prasarana, 4) ketenagaan, 5) keuangan, 6) hubungan sekolah dengan masyarakat, dan 7) layanan khusus. Fungsi supervisi manajerial adalah untuk mendorong berbagai unsur yang mendukung dan terkait dengan layanan pembelajaran. Tujuannya supaya delapan layanan pendidikan dapat dilaksanakan dengan efektif, dan menghasilkan mutu pendidikan secara maksimal. b) Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran
32
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Makna supervisi akademik bukan menilai kinerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, tapi bertujuan
membantu
guru
mengembangkan
kemampuan
profesionalismenya. Kegiatannya dapat berupa membantu guru mengembangkan
kompetensinya,
mengembangkan
kurikulum,
mengembangkan kelompok kerja guru, dan membimbing penelitian tindakan kelas. Dalam Permenpan RB nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, kegiatan supervisi akademik antara lain membantu guru dalam hal 1) menyusun kurikulum pembelajaran pada satuan pendidikan; 2) menyusun silabus pembelajaran; 3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran; 4) melaksanakan kegiatan pembelajaran; 5) menyusun alat ukur/soal sesuai mata pelajaran; 6) menilai dan mengevaluasi proses dan hasil belajar pada mata pelajaran yang diampunya; 7) menganalisis hasil penilaian pembelajaran; 8) melaksanakan pembelajaran/perbaikan dan pengayaan dengan memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi; 9) melaksanakan pengembangan diri; dan 10) membuat publikasi ilmiah dan karya inovatif. Dalam kegiatan supervisi akademik, rangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, dan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya (Sergiovanni 1987:36). Penilaian unjuk kerja
33
guru dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian integral dari serangkaian kegiatan supervisi
akademik.
serangkaian
Apabila
kegiatan
supervisi
membantu
akademik guru
merupakan
mengembangkan
kemampuannya, dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan penilaian kemampuan guru sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu dikembangkan dan cara mengembangkannya. Ada tiga konsep pokok (kunci) dalam pengertian supervisi akademik. 1) Kegiatan supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan perilaku dan persepsi guru dalam mengelola proses
pembelajaran.
Kegiatan
supervisi
akademik
jangan
diasumsikan secara sempit, hanya ada satu cara terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi semua guru (Glickman 1981:36). Jadi, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi akademik. 2) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya harus didesain secara benar sehingga jelas waktu
34
mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, alangkah baiknya jika programnya didesain bersama antara supervisor dan guru. 3) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
e.
Kompetensi Supervisi Akademik Kepala Sekolah Kepala sekolah adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan
sebagai kepala sekolah. Selain bertugas sebagai guru yang mengajar, kepala sekolah mempunyai tiga tugas pokok meliputi tugas supervisi, manajerial, dan kewirausahaan. Kepala sekolah berasal dari dua kata, yaitu kepala dan sekolah. Kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sekolah adalah sebuah lembaga tempat terjadinya proses pembelajaran. Jadi, secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga tempat terjadinya proses pembelajaran. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat terjadinya interaksi antara guru yang memberi
35
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman (2006:106) mengungkapkan bahwa kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah. Dari pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa seorang kepala sekolah pada dasarnya adalah seorang guru yang mendapat tugas lain untuk memimpin dalam suatu organisasi yang bernama sekolah. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional (Depdiknas 2008), terdapat tujuh peran utama kepala sekolah, yaitu sebagai (1) educator (pendidik), (2) manajer, (3) administrator, (4) supervisor (penyelia), (5) leader (pemimpin), (6) pencipta iklim kerja, dan (7) wirausahawan. Dari ketujuh peran kepala sekolah tersebut, dapat dikelompokkan menjadi tiga tugas yang terurai sebagai berikut. 1) Tugas Supervisi Tugas supervisi dilakukan terhadap kinerja guru, laboran, pustakawan, dan staf tata usaha. Kegiatan tersebut bertujuan untuk menjamin agar kinerja mereka selalu terpantau dan bekerja dengan baik sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik, dan hasil pendidikan
dapat
maksimal.
Kegiatannya
meliputi
membuat
perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut supervisi. Kegiatan supervisi pelaksanannya melalui tindakan kunjungan kelas, bertatap muka dan berbicara dengan guru, peserta didik, dan orang tua, mengikuti perkembangan masyarakat di sekolah, dan segala peristiwa
36
yang terjadi berkaitan dengan pendidikan dalam rangka melaksanakan tanggungjawabnya (Olivia, 1992). 2) Tugas Manajerial Kegiatan manajerial berkaitan dengan mengelola berbagai sumber yang ada di sekolah sehingga semua sumber daya dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah diprogramkan. Berbagai sumber di sekolah, seperti guru, perpustakaan, laboratorium, bengkel, ketatausahaan, komite sekolah, sarana prasarana, mapun pendanaan dari pemerintah, masyarakat, maupun sumber lain. Kegiatan manajerial meliputi penyusunan perencanaan, pengelolaan, dan pelaporan komponen delapan standar pendidikan seperti yang terdapat dalam peraturan daerah, peraturan menteri, peraturan pemerintah, dan undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan. 3) Tugas Kewirausahaan Tugas yang ketiga ini bertujuan agar sekolah yang dipimpinnya memiliki sumber daya dan dana yang mampu mendukung jalannya kegiatan di sekolah, dan agar semua warga sekolah mempunyai budaya perilaku wirausaha, utamanya pada para siswanya.
3. Hakikat Persepsi a. Pengertian Persepsi Pengertian persepsi menurut Bootzin dkk. (1986:625)
adalah
perasaan, pikiran dan niat orang yang mempengaruhi perilaku mereka.
37
Pendapat senada dikemukakan oleh Westen (1992:111) bahwa persepsi merupakan proses yang terkait erat yang diorganisasi dan ditafsirkan otak.
Dalam
hal
ini
persepsi
sebagai
proses
aktif
yang
mengorganisasikan dan menafsirkan sensasi yang mengarah pada proses, dan organ-organ indera tubuh membentuk informasi tentang lingkungannya. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Fielman (1999:126) bahwa persepsi adalah proses konstruktif dimana kita menerima stimulus yang ada dan berusaha memahami. Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003:54) memperjelas pengertian persepsi yang merupakan proses integrasi dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dan disempurnakan oleh Passer dan Smith (2004:110) bahwa persepsi merupakan apa yang indera beritahu terhadap proses aktif dalam mengorganisasikan masukan stimulus dan menghasilkan makna. Dari pendapat di atas maka dapat dsimpulkan bahwa persepsi merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian dan mengolah informasi dari lingkungan terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu melalui alat indra dan diteruskan ke otak sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu yang menghasilkan suatu tindakan. Persepsi berupa tanggapan langsung tentang sesuatu objek yang menimbulkan tindakan.
38
b. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Persepsi Beberapa
ahli
menyebutkan
beberapa
aspek
yang
dapat
mempengaruhi persepsi. Shaw (1987:16) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang menjadi syarat berlangsungnya suatu persepsi yaitu, variabel struktural dan variabel horizontal. Variabel struktural atau faktor situasional berasal dari sifat rangsang fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan oleh sistem syaraf individu (neurofisiologic process). Variabel horizontal atau fungsional berasal dari dalam diri si pengamat (perseptor),
seperti
kebutuhan
(needs),
suasana
hati
(mood),
pengalaman masa lampau dan sifat-sifat individual lainnya termasuk yang disebut sebagai faktor personal. Variabel struktural seperti intensitas, frekuensi, dan jumlah rangsang pada dasarnya sama dengan rangsang eksternal yang menunjuk pada keadaan rangsang luar yang dipersepsi. Westen (1992:154) menggambarkan aspek-aspek persepsi berupa (1) organisasi, (2) interpretasi, dan (3) atensi. Persepsi mengorganisasikan rangkaian berkesinambungan pada sensasi menjadi unit-unit bermakna. Dalam organisasi, persepsi memerlukan interpretasi informasi yang diorganisasikan, sedangkan atensi itu melibatkan proses memori, pikiran, kesadaran, motivasi dan emosi. Westen juga menyebutkan prinsip-prinsip bentuk persepsi yang melibatkan teori psikologi “Gestalt” berupa kesamaan, kedekatan, kesinambungan, kesederhanaan, dan penutupan. Kesamaan berarti pemikiran mengarah
39
pada elemen-elemen sejenis menjadi satu dalam pemahaman, kedekatan berarti sesuatu yang hampir sama, sedangkan berkesinambungan merupakan proses pengertian dalam mengorganisasikan stimulus pada pola yang berkelanjutan. Kesederhanaan adalah memahami pola-pola yang mudah, dan penutupan berarti memahami objek secara lengkap. Lebih lanjut, Smeets dan Brenner (1995:19) menghubungkan persepsi dan tindakan yang didasarkan informasi visual yang sama. Ada perbedaan antara aspek posisi dan kecepatan dalam memahami informasi. Adapun Ivry dan Hazeltine (1995:8) menghubungkan persepsi dan hasil terhadap mekanisme. Ternyata tugas-tugas persepsi dan hasil sulit menggunakan mekanisme waktu yang sama. Pada variabel
fungsional,
rangsang dari
dalam
diri
individu
yang
mempersepsi merupakan faktor penentu dalam membuat keputusan untuk berbuat atau tidak. Jadi faktor fungsional inilah yang dapat menyebabkan perbedaan persepsi pada setiap orang terhadap objek yang sama. Penentu persepsi bukan dari jenis dan bentuk rangsangnya, tetapi karakteristik dari orang yang memberikan respon pada rangsang tersebut. Karena itu persepsi bersifat selektif secara fungsional, yakni objek yang memenuhi, dan subjek yang melakukan persepsi. Dari berbagai kepala sekolah tentu akan muncul pula persepsi yang berbedabeda. Perbedaan persepsi ini bukan dikarenakan faktor tugas yang diberikan, melainkan juga dari sudut pandang yang dipengaruhi oleh
40
pengalaman,
motivasi,
serta
situasi
saat
orang
tersebut
mempersepsikannya. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi memiliki aspek-aspek terkait yang kompleks yang melibatkan aspek-aspek psikologi tertentu seperti tindakan, organisasi, interpretasi, atensi dan “Gestalt prinsip”. Di samping itu persepsi juga memerlukan aspek-aspek biologi seperti sistem syaraf sensoris dan otak dalam mengorganisasikan dan menafsirkan informasi. Dengan demikian aspek-aspek psikologi dan biologi dalam persepsi membentuk suatu rangkaian peristiwa terpadu dari masukan/stimulus, proses, dan hasil/respon
sebagai
suatu
sistem
mekanisme
informasi
dan
pengetahuan yang mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia.
c. Hubungan Persepsi dengan Pelaksanaan Tugas Persepsi mempengaruhi sikap guru dan kepala sekolah dalam melaksanakan tugasnya. Persepsi juga mempengaruhi sikap dalam menyiapkan tugas yang akan dilakukan. Sikap sangat menentukan motivasi bekerja sehingga persepsi kepala sekolah terhadap supervisi akademik akan sangat berpengaruh pada persiapan maupun pelaksanaan kegiatan tersebut.
Begitu juga persepsi guru akan memberikan
konstribusi positif dalam melaksanakan
pembelajaran, sikap dan
motivasi yang positif yang akan mempengaruhi keberhasilan proses pembelajaran, sedangkan sikap dan motivasi yang negatif akan menghambatnya.
41
Sears (1987:53) mengatakan bahwa terdapat lima prinsip dasar tentang persepsi, yaitu (1) persepsi cenderung relatif dan bukan mutlak, (2) selektif, (3) mempunyai tatanan, (4) dipengaruhi oleh harapan dan kesiapan, dan (5) persepsi seseorang atau kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun situasinya sama. Dengan demikian, konsep dasar persepsi berhubungan erat dengan kesanggupan melaksanakan tugas yang didasari dengan harapan dan kesiapan. Dari kesanggupan tersebut akan mempermudah seseorang mencapai keberhasilan. Hal ini akan terjadi pula pada diri kepala sekolah
dalam melaksanakan supervisi baik akademik maupun
manajerial. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa persepsi kepala sekolah dan guru yang bersifat positif akan mempengaruhi keberhasilan tugasnya dalam mengelola sekolah, maupun pembelajaran, sedangkan persepsi kepala sekolah dan guru yang bersifat negatif akan menghambat pengelolaan sekolah dan pembelajaran yang berakibat gagalnya usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya.
B. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang relavan dengan penelitian ini, seperti yang dilakukan Utomo pengawas dari Kendal dengan judul “Upaya Peningkatan Kinerja KS dalam Supervisi Akademik melalui Bimbingan Terprogram di Sekolah Binaan pada Semester Gasal Tahun 2011/2012”. Pada penelitian tersebut ada peningkatan sekitar 8 kali dari kondisi awal.
42
Penelitian yang dilakukan oleh Santoso dengan judul “Peningkatan Keterampilan Mengelola Kelas melalui Supervisi Klinis pada Guru Kelas VI/A dan Guru Kelas VI/B di SD Negeri Rejowinangun Semester I Tahun 2011/2012” dengan hasil adanya peningkatan kemampuan guru dalam pengelolaan kelas sebesar 12%, yaitu dari 74% menjadi 86%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Hari Kartini Setyawati, pengawas dari Banyumas dengan judul “Optimalisasi Kemampuan Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Pakem melalui Supervisi Klinis bagi Guru Kelas V (Lima) Se-Gugus Puntadewa Unit Pendidikan Kecamatan Somagede” dengan hasil adanya peningkatan skor proses pembelajaran dari 49 menjadi 67 pada siklus 1, dan 78 pada siklus 2 sehingga total kenaikan sebesar 29%. Proses supervisi klinis dengan partisipasi aktif pengawas dari kondisi awal belum dilaksanakan (0), menjadi dilaksanakan dengan skor keberhasilan 18 pada siklus 1 dan 29 pada siklus 2 sehingga total kenaikan 96%. Penelitian yang dilakukan Waluyo dengan judul “Optimalisasi Kemampuan Kepala Sekolah dalam Menyusun Kurikulum Sekolah Menggunakan Workshop Terprogram bagi Kepala Sekolah Swasta Binaan Se Kabupaten Temanggung Semester Satu Tahun Pelajaran 2012/2013” dapat meningkatkan kemampuan menyusun kurikulum sebesar 39,8 dari 50,2 menjadi 90. Peningkatan tersebut terjadi dari kondisi prasiklus sebesar 50,2, meningkat pada siklus pertama sebesar 68, dan pada siklus kedua menjadi 90.
43
C. Kerangka Berpikir Untuk memudahkan alur dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini, maka disusun kerangka berpikir. Hal tersebut akan membantu logika untuk mengurai dan mencari solusi dan cara pemecahannya. Dalam penelitian ini kerangka berpikir dari sebelum tindakan, tindakan, dan setelah tindakan serta cara pemecahannya baik pada siklus satu maupun siklus kedua adalah seperti pada gambar 2.3 sebagai berikut. Kompetensi dan Persepsi “Supermik” Rendah
In-On-In-On Plus TB
Partisipatif
Direktif Dilatih dan Didampingi
Kompetensi dan Persepsi “Supermik”Tinggi Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Penelitian
44
Dari gambar 2.3 tersebut, persepsi dan kompetensi supervisi akademik kepala sekolah yang sebelum melakukan kegiatan workshop masih rendah, dan belum sesuai dengan yang diharapkan maka dengan mengikuti In-On-In-On Plus, akan meningkat, bahkan dapat lebih tinggi dari yang diharapkan.
D. Hipotesis Tindakan Berdasarkan berbagai teori dan referensi yang ada, maka peneliti menyusun hipotesis tindakan untuk dicari pembuktianya. Dalam penelitian ini ada dua hipotesis tindakan yang akan dibuktikan sebagai berikut. 1. Ada peningkatan kompetensi supervisi akademik kepala sekolah setelah diberikan In-On-In-On Plus TB di Kabupaten Temanggung sebesar 80. 2. Ada perubahan persepsi yang lebih baik kepala sekolah binaan terhadap pelaksanaan supervisi akademik setelah diberikan In-On-InOn Plus TB.