BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Suatu Kawasan pasti memiliki identitas atau citra kawasan yang berbedabeda, misalnya Kotabaru yang memiliki citra sebagai kawasan pendidikan, Ngampilan sebagai kawasan wisata industri bakpia. Sama halnya dengan Kotagede yaitu tidak hanya sebagai kawasan bersejarah namun juga kawasan wisata industri kerajinan perak. Sehingga tidak heran banyak wisatawan baik asing maupun domestik yang berkunjung di kawasan Kotagede. Tidak hanya kerajinan perak dan situs peninggalan sejarah saja yang menjadi daya tarik Kotagede, namun masih ada makanan yang menjadi makanan khas Kotagede (kipo, yangko, sagon, ukel, banjar dan lain-lain) serta kerajinan pendukung lainnya kerajinan kuningan, tembaga, kulit bahkan konveksi. Untuk memperoleh barang tersebut diatas sangatlah sulit karena letak kios atau toko yang tersebar (di sepanjang jalan maupun di dalam kampung). MATA PENCAHARIAN
JUMLAH PENDUDUK
MATA PENCAHARIAN
JUMLAH PENDUDUK
PETANI
307
PENGANGKUTAN
1758
PENGUSAHA SEDANG/BESAR
1918
PNS
1449
PENGRAJIN/INDUSTRI KECIL
1749
ABRI
96
BURUH INDUSTRI
5219
PENSIUNAN
262
6
PETERNAK
5396
BURUH BANGUNAN PEDAGANG
3949 Tabel 1 Sumber: Data Monografi Kecamatan Kotagede Yogyakarta, 2006.
1
Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta, lima jenis komoditas produk unggulan daerah sampai dengan tahun 2000, meliputi : batik (225 unit usaha), perak (80 unit usaha), mebel kayu (76 unit usaha), kerajinan kayu (70 unit usaha) dan bakpia (82 unit usaha). Selain produk tersebut ada beberapa potensi produk industri kecil dan menengah yang masih dapat dikembangkan, seperti industri kulit, industri alumunium, kerajinan dari serat tumbuhan, industri makanan khas, industri garment/konveksi yang tersebar di seluruh wilayah Yogyakarta. Pada tahun 2001, industri besar di Yogyakarta mencapai 107 unit atau meningkat 3,88% dibandingkan tahun 2000, sedangkan industri sedang meningkat 5,88% dibanding tahun 2000.
Akan tetapi dengan adanya gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006, membuat perekonomian Yogyakarta terombang-ambing, demikian juga di Kotagede, yaitu kerusakan pada bangunan perekonomian (pasar dan industri kecil dan menengah).
2
No
Jenis Industri
Tingkat Kerusakan Berat
Sedang
Ringan
Jumlah
1
Industri Perak
76
-
-
76
2
Industri Pakaian Jadi/Konveksi
38
9
5
52
3
Penjahit
-
15
-
15
4
Industri Makanan dan Minuman
77
96
57
230
5
Kerajinan Kulit
-
3
4
7
6
Pot Bunga
-
1
1
2
7
Industri Tahu
1
-
-
1
8
Industri Tempe
2
-
-
2
9
Emping Mlinjo
-
2
-
2
10
Industri Kuningan
3
2
-
5
11
Kerajinan bambu
1
1
-
2
12
Jamu Gendong
7
11
8
26
13
Viber glass
-
2
-
2
14
Kaca
2
-
-
2
15
Pemotong ayam
3
-
2
5
16
Percetakan
-
1
1
2
Tabel 2 Sumber: Data Monografi Kecamatan Kotagede Yogyakarta, 2006.
Sehingga perlu penataan kompleks perbelanjaan/oleh-oleh baik industri kerajinan logam (perak, kuningan, tembaga) maupun makanan khas dan konveksi. Dengan adanya kompleks pameran dan pusat penjualan kerajinan lokal Kotagede tersebut dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas perekonomian sekaligus pendukung bagi kawasan Kotagede sebagai kawasan budaya dan industri pariwisata (kawasan komersial). Pusat pertumbuhan di kota Yogyakarta terbagi dalam 6 wilayah yang merupakan satu kesatuan konsep motor penggerak pertumbuhan, sebagai berikut: 1). Kawasan Malioboro
3
Sebagai pusat budaya, pariwisata dan perdagangan jasa skala sekunder. 2). Kawasan Jalan Solo Sebagai pusat perdagangan skala primer. 3). Kawasan Jalan Magelang Sebagai pusat perdagangan skala primer. 4). Kawasan Jalan Bantul Sebagai pusat perdagangan skala sekunder dan agro industri 5). Kawasan Kotagede Sebagai pusat budaya dan industri pariwisata. 6). Kawasan Tumbuh Kembang Cepat Umbulharjo Sebagai pusat perdagangan skala primer dan penempatan fasilitas kota.1
Selain sebagai sarana pendukung kawasan Kotagede, Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal dapat dinikmati oleh wisatawan asing maupun domestik, dan juga masyarakat Kotagede sendiri. Karena itu seiring berkembangnya kawasan, masyarakat di Kotagede juga mulai menunjukkan perubahan dalam karakteristik atau pola kehidupannya, mulai mengarah ke urban (mengkota). Terbukti dengan meningkatnya kebutuhan ekonomi, bermunculan fungsi-fungsi bangunan baru, yaitu swalayan, butik baju (fashion), rental VCD, komputer, warnet, kios-kios dengan gaya modern. Selain itu dengan adanya Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal Kotagede, dapat
1
PDPropeda No. 14 Tahun 2002, Yogyakarta: 1 Juni 2002, h. 42.
4
memberikan lahan/lapangan pekerjaan bagi masyarakat Kotagede karena sebagian besar bermata pencaharian wiraswasta. Sehingga Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal Kotagede tersebut tidak hanya menawarkan produk kerajinan logam saja namun juga industri makanan khas Kotagede dan industri konveksi, serta menawarkan suasana lokal/budaya (rumah karakter Jawa, arsitektur vernakular, plaza sebagai openscape), dan fungsi lain sebagai penunjang kebutuhan sekunder masyarakat Kotagede, dalam upaya penyeimbangan citra kawasan komersial dan budaya. Dengan demikian, Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal Kotagede tidak hanya berupa bangunan semata (single building), namun juga mencakup pola peruangan, sosial ekonomi dan sosial budaya, serta gate atau gerbang masuk kawasan Kotagede (sebelah Barat). Dalam pola peruangan mengadaptasi ruang sosial (lapangan Karang dan ruang-ruang terbuka di kawasan hunian, serta ruang terbuka pada bangunan rumah Kalang). Sedangkan sosial ekonomi mengadaptasi kios-kios perak dan makanan khas di sepanjang jalan maupun home industri, dan dalam sosial budaya mengadaptasi monumen/situs-situs sejarah, bangunan lokal, rumah Kalang dan budaya masyarakat yang ada yaitu budaya tegur sapa, kumpul bareng (sosialisasi antar tetangga). Sehingga citra kawasan Kotagede sebagai kawasan komersial (industri pariwisata) dan budaya tetap terjaga dan ada keseimbangan yang tercermin dalam Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal Kotagede.
5
1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana menata Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal di Kotagede Yogyakarta dalam upaya penyeimbang citra kawasan komersial dan budaya.
1.3 TUJUAN a. Menata Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal Kotagede. b. Menyeimbangkan citra kawasan Kotagede sebagai kawasan komersial dan budaya dengan memunculkan arsitektur lokal dan vernakular (rumah kalang), serta budaya tegur sapa, sosialisasi antar tetangga dengan fungsi komersial didalamnya. c. Memberikan kesan gate (gerbang) kawasan menuju kawasan Kotagede.
1.4 SASARAN a. Studi tentang Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal Kotagede yang mengacu pada ruang pameran (showroom) baik indoor maupun outdoor dan bangunan pusat perbelanjaan/pertokoan. b. Studi tentang produk kerajinan Lokal Kotagede.. c. Studi tentang kawasan Kotagede, Yogyakarta. d. Studi tentang apa dan bagaimana citra kawasan komersial dan budaya di kawasan Kotagede. e. Studi tentang arsitektur lokal dan arsitektur vernakular.
6
1.5 LINGKUP PEMBAHASAN a. Kompleks Pameran dan Pusat Penjualan Produk Kerajinan Lokal Kotagede yang mengacu pada ruang pameran (showroom) baik indoor maupun outdoor dan bangunan pusat perbelanjaan/pertokoan yang dibatasi pola sirkulasi, ruang penjualan (kios) dan plaza. b. Produk Kerajinan Lokal Kotagede meliputi industri logam (perak, kuningan, tembaga) dan produk pendukung (makanan khas, industri konveksi) c. Kawasan Kotagede, Yogyakarta yang dibatasi hal-hal yang berhubungan dengan pemilihan site bangunan tersebut. d. Citra kawasan komersial dan budaya mencakup: image kawasan yang dapat mempertahankan/melestarikan image kawasan komersial (industri pariwisata) dan budaya sehingga ada keseimbangan e. Arsitektur lokal dan vernakular dibatasi teknik/prinsip/pengertian tentang arsitektur lokal dan vernakular yang nantinya menjadi pertimbangan desain kompleks produk khas Kotagede (bangunan fisik).
1.6 METODE PEMBAHASAN 1.6.1 Metode Interview atau wawancara Metode interview atau wawancara, yaitu dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pimpinan, penjual, pengrajin dan konsumen industri kerajinan local Kotagede untuk memperoleh data – data.
7
1.6.2. Metode Observasi Metode Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan dan peninjauan catatan secara langsung terhadap tipologi ruang pameran (showroom), pusat perbelanjaan/kios-kios, jenis
bangunan yang ada di
Kotagede. 1.6.3. Studi literatur Metode ini dilakukan untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam menyusun laporan dengan cara studi pustaka, yakni dengan mempelajari literature yang tentang ruang pameran (showroom) baik indoor maupun outdoor dan bangunan pusat perbelanjaan/pertokoan, arsitektur lokal (arsitektur tradisional Jawa), arsitektur vernakular. (buku-buku
teori
arsitektur tentang sejarah dan tipologi). 1.6.4. Studi banding Metode yang dilakukan dengan membandingkan ruang pameran (showroom) dan sirkulasi pada Taman Gabusan, Pusat perbelanjaan/ kios-kios pada penjualan dan pameran gerabah di kawasan Kasongan dan membandingkan detail (ornamen, warna), material, atap bahkan cara membangun yang khas pada arsitektur rumah kalang (Omah Dhuwur Restaurant) . 1.7 SISTEMATIKA PENULISAN BAB 1 PENDAHULUAN
8
Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup, metode dan sistematika penulisan.
BAB 2 TINJAUAN PRODUK KERAJINAN LOKAL KOTAGEDE DAN KOMPLEKS PEMERAN DAN PUSAT PENJUALAN PRODUK KERAJINAN LOKAL KOTAGEDE Mengungkapkan jenis produk kerajinan lokal Kotagede (industri perak, kuningan, tembaga dan produk pendukung seperti industri makanan, industri konveksi), serta frekuensi penjualan dan pembelian produk kerajinan lokal Kotagede (minat konsumen) dan tentang sirkulasi serta peruangan pada kompleks pameran dan penjualan.
BAB 3 TINJAUAN KAWASAN KOTAGEDE SEBAGAI KAWASAN KOMERSIAL DAN BUDAYA Mengungkapkan sejarah dan eksisting kawasan pinggiran Kotagede serta image atau citra kawasan Kotagede sebagai kawasan komersial dan budaya yaitu teori-teori arsitektur lokal (arsitektur Jawa) dan arsitektur vernakular.
BAB 4 ANALISIS KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENATAAN
KOMPLEKS
PAMERAN
DAN
PUSAT
PENJUALAN PRODUK KERAJINAN LOKAL KOTAGEDE
9
Mengungkapkan proses penemuan ide konsep perencanaan dan perancangan dengan metode perancangan, yaittu dalam upaya penyeimbangan citra kawasan komersial dan budaya dengan analisa konsep fungsi dan konsep bentuk.
BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PENATAAN KOMPLEKS PAMERAN DAN PUSAT PENJUALAN PRODUK KERAJINAN LOKAL KOTAGEDE Mengungkapkan konsep fungsi dan konsep bentuk yang akan ditransformasikan ke dalam rancangan fisik arsitektural.
10