BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Wilayah pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain menempati wilayah yang sangat luas, kawasan pesisir terdiri dari berbagai ekosistem pendukung seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan lahan basah yang memiliki keanekaragaman hayati serta berbagai sumber daya alam seperti ikan, dan bahan-bahan tambang yang bernilai tinggi (Bengen, 2001). Bali merupakan salah satu pulau di negara kepulauan Indonesia yang tentunya memilki kawasan pesisir, dengan panjang garis pantai mencapai 430 km (Wardana, 2012). Wilayah pesisir Bali selain memilki nilai ekologi yang tinggi, juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sebagian besar perkembangan pariwisata di Bali berasal dari kawasan pantai, sehingga menarik selera penanam modal untuk berinvestasi. Hingga saat ini para investor saling berlomba untuk berinvestasi di wilayah pesisir Bali mengingat daya tarik yang dimilikinya. Untuk memperoleh manfaat yang berkelanjutan dari kawasan pesisir diperlukan keseimbangan antara faktor ekonomi dan ekologi.
1
2
Keanekaragaman ekosistem di wilayah pesesir Bali antara lain ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan mangrove. Salah satu hutan mangrove berada di kawasan hutan Prapat Benoa seluas 1.379,55 ha, dimana seluas 1.373,5 ha merupakan hutan negara dan 6,05 ha sisanya merupakan hutan rakyat. Hutan rakyat keseluruhan berada di Kabupaten Badung sedangkan hutan negara 639 ha berada di Kabupaten Badung dan 734,5 ha berada di Kodya Denpasar. Wilayah Badung dan Denpasar selain menjadi pusat pemerintahan provinsi Bali juga merupakan salah satu pusat pariwisata di wilayah Bali bagian selatan. Setiap jengkal kawasan kosong di kawasan ini sekarang digunakan untuk pemukiman, pertokoan, maupun fasilitas penunjang wisata lainnya. Kawasan hijau yang tersisa saat ini salah satunya kawasan mangrove ini, namun seiring dengan perkembangan pariwisata di Bali, kebutuhan lahan semakin besar sehingga ada berbagai wacana untuk merubah hutan mangrove ini menjadi sarana penunjang wisata. Kawasan mangrove Prapat Benoa dengan luas 1379,55 ha di dalamnya terdapat kawasan mangrove Taman Hutan Raya Ngurah Rai dengan luas 1373,50 ha ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 554/Kpts-II/1993 pada tanggal 25 September 1993. Berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990 Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai fungsi sebagai koleksi tumbuhan dan satwa baik jenis asli maupun bukan asli untuk dimanfaatkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan, budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Dari berbagai fungsi Tahura sampai saat ini sudah dimanfaatkan terutama fungsi Tahura untuk kepentingan ilmu pengetahuan,
penelitian, pendidikan, dan rekreasi. Tahura Ngurah Rai ini sudah dimanfaatkan untuk ekowisata. Ekowisata merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggungjawab (Fandeli dan Mukhlison, 2000). Pada mulanya kegiatan ekowisata di kawasan mangrove ini dimulai tahun 2001 diprakarsai oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) dan kementrian kehutanan. Kegiatan ekowisata ini seluas ± 350 ha. Selama 13 tahun belum adanya evaluasi kondisi kawasan ekowisata mangrove ini, sehingga belum adanya informasi mengenai batasan maksimal untuk pemanfaatan ekowisata di kawasan ini. Untuk itu maka diperlukan penelitian untuk mengetahui perbedaan kondisi ekosistem mangrove yang sudah dimanfaatkan untuk ekowisata dengan ekosistem mangrove yang masih alami atau belum adanya pemanfaatan. Jika, diperoleh kondisi tidak ada perbedaan signifikan antara ekosistem mangrove yang sudah dimanfaatkan dengan ekosistem mangrove yang masih alami maka dapat dilakukan pemaksimalan pemanfaatan Tahura untuk ekowisata yaitu dengan mengembangkan kawasan alami yang memiliki kondisi ekosistem yang mirip dengan
kawasan
yang sudah
dimanfaatkan untuk ekowisata,
sehingga
pemanfaatan terhadap kawasan mangrove ini dapat maksimal namun tetap memperhatikan
kondisi
ekologi
kawasan
sehingga
dapat
berkelanjutan
(sustainable).
3
B. PERMASALAHAN Hutan mangrove Prapat Benoa terletak di Kabupaten Badung dan Kodya Denpasar, dua kawasan ini merupakan pusat pariwisata di pulau Bali terutama Bali bagian selatan. Hutan mangrove ini terletak pada posisi yang strategis yaitu diantara kawasan pariwisata Sanur, Nusa Dua, dan Kuta, yang dapat dicapai dengan mudah melalui jalan bypass Sanur-Nusa Dua. Himpitan akan kawasan semakin tinggi sehingga wacana merubah fungsi hutan mangrove menjadi semakin berkembang. Sampai saat ini penggunaan hutan mangrove oleh kegiatan non kehutanan mencapai 323,93 ha yaitu berupa pinjam pakai seperti untuk IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah), pelebaran jalan by pass, dan estuari Dam dengan luas 177,9478 ha dan tukar menukar kawasan seluas 92,17 ha. Selain banyaknya kegiatan non kehutanan didalamnya indikasi perambahan kawasan dan tumpang tindih kepemilikan sertifikat juga tinggi. Mencegah kerusakan lebih lanjut pada hutan mangrove Prapat Benoa maka diperlukan informasi mengenai kondisi ekosistem mangrove saat ini. Di dalam kawasan mangrove Prapat Benoa terdapat Taman Hutan Raya Ngurah Rai yang salah satu fungsi dari Tahura yaitu untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, dan rekreasi. Dari beberapa tahun yang lalu Tahura ini sudah dimanfaatkan untuk ekowisata namun sampai saat ini tidak adanya evaluasi terhadap kondisi ekosistem mangrove yang sudah dimanfaatkan untuk ekowisata ini menyebabkan tidak adanya pengembangaan pengelolaan ekosistem mangrove untuk ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kondisi
4
ekosistem mangrove yang sudah dimanfaatkan untuk ekowisata dengan ekosistem mangrove yang masih alami. Bila kondisi ekosistem tersebut tidak berbeda signifikan maka dapat dilakukan pengembangan pemanfaatan ekowisata di kawasan tersebut, dengan melakukan pengembangan ekowisata pada wilayahwilayah di kawasan mangrove alami yang memiliki kondisi ekosistem yang mirip dengan kawasan mangrove yang telah digunakan untuk ekowisata. Sehingga fungsi kawasan mangrove baik secara ekologi maupun ekonomi dapat dimaksimalkan.
C. PERUMUSAN MASALAH Rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1. Adakah perbedaan komponen ekosistem mangrove alami dengan komponen ekosistem mangrove yang telah dimanfaatkan untuk ekowisata di hutan mangrove Prapat Benoa, Bali? 2. Bagaimana pengelompokkan komponen ekosistem mangrove di hutan mangrove Prapat Benoa, Bali yang secara kondisi ekologis dapat dikembangkan untuk ekowisata?
D. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui perbedaan komponen ekosistem mangrove alami dengan komponen ekosistem mangrove yang telah dimanfaatkan untuk ekowisata di hutan mangrove Prapat Benoa, Bali.
5
2. Untuk membuat pengelompokkan komponen ekosistem mangrove di hutan mangrove Prapat Benoa, Bali yang secara kondisi ekologis dapat dikembangkan untuk ekowisata.
E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat dalam penelitian ini dapat dikategorikan menjadi dua yaitu manfaat teoritik dan manfaat praktis 1. Manfaat teoritik
: Untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan
terutama
mengenai kondisi ekosistem mangrove yang telah dimanfaatkan untuk ekowisata dan yang masih alami, serta bagian kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekowisata untuk memaksimalkan fungsi hutan mangrove. 2. Manfaat praktis
: Sebagai bahan informasi mengenai kondisi ekosistem mangrove Prapat benoa dan pedoman pemerintah Provinsi Bali dalam pengambilan keputusan mengenai pemanfaatan pada hutan mangrove Prapat Benoa.
6
F. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Kawasan Mangrove Prapat Benoa, Bali
Kawasan mangrove alami
Kawasan mangrove ekowisata
Komponen ekosistem (biotik & abiotik)
Komponen ekosistem (biotik & abiotik)
Perbedaan Komponen Ekosistem
Pengelompokan Jika plot-plot menjadi satu kelompok maka, • Kondisi alami dan ekowisata tidak
Jika plot-plot tidak menjadi satu kelompok maka, • Kondisi alami dan ekowisata berbeda
berbeda • Plot-plot alami yang memiliki
• Perlu perbaikan pengelolaan
kedekatan ekologi dengan plot
terhadap kawasan mangrove
ekowisata dapat dikembangkan
yang digunakan untuk
untuk ekowisata
ekowisata
Bagian Mangrove Alami untuk Ekowisata berdasarkan kondisi ekologis
Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian
7