BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sektor keuangan merupakan sektor yang paling banyak diregulasi karena dianggap sebagai sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian (Mishkin, 2009). Sektor finansial digerakan oleh dua lembaga keuangan yaitu lembaga perbankan yang terdiri dari bank-bank umum dan lembaga keuangan non bank yang terdiri dari pasar modal, lembaga pembiayaan, pegadaian, asuransi dan dana pensiun. Sektor keuangan berperan sebagai lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui akumulasi kapital dan inovasi teknologi. Lebih tepatnya, sektor keuangan mampu memobilisasi tabungan, menyediakan para peminjam berbagai instrumen keuangan dengan kualitas tinggi dan resiko rendah. Hal ini meningkatkan tingkat investasi dan akhirnya mempercepat pertumbuhan ekonomi (Levine, 1997; Fritzer, 2004 dan Kularatne, 2002) dalam (Inggrid, 2006). Peranan perkembangan sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi pertama kali diidentifikasi lebih dari 100 tahun yang lalu oleh Bagehot (1873), yang berpendapat bahwa sistem keuangan memainkan peran penting dalam merangsang industrialisasi di Inggris dengan cara memfasilitasi mobilisasi modal. Penelitian terkait kemudian dilakukan oleh Schumpeter (1911). Idenya didasarkan pada hubungan antara sektor intermediasi keuangan dan alokasi yang dihasilkan dari tabungan untuk perusahaan, yang dianggap memiliki implikasi untuk pertumbuhan produktivitas dan perubahan teknologi.
1
Studi mengenai topik ini terus berkembang sejak kemunculan penelitian yang dilakukan oleh Schumpeter (1911), Goldsmith (1969), McKinnon (1973), Shaw (1973), serta King dan Levine (1973). Penelitian pada topik ini dapat dibagi menjadi dua cabang. Cabang yang pertama fokus pada pengaruh dari perkembangan pasar saham, yaitu kapitalisasi pasar, turnover ratio, dan jumlah saham yang diperdagangkan, terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara cabang kedua, seperti penelitian kali ini, mengkaji hubungan antara perkembangan sektor perbankan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan mengunakan proxy kredit domestik ke sektor swasta dan liquid liabilities, untuk mengukur perkembangan sektor perbankan (Narayan, 2013). Tidak ada kesepakatan umum mengenai apakah perkembangan sektor finansial memberi keuntungan pada pertumbuhan ekonomi. Menurut Levine (1997), Ia meyakini bahwa perantara keuangan meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi dengan pengalokasian kapital yang paling optimal. Sektor keuangan yang berkembang dengan baik, dapat mendorong kegiatan perekonomian dan sebaliknya, apabila tidak berkembang dengan baik akan menyebabkan perekonomian mengalami hambatan likuiditas dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi (Brandl, 2002). Dalam ruang lingkup kebijakan makroekonomi, sektor keuangan menjadi alat transmisi kebijakan moneter. Dengan demikian, shock yang dialami sektor keuangan juga mempengaruhi efektivitas kebijakan moneter. Inggrid (2006) mengidentifikasikan beberapa dampak yang dihasilkan dari shock dalam pasar keuangan terhadap transmisi kebijakan moneter. Pertama, gejala monetization (proses pengkonversian surat berharga menjadi mata uang yang dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa) dan securitization (proses pembentukan aset yang tidak likuid atau sekelompok aset melalui mekanisme keuangan menjadi surat-surat berharga) dalam bentuk inovasi produk-produk keuangan, menyebabkan definisi, cakupan dan perilaku jumlah
2
uang beredar mengalami perubahan. Gejala ini berpeluang menciptakan ketidakstabilan hubungan antara harga (inflasi), uang beredar dan mengurangi kemampuan bank sentral dalam mengendalikan besaran moneter. Kedua, semakin berkembangnya sektor keuangan mendorong kecenderungan terjadinya pelepasan keterkaitan antara sektor moneter dan sektor riil (decoupling). Konsekuensinya, kausalitas antara variabel-variabel moneter dan berbagai variabel di sektor riil menjadi semakin kompleks dan sulit diprediksi. Fungsi permintaan uang yang dipergunakan sebagai salah satu alat manajemen moneter menjadi kurang stabil. Sementara itu para ahli ekonomi pembangunan sering menunjukan skeptisme
mereka terhadap peranan sektor keuangan dengan cara mengabaikannya (Anand Chandavarkar, 1992). Sebagai contoh, sebuah kumpulan esai dengan judul "pelopor ekonomi pembangunan," termasuk didalamnya karya tiga peraih Nobel, tidak menyebutkan peranan sektor keuangan (Gerald Meir dan Dudley Peramal 1984). Ditambah pendapat Nicholas Stern (1989) yang menyatakan bahwa dalam tinjauan pembangunan ekonomi tidak ada pembahasan mengenai sistem keuangan, bahkan pada bagian yang berisi daftar topik yang dihilangkan. Pendapat ekonom pembangunan selaras dengan Lucas (1988) yang memiliki pandangan bahwa peran sektor finansial pada pertumbuhan ekonomi terlalu dilebih-lebihkan. Dengan semakin berkembangnya litertur terkait dengan topik ini, ditemukan variabel-variabel lain yang juga memiliki pengaruh pada hubungan finansial dan pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lucas (2009) serta Wacziarg dan Welch (2008) yang menyatakan bahwa keterbukaan di sektor perdagangan dan pertumbuhan ekspor memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan
3
ekonomi. Adanya penemuan tersebut membuat penelitian-penelitian terbaru1 juga mengaitkan hubungan antara keuangan dan perdagangan. Hubungan antara sektor finansial dan keterbukaan perdagangan merupakan interaksi antara sektor keuangan dan riil. Di satu sisi, pasar keuangan yang berkembang dengan baik merupakan keunggulan komparatif untuk sektor industri yang sangat bergantung pada pendanaan eksternal (Beck, 2003). Sementara di sisi yang lain, peningkatan keterbukaan perdagangan dapat memicu permintaan inovasi produk-produk keuangan untuk menghadapi risiko terkait guncangan eksternal dan persaingan global yang dihadapi sektor perdagangan yang semakin terbuka (Svaleryd dan Vlachos, 2002). Sementara itu, hubungan antara keuangan dan keterbukaan perdagangan terhadap pertumbuhan ekonomi memiliki jalur yang lebih kompleks. Di satu sisi, jika peningkatan keterbukaan perdagangan meningkatkan perkembangan sektor finansial, hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui sektor keuangan yang memiliki peran akumulatif dan alokatif. Harrison (1966) dan Edward (1988) menyatakan bahwa jika sektor keuangan menginduksi keterbukaan sektor keuangan yang memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Keterbukaan sektor perdagangan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan tingkat spesialisasi negara, atau meningkatkan inovasi dan difusi teknologi. Negara anggota ASEAN, Association of Southeast Asia Nation, pada tahun 2007 sepakat untuk membentuk ASEAN Economic Community (AEC) yang direncanakan akan diimplementasikan pada tahun 2015. AEC bertujuan untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi dan
1
Lihat Baltagi, Bodro dan Rousseau, serta Demetriade dan Rosseau (2009, 2012, 2011)
4
tenaga terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas diatara negara ASEAN. Dengan dideklarasikannya target implementasi AEC pada 2015, menandakan bahwa akan dibentuk integrasi pada sektor perdagangan dan finansial.
2311314
2178157
1,981,110
1882700
1,715,859
1511846
1,366,998
1,390,612
217,688
197,047
132,309
144,848
166,841
905856
600261 73,052
500,000
553,970
1,000,000
832,804
1,500,000
46,291
JUTA US $
2,000,000
1522921
2,500,000
2,093,626
Gambar 1.1 PDB Nominal ASEAN: Periode Tertentu
2000
2005
2008
2009
2010
2011
2012
TAHUN
CLMV
ASEAN6
ASEAN
Tabel 1.1 Share PDB ASEAN-6 dan CLMV terhadap Total PDB ASEAN: Periode Tertentu (%) 2000 2005 2008 2009 2010 2011 2012 CLMV 7.7 8.1 8.7 9.6 8.9 9.0 9.4 ASEAN6 92.3 91.9 91.3 90.4 91.1 91.0 90.6 ASEAN 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 Sumber: ASEAN Statistical Yearbook 2012 dan ASEAN Finance and Macro-economic Surveillance Unit Database, diolah. Keterangan: ASEAN 6: Brunei Darusalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand CLMV : Kamboja, Laos, Mynmar dan Vietnam
Adanya ketimpangan antara Negara anggota ASEAN menjadi salah satu hambatan dalam pembentukan AEC. Ketimpangan antara negara anggota ASEAN terlihat dari 5
Gambar 1.1 dan Tabel 1.1 yang mengambarkan perbandingan total PDB nominal antara negara-negara anggota ASEAN yang dikelompokan menjadi dua kategori, ASEAN-6 (Brunei Darusalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand) dan CLMV (Kamboja, Laos, Mynmar dan Vietnam). Dari keseluruhan total PDB ASEAN, rata-rata 90 persennya merupakan kontribusi dari ASEAN-6, sedangkan sisanya merupakan kontribusi negara CLMV. Namun perekonomian di negara CLMV terus tumbuh, sehingga disparitas tingkat perekonomian antar negara ASEAN terus menurun. Hal ini menyebabkan pelaksanaan komitmen pembentukan AEC tidak dapat dilakukan secara serentak, melainkan bertahap. Sebagai solusi, AEC diaplikasikan secara fleksibel, bergantung pada kesanggupan masing-masing negara anggota. Seperti yang telah diatur pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint, pelaksanaan liberalisasi perdagangan dilakukan terlebih dahulu oleh Negara ASEAN 6 (Brunei Darusalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand) dan disusul oleh CLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam). Berbeda dengan pelaksanaan liberalisasi perdagangan, integrasi di sektor finansial lebih lanjut diatur pada ASEAN Financial Integration Framework (AFIF) dan ASEAN Banking Integration Framework (ABIF). Keduanya merupakan hasil dari kesepakatan Gubernur Bank Sentral Negara ASEAN pada April 2011, sebagai bagian dari AEC. ABIF yang merupakan batu loncatan agar tercapainya AFIF, memiliki empat prinsip yaitu: memberikan manfaat ekonomi dan stabilitas keuangan untuk tiap negara dan kawasan, memungkinkan adanya fleksibilitas dalam pengaplikasian AFIF dengan menerapkan doule-track untuk ASEAN-5 (Singapura, Malysia, Thailand, Filipina dan Indonesia) dan
6
BCLMV (Brunei Darusalam, Kamboja, Laos, Myanmar dan Vietnam), serta mencapai liberalisasi multilateral pada tahun 2020 (Wihardja, 2013). Dengan dideklarasikannya pembentukan AEC pada 2015, menandakan bahwa akan adanya liberalisasi finansial untuk kemudian membentuk integrasi di sektor keuangan. Integrasi sektor keuangan bertujuan untuk mengurangi dampak krisis yang akan terjadi di masa yang akan datang. Krisis ekonomi 1997-99 merupakan pemicu kesadaran anggota ASEAN terhadap pentingnya peningkatan integrasi intra regional. Seperti yang terlihat dari Gambar 1.2, pertumbuhan PDB riil negara ASEAN 5 menunjukan penurunan dramatis, terutama Indonesia, pada krisis ekonomi 1997-99. Gambar 1.2 Pertumbuhan PDB Rill ASEAN 5 20 15
(%)
10 5 0 -5 -10 -15
Tahun SGP
IDN
MYS
THA
PHL
Sumber: diolah dari World Bank Database
Menurut Kose, Prasad dan Taylor (2009) negara yang akan mengintegrasikan perekonomiannya akan mampu mengambil keuntungan dari keadaan tersebut apabila memenuhi beberapa persyaratan. Prasyarat tersebut antara lain adalah, pasar finansial yang berkembang dengan baik, institusi yang berkualitas, pemerintahan yang baik, kebijakan 7
makroekonomi yang stabil, dan integrasi perdagangan. Menjadikan perkembangan sektor keuangan sebagai prasayarat mengindikasikan kemungkinan adanya pengaruh yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi. Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan manfaat dari integrasi yang akan terlaksana pada tahun 2015, tekanan untuk terus mengembangkan sektor keuangan dan membuka sektor perdagangan semakin terasa. Namun, apakah mengembangkan sektor finansial dan terus membuka sektor perdagangan memiliki dampak yang baik pada pertumbuhan ekonomi? Pertanyaan inilah yang mendasari penelitian ini. Penelitian difokuskan pada negara-negara ASEAN 5, karena kelima negara inilah yang akan terlebih dahulu mengaplikasikan kebijakan-kebijakan terkait AFIF. Kelima negara lainnya yaitu Brunei Darusalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam, akan mengaplikasikan kebijakan terkait AFIF secara bertahap, sampai sektor keuangan kelima negara tersebut lebih berkembang. Penelitian ini terbagi menjadi empat bagian utama. Bagian pertama berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian. Bagian kedua memuat kerangka teoritis, tinjauan pustaka, serta metodologi penelitian. Bagian ketiga memuat hasil regresi data dan pembahasan. Bagian terakhir memuat kesimpulan dan saran.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian empiris mengenai pengaruh sektor keuangan memiliki hasil yang tidak seragam. Perbedaan hasil juga terlihat pada hasil temuan oleh studi terbaru. Terdapat perbedaan hasil penelitian mengunakan data time series dan data panel, sehingga pengaruh perkembangan sektor keuangan pada pertumbuhan ekonomi belum dapat secara general
8
dikatakan memiliki berpengaruh positif. Perbedaan karateristik negara, dan pengaruh variabel-variabel lain ikut berpengaruh terhadap hubungan antara sektor keuangan dan perekonomian. Perdebatan tidak berhenti sampai disitu, hasil studi yang didominasi oleh penelitian mengenai arah kausal antara keuangan dan pertumbuhan ekonomi, berujung pada dua kemungkinan arah kausalitas. Patrick (1966) mengidentifikasi adanya dua pola yaitu demand following (pertumbuhan ekonomi yang mendorong perkembangan sektor keuangan ) dan supply leading (sektor keuangan yang mendorong pertumbuhan ekonomi).
ASEAN yang dapat dikategorikan sebagai negara sedang berkembang, memiliki karateristik yang sama dengan negara sedang berkembang lainnya. Pada umumnya, sektor finansial di negara sedang berkembang didominasi oleh bank komersial (Fry, 1995). Begitu pula yang terjadi di ASEAN, perbankan komersial merupakan institusi keuangan yang paling penting di ASEAN (Asian Development Bank, 2013). Oleh karena itu penelitian ini akan difokuskan pada perbankan. Adanya perbedaan pandangan dan hasil temuan mengenai peran sektor perbankan pada petumbuhan ekonomi, membuat studi pada bidang ini diperlukan untuk mendukung bahwa kebijakan terkait perkembagan sektor perbankan tepat dilakukan. 1.3 Pertanyaan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana hubungan antara perkembangan perbankan pada pertumbuhan ekononi di negara-negara ASEAN 5, Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina?
9
2. Apakah keterbukaan sektor perdagangan memiliki pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN 5, Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina?
1.4 Tujuan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua tujuan utama, yaitu: 1. Mengetahui bagaimana hubungan antara perkembangan perbankan pada pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5. 2. Mengetahui bagaimana hubungan keterbukaan sektor perdagangan memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN 5. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi studi yang dapat berguna untuk penelitian selanjutnya dan menjadi salah satu studi yang melengkapi berbagai penelitian yang sudah ada mengenai pengaruh perkembangan sektor keuangan teradap pertumbuhan ekonomi.
10