PENDAHULUAN
Latar Belakang Tanaman pinus memiliki peranan yang penting, dimana selain sebagai tanaman pioner, pohon pinus juga menghasilkan getah yang apabila diolah lebih lanjut akan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Getah tersebut berupa gondorukem dan terpentin yang dipergunakan dalam industri batik, plastik, sabun, tinta cetak, dan bahan plitur. Adapun terpentin digunakan sebagai bahan pelarut cat (Dahlan dan Hartoyo, 1997). Tusam atau Pinus merkusii merupakan marga pinus yang unik, satusatunya menyebar ke sebelah selatan khatulistiwa atau yang sebaran alamnya terdapat di daerah tropik. P. merkusii merupakan salah satu endemik di Sumatera Utara khususnya bagian utara. Untuk di Sumatera Utara, jenis ini banyak terkonsentrasi di beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Simalungun, Toba Samosir, Dairi, Tanah Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan (Sasmuko, et, al., 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas getah pinus yaitu : kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat, kualitas dan kuantitas tenaga sadap serta perlakukan dan metode sadapan. Faktor-faktor tersebut dapat diperinci bahwa produktivitas getah dipengaruhi juga oleh faktor, luas areal sadap, kerapatan pohon, jumlah koakan tiap pohon, arah sadap terhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat individu pohon dan keterampilan penyadap serta pemberian stimulansia (Santosa, 2010). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh jangka waktu pelukaan dengan modifikasi perlakuan fisik pada metode riil terhadap
1 Universitas Sumatera Utara
2
produktivitas getah pinus (P. merkusii) yang bertujuan untuk mempercepat laju pengeluaran getah pinus dari dalam kayu dengan melihat perbandingan dari segi perlakuan yang telah dilakukan. Pada penelitian ini perlakuan fisik yang digunakan adalah dengan cara tanpa dipukul, dipukul 10, 20 dan 30 kali. Sedangkan metode yang digunakan adalah teknik riil, karena kerusakan yang terjadi kecil.
Sehingga hasil sadapan yang di dapat dari metode riil bisa
maksimal. Sadapan dengan metode riil dilakukan untuk meminimalisir perlukaan pada kayu sehingga kedalaman luka tetap terjaga.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jangka waktu pelukaan dengan modifikasi perlakuan fisik pada metode riil terhadap produktivitas getah pinus (P. merkusii).
Hipotesis Penelitian 1. Perlakuan fisik berpengaruh terhadap produktivitas getah P. merkusii. 2. Jangka waktu pelukaan berpengaruh terhadap produktivitas getah P. merkusii. 3. Interaksi antara perlakuan fisik dan jangka waktu pelukaan berpengaruh terhadap produktivitas getah P. merkusii.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi mengenai pengaruh jangka waktu pelukaan dengan modifikasi perlakuan fisik pada metode riil terhadap produktivitas getah pinus (P. merkusii), serta dapat menambahkan pengetahuan dalam meningkatkan produktivitas getah pinus (P. merkusii)
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Susunan Taksonomi Pinus merkusii Menurut Harahap dan Izudin (2002), klasifikasi Pinus merkusii sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Diviso
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Gymnospermae
Ordo
: Coniferales
Famili
: Pinaceae
Genus
: Pinus
Spesies
: Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Deskripsi Botani Pinus merkusii Pohon besar, batang lurus, silindris. Tegakan masak dapat mencapai tinggi 30 m, diameter 60-80 cm. Tegakan tua mencapai tinggi 45 m, diameter 140 cm. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap, alur dalam. Terdapat 2 jarum dalam satu ikatan, panjang 16-25 cm. Pohon berumah satu, bunga berkelamin tunggal. Bunga jantan dan betina dalam satu tunas. Bunga jantan berbentuk strobili, panjang 2-4 cm, terutama di bagian bawah tajuk. Strobili betina banyak terdapat
di
sepertiga
bagian
atas
tajuk
terutama
di
ujung
dahan
(Haygreen dan Bowyer, 1996).
3 Universitas Sumatera Utara
4
Ciri Umum Pinus merkusii Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri umum sebagai berikut : Warna
: Terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem.
Corak
: Permukaan radial dan tangensialnya mempunyai corak yang disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya sehingga terkesan ada pola dekoratif.
Riap tumbuh
: Agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang
lintang
kelihatan
seperti
lingkaran-lingkaran
memusat. Tekstur
: Agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata.
Kekerasan
: Agak keras dan berat agak ringan sampai agak berat.
Ciri Anatomi Pinus merkusii Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri anatomi sebagai berikut : Pori
: Tidak berpori tapi mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Saluran damar aksial menyebar, sangat jarang dan diameter tangensialnya sekitar 170 – 190 mikron.
Universitas Sumatera Utara
5
Jari-jari
: Sangat halus dan sempit terdiri dari 1 seri, kadang-kadang ada yang fusifom jumlahnya sekitar 4 -7 per mm arah tangensialnya, tingginya terdiri dari 4 – 15 sel.
Saluran interseluler : Aksial menyebar dan jarang pada penampang lintang menyerupai pori namun tidak berdinding.
Persyaratan Tumbuh Pinus merkusii Pinus merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah berpasir, tanah berbatu dengan ketinggian 200-2000 mdpl dan pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian 400-1.500 mdpl. Masih banyak ditemukan pohon besar berukuran tinggi 70 m dengan diameter 170 cm di hutan alam (Harahap dan Izudin, 2002). P. merkusii dapat tumbuh pada iklim dengan curah hujan yang minim (iklim kering). Curah hujan yang dibutuhkan adalah 1500 mm/tahun dan akan tumbuh lebih baik di daerah yang sepanjang tahun mendapat hujan. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara 17° C dan 27° C. Pengaruh cahaya matahari nyata sekali dampaknya bagi pertumbuhan. Pertumbuhannya akan lebih baik pada tanah yang drainasenya baik dan berpori serta berhumus (Khaerudin, 1999).
Ketinggian Tempat Hermawan (1992) yang melakukan penelitian di KPH Kediri dan KPH Lawu DS, mengemukakan bahwa tegakan pinus yang tumbuh pada elevasi rendah (sampai dengan 500 mdpl) memiliki produksi yang tinggi apabila dibandingkan
Universitas Sumatera Utara
6
dengan tegakan pinus dengan elevasi yang sedang (500-1000 mdpl) dan tinggi (diatas 1000 mdpl). Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi elevasi maka suhu udara semakin dingin sehingga menyebabkan getah cepat membeku dan menutup saluran getah.
Penyebaran Pinus merkusii P. merkusii tersebar di Asia Tenggara antara lain, Burma, Thailand, Vietnam, Laos, Kamboja, dan Filipina (Harahap dan Izudin, 2002). P. merkusii atau tusam merupakan satu-satunya jenis pinus asli Indonesia. Menurut Butarbutar, et. al. (1998), di daerah Sumatera, tegakan pinus alam dapat dibagi kedalam 3 strain yaitu: 1. Stain Aceh, penyebarannya dari pegunungan Selawah Agam sampai sekitar Taman Nasional Gunung Leuser.
Dari sini menyebar ke selatan mengikuti
pegunungan bukit barisan lebih kurang 300 km melalui danau Laut Tawar, Uwak, Blangkerejen sampai Kutacane. Tegakan tusam di daerah ini pada umumnya terdapat pada ktinggian 800- 2000 mpdl. 2. Stain Tapanuli, menyebar di daerah Tapanuli Selatan Danau Toba. Tegakan tusam alami yang umumnya terdapat di Pegunungan Dolok Tusam dan Dolok Pardomuan. Tusam bercampur dengan daun lebar di pegunungan Dolok Saut. Tegakan tusam di daerah ini terdapat pada ketinggian 1000-1500 mpdl. 3. Strain Kerinci, menyebar di sekitar pegunungan Kerinci. Tegakan tusam alami yang luas terdapat antara bukit Tapan dan sungai Penuh. Di daerah ini tegakan tusam tumbuh secara alami pada ketinggian 1500-2000 mpdl.
Universitas Sumatera Utara
7 Sifat dan Kegunaan Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki sifat dan kegunaan sebagai berikut : Berat jenis
: Rata-rata 0,55 (0,40 – 0,75)
Kelas Awet
: IV
Kelas Kuat
: III
Kegunaan
: - Korek api, pensil, kotak, dan permainan anak - Papan Partikel, vinir, pulp dan kertas - Perabot rumah tangga - Kerangka pintu dan jendela
Menurut Dahlan dan Hartoyo (1997) hasil kayunya bermanfaat untuk konstruksi, pupl dan kertas serat panjang. Bagian kulitnya dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan abunya digunakann untuk bahan campuran pupuk karena mengandung kalium. Menurut Harahap dan Izudin (2002) kegunaan lainnya yaitu sebagai papan/tiang, vinir/kayu lapis, kaso, mebel, kotak, tiang listrik dan papan wol kayu. Penduduk di sekitar hutan P. merkusii menggunaknnya sebagai bahan bangunan rumah dan mereka sengaja menanamnya untuk investasi. Menurut Setiasih, et.al. (1997), dewasa ini gondorukem telah diekspor ke beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, Australia, dan Afrika. Ekspor ini menghasilkan devisa bagi negara. Oleh karena itu industri gondorukem perlu ditingkatkan mengingat potensi hutan P. merkusii dan tenaga kerja di Indonesia cukup besar. Getah (oleoresin) yang diperoleh dari penyadapan pinus dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Gondorukem diketahui merupakan salah satu bahan yang digunakan untuk campuran produksi ban dengan karet alam, bahan
Universitas Sumatera Utara
8
kosmetik dan lain-lain. Menurut Darmawan, et. al. (2000), gondorukem digunakan untuk campuran batik tulis dan cetak, disamping dapat dimasak lagi untuk campuran bahan-bahan sabun, cat dan vernis, kertas, fungisida, lacquers, plasticizers. Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau sebagai minyak pengering. Selain itu minyak terpentin digunakan untuk ramuan semir sepatu, logam dan kayu, sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan seluloid dan sebagai pelarut bahan organik. Minyak terpentin yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang berwarna bening sampai kuning muda, dapat diperoleh antara lain melalui destilat getah pinus atau menyuling secara fraksinasi ekstrak tunggul kayu pinus (Darmawan, et. al., 2000). Minyak terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Secara tradisional minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau pembersih cat, pernis dan lain-lain. Saat ini minyak terpentin banyak digunakan sebagai disinfektan dan bahan baku industri farmasi. Derivat minyak terpentin seperti isoboryl asetat, kamper, sitral, linalool, sitrinellal, mentol dan sebagainya juga dapat dimanfaatkan (Waluyo, 2009). Gondorukem yang dikenal juga dengan nama siongka, arpus, kucing atau harsa adalah residu dari proses penyulingan getah pinus. Industri yang menggunakan gondorukem di Indonesia adalah industri batik, kertas, sabun, korek api, dan pelitur. Secara umum dapat diketahui bahwa konsumen di dalam negeri menghendaki gondorukem dengan warna terang, bebas kotoran, rapuh, dan tidak mudah berubah pada suhu kamar (BPPKP, 2000).
Universitas Sumatera Utara
9 Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Oleh karena sifatnya yang khusus, maka minyak terpentin banyak digunakan baik sebagai bahan pelarut ataupun sebagai minyak pengering (BPPKP, 2000).
Getah Pinus (Pinus merkusii) Seluruh getah P. merkusii terdapat pada dinding batang pohon. Bila dinding batang tersebut dilukai maka luka akan mengeluarkan getah. Prinsip keluarnya getah dari luka sadapan yaitu saluran getah pada semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim yang terdapat dalam keseimbangan osmosis, jika berkurang sebagai akibat dari keluarnya getah (Dulsalam, et, al., 1998). Getah pinus merupakan getah yang dihasilkan pohon pinus dan yang digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin yang keluar apabila saluran resin pada kayu daun jarum tersayat atau pecah. Penamaan oleoresin dipakai untuk membedakan getah pinus dari getah alamiah (natural resin) yang terdapat pada kulit kayu atau rongga-rongga jaringan kayu dari berbagai genus anggota Dipterocarpaceae, Leguminoceae, dan Caesalpiniaceae (Rasyadi, 2003). Lebih lanjut Tobing (1999), menyatakan bahwa berdasarkan bukti-bukti biokimia, getah dibentuk secara insitu. Getah berfungsi sebagai penutup luka agar air tidak bisa masuk dan sekaligus sebagai bahan antiseptik untuk menahan serangan hama dan penyakit. Resin diduga mempunyai peranan penting dalam menyembuhkan jaringan yang rusak dan dalam menolak serangan serangga atau pun penyerang-penyerang
Universitas Sumatera Utara
10 yang lain. Suatu irisan pada kulit pinus misalnya akan menyebabkan mengalirnya resin ke daerah luka dan mungkin bahkan diikuti oleh produksi sel-sel penghasil resin baru di dekat luka (Haygreen dan Bowyer, 1996).
Penyadapan Getah Pinus (Pinus merkusii) Percobaan penyadapan getah pinus di Indonesia pertama kali dilakukan di Aceh oleh W. G. Van den Kloot tahun 1924, di Pulau Jawa baru dilakukan di daerah Lawu Ds. dan Wilis pada tahun 1947 (Sugiyono, et. al., 2001). Pohon
P. merkusii mulai dapat
disadap setelah mencapai umur 11 tahun atau diameter minimum 20 cm yaitu pada saat riap pohon maksimal. Jangka waktu sadap dapat berlangsung sampai 20 tahun jika penyadapan dilakukan dengan baik atau sesuai menurut petunjuk kerja (Hadipoernomo, 1992).
Menurut Sugiyono, et. al. (2001), pohon pinus akan disadap memenuhi beberapa ketentuan, yaitu : 1. Diameter minimum 20 cm, yaitu saat riap pohon maksimal. 2. Pemilihan pohon dimana hanya pohon-pohon yang akan ditebang yang disadap, dimulai pada pohon berumur 11 tahun. Dulsalam et. al. (1998) menyatakan bahwa dalam penentuan cara penyadapan getah pinus tentu tidak akan terlepas adanya pertimbangan yang berhubungan dengan faktor teknis, sosial, ekonomi dan ekologi. Secara teknis penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang dapat dilakukan dengan mudah. Dari segi sosial, cara yang dipilih adalah yang mampu memberi lapangan pekerjaan kepada masyarakat setempat. Dari segi ekonomi, pertimbangannya adalah yang efisien dan efektif sehingga dapat memberikan keuntungan yang optimal. Sedangkan ditinjau dari segi ekologi, pertimbangannya adalah yang tidak
Universitas Sumatera Utara
11
menimbulkan kerusakan yang berarti pada pohon yang disadap. Sugiyono (2001) mengatakan bahwa produksi getah pada setiap jenis Pinus berbeda-beda. Pinus yang umum berada di wilayah pulau Jawa adalah P. merkusii dengan produksi getah tertinggi kedua setelah P. kasya. Produksi getah tiap tahun pada bebarapa jenis pinus dibawah ini : -
Pinus kasya 7.0 gram/pohon
-
Pinus merkusii 6.0 gram/pohon
-
Pinus palustris 4.2 gram/pohon
-
Pinus maritima 3.2 gram/pohon
-
Pinus longifolia 2.5 gram/pohon
-
Pinus austriaco 2.1 gram/pohon
-
Pinus exelsa 1.2 gram/pohon
Penyadapan getah pinus dilakukan dengan cara melukai batang pohon dengan bentuk serta kedalaman luka tertentu sesuai dengan metoda penyadapan yang digunakan. Pelukaan ini bertujuan untuk dua hal, yaitu : pertama untuk mengaktifkan atau memicu jaringan epitel agar memproduksi getah (oleoresin) dan kedua untuk menyingkapkan saluran damar yang berada pada jaringan xylem. Jaringan epitel adalah jaringan khusus pada tumbuhan yang memproduksi getah apabila terjadi pelukaan pada pohon. Pada jenis-jenis pinus, jaringan epitel dapat memproduksi getah secara terus-menerus selama bagian tersebut berada di dalam kayu gubal, sedangkan pada jenis kayu daun jarum lainnya, jarang yang berfungsi lebih dari satu musim. Saluran damar adalah ruang kosong antara sel yang berbentuk saluran. Saluran damar umumnya dibatasi atau dikelilingi oleh jaringan epitel dan fungsinya adalah untuk menampung getah yang diproduksi oleh jaringan epitel serta menyalurkannya ke bagian luka. Dengan menyingkapkan
Universitas Sumatera Utara
12
saluran damar maka getah akan mengalir ke permukaan yang kemudian ditampung ke dalam penampung dan selanjutnya dipungut. Pelukaan pohon dapat memicu terjadinya pembentukan saluran damar sekunder (saluran damar traumatis), baik yang berupa saluran damar traumatis aksial maupun yang radial, walaupun kedua-duanya tidak akan dijumpai secara bersama-sama di dalam batang pohon. Pembentukan saluran damar traumatis ini mempunyai arti yang penting karena dengan bertambahnya jumlah saluran damar maka produksi getah akan semakin meningkat (Tobing, 1999). Hadipoernomo (1992) juga mengatakan bahwa pohon pinus dianggap sudah masak sadap bila pohon tersebut sudah berumur 11 tahun atau masuk kelas umur III. Jika sesuatu berjalan lancar dan dilakukan menurut petunjuk kerja dengan seksama, maka jangka waktu sadap dapat berlangsung sampai 20 tahun. Penyadapan getah pinus dilakukan dengan cara melukai batang pohon dengan bentuk serta kedalaman luka tertentu sesuai dengan metoda penyadapan yang digunakan. Pelukaan ini bertujuan untuk dua hal, yaitu : pertama untuk mengaktifkan atau memicu jaringan epitel agar memproduksi getah (oleoresin) dan kedua untuk menyingkapkan saluran damar yang berada pada jaringan xylem. Jaringan epitel adalah jaringan khusus pada tumbuhan yang memproduksi getah apabila terjadi pelukaan pada pohon. Pada jenis-jenis pinus, jaringan epitel dapat memproduksi getah secara terus-menerus selama bagian tersebut berada di dalam kayu gubal, sedangkan pada jenis kayu daun jarum lainnya, jarang yang berfungsi lebih dari satu musim (Hadipoernomo, 1992).
Faktor cuaca berpengaruh terhadap aliran getah dari sadapan. Pada suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi, getah yang membeku akan menyumbat saluran getah dan muara akan tertutup akibatnya getah yang mengalir akan terhenti (Sugiyono et. al. , 2001).
Universitas Sumatera Utara
13 Menurut Sanudin (2009) dalam memungut getah Pinus, seorang penyadap dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: 1. Musim hujan yang terus menerus menyebabkan suhu udara rendah sehingga getah cepat beku. 2. Adanya mata pencaharian lain. Pekerjaan lain dengan upah yang lebih tinggi menyebabkan penyadap memilih pekerjaan tersebut sehingga penyadapan terganggu, hal ini mengingat pada umumnya penyadap mempunyai pekerjaan lain. 3. Jarak dari desa ke blok sadapan. Pengaruh yang terjadi mengingat lamanya interval pembaharuan luka. 4. Situasi pasaran gondorukem. Menurut Dulsalam, et. al. (1998) penyadapan getah P. merkusii adalah kegiatan pelukaan pohon tusam sehingga saluran getah yang terdapat pada saluran dinding kayu terluka yang mengakibatkan getah keluar. Kegiatan penyadapan getah ini mempunyai tiga manfaaat penting yaitu : - Memanfaatkan produk sampingan selain kayu unuk meningkatkan hasil per satuan luas sebesar-besarnya sesuai dengan tujuan perusahaan. - Menunjang bahan baku gondorukem. - Memperluas lapangan kerja bagi masyarakat di sekitar hutan. Berikut ini merupakan potensi pengembangan kegiatan penyadapan getah pinus yang ada di Tapanuli Selatan.
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 1. Potensi Pengembangan Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Tapanuli Selatan No.
Lokasi
1. Mara Gordang 2. Simp. Tolang 3. Sitorbis 4. Situmba 5. Proyek 6. Silinggom-linggom 7. Sitada-tada 8. Pangarutan Jumlah
Luas Area Layak Sadap (ha) 200 30 80 20 20 150 20 100 620
Jumlah Penyadap (orang) 15 5 3 4 15 20 10 10 82
Jumlah Pohon Yang Disadap (batang)
Luas Area Yang Disadap (ha)
13.500 4.500 2.700 9.500 13.500 54.000 5.400 20.000 123.000
30 10 6 16 20 120 12 40 254
Sisa Areal Yang Belum Disadap (ha) 170 20 74 4 30 8 60 366
- Sumber : PT. INHUTANI IV Sistem Penyadapan Getah Sistem penyadapan getah pinus di Indonesia secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : Koakan, Riil dan Bor. Cara-cara tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh hasil getah seoptimal mungkin dengan memperhatikan kelestariannya. Dalam penentuan cara penyadapan getah pinus tidak terlepas dari pertimbangan yang berhubungan dengan faktor teknis, sosial, ekonomi dan ekologi. Secara teknik, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang dapat dilakukan dengan mudah. Secara sosial, cara yang dipilih adalah yang mampu memberi lapangan pekerjaan terhadap masyarakat sekitar. Secara ekonomi, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang efisien dan efektif sehingga dapat memberi keuntungan yang optimal. Ditinjau dari segi ekologis, yang dipilih adalah cara penyadapan getah pinus yang tidak menimbulkan kerusakan yang berarti pada pohon
yang disadap
(Inhutani IV, et. al., 1996).
Penyadapan Getah Pinus dengan Sistem Riil Sadapan sistem riil ialah proses pelukaan pada permukaan kayu dengan membuat saluran induk arah vertikal dan saluran cabang arah miring yang membentuk sudut 40° terhadap saluran induk dengan kedalaman 2 cm. Sistem ini caranya meliputi tahapan:
Universitas Sumatera Utara
15
-
bagian batang dibersihkan kira-kira 1/3 lingkaran batang pohon.
-
pelukaan dibuat dengan alat yang disebut hogal.
-
luka sadap berbentuk “V” dengan kedalaman 2-5 cm dan kemiringan saluran 20-40°.
-
lebar sadapan sekitar 20 cm (Kasmudjo, 1997).
Kelemahan sistim riil antara lain bidang sadap yang luas menyebakan luasan sadapan yang dibutuhkan lebar sehingga untuk satu pohon hanya dapat dilakukan sadap buka sekali dan memerlukan waktu proses penyadapan yang relatif lama dan kurang efesien. Sadapan metode riil adalah proses pelukaan pada permukaan kayu dengan membuat saluran induk arah vertikal dan saluran cabang arah miring yang membentuk sudut 40º terhadap saluran induk dengan kedalaman 2 mm (Perum Perhutani, 1997). Sistem riil ini banyak digunakan di Perum Perhutani karena tidak sampai melukai pohon. Sehingga kulit akan menutup kembali menyebabkan struktur terlalu berubah dan nantinya dapat dijadikan kelas pengusahaan
anatomi tidak
kayu. Hasil getah
dengan sistem riil lebih tinggi dibandingkan dengan sistem koakan tetapi luka sadap yang relatif besar akan memudahkan dihinggapi penyakit (Bawono 2004).
30 cm 1
70 cm
3 4 40°
2 10 cm Tanah Gambar 1. Pola Sadapan Metode Riil
Universitas Sumatera Utara
16
Keterangan : 1. Bagian kayu yang tidak dibersihkan 2. Bagian kayu yang dibersihkan 3. Pola sadapan ukuran 20 x 65 cm 4. Letak saluran tengah (central groove).
Saluran Getah Pinus (Pinus merkusii) Menurut Pandit dan Hikmat (2002), saluran getah atau saluran damar pada P. merkusii sering disebut sebagai saluran interseluler. Dari segi anatomis, getah pinus terdapat dalam saluran-saluran (saluran resin) atau celah-celah antara sel. P. merkusii mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori. Saluran damar aksial menyebar, sangat jarang, dengan diameter 50-200 mikro dan diameter tangensial sekitar 170-190 mikro. Saluran horinzontalnya terdapat dalam jari- jari dengan diameter 45-55 mikro. Berdasarkan proses terbentuknya saluran interseluler ini terjadi karena tiga cara yaitu: 1.
Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel hancur sehingga menjadi saluran.
2.
Schizogenous, di sisi beberapa sel saling memisahkan diri atau menjauhkan diri sehingga terbentuk saluran. Sel- sel yang mengelilingi rongga saluran ini membelah–belah menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah atau ke dalam saluran yang bersangkutan.
3.
Scyzolysigenous, merupakan modifikasi dari kedua cara di atas yaitu disamping penghancuran juga pemisahan. Jika kayu dilukai melalui satu arah yaitu arah radial pada kambium kayu,
getah dari arah axial dapat bermuara ke arah saluran radial sehingga dapat tertampung pada luka sadapan tersebut. Dengan demikian maka pelukaan sampai
Universitas Sumatera Utara
17
kambium kayu dapat mengalirkan getah pinus meskipun yang terlukai hanya saluran arah radial. Namun demikian keluarnya getah arah radial ini tidak terlalu banyak dapat menampung getah dari arah axial sehingga yang keluar hanya sedikit (Sumantri, 1991).
Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani Nomor : 792/KPTS/DIR/2005, urutan kerja penyadapan metode koakan adalah sebagai berikut : 1. Sadap Buka a) Kulit batang yang akan disadap dibersihkan/dikerok setebal 3 mm, lebar 15 cm tinggi 60 cm (tiap tahun), mulai setinggi 20 cm diatas tanah tanpa melukai kayunya. b) Dibuat quare permulaan pada bagian pohon dengan ukuran lebar maksimal 6 cm dan tinggi 10 cm, dengan petel sadap dengan kedalaman quare 1,5 cm (tidak termasuk tebal kulit). c) Pemasangan talang dan tempurung. Pemasangan talang tidak pada bagian kayu tetapi pada tepi quare dan dipaku pada kedua sisinya agar supaya tidak menggangu aliran getah kebawah. Ukuran talang 8 x 5 cm dengan bentuk cekung dari seng. Tempurung dipasang 5 cm dibawah talang sebagai penampung getah. 2. Sadap Lanjut a) Sadap lanjut dilakukan setiap 3 hari sekali dan 5 hari sekali menghasilkan getah maksimal. b) Pada setiap pembaharuan quare, talang dan tempurung harus dipisahkan terlebih dahulu atau ditutup, hal tersebut agar talang tidak terkena serpihan kayu. Setelah pembaharuan quare mencapai 20 cm, talang dan tempurung
Universitas Sumatera Utara
18
harus ikut dinaikkan. c) Petel sadap harus dijaga tetap tajam dan selalu bersih dari kotoran. d) Untuk menghindari kotoran dan air hujan, sebaiknya tempurung penampung getah diberi penutup. e) Pemungutan getah dilakukan bersamaan pada waktu pembaharuan luka dilakukan setiap.
Faktor–faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus Menurut Hadipoernomo (1992), faktor- faktor yang mempengaruhi produksi getah P. merkusii adalah sebagai berikut : 1.
Faktor biologi pohon -
Jenis Pohon Produksi getah berbeda nyata menurut jenis, misalnya Pinus khasya dapat memproduksi getah sebanyak 7 kg/pohon/tahun, sedangkan P.merkusii sebanyak 6 kg/pohon/tahun.
-
Umur tegakan Umur tegakan mempunyai pengaruh nyata terhadap produksi getah tusam. Berdasarkan hasil penelitian di KPH pekalongan Timur menunjukkan bahwa semakin bertambah umur maka diameter bertambah dan produksi getah semakin besar.
-
Diameter dan tinggi pohon Hasil penelitian Suharlan, Bustomi dan Herbaung (1982) dalam Hadipoernomo (1992) di KPH Pekalongan Timur dan Barat menemukan
Universitas Sumatera Utara
19
adanya pengaruh nyata dari besarnya bidang dasar dan tinggi pohon, produksi getah akan semakin meningkat. 2. Faktor tempat dan lingkungan - Tinggi tempat tumbuh Produksi getah mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ketinggian tempat tumbuh (topografi). - Temperatur udara dan musim Pada suhu yang relatif rendah dan kelembaban yang tinggi, getah akan cepat mengumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit dan tersumbat sehingga aliran getah terhambat atau terhenti. Pada musim hujan hasil getah biasanya akan menurun karena curah hujan akan mempengaruhi kelembaban di sekitar luka sadapan. - Bonita tanah Tanah yang berbonita tinggi umumnya menghasilkan tegakan dengan produksi getah yang lebih banyak karena pertumbuhannya lebih baik yang didukung oleh kandungan unsur hara yang terdapat dalam tanah. 3.
Faktor keadaan tegakan - Kerapatan tegakan Kerapatan tegakan mempengaruhi pertumbuhan pohon yang dengan sendirinya mempengaruhi produksi getah. - Tajuk pohon Pohon dengan tajuk lebar akan menerima cahaya matahari yang lebih banyak sehingga akan proses fotosintesa yang lebih banyak dari pada
Universitas Sumatera Utara
20
pohon yang bertajuk lebih kecil. Hasil fotosintesa yang besar akan mempengaruhi produksi getah. 4.
Faktor perlakuan terhadap pohon dan tegakan Produksi getah pinus dipengaruhi oleh perlakuan manusia terhadap pohon dan tegakan seperti: sistem penyadapan, arah sadap dan penggunaan bahan kimia dalam penyadapan. Sumadiwangsa, et. al. (1999) mengatakan produktivitas getah pohon pinus
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor statis (genotipe, umur, kerapatan pohon, elevasi, kesuburan tanah, dan iklim) serta faktor dinamis (cara dan alat penyadapan, kadar stimulan dan keterampilan tenaga penyadap). Diameter pohon terhadap produksi getah pinus berhubungan dengan pertumbuhan diameter pohon. Sehingga dengan adanya pertumbuhan dimeter pohon, menyebabkan volume kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu semakin besar volume kayu gubal, maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus akan semakin banyak dan produksi getah pinus akan semakin meningkat (Wibowo, 2006). Pada saat musim hujan umumnya penyadap baru mengumpulkan getahnya setelah 6-8 kali pembaharuan luka dikarenakan keluarnya getah pada musim penghujan relatif lambat. Sedangkan pada musim kemarau setelah dilakukan 68 kali pembaharuan luka baru karena keluarnya getah pada musim tersebut cukup lancer (Purwoko, 1998).
Universitas Sumatera Utara