Bab 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan publik merupakan bentuk penghormatan atas demokrasi di suatu negara, yang nampak dari cara pandang terhadap masyarakat, tidak hanya sebagai pelangggan tetapi juga warga negara yang memiliki negara dan pemerintahan yang ada di dalamnya. (Purwanto, 2008). Kesadaran atas andil yang dimiliki masyarakat melalui partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan mengharuskan pemerintah untuk menyediakan fasilitas demi terjaminnya partisipasi, yang salah satunya dilakukan melalui website. Media ini dipilih tidak lain agar masyarakat dapat dengan mudah memperoleh akses informasi dan layanan pemerintah daerah, disamping ikut berpartisipasi di dalam pengembangan demokrasi di Indonesia melalui penggunaan internet (USRDP, 2010). Penggunaan website sebagai media partisipasi masyarakat tidak dimaksudkan untuk menggantikan model partisipasi konvensional tetapi sebagai salah satu komponen pendukung partisipasi dalam demokrasi di Indonesia. Berbeda dengan mekanisme terdahulu ketika sarana penyampaian aspirasi masyarakat dilakukan melalui kotak saran ataupun penyampaian langsung kepada anggota dewan atau birokrasi pemerintah, yang selain tidak efektif karena sarana partisipasi tersebut sulit untuk dijangkau oleh semua kalangan, masukan yang diberikan masyarakat belum tentu ditindaklanjuti. Untuk itu, website menjadi salah 1
satu opsi yang dianggap tepat untuk mewadahi partisipasi masyarakat, apalagi ditunjang dengan kemudahan dalam hal kepemilikan perangkat teknologi informasi dan komunikasi serta akses masyarakat terhadap internet. Hal ini turut di dukung dengan adanya peraturan perundangan yang digunakan sebagai landasan legal formal untuk mewujudkan website pemerintah daerah tersebut, seperti Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik yang berupaya memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengakses informasi termasuk didalamnya berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan maupun melakukan pengawasan terhadap pemerintah, Inpres Nomor 03 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan eGovernment yang didalamnya turut memuat panduan pengembangan website pemerintah daerah, serta UUD 1945 pasal 28 F yang menyebutkan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Berbagai peraturan dan perundangan tersebut menciptakan kondisi pemerintah daerah yang berlomba-lomba menciptakan website sebagai salah satu media untuk mewujudkan pemerintahan yang transparan dan partisipatif namun tidak didukung dengan standar penyajian informasi dan fasilitasi partisipasi yang memadai dan terintegrasi. Hal ini ditunjukan dengan pernyataan Deputi Tatalaksana Kementerian PANRB Dedy S. Bratakusumah sebagaimana dikutip dari situs Kementrian Pendayaagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi 2
(2013) yang mengemukakan hampir semua Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah secara tidak sadar berlomba-lomba membangun system informasi dalam pelayanan publiknya, seperti Pemkot Surabaya, Kota Denpasar, Kota Yogyakarta, Kota Solo, Kota Banjarbaru, dan beberapa daerah lainnya yang sudah memiliki sistem informasi yang unggul, tapi dibangun dengan sistem yang berbeda. Pernyataan tersebut turut didukung fakta yang menunjukan sebagian besar dari website pemerintah daerah belum dimanfaatkan secara optimal sebagai media pendukung penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dan partisipatif.
Hal
tersebut terlihat dari tidak memadainya informasi penyelenggaraan pemerintahan yang tersedia dan kualitas fasilitas penyampaian aspirasi (Utomo, 2009). Dari segi standar isi website pemerintah yang dicanangkan oleh Depkominfo hanya informasi mengenai selayang pandang (Sejarah, Lokasi, Visi dan Misi), Struktur pemerintahan daerah dan informasi tentang pejabat pemerintah, informasi geografis, peta wilayah dan sumber daya, peraturan daerah dan buku tamu yang harus disediakan. Banyak website pemerintah daerah yang miskin informasi atau menyediakan informasi yang tidak relevan dengan penyelenggaraan pemerintah, selain itu masih sedikit website pemerintah yang menyediakan fasilitas memadai bagi warga dan pemangku kepentingan untuk menyampaikan aspirasi secara tematik, bahkan diantara website yang menyediakan fasilitas tersebut, hanya sedikit yang dikelola secara serius (Dwiyanto, 2011) Jika dicermati lebih lanjut, pemanfaatan teknologi informasi dalam bentuk website sebagai media interaksi antara masyarakat dan pemerintah atau biasa disebut eParticipation merupakan sebuah terobosan dalam penyelenggaraan 3
pemerintahan, melalui model partisipasi ini arus informasi dari pemerintah untuk masyarakat serta arus aspirasi dari masyarakat untuk pemerintah dapat tersalurkan dengan baik melalui saluran elektronik sehingga mampu menjadi komponen penting dalam pengambilan kebijakan. Tujuan utama eParticipation adalah untuk meningkatkan transparansi, inklusifitas dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan (eGov Conference, 2006) Namun diperlukan prasyarat tertentu untuk mencapai kondisi mapan tersebut, seperti tersedianya kanal akses terhadap internet, kemampuan untuk menggunakan internet peralatan pendukungnya, kesadaran untuk ikut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintah dan lain-lain. Hal yang patut dicermati adalah apakah dengan adanya website yang mampu menyajikan informasi dan fitur untuk berpartisipasi dapat menjadi pendorong masyarakat untuk memanfaatkannya demi turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebab segala fasilitas tersebut akan menjadi tidak berguna apabila tidak dimanfaatkan oleh masyarakat. Penelitian yang telah dilakukan oleh Sarosa & Lestari (2009) justru menunjukkan fasilitas interaktif pada website pemerintah lokal di Provinsi D.I Yogyakarta tidak banyak digunakan masyarakat. Hal yang kurang lebih sama diungkapkan oleh Utomo (2009) rata-rata intensitas penyampaian aspirasi melalui website pemda masih jarang, sekalipun pada daerah yang memiliki praktik pengembangan e-government yang relatif baik, termasuk pada website Pemerintah Kota Yogyakarta. Hal ini terlihat dari fitur partisipasi untuk masyarakat pada website pemerintah daerah yang tidak digunakan secara optimal oleh masyarakat.
4
Dengan demikian, jelas bahwa ketersediaan fasilitas partisipasi melalui website belum tentu mendorong masyarakat berpartisipasi. Kondisi tersebut mengisyaratkan terdapat berbagai kendala yang menyebabkan masyarakat enggan berpartisipasi melalui media internet. Penelitian ini ditujukan untuk mengungkap fenomena yang melatarbelakangi kendala masyarakat yang tidak memiliki hambatan akses terhadap internet dan sarana pendukungnya dalam berpartisipasi melalui website pemerintah daerah, baik bagi masyarakat yang tidak pernah berpartisipasi maupun yang pernah berpartisipasi melalui website pemerintah daerah sekalipun tidak secara optimal. Pemahaman terhadap kendala web-based participation ini dijelaskan melalui penelitian yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta, Provinsi DI Yogyakarta. Lokasi ini dipilih karena Pemerintah Kota Yogyakarta telah mengembangkan berbagai saluran partisipasi yang salah satunya dilakukan melalui website. Dari sekian banyak website yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Yogyakarta, penelitian ini memfokuskan penyelenggaraan partisipasi melalui website Pemerintah Kota Yogyakarta (http://jogjakota.go.id) dan website Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK) (http://upik.jogjakota.go.id). Kedua website tersebut merupakan portal utama Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penyampaian informasi dan fasilitas aspirasi bagi masyarakat Kota Yogyakarta. Website Pemerintah Kota Yogyakarta pun teridentifikasi memiliki kualitas pengembangan partisipasi publik yang cukup memadai (Utomo, 2009), disamping website Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan (UPIK) yang digunakan sebagai sarana utama Pemerintah Kota Yogyakarta untuk menampung saran, keluhan, 5
informasi maupun pertanyaan oleh masyarakat. Selain itu, Pemerintah Kota Yogyakarta juga memiliki prestasi e-Goverment yang relatif lebih baik dibanding wilayah lain, diantaranya seperti Juara I Website Pemerintah oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi RI tahun 2004 dan Nominator 10 besar E-Government award dari Majalah Warta Ekonomi di tahun 2004, Juara I E-Government Award 2005 untuk kategori Pemerintah Kabupaten/Kota Seluruh Indonesia dari Majalah Warta Ekonomi dan Best of the Best untuk semua kategori E-Government Award 2005 dari Majalah Warta Ekonomi pada tahun 2005, Special Achievment kategori E-Leadership E-Government Warta Ekonomi E-government Award pada tahun 2006 serta Penghargaan E-Government Award tingkat Kabupaten/Kota yang diberikan Majalah Warta Ekonomi di tahun 2011.1 Keterbatasan akses terhadap internet dianggap sebagai salah satu kendala yang menyebabkan masyarakat tidak menggunakan media internet untuk berpartisipasi sebagaimana laporan penelitian yang diterbitkan Pemerintah Australia (AGIMO, 2011). Hal ini nampaknya tidak berlaku khususnya di wilayah Kota Yogyakarta, sebagaimana dikutip melalui detik.com, pengguna internet di Kota Yogyakarta pada tahun 2005 relatif tinggi, yaitu mencapai 17 persen dibanding dengan penggunaan rata-rata nasional yang hanya 5 persen. Meskipun pada kenyantaannya tidak banyak memanfaatkan ketersediaan internet tersebut untuk berpartisipasi pada website pemerintah daerahnya. Minimnya penggunaan website untuk berpartisipasi oleh masyarakat Kota Yogyakarta dibuktikan dalam 1
Warta Ekonomi E‐Government Award adalah sebuah penghargaan yang ditujukan kepada lembaga pemerintah terbaik di Indonesia yang dinilai telah berhasil mengimplementasi TI dalam fungsinya sebagai pelayanan masyarakat.
6
data antar waktu UPIK (Unit Pelayanan Informasi dan Keluhan) Kota Yogyakarta yang menunjukkan penggunaan website UPIK untuk berpartisipasi kalah jauh dibandingkan layanan SMS, sebagaimana ditampilkan berikut (Grafik 1.1) Grafik 1.1 Penggunaan Media UPIK Kota Yogyakarta
Sumber: UPIK Kota Yogyakarta, Data Diolah, 2014. Data di atas menunjukkan jumlah partisipasi masyarakat yang disampaikan melalui website UPIK tidak pernah menembus angka 500 per tahun selama rentang waktu 10 tahun, bahkan menunjukkan tren penurunan dibanding tahun sebelumnya sejak tahun 2007. Berbeda halnya dengan penggunaan SMS UPIK sebagai media partisipasi meskipun fluktuatif tetapi menunjukkan tren peningkatan selama 10 tahun terakhir, bahkan angka penggunaannya menembus 3800 di tahun 2013, jauh melebihi penggunaan website UPIK sebagai media berpartisipasi di Kota Yogyakarta.
7
1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah: “Mengapa Web-based Participation di Kota Yogyakarta tidak berkembang optimal meskipun tidak terdapat hambatan akses terhadap internet ?”
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk menjelaskan kendala Web-based Participation bagi masyarakat yang tidak memiliki hambatan akses terhadap internet di Kota Yogyakarta.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini paling tidak memberikan manfaat secara praktis maupun akademis pada bidang pengembangan electronic government. Secara praktis penelitian ini tentu akan berguna bagi Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mengembangkan website maupun media eParticipation lain menjadi lebih partisipatif serta mampu menumbuhkan minat masyarakat untuk turut aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sedangkan dari sisi akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengetahuan mengenai kendala pada pengembangan eParticipation dalam konteks Indonesia serta memberikan pemantik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengembangan eGovernment di Indonesia.
8
1.5 Batasan Penelitian Penelitian ini tidak dilakukan untuk mengeneralisasikan kondisi eParticipation masyarakat Kota Yogyakarta, tetapi mencari alasan yang lebih mendalam mengenai rendahnya penggunaan website Pemerintah Kota Yogyakarta dan website UPIK Kota Yogyakarta sebagai media eParticipation bagi masyarakat kota Yogyakarta yang tidak memiliki kendala akses terhadap internet beserta peralatan pendukungnya.
9