BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut. Inilah yang terjadi sejak berabad-abad tahun yang lalu, dan berdampak pada terjadinya perbedaan pendekatan dalam mengobati suatu penyakit. Umumnya, terdapat dua pandangan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kesehatan di dunia yakni pandangan kesehatan barat dan pandangan kesehatan non barat (Bahar, 2011 dan Foster, 1986). Kedua pandangan ini sangatlah berbeda dalam melihat penyakit dan cara pengobatan yang akan dilakukan, namun kedua pandangan ini ada ditengah-tengah masyarakat pada umumnya. Pandangan kesehatan barat atau disebut juga dengan kesehatan medis modern melihat penyakit sebagai sebuah fenomena alami yang dapat dipelajari secara ilmiah, dipengaruhi oleh prosedur-prosedur terapeutik dan juga oleh pengaturan hidup seseorang yang sangat bijaksana. Selain itu mempercayai bahwa penyakit tidak disebabkan oleh iblis atau kekuatan-kekuatan supranatural lainnya. Pandangan ini sangat berbeda dengan kesehatan non barat (kesehatan tradisional), yang menganggap penyakit merupakan ketidakserasian pada tingkat individual dan sosial yang dapat muncul dari penyesuaian yang tidak memadai pada aturan-aturan dan adat kebiasaan masyarakat, dan satu-satunya cara bagi individu untuk sembuh adalah mengubah
Universitas Sumatera Utara
dirinya untuk menyesuaikan dengan tatanan sosial yang ada. Serta kejadian penyakit sering dikaitkan dengan fenomena spiritual pada masyarakat (Winkelman, 2009). Perbedaan kedua pandangan ini tentunya juga akan berpengaruh kepada usaha-usaha yang dilakukan pemerintah dalam upaya meningkatkan kesehatan. Namun pada dasarnya upaya-upaya yang dilakukan pemerintah secara terus-menerus lebih menekankan kepada kesehatan barat (kesehatan medis modern) saja (Bahar, 2011). Akan tetapi upaya-upaya tersebut tidak tidak dapat menghilangkan adanya pandangan kesehatan non barat (kesehatan tradisional), karena pandangan ini telah melekat dari dulunya dalam hidup masyarakat. Hal ini terlihat dari beberapa penyakit yang diberi nama dan dipercayai berdasarkan asal usulnya serta adanya praktekpraktek pengobatan yang dilandasi dengan pengetahuan dan kepercayaan secara turun temurun. Melihat kesehatan sebagai suatu sistem dengan menggunakan pendekatan holistik, sehingga untuk mendapatkan kesehatan masyarakat melakukan upaya melalui kebudayaan yang dimiliki dan pengetahuan yang ada. Inilah yang melahirkan suatu sistem kesehatan, yang merupakan keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, keterampilan dan praktek yang mencakup seluruh aktivitas kesehatan (Sianipar, 1989). Secara umum dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat memiliki sistem kesehatan sendiri, yang mungkin satu sama lain memiliki banyak persamaan dan perbedaan yang pada dasarnya terdapat dua kategori yang utama yaitu sistem teori penyakit (disease theory system) dan sistem perawatan kesehatan (health care
Universitas Sumatera Utara
system). Menurut Foster dan Anderson (1986) sistem teori penyakit mencakup kepercayaan terhadap kesehatan, penyebab penyakit, berbagai ragam obat, dan teknik penyembuhan. Sedangkan sistem perawatan kesehatan berhubungan dengan cara yang ditempuh oleh masyarakat untuk merawat orang sakit dan penggunaan ilmu pengetahuan mengenai penyakit untuk penyembuhannya. Sementara itu yang sering menjadi masalah kesehatan pada masyarakat sendiri yaitu berhubungan dengan persepsi mengenai kedua kategori tersebut, sehingga adanya persepsi pada masyarakat juga menjadi suatu hal yang sangat penting yang akan memengaruhi kesehatan (Sunanti, 2000). Menurut Soekanto (2002), persepsi masyarakat merupakan suatu proses dimana sekelompok manusia yang hidup dan tinggal bersama dalam wilayah tertentu, dan memberikan pemahaman atau tanggapan terhadap hal-hal atau peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Hal ini berarti persepsi masyarakat tentang penyakit dan sistem perawatan kesehatan ditentukan juga oleh lingkungan dari masyarakat itu sendiri yang telah menjadi sebuah budaya. Selaras dengan pendapat Sarwono (2007) yang menyebutkan bahwa persepsi tentang penyakit ditentukan oleh budaya, karena penyakit merupakan suatu pengakuan sosial, bahwa seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar. Sehingga persepsi masyarakat mengenai timbulya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut (Sudarma, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, bahkan persepsi kejadian penyakit itu sendiri dapat berlainan dengan ilmu kesehatan medis modern. Persepsi yang berbeda mengenai suatu penyakit sampai saat ini masih ada disebagian besar masyarakat. Perbedaan persepsi mengenai penyakit ini, sesuai dengan penjelasan Foster (1986) yang menyebutkan bahwa persepsi timbulnya suatu penyakit dikalangan masyarakat, sering dikaitkan dengan adanya dua konsep yaitu konsep Naturalistik dan konsep Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Sedangkan konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masih banyaknya dijumpai pada masyarakat yang menganut konsep naturalistik dan personalistik ini, seperti penelitian yang dilakukan oleh Alwisol (1978) yang dikutip dalam Sianipar (1989) menjelaskan bahwa pada masyarakat Aceh didapati dua jenis penyebab penyakit, yakni yang disebabkan makhluk halus seperti roh, hantu, jin (konsep personalistik) dan bukan makhluk halus seperti racun, tuba, terkilir/ patah (konsep naturalistik). Koentjaraningrat (1984) juga menyatakan bahwa pada masyarakat Jawa ada beberapa teori tradisional mengenai penyakit yang diyakini mereka disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
faktor personalistik dan naturalistik seperti batuk darah, yangmana penyakit ini pada tingkat pertama disebabkan oleh masuk angin atau terganggunya keseimbangan antara unsur panas dan dingin dalam tubuh. Akan tetapi unsur personalistik seperti guna-guna atau pelanggaran pantangan, atau perbuatan dosa dapat menjadi penyebab bertambah parahnya penyakit tersebut (Sianipar, 1989). Selain itu terdapat beberapa penyakit yang berdasarkan asal usul kejadiannya, diasumsikan berbeda oleh masyarakat. Seperti penyakit AIDS yang menurut masyarakat penyakit ini hanya ada di luar negeri, AIDS juga dianggap sebagai penyakit yang didertita kaum homoseks lelaki dan di kalangan pelacuran saja, serta dianggap juga sebagai penyakit karena melanggar pantangan (Sciortino, 2007). Penyakit lainnya seperti kejang yang dianggap muncul karena kesurupan (kemasukan) makhluk halus, adanya kejadian diare pada bayi dan penyakit lainnya. Pemahaman masyarakat tentang suatu penyakit yang dilihat dari adanya konsep naturalistik dan personalistik tentang suatu kejadian penyakit ini, menurut Foster dan Anderson (1986) akan berpengaruh kepada tindakan perawatan kesehatan yang akan dilakukan. Hal ini dijumpai di Desa Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil. Seperti yang terdapat pada masyarakat Desa Lipat Kajang, yang menyebutkan bahwa adanya suatu penyakit yang sering diderita masyarakat setempat yang dikenal dengan penyakit ”kena aji” (racun). Penyakit ”kena aji” (racun) merupakan sebuah penyakit yang dinamai oleh masyarakat setempat, yang mana penyakit ini dipercayai oleh masyarakat sebagai penyakit yang sangat berbahaya dan dapat membunuh penderitanya. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
penjelasan salah seorang pengobat (dukun), penyakit ”kena aji” (racun) merupakan penyakit yang dengan sengaja diberikan kepada orang lain yang dibawa (agent) oleh jin baik dengan menggunakan serbuk sebagai media (perantara) maupun tidak menggunakan media. Racun ini bisa diberikan ke dalam makanan atau minuman bahkan bisa melalui perantaraan roh atau makhluk halus. Tanda-tanda/ gejala yang dirasakan oleh seorang penderita menurut penjelasan pengobat tradisional (dukun) setempat, biasanya adalah tidak selera makan, kurus, mata cekung, emosi tidak stabil, nyeri pada sendi tulang, badan terasa dingin pada waktu menjelang malam, batuk kering dalam waktu yang lama, batuk lebih sering pada malam hari akan tetapi pada siang hari penderita jarang batuk, dalam keadaan yang sudah parah penderita dapat mengeluarkan darah saat batuk. Namun yang menjadi permasalahan yang berhubungan dengan fenomena penyakit ”kena aji” (racun) ini yaitu masyarakat mendefinisikan adanya penyakit ”kena aji” (racun), tanda-tanda yang dirasakan, serta upaya penyembuhan yang akan dilakukan berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki. Pemahaman masyarakat tentang suatu penyakit terkadang dipengaruhi oleh kepercayaan yang sulit diterima secara logika, apabila pemahaman masyarakat ini tidak diimbangi dengan pengetahuan modern, dikhawatirkan akan membawa pengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat pada umumnya. Kesalahan dalam menafsirkan penyakit yang diderita karena semata-mata hanya dilandasi pengetahuan yang dimiliki dan kepercayaan, akan berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan penderita (Syahrun, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Dilihat dari kondisi pasien yang berkunjung ke pelayanan kesehatan (Puskesmas), pasien memeriksakan dirinya ketika sakitnya sudah bertambah parah. Dilihat dari tanda-tanda/ gejala pada penderita, penyakit ini diasumsikan oleh dokter/ tenaga kesehatan setempat sebagai penyakit TB paru. Sementara itu diketahui bahwa penyakit TB paru merupakan masalah utama kesehatan pada masyarakat yang hampir dijumpai di semua negara (Yoga, 2005). Penyakit ini adalah penyumbang pasien ketiga terbesar di dunia, penyebab kematian nomor tiga pada semua kelompok usia setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan lainnya, dan nomor 1 (satu) dari seluruh penyakit infeksi (Alfian, 2005). Sementara itu, menurut perawat dan bidan di puskesmas setempat menyebutkan bahwa setiap pasien yang datang berobat dengan gejala khas seperti batuk maka berdasarkan diagnosa dokter pasien diperiksa dan hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa batuk yang diderita pasien adalah batuk dari gejala penyakit TB paru. Berdasarkan data di puskesmas menunjukkan bahwa dari bulan Januari 2012 sampai bulan Juni 2012 jumlah pasien positif TB paru berjumlah 25 orang, sementara jumlah penderita suspect keseluruhan sampai bulan Juni 2012 yaitu 250 orang. Namun batuk sangat banyak jenisnya, penyakit “kena aji” (racun) yang juga memiliki tanda/ gejala khusus batuk tidak bisa langsung dinyatakan sebagai batuk dari gejala penyakit TB paru. Proses penyembuhan harus dilakukan dengan diagnosa dan pemeriksaan yang tepat terhadap batuk yang diderita.
Universitas Sumatera Utara
Melihat kenyataan ini, maka diperlukan suatu penelitian sebagai langkah awal untuk memahami fenomena penyakit ”kena aji” (racun) yang ada pada masyarakat Lipat Kajang, karena suatu masalah tidak akan bisa dipecahkan apabila belum ada penelitian yang dilakukan. Serta penelitian ini bertujuan untuk menentukan strategi promosi kesehatan yang tepat dalam menanggulangi penyakit ”kena aji” (racun) nantinya, karena sampai saat ini belum ada upaya dari tenaga kesehatan dalam hal promosi kesehatan untuk penanggulangan penyakit ”kena aji” (racun) ini. Pada dasarnya untuk mencapai keberhasilan dari tujuan strategi promosi kesehatan yang dilakukan yaitu bila tenaga kesehatan itu sendiri dapat memahami informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat dalam upaya untuk perubahan perilaku. Oleh sebab itu tesis ini akan memberikan pengertian yang terdiri dari pembahasan mengenai apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, faktor apa yang menjadi penyebab muncul penyakit, siapa yang memberi ”aji” (racun), siapa saja yang beresiko terkena penyakit, tanda-tanda yang dirasakan/ nampak, pencegahan, dampak dari penyakit ”kena aji” (racun) serta bagaimana penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil.
1.2.
Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini adalah apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda-tanda yang
Universitas Sumatera Utara
dirasakan/ nampak, dampak dari penyakit ”kena aji” (racun), pencegahan, serta bagaimana proses penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang Kecamatan Simpang Kanan Kabupaten Aceh Singkil?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan
penelitian
ini
adalah
untuk
memahami,
menganalisa
dan
menggambarkan penyakit ”kena aji” (racun) serta proses penyembuhan yang dilakukan masyarakat Lipat Kajang, yang dilihat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ”kena aji” (racun) seperti mengetahui apakah yang disebut dengan penyakit ”kena aji” (racun), bagaimana asal usul penyakitnya, penyebab muncul penyakit, tanda-tanda yang dirasakan/ nampak, pencegahan, serta dampak dari penyakit ”kena aji” (racun).
1.4. Manfaat Penelitian 1. Dengan diketahuinya penyakit ”kena aji” (racun), sehingga hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan, Puskesmas dan instansi terkait untuk strategi upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit ”kena aji” (racun) ini. 2. Sebagai bahan informasi dan diskusi kepada masyarakat tentang penyakit ”kena aji” (racun) sehingga bisa dilakukan pengobatan dan upaya pencegahan yang benar.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk
melatih
peneliti
dalam
mengaplikasikan
Ilmu
Kesehatan
Masyarakat, serta diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan dalam pengembangan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara