BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi manusia selain
pangan dan pemukiman. Kesehatan tidak hanya sehat secara fisik tetapi juga sehat secara mental dan merupakan sesuatu hal yang penting karena dengan kesehatan manusia akan bisa hidup, tumbuh dan berkarya. Pentingnya kesehatan baru akan dirasakan ketika kesehatan tubuh terganggu yang mengakibatkan proses kerja tubuh tidak berjalan lancar dan akan menyebabkan semua aktifitas kegiatan manusia akan terganggu dan tidak berjalan. Karena itu menjaga kesehatan adalah suatu hal yang penting bagi manusia. Kesehatan mulut dan gigi merupakan bagian integral dari kesehatan secara menyeluruh dan mempunyai arti penting untuk kesehatan secara holistic. Menjaga kesehatan mulut dan gigi berarti ikut menjaga kesehatan seluruh badan, karena mulut adalah pintu masuk segala macam benda asing ke dalam badan. Gigi adalah jaringan tubuh yang keras dibandingkan yang lain dan merupakan organ yang terpenting dari sistem pencernaan manusia. Apabila terdapat gangguan pada gigi maka proses pencernaan akan terganggu dan akhirnya seluruh sistem dalam tubuh akan terganggu dan kinerja tubuh akan hilang (Susantini, 2009). Kesehatan mulut dan gigi masih menjadi masalah dalam bidang kesehatan, utamanya adalah penyakit karies gigi. Karies gigi merupakan suatu kerusakan gigi yang dimulai pada permukaan gigi dan berkembang ke arah dalam. Karies gigi
1
2
merupakan kerusakan lokal jaringan gigi akibat pengaruh asam hasil fermentasi bakteri pada rongga mulut terhadap karbohidrat yang berasal dari makanan. Karies
gigi
ditandai
terjadinya
demineralisasi
email
dan
dentin
gigi
(Samaranayake, 2011). Dekomposisi email dan dentin selanjutnya akan meliputi pencernaan matriks protein oleh bakteri (Jawetz, Melnick, dan Adelberg, 2005). Karies gigi merupakan masalah kesehatan gigi yang sering diderita oleh masyarakat dan mempunyai prevalensi cukup tinggi di Indonesia. Menurut Nugraha (2008), hasil Survey Kesehatan Nasional tahun 2002 menunjukan, prevalensi penderita karies gigi berkisar 60%. Sementara hasil Survey Kesehatan Nasional dari Departemen Kesehatan pada tahun 2007 menunjukan peningkatan menjadi sekitar 71,1% penduduk Indonesia mulai dari anak anak sampai dewasa lansia terkena penyakit karies (Amalia, 2007). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya karies gigi yaitu jenis makanan dan bakteri penyebab karies. Selain itu faktor lainnya adalah plak, frekuensi makan, tingkat kebersihan mulut, usia, dan jenis kelamin (Tarigan, 1990). Salah satu faktor penyebab karies gigi yaitu adanya bakteri penyebab karies gigi Streptococcus mutans pada rongga mulut (Tortora et al., 2001; Nan et al., 2009). Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), dan merupakan bakteri anaerob fakultatif. Bakteri ini tumbuh optimal pada suhu 18º-40º celcius. Streptococcus mutans ditemukan pada rongga gigi manusia dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies gigi (Nugraha, 2008).
3
Pengobatan karies gigi secara medik melalui obat sintetik diharapkan lebih efektif karena obat lebih cepat bekerja dan bahan yang sudah standart oleh uji secara klinik. Obat sintetik yang biasa digunakan yaitu penicillin dan bisa digantikan dengan obat amoksisilin, eritromisin, klindamisin, ampisilin, dan tikarsilin (Jawetz, et al, 2005). Menurut Tarigan (1990) pengobatan karies gigi dengan penggunaan flour sebagai obat kumur dan bahan untuk menyikat gigi. Selain itu menggunakan zat anti bakterial seperti obat yang mengandung ammonia, ureum dan penicillin. Penggunaan obat-obatan sintetik dalam jangka waktu yang panjang akan menyebabkan berbagai dampak negatif terhadap kesehatan. Menurut Jawetz, Melnick, dan Aldenberg (2005), dampak negatif penggunaan obat sintetik adalah timbulnya efek samping yaitu toksisitas berupa gangguan konsentrasi pada susunan saraf pusat, dan terjadi reaksi alergi seperti ruam kulit, demam, serta gangguan pernafasan. Selain itu juga biaya obat yang tinggi dan bakteri yang resisten terhadap obat. Efek samping tersebut mendorong untuk dilakukan pengembangan antibakteri. Salah satu alternatif untuk menangani karies gigi adalah pengobatan alami dengan memanfaatkan bahan alam yang dikenal dengan istilah back to nature. Keuntungan pengobatan secara alami yaitu rendahnya efek samping yang ditimbulkan. Penelitian Susantini (2009) menyatakan bahwa lendir bekicot konsentrasi 100% memberikan pengaruh efektif terhadap penghambatan Streptococcus mutans. Sedangkan pemberian infuse daun cengkeh konsentrasi 100% memberikan pengaruh yang paling efektif terhadap diameter zona hambat
4
biakan Streptococcus mutans (Astutik, 2007). Penelitian lain oleh Wardani (2012) bahwa penggunaan larutan siwak dengan konsentrasi 50% efektif menghambat Streptococcus mutans, tetapi pada penggunaan filtrat rimpang lengkuas 60% oleh Indrasari (2008) belum memberi pengaruh terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans sehingga perlu memberikan konsentrasi yang lebih besar lagi. Sejauh ini belum banyak penelitian tumbuhan obat di Indonesia khususnya dari temu-temuan yang dikaitkan pada upaya pencegahan penyakit karies gigi. Oleh karena itu kita harus mencari pengobatan dengan menggunakan tanaman obat tradisional yang merupakan potensi bangsa Indonesia karena Indonesia dikenal dengan keanekaragaman tumbuhan yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai obat alami dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang efektif mengobati berbagai macam penyakit seperti penyakit hati, menurunkan kolesterol darah, mengatasi malaria, penambah nafsu makan, obat diare, meningkatkan daya tahan tubuh dan mengatasi gangguan lambung (Agoes, 2010). Menurut Agoes (2010) rimpang temulawak mengandung zat kuning kurkumin, minyak atsiri, pati, lemak dan protein. Diantara komposisi kimia temulawak, yang paling banyak kegunaannya adalah pati (29-30%), kurkumin (13%), dan minyak atsiri (6-10%). Minyak atsiri temulawak mengandung pheladran, kamfer
borneol,
xanthorrhizol,
turmerol,
tolilmetilkarbinol,
arkurkumen,
zingiberen, turunan lisabolen kuzerenon, germakron, B turmeron, germakron, seskuiterpen, dan sineal. Berdasarkan hasil uji skrining fitokimia Hayani (2006)
5
dalam rimpang temulawak terdapat kandungan alkaloid, flavanoid, saponin, triterpenoid, glikosida, dan fenolik. Zat aktif dalam temulawak adalah kurkumin dan minyak atsiri yang bersifat antibakteri dan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme (Rukmana, 2003; Singh, 2005; Cowan, 1999). Kurkumin merupakan persenyawaan fenolik yang berperan dalam menghambat bakteri dengan cara inaktifasi protein pada membran sel. Senyawa fenolik mendenaturasikan protein sel bakteri sehingga mengganggu dan merusak pembentukan dinding atau membran sel yang terdiri lapisan protein sehingga melisiskan sel (Brooks et al., 1996; Dwijoseputro, 1987). Sedangkan salah satu senyawa pada minyak atsiri yaitu terpenoid menghambat pertumbuhan dengan mengganggu proses terbentuknya membran sel dan dinding sel, sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna (Ajizah, 2004). Terdapat beberapa penelitian terdahulu terkait rimpang temulawak sebagai antimikroba untuk mikroorganisme pathogen. Hasil penelitian terdahulu menyatakan kandungan rimpang temulawak menghasilkan daya antimikroba terhadap bakteri Shigella dysentriae (Wati, 2011). Pada bakteri Aeromonas hidrophyla menghasilkan daya antimikroba paling efektif pada konsentrasi dekok temulawak 50% (Vivtrya, 2008). Penelitian lain Mashita (2011) KHM ekstrak temulawak yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus aureus adalah pada konsentrasi 6,25% dan paling efektif menghambat pertumbuhan pada konsentrasi 100%. Selama ini belum ada penelitian ilmiah tentang penggunaan rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai obat untuk karies gigi. Perlu
6
dilakukan
penelitian
tentang
pengaruh
rimpang
temulawak
(Curcuma
xanthorrhiza) dalam penghambatan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai tujuan yang hendak dicapai (Sanjaya, 2006). Sumber belajar adalah satu set bahan atau situasi belajar yang sengaja diciptakan agar siswa dapat belajar, termasuk diantaranya yaitu bahan-bahan cetak (Percival, 1998: Suratno, 2008). Hasil penelitian ini dilihat dari pengertian di atas dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi bagi siswa SMA. Penelitian ini merupakan salah satu contoh peranan bakteri yang merugikan bagi manusia yaitu bakteri Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan karies gigi pada manusia. Pelajaran tentang bakteri merupakan salah satu materi pembelajaran monera di SMA kelas X (sepuluh). Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Berbagai Konsentrasi Dekok Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap Diameter Zona Hambat Streptococcus mutans Secara In Vitro sebagai Sumber Belajar Biologi dalam Perencanaan Pembelajaran Monera di SMA Kelas X”
1.2
Rumusan Masalah 1. Adakah pengaruh berbagai konsentrasi dekok rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) pada konsentrasi 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90 dan 100% terhadap diameter zona hambat Streptococcus mutans secara in vitro?
7
2. Pada konsentrasi berapakah dekok rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) paling efektif pengaruhnya terhadap diameter zona hambat Streptococcus mutans secara in vitro? 3. Bagaimana hasil penelitian ini dikembangkan menjadi sumber belajar biologi SMA kelas X pada materi pembelajaran monera?
1.3
Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi dekok rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) pada konsentrasi 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100% terhadap diameter zona hambat Streptococcus mutans secara in vitro. 2. Mengetahui
konsentrasi
dekok
rimpang
temulawak
(Curcuma
xanthorrhiza) yang paling efektif pengaruhnya terhadap diameter zona hambat Streptococcus mutans secara in vitro. 3. Hasil penelitian ini dikembangkan menjadi sumber belajar biologi siswa SMA kelas X melalui analisis SK-KD, perencanaan pembuatan silabus, RPP dan artikel pada materi pembelajaran monera.
1.4
Manfaat Penelitian 1. Teoritis a) Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan ilmiah tentang efektifitas dekok rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai bahan antimikroba terhadap bakteri Streptococcus mutans.
8
b) Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak sekolah (guru) sebagai sumber belajar biologi siswa kelas X pada materi pembelajaran monera. c) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk menguji efek antimikroba dekok rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza) terhadap bakteri lain selain Streptococcus mutans. 2. Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat umum untuk memanfaatkan tanaman obat tradisional yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza) sebagai alternatif pengobatan yang mudah didapat dan harganya lebih murah untuk penyakit karies gigi.
1.5
Batasan Penelitian Adapun beberapa batasan masalah dalam penelitian ini, diantaranya adalah: 1. Bakteri Streptococcus mutans yang digunakan dalam penelitian didapatkan dari stok biakan murni Laboratorium Biologi Universitas Muhammadiyah Malang. 2. Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah rimpang temulawak berumur kurang lebih 3 bulan yang berwarna kuning tua dan diperoleh dari pasar Dinoyo Malang.
9
3. Rimpang temulawak yang digunakan dalam penelitian adalah dalam bentuk dekok konsentrasi 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90% dan 100%. 4. Penelitian ini mengamati diameter zona hambat bakteri Streptococcus mutans yang diberi perlakuan dengan dekok rimpang temulawak sebagai bahan antibakteri. 5. Sumber belajar yang akan dibuat dari hasil penelitian ini adalah analisis SK-KD, pembuatan perencanaan silabus, RPP dan artikel untuk materi pembelajaran monera pada SMA kelas X.
1.6
Definisi Istilah Beberapa definisi istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh adalah istilah yang digunakan untuk menunjukan efek suatu hal terhadap hal lain (Poerwadarminta dalam Mirnawati, 2006). 2. Konsentrasi adalah banyaknya zat yang terlarut dibandingkan dengan jumlah zat pelarut (Keenan dalam Mirnawati, 2006). 3. Dekok adalah salah satu cara ekstraksi dengan cara merebus bahan pada suhu 100ºC selama 30 menit dan bahan diangin anginkan terlebh dahulu kemudian direbus dengan pelarut aquades dengan perbandingan 1:1 dan dibuat konsentrasi sesuai kebutuhan dalam penelitian (Mulyono, 1997 dalam Vivtrya, 2008).
10
4. Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dan mempunyai rimpang yang banyak digunakan bagi pengobatan berbagai penyakit (Rukmana, 2003). 5. Zona hambat adalah daerah kepekaan mikroorganisme yang ditujukan dengan adanya daerah jernih di
sekeliling bahan antimikroba
(Dwidjoseputro, 1988; Wiwid, 2004). 6. Daya antimikroba adalah kemampuan zat antimikroba untuk membunuh atau mematikan pertumbuhan mikroorganisme (Pelczar dan Chan, 2008). 7. Bakteri Streptococcus mutans adalah bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk bulat atau lonjong, yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40ºC dan biasanya merupakan bakteri pathogen mulut yang merupakan agen utama penyebab karies gigi (Jawetz, 2001). 8. In Vitro adalah percobaan biologis yang dilakukan didalam tabung reaksi atau wadah laboratoris lainnya atau diartikan sebagai
istilah untuk
menyebut penelitian yang dilakukan di dalam laboratorium (Pelczar dan Chan, 2008). 9. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari bahan dan pengalaman belajar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, termasuk diantaranya yaitu bahan-bahan cetak (Sanjaya, 2006; Suratno, 2008).