Bab 1
PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang dan Tujuan IKK
Inisiatif Komunitas Kreatif (IKK) adalah sebuah proyek pilot yang berkait dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perdesaan (PNPM – MP) yang menjalankan program pengurangan kemiskinan di Indonesia melalui pendekatan multi-dimensi. IKK atau Creative Communities Program dirintis sejak April 2006 oleh sebuah tim gabungan yang anggotanya berasal dari World Bank – Jakarta, Yayasan Kelola, dan Lontar Foundation.1 Setelah melalui proses panjang perancangan, proyek pilot ini diluncurkan pada bulan Mei 2008, didanai oleh Japan Social Development Fund (JSDF) yang disalurkan oleh World Bank – Jakarta, dan dilaksanakan oleh Yayasan Kelola. Melengkapi pendekatan PNPM – MP yang selama ini lebih terfokus pada bidang infrastruktur dan ekonomi, IKK mengembangkan pendekatan budaya terhadap upaya pengentasan kemiskinan. IKK memiliki hipotesa bahwa “dengan menempatkan budaya pada pusat pembangunan lewat pemberian dukungan terhadap kegiatan kreatif dan penguatan kapasitas budaya masyarakat, masyarakat akan lebih giat berpatisipasi dalam proses pembangunan, dan merasa lebih berdaya menemukan jalan keluar bagi masalah kemiskinan mereka.”
1
Keterangan lebih lanjut mengenai tahap perancangan dapat dilihat pada dokumen berikut: Creative Communities Small Pilot Implementation Plan (draft), The Creative Communities Program: Back Ground Paper, dan Creative Communities - A Creative and Cultural Approach to Development, di samping Progress Report, Creative Community Project, Period: August 2007 – July 2008.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
1
Selain mengikuti tujuan serta prinsip-prinsip PNPM – MP pada umumnya, secara khusus IKK bertujuan untuk: 1. Menyediakan ruang berekspresi bagi masyarakat miskin dan terpinggirkan serta memastikan kebutuhan mereka terakomodasi dalam setiap keputusan pembangunan. 2. Mendorong dan menyediakan kesempatan bagi masyarakat untuk merefleksikan kesesuaian nilai, norma, identitas serta budaya mereka dengan kondisi saat ini. 3. Mendukung pengembangan gagasan masa depan masyarakat dengan memperhatikan aspek-aspek budaya di desanya. 4. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran para pemangku kepentingan dan masyarakat bahwa sumber budaya dan kreativitas memiliki nilai sosial dan ekonomi yang dapat dimanfaatkan. 5. Mendorong masyarakat dan pemangku kepentingan memprioritaskan pembangunan tidak hanya berwujud fisik semata namun melengkapinya dengan pemenuhan kebutuhan budaya. 6. Meningkatkan peran serta seniman dan pekerja seni budaya untuk aktif dalam pembangunan. 7. Meningkatkan kapasitas budaya masyarakat dalam bidang yang ditentukan sendiri oleh masyarakat, misalnya di bidang pemasaran, keuangan dan manajemen. 8. Mendorong keterlibatan aktif lembaga lokal masyarakat melalui program-program budaya dalam PNPM Mandiri. 1.2.
Struktur Manajemen IKK
Guna melaksanakan IKK, Yayasan Kelola mendirikan sebuah bagian khusus yakni Daya Budaya untuk menjalankan, memfasilitasi, memonitor dan mengevaluasi kegiatan IKK. Dalam pelaksanaan proyek pilot ini Yayasan Kelola menjalin hubungan komunikasi dengan World Bank – Jakarta dan Satuan Kerja PNPM – MP Pusat yang berada di bawah naungan Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat Desa. Semula proyek pilot IKK dimaksudkan sebagai kegiatan yang terintegrasi dalam Satuan Kerja (SatKer) PNPM – MP dengan melibatkan Koordinator Propinsi (KorProp), Fasilitator Kabupaten (FasKab) maupun Fasilitator Kecamatan (FK). Namun karena dana yang digunakan IKK tidak melalui APBN, maka tidak dapat dilakukan Memorandum of Understanding antara PNPM - MP dengan World Bank. Oleh karenanya, IKK langsung berhubungan dengan unsur masyarakat pelaku PNPM – MP di tingkat kecamatan, yakni Pendamping Lokal (PenLok), Unit Pengelola Kegiatan (UPK), Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD), dan Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK). Di samping itu, IKK juga menambah pelaku baru dalam struktur PNPM – MP yang sudah ada, yakni Yayasan Kelola di tataran nasional, Tim Kreatif di tingkat kecamatan, dan Kader Budaya (KB) di lingkup desa. Itulah pelaku IKK sebagaimana ditetapkan dalam PTO – IKK. Namun dalam perjalanannya ternyata dirasa perlu menambah satu unsur pelaku yang menjembatani antara pelaku IKK di tataran nasional (Daya Budaya, Yayasan Kelola) dan pelaku IKK di tingkat kecamatan dan desa. Untuk itu kemudian ditambahkan pelaku baru, yakni Pendamping Propinsi (PenProp).2
2
Karena alasan operasional, Propinsi NTT memiliki 2 PenProv IKK: seorang berkedudukan di pulau Timor dan seorang lagi di pulau Sumba.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
2
Tabel 01. Struktur Manajemen IKK Lingkup Nasional Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa
1.3.
Pelaku Yayasan Kelola Pendamping Propinsi PenLok, UPK, BKAD, PJOK, Tim Kreatif Kader Budaya
Rancangan Program IKK
Buku Petunjuk Teknis Operasional (PTO) IKK yang diterbitkan Yayasan Kelola (2008) menjelaskan ada empat (4) komponen kegiatan IKK, yakni 1. Peningkatan Kapasitas Budaya dalam Proses Pembangunan Komponen pertama dapat dikatakan merupakan dasar dari keseluruhan program IKK karena komponen ini dirancang untuk membangun kesadaran masyarakat akan arti penting dan potensi budaya yang mereka miliki bagi proses pembangunan. Komponen ini terdiri atas 15 buah kegiatan yang tersusun dalam 4 tahap: Tahap Persiapan dan Sosialisasi, Tahap Perencanaan, Tahap Pelaksanaan, dan Tahap Keberlanjutan. Seluruh rangkaian kegiatan komponen pertama direncanakan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 22 minggu. Karena IKK dimaksudkan sebagai proyek pilot bagi PNPM – MP, tak mengherankan bila rancangan kegiatan komponen ini mengadopsi sebagian alur kegiatan yang berlaku dalam PNPM – MP. 2. Sosialisasi Program Pembangunan Komponen kedua ini bersifat pragmatis, yakni peningkatan pemanfaatan bentuk-bentuk kesenian lokal untuk penyampaian nilai-nilai PNPM – MP maupun nilai-nilai lokal yang mendukung proses pembangunan. Sasaran komponen ini adalah kelompok-kelompok kesenian yang berdomisili di wilayah kecamatan partisipan IKK. Lewat komponen ini diharapkan kelompok-kelompok kesenian di kecamatan partisipan IKK berperan serta dalam berbagai acara PNPM – MP maupun IKK. Jangka waktu terancang bagi pelaksanaan komponen dua ini adalah 20 minggu. 3. Hibah Kreatif Hibah Kreatif disusun untuk mendorong lembaga nir-laba (LSM, kelompok kesenian dan budaya, organisasi masyarakat adat, organisasi perempuan, lembaga pendidikan) di lingkup kabupaten untuk menerapkan pendekatan budaya dalam proyek-proyek pembangunan. Komponen tiga ini ditangani langsung oleh Yayasan Kelola. Kecuali tenggat waktu pengiriman proposal yang ditetapkan pada tanggal 5 Agustus 2008, PTO IKK tidak menyebutkan jadwal pelaksanaan kegiatan komponen 3. 4. Peningkatan Kapasitas untuk Industri Kreatif Komponen keempat dirancang untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan perbaikan mutu administratif komunitas kreatif, seperti dalam bidang manajemen dan pemasaran. PTO IKK mencantumkan bahwa kegiatan pelatihan bagi komponen 4 akan dilaksanakan selama maksimal 5 hari, sekitar bulan September 2008.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
3
1.4.
Pelaksanaan IKK dan Status Kemajuan Kegiatan per Maret 2009
Sejak tahun 2008 IKK dilaksanakan di 30 kecamatan di Propinsi Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Timur. Pemilihan kecamatan partisipan IKK dilakukan Yayasan Kelola dengan mengindahkan masukan dari SatKer PNPM – MP Pusat, atas dasar kriteria: 1. Memiliki sumber budaya lokal dan aktivitas budaya yang dapat digunakan untuk mengekspresikan kaum marjinal di dalam mendukung kegiatan PNPM. 2. Memiliki tim PNPM - MP yang solid dan kuat sehingga mampu mendukung kegiatan dayabudaya mencapai tujuannya 3. Adanya dukungan dari pemerintah daerah dan komunitas kreatif terhadap program ini 4. Mudah dijangkau oleh peserta pelatihan dan tidak membutuhkan waktu lama untuk mencapainya. Kecamatan terpilih sebaiknya memiliki desa kurang dari 15 desa. Berdasarkan kriteria tersebut terpilih 30 kecamatan di 3 propinsi sebagai partisipan proyek Pilot IKK sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 02. Daftar Kecamatan Partisipan IKK Propinsi Sumatera Barat
Kabupaten Pesisir Selatan Solok Selatan Tanah Datar
Padang Pariaman Agam
Jawa Tengah
Lima Puluh Kota Wonogiri
Sragen Karanganyar
Nusa Tenggara Timur
Sumba Barat
Kupang Timor Tengah Selatan
Kecamatan Batang Kapas Lengayang Sungai Pagu Lima Kaum Rambatan Sungai Tarab VII Koto Tanjung Raya IV Koto Guguak Karangtengah Pracimantoro Jatiroto Kalijambe Plupuh Gondangrejo Mojogedang Jumantono Matesih Jumapolo Tawangmangu Tana Righu Wanokaka Lamboya Sulamu Kupang Tengah Mollo Selatan Amanuban Selatan Mollo Utara Amanatun Selatan
Setelah melakukan sosialisasi IKK di ketiga propinsi April 2008, Yayasan Kelola menyelenggarakan Pelatihan Pertama pada tanggal 19 - 25 Mei 2008 di Jakarta. Pelatihan
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
4
dilaksanakan oleh Inspirit Innovation Circle (Inspirit) yang bertindak sebagai konsultan pelatihan sekaligus tim pelatih, diikuti oleh 15 orang dari kecamatan Gondangrejo (Jateng), kecamatan Rambatan (Sumbar), dan Kecamatan Amanuban Selatan (NTT). Tujuan dari pelatihan ini adalah menguji materi, metode, modul pelatihan yang sudah disusun oleh Inspirit. Pelatihan tersebut kemudian disusul dengan pelatihan IKK di setiap propinsi, dimulai dari Jateng, kemudian Sumbar, dan terakhir NTT. Peserta pelatihan adalah wakil dari seluruh kecamatan partisipan IKK. Tabel 03. Jadwal Pelatihan IKK oleh Inspirit Pelatihan
Inisiatif Komunitas Kreatif
Inisiatif Komunitas Kreatif – Jateng
Inisiatif Komunitas Kreatif – Sumbar
Waktu
20 – 24 Mei 2008
3 – 7 Juni 2008
24 – 28 Juni 2008
Lokasi
Novotel, Jakarta
Novotel, Solo
The Hills, Bukit Tinggi
Inisiatif Komunitas Kreatif – NTT 28 Juli – 2 Agustus 2008 Hotel Kristal, Kupang
Peserta
3 kecamatan dari 3 Propinsi
11 kecamatan
10 kecamatan
9 kecamatan
Setelah mengikuti pelatihan di propinsi masing-masing, kecamatan partisipan IKK dapat mulai melaksanakan kegiatan. Dengan demikian peluang waktu dimulainya kegiatan IKK di masingmasing propinsi tidak bersamaan. Peluang paling awal terdapat di Jawa Tengah (awal Juni 2008), kemudian disusul oleh Sumatera Barat (akhir Juni 2008), dan yang paling akhir adalah NTT (awal Agustus 2008). Akhir Maret 2009, capaian tahap kegiatan IKK di seluruh kecamatan partisipan ternyata lebih rendah dari yang telah dijadwalkan dalam PTO.3 Dalam kurun waktu 10 bulan setelah IKK diluncurkan, belum ada satu kecamatan pun yang berhasil melaksanakan seluruh tahap kegiatan komponen 1 maupun komponen 2. Untuk komponen 1, pada akhir Maret 2009 terdapat sembilan belas kecamatan (63,33%) yang telah/sedang melaksanakan kegiatan tahap 8, yakni Verifikasi oleh Tim Kreatif. Tahap paling lanjut dalam komponen 1 yang telah/sedang dilakukan oleh 2 kecamatan (6,67% dari total 30 kecamatan partisipan IKK) adalah tahap 11, yakni Pelaksanaan Kegiatan Budaya. Sementara 3 kecamatan (10%) telah/sedang melakukan kegiatan tahap 10. Persiapan Pelaksanaan Kegiatan Budaya. Enam kecamatan lainnya berada pada tahap kegiatan lebih rendah. Juga ada 1 kecamatan partisipan proyek pilot yang sama sekali belum melakukan kegiatan IKK. Kecamatan tersebut ternyata juga belum melakukan kegiatan komponen 2 sama sekali. Prosentase kecamatan menurut status kegiatan komponen 1 per Maret 2009 dapat dilihat pada Grafik 01.
3 Sumber data: Dokumen No. 24, “Inisiatif Komunitas Kreatif. Progress Kegiatan Komponen 1 (Jateng, Sumbar, NTT).”
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
5
Grafik 01 Persentase Kecamatan menurut Capaian Kegiatan Komponen 1 per Maret 2009
Ta T0 ha p Ta 1 ha p Ta 2 ha p Ta 3 ha p Ta 4 ha p Ta 5 ha p Ta 6 ha p Ta 7 ha p Ta 8 ha Ta p 9 ha p Ta 10 ha Ta p 11 ha p Ta 12 ha Ta p 13 ha p Ta 14 ha p 15
70 60 50 40 30 20 10 0
% Kecamatan
Status pencapaian kegiatan komponen 2 hingga Maret 2009 tampak lebih baik.4 Lebih dari 50% kecamatan partisipan IKK telah/sedang melaksanakan tahap 6 (Pelaksanaan Kegiatan) dari seluruh 7 kegiatan yang ditentukan dalam komponen 2. Sementara itu, 5 kecamatan (16,67%) sudah berhasil melaksanakan komponen 4 (Pengajuan Surat Permintaan Dana). Grafik 02 Persentase Kecamatan menurut Capaian Kegiatan Komponen 2 per Maret 2009 60 50 40 30 20 10 0 0
Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5 Tahap 6 Tahap 7
% Kecamatan
1.5.
Lokasi Penelitian dan Jalannya Penelitian
Lambatnya pelaksanaan kegiatan di kecamatan partisipan IKK mempengaruhi penelitian evaluasi ini dalam beberapa hal. Pertama, evaluasi tidak dapat dilakukan terhadap seluruh kegiatan IKK secara lengkap, melainkan terbatas pada tahap kegiatan yang berhasil dicapai kecamatan partisipan pada saat penelitian berlangsung. Meskipun demikian, status kinerja seperti itu malah memungkinkan tim peneliti mengamati langsung pelaksanaan tahap-tahap kegiatan tertentu di lapangan. Kedua, indikator yang tercantum dalam Term of Reference harus mengalami penyesuaian dengan kondisi lapangan. Penelitian evaluasi ini difokuskan pada komponen 1 dan 2 karena peran aktif pelaku IKK tingkat kecamatan terutama terdapat di kedua komponen ini. Sementara itu, komponen
4
Sumber data: Dokumen No. 25, “Inisiatif Komunitas Kreatif. Progress Kegiatan Komponen 2 (Jateng, Sumbar, NTT).”
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
6
3 dan 4 yang lebih ditentukan oleh Yayasan Kelola hanya akan diliput sepintas sebagai pelengkap data. Ketiga, status capaian kegiatan tersebut mempengaruhi pemilihan kecamatan lokasi penelitian. Tim Peneliti dan Yayasan Kelola sepakat menetapkan 3 kategori kecamatan menurut capaian pelaksanaan dua komponen IKK: Cepat, Sedang, dan Lambat. Identifikasi ketiga kategori tersebut dilakukan di setiap propinsi, sehingga diperoleh 9 (sembilan) kecamatan lokasi penelitian. Berdasarkan pertimbangan efisiensi waktu dan biaya, disepakati bahwa untuk propinsi NTT penelitian hanya dilakukan di pulau Timor. Semula direncanakan penelitian lapangan di pulau Timor akan dilakukan di kecamatan Mollo Selatan (kategori cepat), Kupang Tengah (kategori sedang) dan Sulamu (kategori lambat). Namun, pada saat awal pelaksanaan penelitian lapangan Pendamping Propinsi (PenProp) IKK pulau Timor memberitahu bahwa jalan menuju Kecamatan Sulamu sedang mengalami kerusakan sehingga sulit diakses. Atas usulan PenProp IKK pulau Timor dan dengan persetujuan Staf Daya Budaya – Yayasan Kelola, ditetapkan kecamatan Amanuban Selatan sebagai penggantinya. Kesembilan lokasi penelitian tersebut dapat dilihat pada Grafik 03. Grafik 03. Status Kegiatan Komponen 1 & 2, Maret 2009 Dan Lokasi Penelitian Batang Kapas Lengayang Sungai Pagu Lima Kaum Rambatan Sungai Tarab VII Koto Tanjung Raya IV Koto Guguak Karangtengah Pracimantoro Jatiroto Kalijambe Plupuh Gondangrejo Mojogedang Jumantono Matesih Jumapolo Tawangmangu Tana Righu Wanokaka Lamboya Sulamu Kupang Tengah Mollo Selatan Amanuban Selatan Mollo Utara Amanatun Selatan
8
6 10
8 8 8
6 3 4 6
Sedang
10 8 8 8 8 8 8
6
Cepat
6
6 Cepat Sedang 6
4 3
5 Lambat 4 6 6
6
6 7
6 11 10 11 8 8 8
6 3
6
6 6 6 Lambat
2 4
2 8 8 8 8 8 8
2 4 4
Sedang Sedang 6 Cepat
3 2
□ Tahap komponen 1 Sudah/Sedang Dijalankan □ Tahap komponen 2 Sudah/Sedang Dijalankan Cetak tebal: Lokasi Penelitian
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
7
Penelitian evaluasi ini dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut adalah: 1. Desk Review: Tahap ini berupa review atas dokumen-dokumen IKK yang dikirim oleh Yayasan Kelola. Jenis dokumen yang dipelajari antara lain adalah Laporan Kegiatan IKK yang disusun oleh PenProp, Back To Office Report yang ditulis oleh staff Yayasan Kelola maupun World Bank, buku Petunjuk Teknis Operasional (PTO) IKK, buku Pedoman Pelatihan Tim Kreatif dan Kader Budaya, Laporan Kegiatan Pelatihan IKK yang ditulis oleh INSPIRIT, dan beberapa dokumen elektronik terkait sosialisasi awal proyek IKK. Daftar dokumen yang dipelajari dapat dilihat pada Lampiran 3. 2. Pembuatan Instrumen Penelitian dan MIS Template: Instrumen Penelitian dan MIS Template dibuat berdasarkan dokumen-dokumen yang diterima dari Kelola. Dokumen terpenting bagi penyusunan instrumen penelitian dan MIS adalah buku Petunjuk Teknis Operasional (PTO) IKK dan TOR. 3. Pre-Test: Tahap pre-test ditempuh untuk melakukan uji-coba instrumen penelitian dan MIS di sebuah kecamatan partisipan IKK. Pre-test dilakukan di Kecamatan Plupuh, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah dan menghasilkan penyesuaian instrumen penelitian dan MIS terhadap kondisi lapangan. Penyesuaian-penyesuaian tersebut tertuang dalam bentuk final instrumen penelitian dan MIS. 4. Penelitan Lapangan: Penelitian lapangan mula-mula dilakukan di tingkat kecamatan, dan baru kemudian dilanjutkan di tingkat desa. Di lapangan para peneliti mengumpulkan data melalui: a. Studi Dokumen Selama di lapangan peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen dari UPK PNPM Mandiri Perdesaan serta dari pelaku IKK. b. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan kepada 3 (tiga) kategori informan berikut: 1. Pelaku IKK: Ketua/Bendahara UPK, Pendamping Lokal (Penlok), Tim Kreatif, Kader Budaya, Tim Penulis Proposal 2. Tokoh Budaya setempat: Tokoh Adat, Sesepuh (Tetua), Seniman, Tokoh Agama 3. Warga Masyarakat Umum Jumlah informan kategori Pelaku IKK berkisar antara 7 hingga 10 orang per kecamatan. Jumlah informan Tokoh Budaya berkisar antara 4 sampai 6 orang per kecamatan dan ditentukan secara purposive random sampling. Informan Warga Masyarakat Umum dipilih secara acak, namun dengan tetap memperhatikan variasi warga penerima manfaat langsung dari IKK dan warga yang bukan penerima manfaat langsung. Selain itu, dalam kategori ini juga dipertimbangkan jenis kelamin informan, dengan ketentuan 4 informan perempuan dan 4 informan laki-laki. Wawancara dilakukan dengan menggunakan Pedoman Wawancara yang diarahkan pada pertanyaan seputar a) pengetahuan informan tentang IKK dan PNPM, serta b) penilaian informan terhadap IKK dan PNPM. Wawancara direkam dengan menggunakan MP3 recorder.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
8
c. Pengamatan Kegiatan Kegiatan pengamatan aktivitas IKK dilakukan sejauh hal tersebut memungkinkan. Kegiatan IKK yang berpeluang diamati antara lain berbentuk rapat, pertemuan sosialisasi, pelaksanaan kegiatan komponen I dan II. Kegiatan teramati didokumentasikan dalam foto. d. Focused Group Discussion (FGD) FGD dilakukan sesudah peneliti melakukan wawancara mendalam. FGD dilakukan untuk menggali lebih lanjut temuan-temuan yang diperoleh lewat wawancara mendalam serta untuk melakukan klarifikasi silang. Selain para informan, peserta FGD adalah warga atau kelompok penerima manfaat langsung IKK serta Kader Budaya yang tidak diwawancarai. Topik diskusi berfokus pada masalah partisipasi dan keberlanjutan. Kegiatan FGD direkam dalam MP3 recorder. 5. MIS (Management Information System) Data-data yang diperoleh di lapangan melalui wawancara, pengamatan maupun FGD dikelola dalam sebuah sistem pengelolaan informasi berbasis komputer. Untuk itu telah dirancang sebuah program pengelolaan informasi berbasis MS-Access. Awalnya tim peneliti bermaksud menggunakan format-format laporan yang termuat dalam PTO IKK sebagai format MIS. Namun ternyata format laporan dalam PTO IKK belum memungkinkan untuk dapat diintegrasikan. Banyaknya isian berupa kolom pertanyaan terbuka serta kebebasan bentuk laporan tertentu yang diberikan kepada pelaku IKK menyulitkan kodifikasi data. Selain itu, ternyata dokumen IKK yang dikiriman Yayasan Kelola untuk melakukan desk-review tidak disertai form-form laporan di PTO, dan dari pre-test diketahui bahwa dokumen laporan kadangkala tidak mengikuti format PTO atau bahkan tidak ada dokumen. Oleh karenanya, diputuskan untuk menyusun format baru untuk keperluan MIS dengan tetap memperhatikan format yang ada di PTO IKK. Format MIS tersebut dibangun terutama untuk kerangka kerja penelitian, bukannya untuk pengambilan keputusan. Namun demikian, format MIS ini dibayangkan nantinya dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan informasi dari kecamatan partisipan IKK yang tidak menjadi lokasi penelitian. Peneliti dibekali MP3 recorder yang selain digunakan untuk merekam wawancara dan FGD juga berisi MIS template. Dalam piranti tersebut juga telah tersedia form isian untuk kodifikasi hasil wawancara tertentu. Dengan demikian ketika di lapangan peneliti sudah dapat memasukkan data temuan kecamatan ke dalam MIS. MIS setiap kecamatan yang tersimpan dalam stick masing-masing tersebut pada tahap analisis dan penyusunan laporan akhir akan disatukan (konsolidasi data) untuk dapat menarik kesimpulan dari kesembilan kecamatan lokasi penelitian.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
9
Bab 2
KECAMATAN LOKASI PENELITIAN & PELAKU INISIATIF KOMUNITAS KREATIF Keberhasilan atau kegagalan sebuah program pemberdayaan masyarakat dipengaruhi oleh kondisi yang sudah ada di masyarakat sasaran kegiatan sebelum intervensi dilakukan. Secara umum PNPM – MP terutama diarahkan pada kecamatan miskin. Namun, seperti telah disampaikan di bab sebelumnya, kecamatan partisipan IKK diseleksi berdasarkan kriteria-kriteria yang cenderung mengutamakan kondisi budaya dan keberadaan tim PNPM – MP yang solid. Mengikuti alur pemikiran tersebut, pada awal bab ini akan dipaparkan gambaran kondisi sosialekonomi dan budaya 9 kecamatan pastisipan IKK yang dievaluasi. Disusul kemudian paparan tentang PNPM – MP serta tim IKK. 2.1.
Kondisi Sosial-Ekonomi dan Budaya Kecamatan Lokasi Penelitian
2.1.1. Kondisi Sosial-Ekonomi Bagian terbesar masyarakat di seluruh kecamatan partisipan IKK lokasi penelitian adalah masyarakat petani. Masyarakat petani di Jawa Tengah dan Sumatra Barat mengolah pertanian padi dan sayuran di lahan sawah irigasi maupun tanah kering. Pertanian sawah dijumpai di kecamatan-kecamatan yang terletak di dataran rendah (Gondangrejo dan Plupuh, Rambatan dan Sungai Tarab), sementara petani sayuran dijumpai di kecamatan-kecamatan yang terletak di dataran tinggi (Tawangmangu, IV Koto dan Sungai Tarab). Kurang suburnya tanah di pulau Timor dan karakter musim menyebabkan sistem pertanian padi sawah irigasi dan sayuran tidak dapat berkembang baik di sana, termasuk di daerah dataran rendah seperti di kecamatan Kupang Tengah, dan sebagian Amanuban Selatan. Mayoritas petani di 3 kecamatan lokasi penelitian di NTT lebih mengandalkan sistem pertanian ladang dengan tanaman padi di sawah tadah hujan yang dipanen setahun sekali, selain tanaman jagung dan ketela pohon. Keadaan pertanian di Mollo Selatan yang terletak di daerah perbukitan tidak jauh berbeda, padi dan
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
10
sayuran juga bukan hasil pertanian utama. Meskipun demikian hasil-hasil kebun (tanaman perdagangan maupun buah-buahan) dapat diproduksi lebih baik di daerah ini. 2.1.2. Indikator Kemiskinan Penelaahan beberapa dokumen PNPM – MP menunjukkan bahwa kondisi kemiskinan sembilan kecamatan lokasi proyek pilot IKK bervariasi, namun secara umum dapat dikatakan bahwa IKK telah ditempatkan pada sasaran yang tepat. Di antara 3 kecamatan lokasi penelitian di Sumatera Barat, kecamatan IV Koto, kabupaten Agam merupakan kecamatan dengan % Desa Tertinggal paling tinggi. Namun demikian, % Penduduk Miskin di kecamatan tersebut paling rendah di antara tiga kecamatan lokasi penelitian di propinsi Sumatera Barat. Sebaliknya, kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar merupakan kecamatan dengan % Desa Tertinggal paling rendah, namun dengan % Penduduk Miskin paling tinggi. Data kondisi kemiskinan di tiga kecamatan lokasi penelitian di Jawa Tengah tampak lebih konsisten. Kecamatan Plupuh memiliki % Desa Tertinggal dan % Penduduk Miskin paling tinggi, serta memiliki jumlah KK Miskin terbanyak. Sementara itu, kondisi kemiskinan di 3 kecamatan lokasi penelitian di Nusa Tenggara Timur kurang lebih setara. Gambaran keadaan kemiskinan 9 kecamatan partisipan IKK yang dievaluasi dapat dilihat pada Tabel 04 dan Grafik 04 di bawah ini. Tabel 04. Desa, Desa Tertinggal, Penduduk, Penduduk Miskin, Kepala Keluarga Miskin di 9 Kecamatan Lokasi Penelitian Kecamatan
Desa a DT b Jml Jml %
Pddka Jml
IV Koto Rambatan Sungai Tarab Plupuh Tawangmangu Gondangrejo Mollo Selatan Amanuban Selatan Kupang Tengah
14* 17* 24* 16 10 13 16* 15* 10*
33.081 34.361 30.495 47.040 43.967 69.030 25.849 29.977 37.994
12 11 12 8 3 2 10 9 5
85,7 64,7 50,0 50,0 30,0 15,4 62,5 60,0 50,0
Pddk.Miskin a Jml % 4.820 5.212 4.852 19.396 13.132 24.000 27.660** 20.524 4.468
4,6 5,2 15,9 41,2 29,9 34,8 107,0** 68,5 38,1
KK Miskin c Jml 1.570 1.496 1.411 10.829 617 5.910 3.394 4.420 3.914
Sumber: a) Lokasi dan Alokasi PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2008; b) Daftar Desa Tertinggal yang Terdapat Dalam PNPM Perdesaan Tahun 2008; c) Persebaran Penduduk Miskin Indonesia (Berdasarkan Podes 2005) Catatan: DT = Desa Tertinggal * Angka sesuai sumber, namun berbeda dari data jumlah desa di lapangan. ** Angka sesuai sumber, namun tidak masuk akal karena lebih besar dari jumlah penduduk (100%).
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
11
Grafik 04 Indikator Kemiskinan 9 Kecamatan Lokasi Penelitian 250 200 150 100 50
% Desa Tertinggal
gu on da ng re M jo ol lo Am Se la an ta ub n an Se la Ku ta pa n ng Te ng ah
m an
pu h
G
an g
Pl u
Ta w
ab Ta r
Su ng ai
R am ba
IV
Ko to
ta n
0
% Penduduk Miskin
Jml KK Miskin
2.1.3. Perdesaan-Perkotaan Secara kebetulan di tiap propinsi lokasi proyek pilot terdapat kecamatan yang berbatasan dengan daerah perkotaan. Di Sumatera Barat kecamatan tersebut adalah IV Koto yang berbatasan dengan kotamadya Bukit Tinggi, di Jawa Tengah adalah Gondangrejo yang berbatasan dengan kotamadya Solo, dan di Nusa Tenggara Timur adalah Kupang Tengah yang langsung bersambung dengan kotamadya Kupang. Karakter masyarakat di tiga kecamatan pinggiran kota tersebut ditandai dengan tingkat heterogenitas sosial, ekonomi, dan budaya yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan penduduk di daerah perbatasan desa-kota semacam itu cenderung lebih tinggi; pegawai kantor, buruh, dan pedagang merupakan pekerjaan yang cukup menonjol di samping petani; dan ditandai pula dengan tingkat mobilitas penduduk yang tinggi. 2.1.4. Kegiatan Budaya Asumsi IKK bahwa masyarakat miskin tidak selalu berarti miskin dalam hal budaya memperoleh pembenaran di sembilan kecamatan lokasi penelitian.5 Hal ini tercermin dari banyaknya jumlah dan jenis kegiatan budaya yang teridentifikasi dalam penelitian. Meskipun tidak mampu mencerminkan keadaan senyatanya, gambaran sebaran kegiatan budaya tersebut dapat dilihat pada Tabel 05 di bawah. Dalam tabel 05 jenis kegiatan budaya dikelompokkan ke dalam 2 kategori utama, yaitu acara kolektif dan kesenian. Yang termasuk dalam kategori acara kolektif adalah berbagai acara yang diselenggarakan bersama oleh dan untuk warga masyarakat lokal secara teratur (rutin) dalam jangka waktu tertentu. Kategori ini dirinci lebih lanjut berdasarkan jarak waktu pengulangan kegiatan, yakni mingguan, bulanan, musiman, dan tahunan. Mengenai data kesenian di tabel tersebut, kiranya perlu diperhatikan bahwa senyatanya beberapa bentuk kesenian tidak dapat dipilah-pilah ke dalam bentuk kesenian tertentu. Misalnya, kesenian randai sebenarnya memuat baik seni tari, musik, serta silat. Pengelompokan dilakukan sekedar untuk memberi gambaran mengenai keragaman bentuk kesenian yang terdapat di lokasi penelitian. 5
“Indonesian villages, no matter how poor, are rich in cultural values and forms of expression. People can be poor financially, but everyone possesses some kind of cultural assets.” (Term of Reference)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
12
Peta Budaya Kecamatan Plupuh, Jawa Tengah
Tabel 05 Distribusi Kegiatan Budaya per Kecamatan Kecamatan IV Koto
Sungai Tarab
Rambatan
Plupuh
Gondang Rejo
Kategori Kegiatan Acara Kolektif Tahunan Kriya Kayu Kriya Tekstil Musik Modern Musik Religius Musik Tradisi Tari Tradisional Teater Tradisional Total Kecamatan Acara Kolektif Mingguan Acara Kolektif Bulanan Acara Kolektif Musiman Acara Kolektif Tahunan Kriya Tekstil Musik Tradisi Tari Tradisional Teater Tradisional Total Kecamatan Acara Kolektif Tahunan Kriya Gerabah Kriya Kayu Kriya Tekstil Musik Modern Musik Religius Musik Tradisi Tari Tradisional Teater Tradisional Total Kecamatan Kriya Kayu Kriya Tekstil Musik Modern Musik Religius Musik Tradisi Tari Tradisional Teater Tradisional Total Kecamatan Acara Kolektif Bulanan Acara Kolektif Tahunan Kriya Gerabah
Jumlah Persentase 3 2 7 1 2 7 16 4 42 2 1 1 3 5 9 9 12 42 3 1 2 21 31 34 68 40 25 225 4 9 1 9 10 1 2 36 2 5 5
7.14% 4.76% 16.67% 2.38% 4.76% 16.67% 38.10% 9.52% 100.00% 4.76% 2.38% 2.38% 7.14% 11.90% 21.43% 21.43% 28.57% 100.00% 1.33% 0.44% 0.89% 9.33% 13.78% 15.11% 30.22% 17.78% 11.11% 100.00% 11.11% 25.00% 2.78% 25.00% 27.78% 2.78% 5.56% 100.00% 2.90% 7.25% 7.25%
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
13
Tawangmangu
Kupang Tengah
Mollo Selatan
Amanuban Selatan
Kriya Kayu Kriya Tekstil Musik Modern Musik Religius Musik Tradisi Tari Tradisional Teater Tradisional Total Kecamatan Acara Kolektif Musiman Acara Kolektif Tahunan Kriya Kayu Kriya Tekstil Musik Modern Musik Religius Musik Tradisi Tari Tradisional Teater Modern Teater Tradisional Total Kecamatan Acara Kolektif Tahunan Kriya Gerabah Kriya Kayu Kriya Tekstil Musik Tradisi Tari Tradisional Total Kecamatan Kriya Gerabah Kriya Kayu Kriya Tekstil Tari Tradisional Total Kecamatan
13 1 8 8 21 4 2 69 14 40 3 1 9 5 32 10 1 1 116 1 1 3 7 2 14 28 1 3 7 13 24
18.84% 1.45% 11.59% 11.59% 30.43% 5.80% 2.90% 100.00% 12.07% 34.48% 2.59% 0.86% 7.76% 4.31% 27.59% 8.62% 0.86% 0.86% 100.00% 3.57% 3.57% 10.71% 25.00% 7.14% 50.00% 100.00% 4.17% 12.50% 29.17% 54.17% 100.00%
Acara Kolektif Tahunan Kriya Kayu Kriya Tekstil Musik Modern Musik Tradisi Musik Religius Tari Modern Tari Tradisional Total Kecamatan
1 25 42 3 12 1 3 23 110
0.91% 22.73% 38.18% 2.73% 10.91% 0.91% 2.73% 20.91% 100.00%
______________________________________________
2.1.5. Konteks Sosial-Budaya Lain yang Signifikan Namun demikian pemahaman IKK mengenai budaya lebih luas dari sekedar kesenian, sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam berbagai dokumen proyek pilot. Oleh karenanya, berikut disampaikan beberapa catatan perihal kondisi sosial-budaya lain yang diperkirakan relevan bagi jalannya pelaksanaan IKK di kecamatan lokasi penelitian. a. Pluralitas Etnik Di NusDi Nusa Tenggara Timur IKK hadir di tengah masyarakat multi-etnis. Tak serupa dengan masyarakat di kecamatan partisipan IKK di Sumatera Barat dan Jawa Tengah yang cenderung homogen secara kesukuan, seluruh kecamatan lokasi penelitian di Nusa Tenggara Timur dihuni berbagai suku di sekitar pulau Timor. Pluralitas etnik penduduk pulau Timor adalah buah perjalanan sejarah relasi antar suku di NTT, dan keberadaan
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
14
ibukota propinsi di pulau tersebut. Seperti nanti akan dipaparkan lebih lanjut, kondisi budaya semacam ini juga memiliki pengaruh penting bagi pelaksanaan IKK di sana. Penduduk Kecamatan Kupang Tengah terdiri dari banyak suku. Suku terbesar adalah Suku Timor, kemudian Rote dan Sabu (Sawu). Selain suku-suku di atas, terdapat penduduk eks pengungsi Timor Timur yang bergelombang masuk ke Kecamatan Kupang Tengah. Saat ini Desa Oebelo, Desa Noelbaki dan Desa Tanah Merah merupakan kantong-kantong eks pengungsi Timor Timur. (Laporan Kecamatan Kupang Tengah)
Masyarakat terdiri dari beragam latar belakang budaya yaitu Timor sebagai suku terbesar, selain itu ada suku Rote, Sabu, Flores, Alor, Bugis, dan Jawa. Setidaknya ada 3 desa yang seluruh penduduknya merupakan orang asli atau orang Timor, yaitu desa Linamnutu, Oekiu, dan Enoneten. Warga Desa Pollo berasal dari beragam suku yaitu Timor, Rote, Sabu, Flores, Alor, Bugis dan Jawa. Dalam pergaulan sehari-hari masyarakat berbahasa Dawan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain baik orang Timor, Rote, Sabu, dan Belu. Masyarakat pendatang seperti orang Flores, Bugis, dan Jawa, berbahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan orang Timor, demikian pula sebaliknya. Dalam kegiatan-kegiatan di desa yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun pelaku PNPM dan IKK, komunikasi dilakukan dengan dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa Dawan. (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan).
b. Otonomi Daerah IKK dilaksanakan dalam masa kebijakan “Pulang ke Nagari berarti pulang ke surau. otonomi daerah dan desentralisasi, yang Dan itu artinya bangkitnya kembali tambo aktualisasinya antara lain berupa adat, alur pasambahan, petatah-petitih, pencak pengembalian struktur desa ke model desa silat. Pada jaman berdesa dulu, yang menjabat adat setempat. Wacana dan upaya ke arah pimpinan pemerintahan bukan tokoh adat. Jadi revitalisasi desa sesuai budaya dan adat mereka tidak terlalu berpengaruh pada setempat muncul kuat di Sumatra Barat kehidupan, karena tidak tahu bagaimana dengan semboyan “kembali ke nagari.” sebenarnya kehidupan budaya di sini.” (Mardison Tuangku Kuning, Ulama, Kec. Pesan itu paling kuat terasa di kecamatan Rambatan) Rambatan yang oleh berbagai pihak luar kecamatan tersebut dan dalam sejarah Minang diakui sebagai ranah atau “Dalam sistem pemerintahan nagari, yang masyarakat ‘asli’ pemilik adat Minang. diberi peranan adalah unsur ninik mamak, Meskipun tidak sekuat di kecamatan bundo kanduang, alim ulama, cerdik pandai, Rambatan, aspirasi menghidupkan dan pemuda. Kelima unsur inilah yang kembali adat juga dijumpai di IV Koto nantinya berfungsi untuk memberikan masukan-masukan dan nasehat-nasehat dalam maupun Sungai Tarab. Ungkapan yang kehidupan nagari.” (Sofyan Datuk Rajo juga Mangkuto, Ketua KAN Balimbing, Kec. terdengar dari informan di dua kecamatan Rambatan) tersebut adalah “mambangkiek batang tarendam” artinya “memunculkan kembali batang terrendam” yakni adat istiadat setempat. Konteks semacam ini relevan dipertimbangkan IKK yang dirancang untuk memberdayakan budaya lokal. c. Agama Penelitian di kecamatan Tawangmangu, Jawa Tengah mencatat dimensi sosio-kultural lain yang perlu dicermati. Di kecamatan ini pernah terjadi konflik antara warga yang melaksanakan upacara adat Mondosiyo dengan warga yang memandang adat tersebut
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
15
tidak sesuai ajaran Islam Meskipun konflik tersebut terjadi beberapa tahun sebelum IKK dilaksanakan di sana dan telah diselesaikan secara hukum, namun ihwal semacam ini tetap penting untuk diperhitungkan. “Waktu itu awal mulanya di pengajian itu dikatakan tidak boleh melakukan adat. Tidak boleh mengirim sesaji apalagi membakar kemenyan di punden. Itu Musyrik. Saat itu juga pengajian langsung pecah... Banyak yang tidak percaya (ora nggugu), satu per satu orang nggak mau ngaji lagi karena nggak boleh lagi ke punden” (Pak Sularno, 22 Mei 2009)
“Pada waktu itu malam Selasa akan dilaksanakan upacara, maka hari Minggu kerja bakti. Sore jam 15.00 ada yang mengusulkan untuk menembok punden tempat acara ritual. Jam 5 sore akhirnya punden itu ditembok yang ternyata juga menutupi akses jalan ke rumah bapak Agung, yang orang MMI itu. Terus suasana panas. Malam itu jaringan MMI itu mungkin sudah dikontak, terus mereka berdatangan. Jam 03.00 pagi mereka menculik 7 orang panitia Mondosiyo.(...) Satu pasukan mengambil satu orang itu dipukuli terus di bawa ke masjid. Ada yang dipukuli di rumah terus diseret ke masjid, ada yang dipukuli di masjid. Yang paling parah 2 orang: pak Mano dan pak Sular, paling keras dihajar. Pak Sular itu pak Bayan Pancot Lor. Dari 7 orang hanya 1 orang yang tidak berhasil ditemukan yaitu pak Slamet. Sampai jam 6 pagi mereka masih cari. Kalau katanya dia itu hanya bersembunyi di balik pintu, mungkin kalau orang dulu itu kan punya ilmu itu. Kalo pak Sular itu sembunyi, sampe lama gak ketemu-ketemu terus keluarganya diancam mau dibunuh, dimasukkan jurang, akhirnya dia keluar, habis dipukuli dia…sampai masuk RS di Solo 3 hari.” (Harwono, tanggal 19 Mei 2009)
2.2.
Pelaku Inisiatif Komunitas Kreatif dan PNPM – MP
2.2.1. Pengalaman PNPM – MP PNPM – MP bukanlah hal yang sama sekali baru bagi seluruh kecamatan partisipan IKK lokasi penelitian. Kecuali kecamatan Tawangmangu dan Plupuh, keduanya di Jawa Tengah, yang pada tahun 2008 baru pertama kali menerima PNPM – MP, kecamatan-kecamatan lokasi PNPM di kecamatan ini dimulai sejak 2007. Tahun ini adalah tahun ke-3 pelaksanaan PNPM. (Laporan Kecamatan IV Koto) PNPM MP yang ada di kecamatan ini bermula sejak – namanya masih PPK yakni tahun 2007. Tahun ini adalah tahun ke-3, dimulai tahun 2007, 2008, 2009. (Laporan Kecamatan Rambatan) Kegiatan PNPM Mandiri di kecamatan ini sudah berlangsung selama 3 tahun, sejak th 2007. (Laporan Kecamatan Gondangrejo)
penelitian di Sumatra Barat maupun Nusa Tenggara Timur minimal pernah menerima menerima PNPM–MP 2 kali. Beberapa kecamatan tersebut bahkan juga pernah berpartisipasi dalam PPK.
Kecamatan Tawangmangu baru menerima proyek PNPM-MP untuk pertama kalinya. Program yang diterima sebelumnya adalah program Raskin dan BLT sebagai kelanjutan dari JPS sejak krisis moneter Tahun 1998. Di bidang ekonomi ada juga BKK yang dikelola oleh PKK kecamatan, di samping itu, ada UED-SP, LEM. (Laporan Kecamatan Tawangmangu) UPK ini mulai mengelola dana sejak Program Pengembangan Kecamatan tahun 1998/1999 dengan kegiatan UEP dan SPPE. Kecamatan ini telah menerima dana dari beberapa program yaitu dana PPK dari 1998 sampai 2006, dana PNPMPPK tahun 2007, dana PNPM MP tahun 2008, dana PNPM AP 2008, dan dana PNPM Daya Budaya 2008. (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan)
Dari total 75 pelaku IKK (selain pengurus UPK dan PenLok) di seluruh kecamatan lokasi penelitian yang menjadi informan penelitian ini sebanyak 29 orang (38,67%) di antaranya memiliki pengalaman sebagai pelaku PNPM – MP. Pengalaman menjalankan PNPM–MP menjadi modal penting bagi pelaksanaan IKK di kecamatan lokasi penelitian. Seperti akan
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
16
dijelaskan lebih lanjut di bab berikutnya, para pelaku IKK kecamatan berusaha menerapkan pengetahuan yang mereka peroleh dari PNPM – MP untuk mengatasi beberapa kendala pelaksanaan IKK. Tabel 06 Pengalaman PNPM – MP Informan Pelaku IKK Pelaku IKK
Tim Kreatif Kader Budaya Tim Penulis Proposal BKAD PJOK Total
Pengalaman PNPM-MP Sudah Belum n % n % 12 16,00 15 20,00 14 18,67 26 34,67 1 1,33 5 6,67 1 1,33 0 0,00 1 1,33 0 0,00 29 38,67 46 61,33
Total n 27 40 6 1 1 75
% 36,00 53,34 8,00 1,33 1,33 100,00
2.2.2. IKK sebagai Tambahan Kegiatan PNPM - MP Di sebagian besar lokasi penelitian penambahan kegiatan IKK kepada pelaku PNPM MP tingkat kecamatan (PenLok, UPK, BKAD) tidak mengalami penolakan dari pelaku PNPM MP. Meskipun tidak terungkap secara terbuka, kesediaan menerima tambahan kerja tersebut antara lain disebabkan karena para pelaku PNPM MP kecamatan memperoleh tambahan uang lelah atas tugas baru mereka, bahkan uang lelah juga diberikan IKK kepada pihak-pihak yang dalam sistem PNPM – MP tidak diberi uang lelah, seperti BKAD dan PJOK. Selain itu, kegiatan IKK memang diharapkan dipadukan dengan kegiatan PNPM MP, sehingga tambahan pekerjaan tersebut dirasakan tidak terlalu membebani.
“Hanya saya melihat yang menonjol, yang baik dari IKK. Itu terus terang saja, karena PNPM selama ini tidak melihat BKAD. BKAD sama sekali tidak ada sama sekali, datang IKK kok BKAD juga ada sedikit rangsangan, ya satu bulan 250 ribu, itu lumayan. Di PNPM tidak ada. Katanya di PNPM, PJOK dapat transport, kalau BKAD tidak ada. Artinya kita hanya saling melakukan tugas untuk membangun saja, desa ini. Sedang untuk yang macam2nya tidak ada. Justru itu baru-baru yang latihan di Kristal saya angkat itu, saya yang usul, karena memang kenyataan kok, saya usul bahwa IKK bila perlu supaya pekerjaan ini berjalan baik maka tolong perhatikan juga BKAD, karena bagaimana pun BKAD yang harus tangani langsung, kalau BKAD di PNPM sama sekali tidak ada. Padahal tanda tangan miliar. (Nico Mella, Ketua BKAD)
Meskipun demikian, muncul kritik dari ketua UPK Amanuban Selatan berkenaan dengan penambahan tugas PenLok. Kritik tersebut masuk akal dan menyangkut persoalan yang dapat terjadi di seluruh kecamatan partisipan IKK, sehingga patut diperhatikan. Posisi PenLok sebenarnya ada dan disahkan dalam dokumen yang dikeluarkan PNPM MP, sementara IKK hanya mengambil PenLok MP untuk melaksanakan kegiatannya di kecamatan. Hal ini merupakan persoalan karena selama ini PenLok PNPM MP bekerja untuk kegiatan PNPM MP, kemudian di tengah jalan PenLok PNPM MP juga bekerja untuk IKK. Kemungkinan ritme kerja PNPM MP dipengaruhi oleh kegiatan IKK. Meskipun Ketua UPK tidak mengatakan langsung persoalan tersebut, dia menyarankan agar IKK memperjelas kembali posisi PenLok IKK, seperti yang dikatakannya, “Seluruh dokumen yang mengabsahkan dia itu sebagai PenLok kan PNPM MP, yang kasih keluar berita acara, pemilihan, penetapan, itu kan PNPM MP, output dari hasil PNPM MP, bukan IKK. IKK kan hanya mengambil dia saja. Jadi, ke depan diperjelaslah IKK kalau memakai tenaga PenLok itu bagaimana, sehingga jelas si PenLok itu bertanggung jawab ke orang yang memberikan mandat. Dari IKK ya ke IKK.” (Laporan kecamatan Amanuban Selatan)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
17
2.2.3. PenLok IKK terpisah dari PenLok PNPM MP Di dua kecamatan lokasi penelitian PenLok IKK dan PenLok PNPM – MP adalah dua orang yang berbeda, namun karena alasan yang berbeda dari kritik di atas. Struktur organisasi di Gondangrejo agak unik, karena dalam struktur kepengurusan PNPM terdapat 2 orang PenLok yaitu PenLok IKK dan Penlok PNPM. Hal ini terjadi atas dasar kebijakan FK PNPM yang meminta adanya 2 orang PenLok agar masing-masing PenLok dapat memfokuskan diri pada tugasnya masing-masing. PenLok IKK terpilih adalah PenLok PNPM MP yang lama. Sedangkan PenLok PNPM MP baru dipilih melalui prosedur pemilihan dan ditetapkan berdasarkan MAD di kecamatan. (Laporan Kecamatan Gondang-rejo)
Selain itu ada hubungan yang tidak harmonis antara FK, FT dengan pelaksana PNPM di Kecamatan Mollo Selatan. Ada ketidakpuasan terhadap kinerja dan keputusan FK. Ketidakpuasan ini semakin memuncak ketika secara sepihak FK melakukan pemilihan PenLok PNPM tanpa menyertakan PenLok lama dalam pemilihan tersebut. Pemilihan PenLok PNPM ini dilaksanakan bersama waktunya dengan MAD Penetapan IKK di ruang yang berbeda. Ini menyebabkan PenLok PNPM lama – yang sekarang menjadi PenLok IKK – tidak terpilih dalam pemilihan PenLok tersebut. (Laporan Kecamatan Mollo Selatan)
2.2.4. Penambahan Pelaku Baru dan Rangkap Jabatan dalam struktur PNPM MP PTO IKK menentukan penambahan 2 (dua) unsur pelaku baru pada struktur PNPM – MP, yaitu Tim Kreatif di tingkat kecamatan dan Kader Budaya di tingkat desa. Dalam praktiknya, di beberapa kecamatan kedua unsur pelaku IKK tersebut juga berperan sebagai pelaku PNPM – MP. Rangkap jabatan cenderung lebih sering terjadi pada Kader Budaya dan disebabkan oleh minimnya SDM berkualitas di desa. Rangkap jabatan Kader Budaya/KPMD tersebut berpeluang memunculkan masalah seperti halnya PenLok IKK/PenLok PNPM MP. “ ... di sini memang terjadi rangkap jabatan. Misalnya Kader Budaya itu merangkap dengan tugas lain. Di desa akan sulit menemukan orang-orang dengan kemampuan seperti itu. Konsekwensinya adalah rangkap jabatan. Memang, untuk Kader Budaya, dalam peraturannya, tidak boleh merangkap jabatan sebagai KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa).” (Tri Sutrisno, Ketua UPK Plupuh)
Kader Budaya dipilih dalam MD (Musyawarah Desa) Sosialisasi. Pada umumnya mereka yang terpilih sebagai Kader Budaya adalah KPMD desa setempat. (Laporan Kecamatan Kupang Tengah)
Kader Budaya diambil dari salah satu kader PNPM yang terdapat di tiap jorong. (Laporan Kecamatan IV Koto) Beberapa kader adalah juga kader PNPM, namun yang diutamakan adalah orang-orang yang memang bergerak dan memiliki antusiasme pada bidang budaya dan seni tradisi. (Laporan Kecamatan Rambatan)
2.2.5. Pendamping Propinsi (PenProp) IKK Selain Tim Kreatif dan Kader Budaya yang telah ditetapkan dalam PTO, IKK juga menambahkan Pendamping Propinsi (PenProp). Unsur pelaku ini ditambahkan karena dalam praktik kegiatan muncul kebutuhan adanya peran koordinator sebagai penghubung kegiatan IKK di lingkup kecamatan dengan pihak Yayasan Kelola. PenProp diseleksi secara ketat oleh
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
18
Yayasan Kelola. PenProp Jawa Tengah adalah seorang peserta pelatihan IKK oleh INSPIRIT di Novotel, Jakarta, sementara PenProp Sumatra Barat adalah seorang yang aktif dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat dan kebetulan dalam pelatihan IKK oleh INSPIRIT di The Hills, Bukittinggi menjadi fotografer; sedangkan PenProp pulau Timor dan Sumba adalah aktivis LSM yang bergerak dalam bidang pemberdayaan masyarakat. Karena di Nusa Tenggara Timur IKK dilaksanakan di pulau Timor dan Sumba, untuk alasan operasional di Propinsi tersebut diangkat 2 (dua) orang PenProp. Dengan demikian terdapat 4 (empat) orang PenProp. 2.2.6. Perempuan Pelaku IKK IKK telah mampu mendorong keterlibatan perempuan sebagai pelaku kegiatan. Hal ini paling tidak tercermin dari jumlah perempuan yang berperan sebagai Tim Kreatif, yaitu mencapai 16 orang (59,26%) dari total 27 orang di seluruh kecamatan lokasi penelitian. Meskipun demikian, jumlah ini masih di bawah angka yang ditentukan dalam PTO IKK, yaitu 2 dari 3 anggota Tim Kreatif. Seharusnya di 9 (sembilan) kecamatan lokasi penelitian terdapat 18 perempuan anggota Tim Kreatif, atau sebesar 66,67%. Grafik 05. Jumlah Tim Kreatif menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan 3 2 1 0 IV
n o b n n ah gu uh ej ta ta ra ta la an eng ela up ngr ba i Ta l e m P S T S a m ga da ng ng R n llo ban on wa a o u u G p S M Ta Ku L an Am
ot K
o
P
Sekiranya perhitungan jenis kelamin dilakukan untuk semua pelaku IKK (termasuk UPK, PenLok, BKAD, dan sebagainya) di kecamatan lokasi penelitian, maka jumlah nominal perempuan pelaku IKK akan naik; namun diduga proporsinya terhadap laki-laki pelaku IKK akan menurun. Perhitungan itu tidak dapat dilakukan karena tidak diperoleh data lengkap seluruh pelaku IKK di kecamatan lokasi penelitian.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
19
Bab 3
PROSES KEGIATAN IKK Bab ini memaparkan temuan mengenai proses kegiatan IKK di sembilan kecamatan lokasi penelitian. Perlu diingat bahwa paparan kegiatan IKK ini terbatas pada komponen 1 dan 2. Pada saat tim peneliti meninggalkan lapangan pada bulan Mei 2009 belum ada kecamatan lokasi penelitian yang telah menuntaskan seluruh rangkaian kegiatan komponen 1 dan 2. Dengan demikian, laporan ini terbatas pada tahap-tahap kegiatan komponen 1 dan 2 yang telah dan sedang dilakukan di kecamatan partisipan IKK yang diteliti. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung setelah tim peneliti keluar dari lapangan tidak dapat dilaporkan dalam evaluasi ini. 3.1.
Pelatihan dan Pemahaman Inisiatif Komunitas Kreatif
3.1.1.
Partisipasi Dalam Pelatihan IKK
Di semua kecamatan lokasi penelitian sebagian besar pelaku IKK pernah mengikuti pelatihan yang diberikan oleh INSPIRIT dan Yayasan Kelola. Pelaku IKK kecamatan Rambatan, Gondangrejo, dan Amanuban Selatan bahkan mengikuti pelatihan IKK pertama di Novotel Jakarta. Kecamatan lain mengikuti pelatihan yang diselenggarakan di propinsi masing-masing. Sejumlah kecil Kader Budaya di beberapa desa tidak mengikuti pelatihan IKK, baik karena mereka terpilih sesudah pelatihan dilaksanakan atau karena mereka menggantikan Kader Budaya yang berhalangan menjalankan perannya. Pada umumnya, Kader Budaya yang belum mengikuti pelatihan memperoleh pembekalan pengetahuan tentang IKK dalam Rapat Koordinasi IKK. Di samping pelatihan tersebut, acuan bagi pelaksanaan kegiatan oleh pelaku IKK tingkat kecamatan adalah buku Petunjuk Teknis Operasional (PTO) IKK dan Panduan Pelatihan Tim Kreatif dan Kader Budaya.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
20
3.1.2.
Kesan Terhadap Pelatihan
Para pelaku IKK peserta pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh INSPIRIT/Yayasan Kelola umumnya masih terkesan dengan acara pelatihan tersebut, terutama terhadap metode pelatihan yang baru mereka alami untuk pertama kalinya. Namun, kesan positif itu disertai pula beberapa catatan kritis seputar sangat kurangnya penjelasan tentang PTO dalam pelatihan yang diberikan oleh INSPIRIT. Catatan tentang sedikitnya porsi waktu pelatihan yang dialokasikan untuk membahas PTO juga ditemukan di beberapa dokumen Back To Office report. “Saya pribadi saya tertarik dengan cara2 pelatihan seperti IKK di Kristal, tetapi kalau kita melaksanakan di lapangan agak bingung soalnya PTO-nya tidak dibahas. Jadi ya seperti kendalanya kalau RPD siapa yang buat. Karena waktu itu kita dibagi PTO, baca-baca, kalau ada kendala telpon kita. Telpon-telpon tidak angkat, tidak nyambung. Sebenarnya bagus, tapi kalau saya pribadi lebih suka pelatihan PenLok PNPM, jelas tugas saya, saya tidak menyimpang, saya tahu batasan saya di mana.” (Den Akles Bullan, PenLok Kupang Tengah)
Penjelasan lisan staff Daya Budaya–Yayasan Kelola dan INSPIRIT menunjukkan bahwa minimnya waktu pembahasan PTO memang direncanakan agar peserta tidak terlalu terpaku pada PTO, sehingga kreativitas peserta dapat tumbuh. Namun, dalam praktik pelaksanaan kegiatan, pelaku IKK memerlukan kejelasan prosedur kerja, dan hal itu tidak diperoleh dalam pelatihan dan juga kurang jelas tertulis dalam PTO yang dibagikan pada saat pelatihan untuk “dipelajari sendiri.” “Pada waktu itu sama sekali belum ada informasi besaran biaya. Tidak menyinggung masalah teknis, tidak menyinggung masalah pelaksanaan. Jadi itu ibaratnya hanya satu: menggambar desa impian desa yang diimpi-impi dalam jangka waktu 10 -15 th. Ya asyik, tapi tidak menyasar pada teknis.” (Sunardi, PenLok Plupuh)
“Asumsi pertama itu kan sepertinya mau membina budaya, tetapi ternyata dengan budaya-budaya daerah, atau pentasnya atau kegiatannya untuk menunjukkan atau membantu PNPM dan kemandirian pedesaan.” (Waluyo, Kader Budaya Gentan, Kecamatan Plupuh).
3.1.3.
Lemahnya Pemahaman Konsep dan Cara Kerja IKK
Sebagai akibatnya, terdapat pelaku IKK yang kurang yakin atas pemahaman mereka akan konsep, tujuan, dan cara kerja IKK, seperti pernyataan berikut: “Menurut kami, PTO IKK ini bagus, namun di beberapa sisi memang tidak cukup memberikan panduan. Jalur koordinasi, jalur pelaporan, bahkan konsultasi dan komunikasi antara kecamatan dengan pihak Kelola juga tidak ada. Juga beberapa hal penting tentang standar atau ukuran kerja. Sementara itu PNPM memberikan gambaran dan peraturan yang cukup ketat. Jadi secara otomatis kami selalu melihat dan membandingkan. Dan ketika tidak kami dapati di IKK, ya kemudian kami mengikuti PNPM. Bukannya programnya sebenarnya sama? Ini kan rintisan, atau semacam program baru, yang nanti akan digabungkan dengan PNPM, hanya bidang garapnya saja yang berbeda. Tim di kecamatan juga sama, kerja bersama antara IKK dan PNPM.“ (Edi Wirman, PJOK IV Koto)
“Seharusnya seorang anggota Tim Kreatif itu kan punya konsep tentang kebudayaan, paham cara bersosialisasi dengan masyarakat, tetapi saya merasa saya jauh dari kemampuan itu. Saya tidak mampu untuk membawa konsep kebudayaan dalam IKK itu lebih jauh dari “kembali ke seni tradisi”. Saya juga merasa minim pengetahuan soal itu. Seharusnya ada pelatihan khusus bagi Tim Kreatif tentang materi dan pelaksanaan. “ (Fathimah, Tim Kreatif, IV Koto)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
21
Saya merasa masih ada ketidaktahuan dan ketidakpahaman tentang konsep budaya. Saya ingat waktu itu kami mengontak Pak Antony (PenProp) dan berkonsultasi tentang bagaimana seharusnya kami melakukan identifikasi budaya. Apa arti dari membangun cita-cita kecamatan? Bagaimana caranya kami bisa menentukan cita-cita kecamatan?” (Resman, Tim Kreatif, IV Koto)
3.1.4. Pelatihan IKK Tingkat Kecamatan Meskipun berbekal pemahaman konsep dan cara kerja IKK yang minim, seluruh kecamatan lokasi penelitian melaporkan telah melakukan pelatihan bagi Kader Budaya dan Tim Kreatif. Berarti, pengetahuan yang diserap dari INSPIRIT dan Yayasan Kelola telah disebar-luaskan. Pada umumnya pelaku IKK lingkup kecamatan berusaha menerapkan metode pelatihan yang mereka terima dalam pelatihan sebelumnya. “Semua kader 7 desa tambah 3 Tim Kreatif ikut pelatihan. Pelatihannya bersamaan. Tapi baik juga mainmain (games) itu, selain membina mental juga permainan itu tidak terlalu jauh dari maksud penyampaian materi itu. Pelatihan 2 hari. Selang seling, setiap penyajian satu materi punya permainan. Ada pentas waktu itu, kalau misalnya satu desa satu orang, tergantung daya serap kader itu.” (Mesakh Mella, Ketua Tim Kreatif, Mollo Selatan)
”Pelatihan Tim Kreatif dan Kader Budaya berlangsung 2 hari. Hari pertama pengorganisasian kelas dan kami buat seperti di Jakarta juga. Kami gambarkan tingkatan masa lalu, dari masa kecil-masa remaja--dan yang akan datang. Berjalan sampai siang, pelatihan mulai 9 pagi sampai 5 sore, tidak nginap. Kader Budaya nginap di Pollo, tapi cari keluarga, nggak disiapkan kami”. (Ronald Nuban, PenLok Amanuban Selatan)
3.2.
Pelaksanaan Komponen 1 IKK
3.2.1. Capaian Tahap Kegiatan Komponen 1 Hingga penelitian lapangan berakhir (akhir Mei 2009) belum ada kecamatan lokasi penelitian yang telah menyelesaikan seluruh tahap kegiatan Komponen 1 IKK. Semua kecamatan lokasi penelitian di Jawa Tengah telah mencapai tahap Pelaksanaan Kegiatan Budaya. Kecamatan Sungai Tarab merupakan satu-satunya kecamatan di propinsi Sumatra Barat yang telah mencapai tahap Pelaksanaan Kegiatan Budaya, sementara 2 kecamatan di propinsi Nusa Tenggara Timur telah melaksanakan kegiatan MAD Penetapan. Dari seluruh kecamatan di tiga propinsi tersebut, kecamatan IV Koto di Sumatra Barat merupakan kecamatan dengan status capaian kegiatan Komponen 1 paling rendah. Capaian kegiatan Komponen 1 di seluruh kecamatan lokasi penelitian hingga saat penelitian lapangan berakhir (Mei 2009) dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 07 Capaian Tahap Kegiatan Komponen 1 Per Akhir Mei 2009 Kecamatan IV Koto Rambatan Sungai Tarab Plupuh Gondangrejo Tawangmangu Kupang Tengah Mollo Selatan Amanuban Selatan
Capaian Tahap Kegiatan Perbaikan usulan setelah verifikasi/rekomendasi dari Kelola Terima dana BIKK komponen 1 tahap I Pelaksanaan Kegiatan Budaya Pelaksanaan Kegiatan Budaya Pelaksanaan Kegiatan Budaya Pelaksanaan Kegiatan Budaya MAD Penetapan Pelaksanaan Kegiatan Budaya MAD Penetapan
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
22
3.2.2.
Lambatnya Proses Kegiatan
Kurangnya pemahaman tentang konsep dan prosedur kerja di kalangan pelaku IKK lingkup kecamatan berakibat pada lambatnya proses kegiatan komponen 1. Di kalangan pelaku IKK terjadi kebingungan tentang kegiatan yang boleh diusulkan serta pembedaan antara kegiatan Komponen 1, 2 dan 4. Sistem open menu yang diterapkan PTO IKK tidak membantu terselesaikannya kebingungan mereka. Akibatnya, usulan kegiatan yang mereka ajukan seringkali tidak sesuai dengan kerangka kerja IKK, dan, oleh karenanya, pihak Yayasan Kelola meminta tim pengusul merevisi proposal kegiatan. Penelitian ini menemukan panjangnya waktu antara tanggal pengiriman proposal ke Yayasan Kelola hingga tanggal MAD Penetapan berkisar antara 2 hingga 6 bulan, jauh lebih lama dari yang diperkirakan dalam PTO IKK. Komponen 1 juga mengalami problem yang sama, rentang waktu pengajuan usulan, verifikasi dan pencairan dana, tidak sinkron. Bahkan untuk kasus komponen 1 ini lebih mengenaskan lagi. Meski, pihak Kelola sudah menyetujui usulan Komponen 1 per 16 April 2009, dan setelah MAD Penetapan dilakukan pada 29 April, sebagai syarat untuk pengajuan dana sebesar Rp. 90 juta rupiah, sampai hari H, kegiatan sudah harus berjalan belum diterima pengiriman dana BIKK. (Laporan Kecamatan Tawangmangu)
“Kirim usulan komponen 1 dan komponen 2, bulan Desember2008 awal. Komponen 1 setelah penulisan usulan, usulan dikirim ke Kelola untuk verifikasi. Bulan Februari 2009 bu Dwi [staf Daya Budaya, Yayasan Kelola] datang dan kirim memo. Dikirim pulang rekomendasi Kelola, Kelola memberikan kesempatan pada Tim Kreatif untuk memverifikasi administrasi. Berdasarkan verifikasi dari Kelola bahwa usulan desanya hampir sama, Kelola kembalikan ke Tim Kreatif untuk bagaimana kalau usulannya dijadikan satu dan dibuat di tingkat kecamatan. Dan Tim Kreatif kembali merevisi RAB. Bunyi memo bilang supaya di revisi RAB tetap memperhatikan jumlah pengalokasian dana. Itu artinya kan kami usulan pertama hampir 130 an juta. Jadi ibu Dwi bilang saat revisi RAB tetap perhatikan maksimal 90 juta. Berdasarkan rekomendasi Tim Kreatif maka diselenggarakan MAD Penetapan. MAD Penetapan Maret2009 diadakan. Setelah MAD itu, kami kirim pengajuan pencairan dana Komponen 1 disertakan berita acara hasil MAD Penetapan. Bu Dwi bilang apabila sudah direvisi dan total dana yang dipergunakan 90 juta langsung pengajuan dana saja. Kami tanya lagi, gimana buka rekening untuk Komponen 1. Pak Paul (staf Yayasan Kelola) bilang, dananya digabung dengan dana kolektif Komponen 2, jadi rekeningnya satu. Sampai sekarang dana belum diterima. Rakornya tiap bulan.” (Ronald Nuban, PenLok Amanuban Selatan)
Tabel 08 Tanggal Pelaksanaan Kegiatan Komponen 1 Kegiatan Komp. 1 IV Koto Ramb. S.Tarab Plupuh G.Rejo Pelatihan Nas/Propinsi 24.06.08 20.05.08 24.06.08 03.06.08 20.05.08 Identifikasi Budaya --.07.08 14.06.08 01.07.08 09.06.08 07.06.08 Sosialisasi Kecamatan ? 27.10.08 03.07.08 27.06.08 29.07.08 Pilih Tim Kreatif ? 27.10.08 ? 27.06.08 29.07.08 Sosialisasi Desa ? 30.10.08 ? 29.06.08 06.08.08 Pilih Kader Budaya ? 30.10.08 ? 29.06.08 06.08.08 Pelatihan TK + KB 18.12.08 18.11.08 03.09.08 14.07.08 25.08.08 Pemetaan Budaya ? ? ? 31.07.08 07.09.08 Penyusunan Proposal ? --.11.08 --.10.08 01.08.08 10.10.08 Kirim Proposal ke Kelola 29.04.09 09.01.09 --.11.08 09.08.08 14.11.08 Terima Rekom Kelola ? --.04.09 23.02.09 02.02.09 ? Verifikasi ? --.12.08 ? 06.02.09 07.01.09 MAD Penetapan 12.06.09 31.03.09 12.03.09 09.02.09 28.01.09 Pelaksanaan Kegiatan Blm Blm 29.05.09 10.03.09 01.03.09 MD Pertanggungjwbn Blm Blm Blm Blm Blm MD Serah Terima Blm Blm Blm Blm Blm Kegiatan Budaya Blm Blm Blm Blm Blm Evaluasi Blm Blm Blm Blm Blm Keterangan: ? = sudah dilaksanakan tetapi tidak diperoleh data tanggal pelaksanaan
T.Mangu 03.06.08 16.06.08 02.08.08 02.08.08 06.08.08 06.08.08 29.08.08 21.09.08 23.09.08 02.10.08 16.04.09 ? 29.04.09 27.05.09 Blm Blm Blm Blm
Kup.Teng 28.07.08 ? ? ? ? ? ? ? ? 12.02.09 14.03.09 ? 05.05.09 Blm Blm Blm Blm Blm
Am.Sel. 20.05.08 22.09.08 25.09.08 25.09.08 26.09.08 26.09.08 06.10.08 09.10.08 15.11.08 21.11.08 19.02.09 20.02.09 02.04.09 Blm Blm Blm Blm Blm
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
Mollo Sel. 28.07.08 ? 17.12.08 17.12.08 12.01.09 12.01.09 24.01.09 29.01.09 04.02.09 28.02.09 08.03.09 12.03.09 01.04.09 18.05.09 Blm Blm Blm Blm
23
3.2.3. Pemahaman tentang Pagu BIKK Kurangnya pemahaman pelaku IKK tingkat kecamatan juga terjadi dalam hal plafon Bantuan Inisiatif Komunitas Kreatif (BIKK) untuk Komponen 1. Insiden paling ‘parah’ dalam hal plafon BIKK ini dijumpai di kecamatan Plupuh. Pada awalnya PenLok Kecamatan Plupuh mengira dana BIKK tidak terbatas, atau paling tidak sama dengan PNPM MP yakni sebesar 2 milyar rupiah. “Usulan yang pertama itu dananya sampai 2 milyar lebih. Lalu dari Jakarta muncul informasi jika per kegiatan di komponen II, itu yang pertama 5.400.000. Lalu kita kalikan 6, maka akan ada hasil sekitar 30 juta lebih. Akhirnya ada petujuk dari Jakarta, untuk komponen II dananya hanya Rp 21.600.000. Proposal yang masuk ke Jakarta ada 6 kegiatan. Maka ada kegiatan pentas wayang kulit Rp 5.000.000 all in. Mana ada itu?” (Sunardi, PenLok Kec. Plupuh) Kesalahpahaman mengenai penurunan dana IKK menimbulkan kekecewaan yang cukup besar dalam masyarakat. Hal ini diperparah dengan kurangnya komunikasi antara pihak pelaku IKK dengan masyarakat desa sehingga sampai hampir berakhirnya program IKK ini, masih banyak warga masyarakat yang tidak mengetahui proses/kelanjutan proposal pengajuan dana mereka. (Laporan Kecamatan Plupuh)
3.2.4. Peran PenProp Dalam situasi serupa itu keberadaan PenProp sebagai penghubung pelaku IKK di kecamatan dengan Yayasan Kelola menjadi penting. Beberapa kasus menunjukkan besarnya peran PenProp dalam pelaksanaan kegiatan IKK di tingkat kecamatan. Proses pengusulan kegiatan IKK Mollo Selatan dibantu penuh oleh PenProp karena keterbatasan pelaku IKK dan fasilitas di kecamatan tersebut. “Memilah itu ideku saja. Memang dari Kelola tidak ada penjelasan, tapi dari hasil verifikasi menghemat waktu, dan mereka juga kan nggak repot2. Itu inisiatif dari saya. Kelola tidak ada respons. Malah, dalam memonya itu kan memasukkan saya punya rekomendasi. Jadi jawabannya itu bahwa berdasarkan usulan dari kelompok dan pertimbangan dari saya, maka usulan ini diterima. Yang lain …. sama tapi di akhir bisa ditunda karena anggarannya lebih dari yang ditentukan Kelola, atau bisa juga mimpinya belum tajam, mimpi kecamatannya. Aku juga bantu ngurusin. Kemarin itu kan Kupang Tengah dan Amanuban Selatan aku tidak terlalu campur banyak karena saya merasa pelaku di desa mampu mengerjakan ini dan tidak terlalu banyak intervensi dari saya.” (Timo, PenProp Kupang dan TTS)
Namun demikian, karena PenProp menangani 6 sampai 11 kecamatan di beberapa kabupaten dalam sebuah propinsi, maka mereka tidak dapat menjalankan peran secara maksimal. Hal ini berbeda dari FK dan FT dalam PNPM MP yang hanya menangani sebuah kecamatan. Selain itu juga tampak ketidak-jelasan tugas dan wewenang PenProp. Pelaku IKK di kecamatan sering berkonsultasi langsung dengan staf Yayasan Kelola di Jakarta, dan staf Yayasan Kelola kemudian memberikan solusi-solusi. Peran PenProp sering terkesan terbatas sebagai ‘penyambung lidah’ dalam komunikasi antara pelaku IKK kecamatan dengan pihak Yayasan Kelola. Struktur IKK ada kelemahan karena hanya di kecamatan, langsung PenProp yang punya tanggungan pekerjaan banyak. Sehingga seringkali ada kekacauan koordinasi, PenLok bisa langsung mengkontak Kelola Jakarta, jika menemukan masalah, sehingga lahirlah mekanisme memo dan sms untuk menjawab permasalahan. Secara organisasi, prosedur ini memang tidak lazim. (Laporan Kecamatan Tawangmangu)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
24
3.2.5.
Adopsi Sistem Kerja PNPM MP
Untuk mengatasi kelemahan pemahaman mereka, pelaku IKK lingkup kecamatan menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dari PNPM MP sebagai acuan. Beberapa pelaku IKK kecamatan berkonsultasi dengan FK atau FasKab, baik atas inisiatif pelaku IKK kecamatan atau atas inisiatif pihak konsultan PNPM MP kecamatan dan kabupaten tersebut. …banyak masukan dan keluhan bagaimana PTO tidak bisa memberikan informasi dan rambu yang cukup jelas. Kerap mereka mendiskusikan kebingungan dengan melibatkan tim PNPM dan kemudian mengambil jalan musyawarah. Selain itu, tim ini selalu berkoordinasi dengan PenProp. (Laporan Kecamatan Rambatan)
Mereka juga melakukan Rapat Koordinasi (RaKor) yang diadopsi dari prosedur kerja PNPM MP. Meskipun tidak tercantum dalam PTO IKK sebagai bagian mekanisme kerja, RaKor terbukti mendukung kelancaran pelaksanaan IKK.
Pemahaman PTO ini terbantu oleh peran Fasiltator Kabupaten (FasKab) PNPM-MD, Pak Purwoko, yang mengumpulkan kembali para peserta Pelatihan IKK kabupaten Karanganyar di Novotel untuk membaca dan memahami PTO. (Laporan Kecamatan Tawangmangu)
Berkaitan dengan pelaksanaan di lapangan, kegiatan IKK mengalami pengembangan kegiatan dalam bentuk Rapat Koordinator (RaKor) yang diikuti oleh seluruh pelaku IKK di tingkat kecamatan dan desa serta peserta di luar pelaku yaitu FK PNPM MP dan AP. Ada 4 RaKor IKK yang mendiskusikan berbagai persoalan dalam mengeola IKK di antaranya membicarakan informasi manajemen, rencana kerja tindak lanjut, laporan kerja masing-masing pelaku di tingkat kecamatan dan desa, laporan kemajuan kegiatan, dan pembahasan kendala di lapangan. Notulensi RaKor dikerjakan oleh sekretaris UPK. (Laporan Kecamatan
Karena tidak/belum teridentifikasi sebagai bagian mekanisme kerja yang ditetapkan dalam PTO IKK, maka RaKor tidak/belum muncul sebagai mata anggaran dalam Dana Stimulan Kegiatan (DSK). Sebagai akibatnya, pelaku IKK kecamatan dan PenProp melakukan improvisasi untuk mendanai kegiatan ini.
Amanuban Selatan)
3.2.6. Kegiatan IKK Komponen 1 Berhasil Menggerakkan Masyarakat Meskipun dana Bantuan Inisiatif Komunitas Kreatif (BIKK) Komponen 1 sebesar 90 juta rupiah per kecamatan jauh lebih kecil daripada pagu PNPM – MP, namun jumlah yang kecil tersebut terbukti mampu menggerakkan banyak kegiatan budaya dan melibatkan peran serta banyak warga setempat. Pada saat laporan ini ditulis, dana yang disalurkan di 8 kecamatan lokasi penelitian yang telah mencapai tahap pelaksanaan kegiatan (tidak termasuk kecamatan IV Koto), tercatat mampu menggerakkan 181 kegiatan dengan melibatkan banyak kelompok seni-budaya desa. Ini merupakan capaian yang sangat mengesankan. Patung karya seniman di Kecamatan Mollo Selatan, NTT
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
25
Grafik 06. Kegiatan Komponen 1 menurut Kategori Kegiatan 5% 19% 35% Pentas/Pameran Pelatihan Prasarana
41%
Upacara
Dari total 181 kegiatan di 8 kecamatan tersebut, 74 kegiatan (41%) di antaranya berupa pelatihan. Sementara 64 kegiatan (35%) dapat dikategorikan sebagai pementasan/pameran. Selebihnya berupa pengadaan prasarana sebanyak 34 kegiatan (19%) dan pelaksanaan upacara sejumlah 9 kegiatan (5%). Kegiatan-kegiatan yang diajukan pada komponen 1 melibatkan komunitas budaya dalam jumlah besar. Dalam Pertunjukan Seni Budaya dipentaskan kesenian tradisional dari 10 desa dan dipamerkan hasil kerajinan masyarakat yaitu anyaman, tenun ikat, dan ukiran. Semua peserta 387 orang terdiri dari 287 laki-laki dan 100 perempuan. Dan ada sekitar 70 tamu undangan dari kabupaten, kecamatan, dan desa. Tingkat partisipasi masyarakat per desa cukup tinggi, peserta terbanyak dari Noemuke yaitu 50 orang dan peserta paling sedikit dari desa Linamnutu yaitu 18 orang (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan).
Kegiatan pementasan/pameran dilakukan di 7 (tujuh) dari 8 (delapan) kecamatan yang telah melakukan kegiatan Komponen 1 IKK. Kecamatan yang tidak melakukan kegiatan pementasan/pameran adalah Sungai Tarab di Sumatera Barat. Sementara itu, kegiatan pelatihan dilakukan di 6 (enam) kecamatan tersebut. Grafik 07. Jumlah Kegiatan Komponen 1 per Kecamatan menurut Kategori Kegiatan 57
60 50 40
31 30 21 18
20
14
12 9
8
10 1
1
1
0 0
2
0
1 0
0
0
0 0
0
0 1
1
1
1
0 0
0
2
0
0
0 0 0
Pentas/Pameran
Pelatihan
Prasarana
Ko to IV
Su ng ai Ta ra b
ba ta n R am
Am an ub an
Se la ta n
Se la ta n M ol lo
Te ng ah Ku pa ng
Ta w an gm an gu
gr ej o on da n G
Pl
up uh
0
Upacara
Menarik untuk diperhatikan bahwa di Kecamatan Sungai Tarab kegiatan Komponen 1 didominasi oleh pengadaan sarana/prasarana seni-budaya. Tim peneliti Kecamatan Sungai Tarab mencatat kejadian ini disebabkan oleh pemahaman pelaku IKK setempat bahwa
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
26
Komponen 1 ditujukan khususnya bagi kegiatan non pementasan, sedangkan kegiatan pementasan ditampung dalam kegiatan Komponen 2. Kecamatan ini memahami bahwa komponen 1 lebih khusus untuk perajin. Jadi hampir semua dana untuk memberikan modal bagi kelompok perajin. Kelompok-kelompok perajin ini tidak tahu sama sekali tentang IKK, mereka hanya tahu bahwa ada program di mana mereka bisa mengakses dana. Kelompok ini juga kebanyakan adalah kelompok SPP PNPM. (Laporan Kecamatan Sungai Tarab)
3.2.7. Pemerataan BIKK Komponen 1 Karena jumlah kegiatan Komponen 1 yang diusulkan banyak, sementara pagu dana BIKK Komponen 1 terbatas (maksimal 90 juta rupiah per kecamatan), maka pelaku IKK lingkup kecamatan cenderung ‘membagi-rata’ BIKK sehingga dana yang diterima masing-masing kelompok atau kegiatan cenderung kecil. Namun demikian, jumlah dana yang kecil tidak menghalangi hasrat kelompok kelompok seni-budaya untuk berperan-serta dalam IKK. Dan di mana ada tawaran bantuan untuk support kegiatan, maka mendadak semua kelompok menjadi seperti memiliki kebutuhan, menentukan apa yang bisa dibiayai. .... Bahkan semangat memberi perhatian kepada antusiasme warga, semangat kembali mengidupkan seni tradisi, terbaca dari usulan kegiatan yang kemudian diwujudkan dalam proposal, khususnya dalam besaran dana yang diajukan. Bukan jutaan angka yang dicantumkan, namun ratusan ribu untuk setiap kelompok, mengingat jumlah usulan lebih dari 60 kelompok. Adalah kebijakan tim kecamatan yang kemudian ‘membagi rata’ untuk banyak kelompok setelah melakukan proses verifikasi yang selalu dibarengi dengan banyak cerita proses yang memakan waktu selama berhari-hari, hingga dini hari. (Kasus 2 Kecamatan Rambatan)
3.2.8. Penyatuan Kegiatan-Kegiatan Sejenis menjadi Satu Kegiatan Lingkup Kecamatan Penelitian menemukan bahwa Yayasan Kelola mendorong penggabungan beberapa usulan kegiatan desa sejenis ke dalam sebuah kegiatan bersama di lingkup kecamatan. Penggabungan ini terutama dijumpai pada pementasan/ pameran. Di satu sisi penyatuan tersebut dapat dipandang sebagai langkah efisiensi; namun di sisi lain hal itu berpeluang memunculkan beberapa masalah prosedur kerja sebagaimana tercantum dalam PTO. Pertama, siapa pelaksana kegiatan tersebut? Apakah Kader Budaya? Tim Kreatif? Atau PenLok? Atau panitia ad. hoc. kegiatan?
“ .... komponen I kan difokuskan ke desa, tetapi ternyata dipusatkan di kecamatan. Termasuk komponen II juga. Banyak yang kecelik. Keceliknya karena begini, desa banyak yang sudah mempersiapkan ....” (Waluyo, Kader Budaya Desa Gentan, Kec. Plupuh) “PTO itu gugur karena memo dari Kelola. Jadi, perubahan dari desa ke kecamatan itu terjadi karena saya ditelpon Mas Paul, disuruh memilih yang mana antara usulan 6 desa saja yang dikabulkan atau kegiatannya dilaksanakan di kecamatan. Saya berpikir dari pada nanti rame karena hanya sedikit desa saja yang dapat, saya pilih di kecamatan saja.” (Trisutrisno, UPK Kecamatan Plupuh)
“Yang jadi masalah, IKK ini mengadopsi PNPM Mandiri, yang di situ salah satu kegiatannya adalah MDST dan Musdes pertanggungjawaban. Lalu, yang mau diserahterimakan itu apa, dan bagaimana mempertanggungjawabkannya. Kami belum menemukan formulanya. Kita kan tidak memberi kontribusi apaapa ... Tetapi ketika komponen I itu dilaksanakan di kecamatan lalu bagaimana? Memang, PTO itu masuk akal, tapi pusingnya kan di situ. Jelas, itu mandeg dan tidak dapat dilaksanakan. Padahal Musdes Pertanggungjawaban itu sebanyak Rp. 8.100.000. Mungkin nanti dirubah dari Musdes Serah terima menjadi MAD serah terima. ...” (Trisutrisno, UPK Kecamatan Plupuh)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
27
3.2.9. Kegiatan Komponen 1 Didominasi oleh Kesenian Sebagian besar dana BIKK Komponen 1 di seluruh kecamatan lokasi penelitian digunakan untuk membiayai pelaksanaan pelatihan, pementasan, atau pameran kesenian; baik seni pertunjukan (musik, tari, teater, wayang) maupun seni kriya (tekstil, kayu, lukis, logam, dsb.). Pelatihan bentuk-bentuk kesenian cenderung bertujuan untuk menjaga kelangsungan hidup bentuk-bentuk seni lokal serta menjamin transmisi pengetahuan serta ketrampilan produksi mereka. Sementara itu, pameran dan/atau pementasan dilakukan untuk menampilkan potensi seni-budaya yang dimiliki desa atau kecamatan serta untuk menggalang kebersamaan antar warga desa/kecamatan. 3.2.10. Kesenian sebagai Pemelihara Identitas Kultural Meskipun sebagian besar pelatihan dan pementasan/pameran di seluruh kecamatan lokasi penelitian cenderung kurang inovatif, upaya tersebut merupakan langkah penting bagi pemeliharaan identitas kultural warga desa/kecamatan. Hanya saja, pemeliharaan identitas kultural melalui bentuk-bentuk seni-budaya lokal tersebut cenderung lebih banyak melibatkan kaum tua daripada kaum muda. Kecenderungan ini tampak lebih kuat di Propinsi Sumatra Barat dan Nusa Tenggara Timur daripada di Jawa Tengah. Dominasi kaum tua dalam kegiatan-kegiatan kesenian ini juga terkait dengan semangat ‘kembali ke nagari’ di Sumatra Barat. Kiranya IKK perlu mengantisipasi agar BIKK tidak hanya digunakan untuk menopang kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada masa lalu, agar dapat merangsang kegiatankegiatan yang lebih inovatif dan melibatkan lebih banyak kaum muda. 3.2.11. Keterlibatan Perempuan dalam Kesenian Kegiatan di bidang kesenian tersebut terbukti mampu menjangkau peran serta kaum perempuan. Keterlibatan perempuan terutama dijumpai dalam seni kriya tekstil, seperti sulam dan bordir di Sumatra Barat, batik di Jawa Tengah, dan tenun di NTT. Di Sumatra Barat peran perempuan juga terdapat dalam tari Alur Pasambahan. Bentuk-bentuk seni pertunjukan di Jawa Tengah dan NTT kebanyakan melibatkan kerjasama antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian, IKK dapat dipandang sebagai penyeimbang atau pelengkap dari programprogam pembangunan fisik PNPM MP yang cenderung didominasi laki-laki, maupun program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang bersifat eksklusif bagi perempuan. 3.2.12. Kegiatan Non-Kesenian Beberapa kecamatan lokasi penelitian mengusulkan kegiatan budaya dalam pengertian yang lebih luas daripada sekedar kesenian. Dua contoh menarik adalah usulan kegiatan komponen 1 yang diajukan oleh kecamatan Mollo Selatan dan kecamatan Tawangmangu. Kecamatan Mollo Selatan mengajukan kegiatan Konservasi Hutan Margasatwa Biloto, sedangkan kecamatan Tawangmangu mengajukan kegiatan ‘Omah Ngenger.’ Konservasi Hutan Margasatwa Biloto relevan bagi IKK karena perlindungan tersebut dilakukan dengan cara membangun kesepakatan masyarakat adat di sekitar hutan lindung Biloto untuk Pencanangan konservasi: Hutan Biloto merevitalisasi larangan pengambilan hasil
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
28
hutan dan binatang buruan di hutan tersebut dalam jangka waktu tertentu – mirip adat sassi di kalangan orang Maluku. Tak kalah menarik dari kegiatan tersebut, tim IKK Tawangmangu mengajukan kegiatan pengenalan kembali budaya lokal bagi anak muda lewat aktivitas live-in di rumah penduduk. Kegiatan tersebut mereka beri nama ‘Omah Ngenger.’ (Baca Lampiran Kasus) 3.3.
Pelaksanaan Komponen 2 IKK
3.3.1. Capaian Kegiatan Komponen 2 Delapan dari sembilan kecamatan lokasi penelitian menyatakan telah melaksanakan kegiatan Komponen 2. Satu-satunya kecamatan yang belum melaksanakan kegiatan Komponen 2 adalah kecamatan IV Koto di Sumatera Barat. Tampaknya karena prosedurnya relatif lebih mudah dan lebih pendek daripada Komponen 1 maka sebagian besar kecamatan lokasi penelitian sudah pernah melaksanakan penggabungan pentas seni oleh kelompok lokal dalam acara PNPM MP. Tabel 09. Jumlah Acara PNPM MP dan Kelompok Seni Menurut Kecamatan Kecamatan Plupuh Gondangrejo Tawangmangu Kupang Tengah Amanuban Selatan Mollo Selatan IV Koto Rambatan Sungai Tarab
Jumlah Acara PNPM MP 6 2 6 2 3 3 2 1
Jumlah Kelompok Seni 7 6 6 2 2 10 7 5
Jenis-jenis acara PNPM MP yang disertai pementasan kelompok seni lokal cukup bervariasi, misalnya peresmian hasil pembangunan proyek fisik, MAD, maupun Sosialisasi. Ada juga kecamatan yang melakukan kegiatan komponen 2 untuk acara sosialisasi IKK yang dilaksanakan sebagai bagian dari acara PNPM MP. Tabel 10 Rincian Kegiatan PNPM MP dengan Pentas Seni Kecamatan
Acara
Kelompok Seni
Plupuh
MAD Penetapan PNPM Budaya MDST Desa Ngrombo MDST Desa Sambirejo MDST Desa Karungan MDST Desa Pungsari MAD Penetapan PNPM Mandiri
rebana klasik dan modern wayang kulit wayang kulit rebana rebana Klasik campursari tari seni beladiri
Gondang Rejo
MDST/Sosialisasi IKKkarawitan MAD Pertanggungjawaban/Sosialisasi IKK
tari keroncong ketoprak, pameran kesenian orgen
MAD Penetapan Usulan PNPM MP Musdes Sosialisasi Hasil MAD Penetapan, Tengklik
tek-tek Lesung reog Anak-anak
Tawangmangu
.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
29
Musdes Sosialisasi Hasil MAD Penetapan, Kalisoro Musdes Sosialisasi Hasil MAD Penetapan, Blumbang Musdes Sosialisasi Hasil MAD Penetapan, Nglebak Musdes Sosialisasi Hasil MAD Penetapan, Sepanjang
reog tek-tek Lesung karawitan elekton
Kupang Tengah
MAD Pendanaan PNPM MP MDST PNPM
tari anak natoni
Amanuban Selatan
MDST PNPM MP, Oebelo MDST PNPM MP, Noemuke MDST PNPM MP, Enoneten
hasima hasima genet
Mollo Selatan
PNPM Sosialisasi Budaya untuk generasi muda Konservasi
IV Koto
Belum melaksanakan
tarian Bonet gong dan Biola musik Biola tarian Bonet musik dan Tari Gong musik Sasando musik dan Tari Kebalai musik dan Tari Gong -
Rambatan
Peresmian Rabat beton Jalan Padang Magek
Sungai Tarab
Peresmian Rabat beton Jalan Balimbing
sanggar Mulo Pado qasidah Surau Batuang gambus Asyifa randai Intan Korong randai Sarianah Siti randai Bujang Duano grup Seni Tambang Raya
Pagelaran Budaya Kecamatan
terdiri banyak pagelaran seni
3.3.2. Penentuan Kelompok Seni Temuan lapangan menunjukkan adanya dua macam cara penentuan kelompok seni yang dilibatkan dalam kegiatan komponen 2, yaitu kelompok seni ditentukan sendiri oleh PenLok (contoh: kecamatan Amanuban Selatan dan Plupuh) dan penentuan mengakomodasi hasrat kelompok-kelompok seni setempat untuk tampil berpentas (contoh: kecamatan Rambatan). Bulan Oktober atau November 2008, Pak Bessy didatangi PenLok dan diberi informasi mengenai PNPM Daya Budaya. Pak Bessy ditawari ikut program untuk menyanyikan lagu yang mendukung program pembangunan, lagu-lagu yang menghimbau masyarakat dan berkaitan dengan program. Pak Bessy menyanggupi meskipun pada waktu itu dia belum mempunyai lagu yang dimaksud. Pada akhir Desember 2008 dan akhir April 2009 dia menciptakan dua buah lagu dalam bahasa Dawan yang tidak dia beri judul. (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan)
“Memang ada perubahan Ani. Di proposal, kami hanya mengajukan untuk 3 kelompok, selain untuk perlengkapan ‘pesta peresmian’. Namun karena banyak kelompok yang ingin tampil, mereka minta ijin ke tim dan bahkan tidak mengharapkan imbalan apa pun, maka kami pun meluluskan beberapa kelompok tambahan. Dan kami tetap memberikan uang ganti transport. Ini juga kami berembug lagi dengan 4 kelompok yang sudah ditetapkan sejak awal, karena berarti jatah mereka dikurangi untuk ongkos transport kelompokkelompok tambahan. Ya, semua tidak apa-apa, setuju saja. Kan untuk kepentingan banyak orang. Dan biar seni tradisi bisa hidup dan tampil. Mereka ingin sekali bisa tampil bersama.” (Uni Emi & Mister Labihardy, PenLok & Tim Kreatif Rambatan)
Meskipun penentuan kelompok seni akan lebih mudah dan lebih terarah bila dilakukan sendiri oleh PenLok, namun demikian cara ini mempersempit ruang partisipasi warga masyarakat. Tim peneliti cenderung merekomendasi penentuan kelompok seni dengan cara
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
30
mengakomodasi jumlah kelompok seni yang ingin tampil, seperti di kecamatan Rambatan, namun untuk itu diperlukan sistem pengusulan kegiatan yang lebih longgar. 3.3.3. Lokasi Pementasan Yang Tersebar Berbeda dari pementasan/pameran seni budaya Komponen 1 yang pelaksanaannya cenderung disatukan, pementasan kelompok seni dalam acara PNPM MP tersebar di desadesa – sesuai dengan tahap PNPM MP yang telah dicapai. Persebaran lokasi kegiatan Komponen 2 ini merupakan hal yang positif, karena dengan demikian kehadiran IKK dikenal secara lebih meluas dan partisipasi masyarakat pun lebih meluas pula. 3.3.4.
Meningkatnya Hadirin Acara PNPM MP
Para pelaku IKK kecamatan di seluruh lokasi penelitian menyatakan terjadinya peningkatan jumlah kehadiran orang dalam acara PNPM MP yang disertai pementasan kesenian. Meskipun sering tidak ada catatan jumlah orang yang hadir, secara umum pernyataan mereka terdukung oleh foto-foto dokumentasi kegiatan PNPM MP/IKK maupun oleh pengamatan tim peneliti di lapangan. Kunci keberhasilan kegiatan Komponen 2 meningkatkan jumlah kehadiran orang dalam acara-acara PNPM MP terletak pada daya tarik kesenian (terutama seni pertunjukan) serta kelangkaan pergelaran seni di desa-desa. “…biasanya kalau MAD tanpa IKK, yang hadir cuma 50 orang, tapi dengan IKK bisa sampai 100 orang…” (Farida, bendahara UPK Gondangrejo)
“Ya, kita mulai dengan acara-acara pagelaran seni, pentas seni. Mungkin memang orang yang datang tidak semua tertarik karena tampilan seninya, namun karena ada acara ramai yang memang jarang dilakukan di kecamatan ini. “ .. “tidak apa-apa, namun juga terasa, bagaimana orang sangat menikmati hiburan yang tampil. Apalagi yang tari piring di atas pecahan kaca. Sambutan penonton sampai tepuk tangan 5 kali. Rupanya masyarakat memang sudah haus dengan tontonan tradisi sendiri. Dan ini kan berarti sebuah pintu untuk kembali menyemarakkan seni tradisi. “ (Mister Labihardy, Tim Kreatif Rambatan)
3.3.5.
Fungsi Kesenian Dalam Acara PNPM MP
Kehadiran pergelaran seni dalam acara PNPM MP membuka peluang untuk melakukan sosialisasi program dan nilai-nilai pemberdayaan masyarakat kepada publik yang lebih luas. Untuk keperluan sosialisasi nilai dan program semacam ini tampaknya bentuk-bentuk seni pertunjukan verbal (teater, nyanyian) merupakan media yang tepat. Arti penting kehadiran pergelaran seni dalam acara PNPM MP juga tampak pada kemampuannya mencairkan suasana kaku (formal) dan tegang yang seringkali mewarnai acara-acara PNPM MP. Dengan demikian kesepakatan dan pemahaman bersama dapat dicapai tanpa pemaksaan. Untuk tujuan seperti ini dapat disajikan bentuk-bentuk seni pertunjukan non-verbal (tari kolektif) yang melibatkan peserta acara PNPM, maupun seni pertunjukan verbal bernuansa humor.
3.3.6.
Muatan Nilai PNPM MP dalam Komponen 2
Sudah mulai tampak inisiatif untuk memasukkan pesan-pesan pemberdayaan dalam penampilan kesenian lokal. Di Amanuban Selatan dan Kupang Tengah pesan tersebut dikemas dalam syair lagu yang menggunakan bahasa daerah setempat. Di Gondangrejo muatan nilai dan pewacanaan praktik PNPM MP hadir dalam bentuk guyon-maton dalam pergelaran kethoprak yang sesuai bagi masyarakat Jawa pada umumnya. Lebih menarik lagi, sebagian pemain kethoprak dalam pergelaran tersebut adalah pengurus IKK Kecamatan Gondangrejo. Inisiatif serupa ini pantas diikuti oleh kecamatan partisipan IKK lain.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
31
Namun demikian, temuan lapangan di kecamatan Amanuban Selatan juga menunjukkan bahwa penyampaian pesan-pesan PNPM MP dalam bahasa daerah tertentu hanya bermanfaat bila dilakukan di desa-desa yang memakai bahasa daerah yang sama. Catatan ini terutama penting bagi wilayahwilayah dengan heterogenitas budaya/etnik yang tinggi. “Sekarang siapkan komponen 2. (...) Di sini komponen 2 digabung PNPM dan IKK. Tiap desa ada penampilan yang sudah diumumkan. Misalnya Oelnasi penampilan dengan natonis. Karena selama ini orang sampaikan himbauan pakai bahasa Indonesia sedangkan masyarakat tidak semua paham bahasa Indonesia, pakai natonis dengan bahasa daerah mungkin dari situ mereka lebih paham. Kebanyakan masyarakat lebih taat dalam budaya. Kalau kita himbau pelihara dengan sendirinya mereka mau pelihara. “ (Den Akles Bulan, PenLok IKK/PNPM MP Kupang Tengah)
Arti syair di atas menurut penciptanya, Pak Bessy, adalah sebagai berikut: “…. di TTS ada 3 (tiga) suku, yaitu Onam Molo, Banam Amanuban, Oenam Amanatum. Mari kita bersehati … bersama … membangun daerah TTS … Ayat kedua … kepada bapak mama yg berdiam di TTS mari kita sehati, ajakan … supaya melestarikan, memelihara kekayaan alam yang ada di TTS … Reffrainnya … bantuan-bantuan yang telah kita dapat dari pemerintah … uang sebagai modal ... nasihat, sarana … mari kita sama-sama terima … kita pakai dan jaga sampai anak cucu. “ (Kasus Amanuban Selatan)
Setelah adanya program IKK, setiap kegiatan besar PNPM Mandiri selalu diusahakan dengan diiringi oleh penampilan kelompok seni dari salah satu desa. Dalam MAD Penetapan PNPM Mandiri misalnya, diadakan juga pentas karawitan dan juga penampilan ketoprak oleh anggota UPK dan pengurus IKK. Dalam pentas tersebut juga dimasukkan unsur-unsur penjelasan mengenai PNPM Mandiri dan juga pembahasan ringan mengenai masalah-masalah yang muncul dalam PNPM Mandiri, biasanya disampaikan dalam bentuk guyonan dan sindir-sindiran. Sempat terjadi ketegangan karena ada beberapa pihak yang merasa tersindir dan tidak dapat menerima percakapan dalam pentas tersebut. Namun secara umum, masyarakat menanggapi adanya selingan/hiburan kesenian tersebut dengan sangat positif. (Laporan Kecamatan Gondangrejo)
3.3.7. Perlunya Sinkronisasi Jadwal Kegiatan Pelaksanaan Komponen 2 IKK diwarnai dengan kesulitan sinkronisasi jadwal kegiatan antara IKK dan PNPM MP. Di pihak IKK kesulitan sinkronisasi jadwal kegiatan timbul karena panjangnya waktu proses pengusulan dan pencairan dana sebagaimana telah disinggung di atas; di pihak PNPM MP kesulitan dapat terjadi akibat ketidak-tepatan pelaksanaan kegiatan PNPM MP. Penundaan maupun percepatan jadwal kegiatan IKK atau PNPM MP akan berdampak pada pelaksanaan Komponen 2. Dua desa partisipasi yang belum menyelenggarakan MDST adalah Desa Pollo dan Oekiu, oleh karena itu komponen 2 belum dilaksanakan di sana. Sampai akhir Mei 2009 Desa Pollo belum menyelesaikan pembangunan Polindes (Poliklinik Desa). Tidak dijelaskan mengapa keterlambatan pembangunan fisik terjadi di Desa Pollo. Perihal keterlambatan penyelesaian bangunan fisik juga dialami Desa Oekiu yang sampai 27 Mei 2009 belum menyelesaikan ruang kelas Sekolah Dasar karena kesulitan air. Menurut Bapak Yaved Tenistuan, Kader Budaya IKK, kesulitan air sangat mempengaruhi pembangunan ruang kelas tersebut. (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan)
Sebagai contoh, pelaksanaan kegiatan komponen 2 di kecamatan Amanuban Selatan terhambat oleh keterlambatan penyelesaian proyek pembangunan fisik di desa Pollo dan Oeku. Sementara itu, di Kecamatan Plupuh pelaksanaan kegiatan komponen 2 tetap dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, meskipun acara MDST PNPM mengalami penundaan.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
32
Tampaknya untuk mengatasi sulitnya sinkronisasi jadwal diperlukan aturan yang memberi keluwesan terbatas bagi pelaksanaan kegiatan komponen 2. 3.3.8. Kemiripan Antara Kegiatan Komponen 2 dan Komponen 1 Menurut ketentuan yang tercantum dalam PTO IKK, Komponen 2 semestinya berupa penggabungan kegiatan PNPM MP dengan kelompok kesenian lokal. Namun demikian, penelitian menemukan kegiatan Komponen 2 yang dilaksanakan di luar acara PNPM MP. Contohnya, usulan kegiatan Komponen 2 Kecamatan Kupang Tengah memuat kegiatan pelatihan dan lomba. Contoh lain adalah Kecamatan Sungai Tarab. Di kecamatan ini, kegiatan komponen 2 berupa pementasan/pameran karena kegiatan komponen 1 diisi oleh kegiatan pelatihan dan pengadaan sarana/prasarana. Di kecamatan-kecamatan selain Kupang Tengah dan Rambatan pun sebenarnya dijumpai kekaburan perbedaan antara kegiatan komponen 1 dan komponen 2, karena keduanya sama-sama berfokus pada kesenian. Tampaknya, IKK perlu memperbaiki rancangan programnya sehingga tidak lagi terjadi kerancuan kegiatan antar komponen. Salah satu temuan yang agak membingungkan adalah hampir tidak dapat dibedakan antara kegiatan Komponen I dan kegiatan Komponen II. Dalam kedua proposal disebutkan bahwa kegiatan yang diajukan adalah pentas kelompok-kelompok seni desa dalam acara-acara PNPM dan acara lain seperti peringatan Hari Kartini dan pentas Gelar Citra Budaya. Pembeda antara dua proposal tersebut hanyalah dalam proposal kegiatan Komponen I dimasukkan unsur latar belakang/konsep bahwa kegiatan kesenian di desa hanya digunakan sebagai alat untuk meng-guyub-kan warga, bukannya sebagai tujuan akhir pelaksanaan Komponen I. Selain itu kegiatan Komponen I juga meliputi kegiatan latihan rutin selama dua bulan, sedangkan kegiatan Komponen II hanya berupa pentas kelompok kesenian. Namun pada pelaksanaan di lapangan, pembeda tersebut hampir tidak terasa karena sangat sedikit masyarakat umum yang paham mengenai konsep yang tertera dalam proposal tersebut. Para pelaku dan pengurus IKK pun terkesan lupa dengan tujuan program tersebut dan hanya berkonsentrasi pada kegiatan pentas dan pameran seni saja. (Laporan Kecamatan Gondangrejo)
3.3.9. BIKK Komponen 2 Dana Bantuan Inisiatif Komunitas Kreatif (BIKK) untuk kegiatan komponen 2 digunakan untuk imbalan (honor, transport, dokumentasi, konsumsi) bagi kelompok seni yang dilibatkan dalam acara PNPM MP. Dengan demikian manfaat dana BIKK langsung dirasakan oleh kelompok seni tersebut. Meskipun pagu BIKK komponen 2 per kecamatan sedikit (sekitar 21 juta rupiah), namun pagu tersebut belum terserap sepenuhnya. Belum terserapnya pagu BIKK komponen 2 secara maksimal tampaknya bukan disebabkan karena sedikitnya jumlah kegiatan komponen 2 yang diusulkan, namun terlebih karena besarnya imbalan yang diberikan kepada kelompok seni cenderung sedikit. 3.3.10. Peran Pelaku IKK Dalam Pendanaan BIKK Komponen 2 Peran pelaku IKK dalam pendanaan BIKK Komponen 2 dijumpai di beberapa kecamatan lokasi penelitian. Peran ini ini muncul akibat belum diterimanya dana BIKK komponen 2 – padahal dana sudah harus dikeluarkan karena pementasan sudah harus dilakukan. Untuk mengatasi hal itu, pelaku IKK terpaksa mencari dana ‘talangan’ pada beberapa pihak, termasuk dirinya sendiri. Kesediaan pelaku IKK meminjamkan dana atau barang pribadi untuk pelaksanaan komponen 2 dapat dipandang sebagai hal yang positif. Namun, di lain pihak, keterlambatan penerimaan dana BIKK komponen 2 semacam ini tidak selayaknya terjadi.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
33
Dana komponen 2 tidak jauh berbeda dengan nasib dana komponen 1. Beruntungnya dana komponen 2 tidak sebesar dana komponen 1 sehingga masih memungkinkan beberapa pihak untuk menutupi kekurangannya. Keterlibatan aparat pada setiap kegiatan komponen 2 mempermudah posisi Kader Budaya untuk memohon support dari pemerintah desa. Namun tetap ada saja cerita bagaimana seorang kader harus menutup biaya pelaksanaan terlebih dahulu, seperti cerita bu Samini (Kader Budaya desa Plumbon), “Gadaikan kalung mbak, waktu itu saya sudah nutup pakai uang saya, tapi karena masih kurang ya saya gadaikan kalung saya di toko emas. Terus setelah turun saya ambil lagi eh..bunganya depalan ribu to, wah..ya saya tombok (menutupi kekurangan) delapan ribu untuk bunganya. Padahal itu kan ya lumayan untuk belanja sayuran to mbak.” (Laporan Kecamatan Tawangmangu)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
34
Bab 4
PROSPEK KEBERLANJUTAN IKK Meskipun pada saat penelitian proses kegiatan IKK masih berlangsung, di semua kecamatan lokasi penelitian tim peneliti melakukan diskusi kelompok yang difokuskan pada penilaian terhadap Inisiatif Komunitas Kreatif dan peluang keberlanjutannya. Diskusi kelompok terfokus tersebut diikuti oleh pelaku IKK tingkat kecamatan dan desa, pejabat pemerintahan tingkat kecamatan dan desa, serta perwakilan warga masyarakat. Di beberapa kecamatan diskusi juga diikuti oleh pelaku FK dan/atau FT dari PNPM MP. Temuan-temuan yang diperoleh dalam diskusi kelompok terfokus tersebut dipaparkan dalam bab ini. Ungkapan, penilaian, dan harapan para peserta tersebut sedikit banyak juga mencerminkan hasil sementara proses pengenalan mereka akan IKK. 4.1.
Penilaian Umum Atas IKK
Pada umumnya warga masyarakat maupun pelaku IKK menilai positif kegiatan IKK. Sisi positif yang ditunjuk cukup bervariasi, mulai dari terdorongnya kegiatan hiburan di kalangan warga masayarakat, arti penting IKK di tengah arus global yang meminggirkan budaya lokal, kesesuaian kegiatan IKK dengan upaya masyarakat membangun dan memperkuat identitas kultural mereka, hingga pada sisi positif dari mekanisme kerja IKK. Mekanisme kerja IKK dinilai lebih partisipatoris dan fasilitatif (melayani) dibandingkan dengan mekanisme kerja PNPM MP yang dinilai cenderung ‘memusat.’ Berikut adalah beberapa contoh pernyataan-pernyataan yang diperoleh dari lapangan. “Ini adalah cara untuk menguatkan yang sudah ada. Menggali yang sifatnya tradisional. Karena kita toh mengenal konsep bahwa sejauh-jauh pergi harus kembali ke Minang juga. Jadi mambangkik batang tarandam itu memang benar.” (Syafril Jamil, Wali Nagari Padang Magek, IV Koto)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
35
“Dengan program IKK ini termasuk program yang positif karena salah satunya dengan adanya pemberian stimulant latihan yang menjadikan semangat anggota keroncong. Kedua secara tidak langsung kita bisa berlatih berputar dan menghibur masyarakat. Ketiga masyarakat itu haus hiburan dengan adanya masalah ekonomi, sore itu masyarakat berkumpul full. Pada prinsipnya tetap dengan program IKK banyak manfaatnya di bawah” (pak H. Mukmin, Kades Tuban, Gondangrejo)
“Kalau menurut saya sebagai Kader [Budaya] di desa …begini lama kita punya budaya termasuk kesenian daerah ini. Yang melakukan itu hanya orang-orang tua yang sudah usia lanju. Dengan adanya program ini sangat bermanfaat bagi kami karena kami ditunjuk jadi Kader [Budaya] di sini. Jadi, program budaya ini kalau masih berlanjut berarti kami akan munculkan generasigenerasi yang bisa terlibat di dalam budaya kesenian daerah ini (Marthen Nope, Kader Budaya desa Pollo, Amanuban Selatan)
“Kalau PNPM kan selama ini lebih mengundang dan mengajak musyawarah, kalau daya budaya ini kita yang menjemput, mendatangi ke jorong-jorong, menemui orang dari rumah ke rumah, ke lapau-lapau, ke tempat para kelompok berkumpul, bersosialisasi sekaligus menggali data dan informasi langsung dan bersama masyarakat, “(Mister Labihardy, PenLok Rambatan)
4.2.
Keberlanjutan IKK
Sejalan dengan penilaian di atas, pada umumnya para pelaku IKK mulai memikirkan keberlanjutan program ini dan membangun harapan serta rencana-rencana ke depan. Mereka mengakui bahwa sebelum atau tanpa kehadiran IKK pun aktivitas budaya tetap berjalan, seperti dinyatakan Waluyo, Kader Budaya Gentan, Kecamatan Plupuh. ”Menurut kami itu bisa berjalan. Kalau peralatan mungkin masih bisa. Misalnya, pentasnya sosio drama saja atau ketoprak kecil-kecilan tanpa dana itu bisa.“ (Waluyo, Kader Budaya Desa Gentan, Plupuh)
Namun demikian, kehadiran IKK mendorong peran masyarakat untuk dapat ikut menentukan arah perkembangan budaya mereka sendiri, seperti tercermin dari pernyataan Dance, Tim Kreatif Amanuban Selatan. Dengan kata lain, keberlanjutan IKK dapat dipandang sebagai perwujudan komitmen terhadap upaya pemberdayaan masyarakat terpinggirkan sebagai subyek pembangunan – bukan sekedar obyek pembangunan.
Dance
[Tim
Kreatif]
ingin
program
IKK
dilanjutkan lagi , karena jika tidak dilanjutkan, budaya kurang berkembang di masyarakat, seperti yang dikatakannya, “budaya tetap ada, tapi untuk berkembangnya pasti sangat minim sekali; terus keterlibatan masyarakat miskin dalam kegiatan ini lama-lama hilang.” (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan).
IKK juga dipandang perlu dilanjutkan karena sebagai sebuah upaya pemberdayaan program ini telah menunjukkan tanda-tanda positif; namun demikian karena baru dilaksanakan untuk pertama kali IKK belum dapat mencapai tujuan akhirnya. “ ... jangan sampai IKK cukup ini tahun ... perlu tambah 1 tahun lagi supaya tahu hasilnya. Kalau 1 tahun maka cuman hasil ½ yang diketahui. Uji coba pertama baru hasil 50% maka tahun kedua ada keberhasilan yang muncul lebih banyak lagi. Ini perlu ditambah minimal 1 tahun lagi.1(Marlyn Bessy, FK Kupang Tengah).
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
36
4.3.
Peluang Integrasi ke dalam PNPM MP
Karena IKK merupakan sebuah proyek pilot dalam PNPM MP, diskusi kelompok juga mencoba menjaring pendapat pelaku IKK dan PNPM MP tentang peluang integrasi IKK ke dalam sistem PNPM MP. Berikut pendapat peserta diskusi kelompok mengenai hal tersebut. 4.3.1. Integrasi Kegiatan Para pelaku IKK/PNPM MP sependapat bahwa kegiatan IKK berdampak positif bagi PNPM MP sehingga penyatuan kegiatan di antara keduanya dipandang perlu. Dukungan integrasi kegiatan serupa ini bahkan juga diberikan oleh pelaku PNPM MP yang tidak terlibat langsung dengan kegiatan IKK, seperti FK dan FT PNPM MP. “Seharusnya PNPM dan IKK itu saling mendukung. Program ini nantinya akan sangat membantu program pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh PNPM. Ia bisa membantu mobilisasi massa dengan kesenian tradisional, dan bisa berfungsi sebagai penyemarak dan penyemangat kegiatan. PNPM harus tahu kegiatankegiatan IKK dan ikut memikirkan karena ini adalah kerja bersama. Kami satu tim. Harusnya kami saling membantu.” (Endi Arverion, FK PNPM, IV Koto)
Dalam pembicaraan dengan Fasilitator Kecamatan PNPM Mandiri, sempat tercetus bahwa kegiatan budaya semacam ini dapat diusulkan untuk menjadi salah satu bentuk kegiatan dalam program PNPM Mandiri reguler. Ide tersebut muncul dalam kaitannya tentang dampak positif kegiatan yang menghidupkan kembali kebudayaan dalam desa. FK menilai program IKK sebagai program yang cukup positif sehingga bila digabungkan dalam kegiatan PNPM Mandiri dapat melengkapi program-program PNPM yang lain seperti pembangunan fisik, SPKP, dan juga beasiswa. Program budaya dapat dimasukkan untuk menambah bidang pembangunan yang disasar oleh PNPM. (Laporan Kecamatan Gondangrejo)
Ketua UPK menyarankan agar IKK masuk melalui Musyawarah Khusus Perempuan, jadi ada banyak proposal yang diajukan oleh kelompok perempuan. Kelompok perempuan selama ini pengajuannya hanya SPP saja, oleh karena itu IKK bisa memfasilitasi usulan dalam MKP karena gerakan IKK mengarah pada pemberdayaan perempuan, kaum miskin, dan kaum marjinal. (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan)
4.3.2. Kegiatan Sejenis di PNPM MP Beberapa kecamatan lokasi penelitian juga mengungkapkan bahwa sebenarnya kegiatan IKK tertentu pernah mereka ajukan atau laksanakan dalam PNPM MP. Informasi serupa ini antara lain diperoleh di kecamatan Amanuban Selatan. Selain itu, seperti telah disebutkan di depan, pelaku IKK kecamatan Sungai Tarab mendistribusikan BIKK komponen 1 pada kelompokkelompok kerajinan setempat (mayoritas perempuan) yang juga menerima bantuan dari PNPM MP (UEP atau SPP). Informasi serupa itu menunjukkan bahwa di kalangan pelaku IKK dan PNPM MP telah terdapat pemikiran mengenai kemungkinan integrasi kegiatan IKK dalam PNPM MP. Kegiatan pelatihan seperti yang diusulkan oleh IKK pernah pula didanai oleh PNPM MP Amanuban Selatan. Pada tahun 2008 PNPM MP telah mendanai kelompok kerajinan tali agel di Desa Mio dalam bentuk pelatihan menganyam tas dari tali agel. MAD Pendanaan waktu itu menyetujui pelatihan ini dengan dana Rp 9.000.000 yang digunakan untuk biaya kegiatan dan biaya pelatih, sementara bahan baku tidak dibeli. Pelatihan ini diikuti oleh 10 peserta selama 5 hari di Desa Mio dengan pelatih dari Dinas Perindustrian. Hasil pelatihan berupa tas agel yang kemudian dijual ke kabupaten melalui jalur Dinas Perindustrian. Dengan demikian kemungkinan ada kegiatan pelatihan dalam IKK yang didanai oleh PNPM MP seperti misalnya pelatihan menenun atau menjahit hasil tenun. (Laporan Kecamatan Amanuban Selatan)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
37
” … batik itu sudah mulai karena prosesnya lama, hasilnya itu bisa kita jadikan modal. Rencanaya kalau laku dia mau bikin paguyuban jadikan modal. Selain itu dari UPK juga sudah menjanjikan kalau jadi paguyuban nanti kan bisa dapat dana lewat SPP ...” (Apri, PenLok IKK Gondangrejo)
4.3.3. Konsolidasi Pelaku Sikap terhadap kemungkinan penggabungan pelaku IKK dengan pelaku PNPM MP tidak seragam: terdapat pelaku yang menyetujui langkah penggabungan dan ada pula yang tidak setuju. Mereka yang setuju untuk disatukan dengan PNPM MP pada umumnya menyatakan bahwa dalam praktiknya pelaku IKK memang sama dengan pelaku PNPM MP. Untuk kecamatan ini, PNPM MP dan IKK menyatu. Dengan PenLok yang sama, dengan tim yang selalu bekerja bersama, khususnya dalam semua kerja IKK, tim PNPM MP selalu terlibat (dalam rapat koordinasi, dalam pelaksanaan kegiatan, dan sharing semua informasi), juga berkantor yang sama dengan jam kerja yang tetap, menjadikan tim kecamatan sangat integratif. Bahkan tidak lagi ada pemisahan antara IKK dan PNPM, mereka menyebutnya sebagai ‘tim kecamatan’, hanya bidang garap saja dan pelaporan yang berbeda. IKK disebut sebagai PNPM Budaya. (Laporan Kecamatan Sungai Tarab)
Sementara itu, beberapa pelaku IKK di sejumlah kecamatan lokasi penelitian lebih menginginkan IKK dilanjutkan dalam tim yang terpisah dari pelaku PNPM MP. Seperti dengan mudah dapat diduga, mereka yang menghendaki tim IKK terpisah biasanya mempunyai pengalaman kesulitan kerjasama dengan pelaku PNPM MP, khususnya FT dan FK. Mengenai relasi IKK dengan PNPM, ada yang berpendapat bahwa sebaiknya IKK dipisah dari PNPM. Terutama struktur pelaku di tingkat kecamatan. Pendapat ini terbangun karena ada beberapa masalah. Pertama, minimnya dukungan FK dan FKT PNPM dalam pelaksanaan kegiatan. Bahkan terdapat relasi yang tidak cukup enak antara pelaku PNPM, terutama FK dan FKT PNPM. Puncaknya adalah dilaksanakannya pemilihan PenLok PNPM yang baru tanpa mengikutsertakan PenLok PNPM lama yang juga menjadi PenLok IKK. Kedua, berkaitan dengan jadwal pelaksanaan kegiatan antara IKK dan PNPM. Ada kegiatan yang dilaksanakan secara serempak dan dalam kurun waktu yang relatif bersamaan. Ini dianggap menganggu kinerja pelaku IKK serta kemungkinan masyarakat enggan datang karena banyaknya kegiatan pertemuan baik di PNPM maupun IKK. Ketiga, berkaitan dengan pendanaan. Model administrasi PNPM yang rumit dan rigid menyebabkan timbulnya berbagai kesulitan. Keempat, berkaitan dengan aktifnya pelaku IKK dalam pelaksanaan kegiatan. Ada beberapa pelaku yang sejak semula bekerja dalam PNPM tetapi tidak terlibat aktif dalam IKK. (Kasus Kecamatan Mollo Selatan)
Dengan demikian, sebenarnya keengganan melakukan konsolidasi pelaku IKK ke dalam tim PNPM MP lebih disebabkan oleh permasalahan yang muncul dalam bidang administrasi kegiatan, serta pembagian kerja dan kewenangan. 4.4.
Hambatan Integrasi
Beberapa hambatan pengintegrasian IKK ke dalam PNPM MP teridentifikasi dalam diskusi kelompok. Hambatan tersebut antara lain terletak dalam hal: 4.4.1. Sinkronisasi Jadwal Kegiatan PNPM MP dan IKK Seperti telah dilaporkan dalam ulasan tentang pelaksanaan komponen 2, dalam diskusi kelompok sulitnya sinkronisasi jadwal kegiatan terungkap lagi. Problem sinkronisasi jadwal
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
38
kegiatan tidak hanya terjadi karena minimnya komunikasi, namun juga disebabkan adanya perangkapan jabatan. “Sebenarnya untuk IKK dan PNPM digabungkan, tapi selama ini kegiatan PNPM sudah hampir selesai jadi tidak kami gabungkan bersama, tapi IKK disendirikan. Tapi saya lihat kegiatan ini harus digabungkan dalam PNPM. Bisa gabung tapi IKK waktu tidak tepat. MDKP dan MD Sos bisa sama dengan PNPM, tapi karena sudah lewat maka IKKnya sendiri. Kalau kegiatan bersamaan bisa selingan, mungkin dari acara pertama IKK lalu PNPM, misalkan kalau MAD bisa ada pentas natoni atau gong, setelah itu baru masuk ke PNPM” (Martin Luther Tapoi, PenLok IKK, Mollo Selatan)
“PenLok ini adalah PenLok PNPM. Aku nggak mau PNPM tidak jalan karena IKK. FK hanya sekedar terlibat, tapi kita dahulukan PNPM. Jadwal kegiatan PenLok dahulukan PNPM, tapi kalau bisa sinkron dengan IKK ya jalankan dua-duanya, itu di Kupang Tengah. Diharapkan lebih banyak libatkan FK. Tidak perlu PenProp langsung. Budaya bikin rugi, beta kelakar gara-gara pulsa, tapi kegiatan jangan lambat. “(Marlyn Bessy, FK Kupang Tengah)
4.4.2. Perbedaan Pembagian Tugas dan Wewenang antara IKK dan PNPM MP Selain itu, dalam diskusi kelompok juga terungkap hambatan yang bersumber pada perbedaan pembagian tugas dan wewenang yang berlaku dalam IKK dan PNPM MP. Perbedaan tersebut khususnya dijumpai dalam hal penyusunan Rencana Penggunaan Dana (RPD), penggunaan dana, dan pelaporannya. “Kalau PNPM yang buat [rencana penggunaan] dana [adalah] TPK, UPK bikin operasional administrasi. Tapi di IKK yang buat RPD dan belanja dan laporan, ya UPK sendiri. Kelemahan di sini kordinasi. Kalau FK dilibatkan itu akan jalan, FK akan menej, sama-sama duduk satu pemahaman, PNPM kegiatan mana, IKK di mana. FK tidak terlibat dalam IKK.” (Marlyn Bessy, FK Kupang Tengah)
Membandingkan antara sistem IKK dan sistem PNPM MP, beberapa pelaku IKK melihat kelemahan sistem IKK dalam pengawasan dana, sebagaimana dinyatakan dalam kotak di bawah. Ini merupakan kelemahan yang serius karena, di samping membuka peluang terjadinya penyalah-gunaan dana, kurang ketatnya pengawasan dana dalam IKK berpotensi melemahkan sistem pengawasan dana yang dijalankan PNPM MP selama ini. “ … IKK itu kelemahannya, kalau ada pencairannya di desanya itu tidak ada tim pemantau; kalau di PNPM kan ada, jadi jelas dipantau sampai ke pemanfaat, itu jelas sampainya; kalau di IKK [tim semacam itu] belum terbentuk. Bahkan kalau di PNPM ada tim pemelihara juga …“ (Mb Dewi, Ketua UPK Gondangrejo)
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
39
Bab 5
LESSONS LEARNED DAN REKOMENDASI 5.1.
Lessons Learned
Penelitian ini menghasilkan sejumlah pelajaran penting yang dapat dipetik: Dari sisi tujuan program: • Masyarakat perdesaan terbukti memang memiliki potensi seni-budaya yang besar. Potensi tersebut selama ini terpinggirkan karena sempitnya peluang bagi masyarakat perdesaan untuk dapat berperan-serta dalam penentuan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan yang seakan-akan ditimpakan pada mereka oleh negara dan industri. •
IKK terutama penting karena proyek pilot ini secara nyata mendudukkan masyarakat perdesaan sebagai perancang, penentu, pelaku, dan pengawas kegiatan pembangunan dan pemberdayaan diri mereka sendiri.
•
Pendekatan budaya yang dijalankan IKK berhasil melibatkan desa dan warga masyarakat dalam jumlah besar karena bidang yang diberdayakan (budaya) adalah bidang yang kompetensinya berada di tangan masyarakat perdesaan itu sendiri – bukan pada orang atau pihak lain.
•
Pendekatan budaya yang ditempuh IKK terbukti mampu mendorong keterlibatan perempuan dalam proses pembangunan, baik sebagai pelaku kegiatan IKK maupun sebagai penerima manfaat langsung kegiatan IKK. Melengkapi program pembangunan fisik yang cenderung didominasi kaum laki-laki, maupun program Simpan Pinjam Perempuan yang ekskulsif perempuan, IKK memberi peluang bagi berlangsungnya kerjasama laki-laki dan perempuan.
•
IKK berhasil menggerakkan seniman dan kelompok-kelompok seni-budaya lokal untuk terlibat dalam kegiatan pembangunan. Kehadiran pergelaran seni dalam acara PNPM MP mampu mengundang lebih banyak warga sehingga sosialisasi program dan nilaiEvaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
40
nilai pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan kepada publik yang lebih luas, membangun kebersamaan di kalangan warga perdesaan, serta menumbuhkan kesadaran akan peran budaya dalam pembangunan. •
Penggunaan bentuk-bentuk seni pertunjukan verbal (nyanyian, teater) berbahasa setempat sebagai media sosialisasi nilai tampak lebih efektif dibandingkan dengan sosialisasi yang disampaikan dalam bahasa Indonesia dan/atau yang tidak nenpergunakan media seni pertunjukan. Sedangkan media seni pertunjukan nonverbal (tari) – khususnya yang bersifat kolektif – merupakan media efektif bagi upaya membangun kebersamaan. Bentuk-bentuk seni non-pertunjukan berpeluang untuk dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi produktif yang memberdayakan kaum perempuan dan pihak terpinggirkan lainnya dengan tetap bertumpu pada budaya lokal.
•
Pengintegrasian sistem nilai budaya non-seni (misalnya, upacara adat) setempat ke dalam proyek-proyek pembangunan membuka peluang bagi tumbuhnya rasa kepemilikan warga masyarakat atas proyek tersebut dan meningkatkan daya pengikat bagi warga setempat untuk ikut terlibat dan memelihara proses maupun hasil pembangunan demi kepentingan bersama. Melalui pengintegrasian semacam ini masyarakat pun berpeluang untuk merefleksikan kesesuaian nilai, norma, identitas serta budaya mereka dengan kondisi saat ini.
•
Namun demikian, pendekatan budaya yang dijalankan IKK berpotensi terjebak pada pemeliharaan bentuk-bentuk seni-budaya tradisi yang didominasi kaum tua. Perlu dirancang cara-cara untuk lebih merangsang inovasi dan lebih melibatkan kaum muda.
•
Sejatinya, pemberdayaan budaya bagi pembangunan merupakan sebuah proses yang tidak dapat diselesaikan dalam satu kali proyek. Proyek pilot IKK telah berhasil menginisiasi arti dan peran penting budaya bagi pengembangan komunitas kreatif di perdesaan. Namun, capaian-capaian tersebut masih perlu dipelihara dan dipupuk lebih lanjut dalam kegiatan lanjutan yang diarahkan pada terciptanya kemandirian komunitas kreatif perdesaan.
Dari sisi manajemen program: •
Langkah untuk menginisiasi pendekatan budaya bagi pembangunan melalui PNPM MP merupakan keputusan yang tepat. Pengalaman kecamatan dalam menjalankan kegiatan PNPM MP terbukti merupakan modal penting bagi pelaksanaan kegiatan IKK. Beberapa sistem dan unit kerja PNPM MP (misalnya: Rapat Koordinasi, Tim Pengawas Dana, Tim Pengelola Kegiatan) tampaknya dapat diadopsi dalam sistem IKK. Di pihak lain, prosedur kerja IKK yang relatif lebih sederhana dan lebih partisipatoris daripada yang berlaku dalam PNPM MP perlu terus dipertahankan.
•
Tidak dilibatkannya FK dan FT PNPM MP sebagai pelaku IKK ternyata justru berdampak positif bagi peningkatan kapasitas, pemberdayaan, kreatifitas, dan kemandirian warga perdesaan pelaku IKK.
•
Karena kegiatan IKK dilakukan sendiri oleh warga masyarakat maka bagian terbesar manfaat kegiatan ini jatuh ke tangan warga masyarakat itu sendiri pula. Hal ini berbeda dari kegiatan pembangunan sarana fisik yang - meskipun dibutuhkan bagi pengembangan masyarakat - pelaksanaannya menuntut keterlibatan pihak luar yang lebih kompeten (FK, FT, kontraktor, distributor, dan sejenisnya) sehingga sebagian
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
41
manfaat kegiatan terdistribusi pada pihak-pihak di luar kelompok sasaran utama yaitu masyarakat desa.
5.2.
•
Dengan mempertimbangkan keberhasilan IKK membangkitkan partisipasi banyak warga masyarakat dalam banyak kegiatan, lambatnya proses kegiatan dapat dipahami sebagai hal yang wajar bagi proses belajar pelaku IKK memahami konsep dan prosedur pendekatan budaya yang diterapkan.
•
Namun demikian, kecepatan proses belajar tersebut masih dapat ditingkatkan apabila: (1) dalam pelatihan IKK peserta memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam bidang teknis administratif dan pengorganisasian kegiatan, (2) terdapat pedoman yang lebih jelas tentang program IKK, (3) proses pengusulan kegiatan dan pencairan dana DSK maupun BIKK dilakukan lebih cepat, (4) proses pendampingan kepada pelaku IKK tingkat kecamatan dilakukan lebih intensif.
•
IKK belum disertai dengan sistem pengawasan dana dan pemeliharaan kegiatan yang memadai.
Rekomendasi
Berdasarkan analisis terhadap temuan lapangan diajukan rekomendasi sebagai berikut: Umum: 6.1. IKK perlu dilanjutkan. Kecamatan partisipan IKK 2008-2009 perlu ditindaklanjuti dengan program-program lanjutan; sementara partisipan IKK diperluas dengan melibatkan kecamatan baru. 6.2. Sistem IKK perlu disempurnakan menjadi sebuah program multi-years dengan tahaptahap yang jelas dan mengarah pada tumbuhnya kemandirian komunitas kreatif di pedesaan. 6.3. Langkah penyempurnaan program dilakukan dengan mengindahkan masukan dari seluruh unsur pelaku IKK 2008-2009: pihak Program Daya Budaya Yayasan Kelola, Pendamping Provinsi, dan pelaku IKK tingkat kecamatan. Struktur Manajemen: 1. Struktur Manajemen perlu direvisi, terutama apabila partisipan IKK diperluas dengan melibatkan kecamatan partisipan IKK yang baru. Sebagai contoh, penyesuaian struktur manajemen IKK dapat dilakukan sebagai berikut: a. Tim Kreatif diletakkan di lingkup desa, bukan di lingkup kecamatan, agar proses dinamisasi lebih terfokus di desa. Tim Kreatif di tingkat desa ini bertanggungjawab dalam sosialisasi IKK, pemetaan budaya, penulisan usulan kegiatan, penanggungjawab kegiatan dan keuangan BIKK yang diterima. b. Kader Budaya dilebur ke dalam Tim Kreatif tingkat desa. c. Di lingkup kecamatan PenLok IKK tidak merangkap sebagai PL PNPM MP, karena beban kerja PenLok IKK cukup berat sehingga perangkapan dapat mengganggu kinerja PNPM MP. d. Peran UPK, BKAD, dan PJOK tetap dipertahankan seperti dalam struktur manajemen IKK/PNPM MP yang sudah berjalan. e. Ditambahkan posisi Fasilitator Budaya di tingkat kabupaten, karena wilayah kerja yang ditangani PenProp saat ini terlalu luas, sementara masyarakat pelaku IKK tingkat kecamatan perlu pendampingan intensif.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
42
f.
Pendamping Propinsi dapat ditiadakan. Pendamping Propinsi yang sudah ada saat ini dapat ditempatkan pada posisi Fasilitator Budaya tingkat kabupaten. Tabel 10 Alternatif Revisi Struktur Manajemen IKK Lingkup
Nasional Propinsi Kabupaten Kecamatan Desa
Pelaku
Konsultan Yayasan Kelola Koordinator Propinsi (?) Fasilitator Budaya
Masyarakat
UPK, BKAD, PJOK, PenLok IKK, Tim Kreatif
2. Perlu disusun pembagian kerja dan wewenang seluruh komponen pelaku IKK secara lebih jelas dan rinci. Rancangan Program: 1. Disusun program lanjutan bagi kecamatan partisipan IKK angkatan 2008-2009. Program lanjutan diarahkan pada: a. Peningkatan kualitas kegiatan budaya b. Peningkatan kapasitas mengorganisir kelompok dan kegiatan budaya yang sudah ada c. Terciptanya jejaring antar kelompok budaya desa/kecamatan 2. IKK perlu memperbaiki rancangan programnya sehingga tidak lagi terjadi kerancuan kegiatan antar komponen, misalnya dengan cara: a. Komponen 1 diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan budaya non-kesenian dengan kriteria: bersifat inovatif, bersumber pada budaya lokal, mengutamakan keterlibatan perempuan dan/atau kaum muda. Contohnya: Revitalisasi Upacara dan Aturan Adat dalam upaya Konservasi Hutan Margasatwa Biloto – Mollo Selatan, “Omah Ngenger” – Tawangmangu. b. Komponen 2 diperuntukkan bagi kegiatan budaya bidang kesenian, yang terdiri dari kegiatan pelatihan, pengadaan sarana/prasarana, maupun pementasan – termasuk di dalamnya pementasan kesenian dalam acara PNPM MP. 3. PTO IKK direvisi dengan mempertimbangkan masukan dari pelaku IKK 4. Pelatihan kesenian diutamakan pada upaya transmisi, sehingga harus dibedakan antara pelatihan bagi anggota baru dan pelatihan bagi anggota lama: bila dilakukan untuk anggota lama maka dananya lebih kecil daripada bila dilakukan untuk anggota baru. 5. Kegiatan kesenian yang bersifat produktif (biasanya dalam bidang seni kriya) dan yang khusus dilakukan perempuan diwadahi dalam program Simpan Pinjam Perempuan 6. Kegiatan komponen 1 dan komponen 2 diutamakan yang dilakukan pada lingkup desa. Kegiatan di lingkup kecamatan hanya sebagai pelengkap. 7. Perlu dirancang mekanisme pengawasan penggunaan dana. Pelatihan 1. Dilakukan pelatihan IKK bagi Fasilitator Budaya (atau yang saat ini disebut Pendamping Propinsi).
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
43
2. Pelaku IKK di kecamatan partisipan IKK angkatan 2008-2009 terpilih dilibatkan dalam Pelatihan IKK mendatang. Bila memungkinkan, beberapa kecamatan tersebut digunakan sebagai tempat pelatihan.
Evaluasi Proyek Pilot Inisiatif Komunitas Kreatif
44