BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kesehariannya manusia tidak pernah lepas dari masalah kesehatan, baik itu menyangkut air bersih, air buangan atau sampah jika tidak dirancang atau dikelola dengan baik. Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga bagi manusia. Menjaga kesehatan manusia dapat dimulai dengan menjaga kesehatan lingkungannya, baik tempat bekerja atau tempat pemukimannya (Tresna Sastrawijaya, 1991). Dalam hal ini, fasilitas sistem plambing yang baik memberikan andil yang cukup penting bagi manusia untuk menjaga kesehatan lingkungan gedung tempat bekerja atau bermukim, dan berperan besar dalam membantu kelancaran dari operasional gedung itu sendiri, misalnya saja dalam memenuhi kebutuhan air bersih ataupun penyaluran air buangan dengan cepat
(Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
Sistem plumbing adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari bangunan gedung, oleh karena itu perencanaan sistem plambing haruslah dilakukan bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan gedung itu sendiri, dalam rangka penyediaan air bersih baik dari kualitas dan kuantitas serta kontinuitas maupun penyaluran air bekas pakai atau air kotor dari peralatan saniter ke tempat yang ditentukan agar tidak mencemari bagian-bagian lain dalam gedung atau lingkungan sekitarnya. Perencanaan sistem plambing dalam suatu gedung, guna memenuhi kebutuhan air bersih sesuai jumlah penghuni dan penyaluran air kotor secara efesien dan efektif (drainase), sehingga tidak terjadi kerancuan dan pencemaran yang senantiasa terjadi ketika saluran mengalami gangguan. 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah Plumbing yang merupakan program studi teknik lingkungan , Selain itu, penulisan ini juga bertujuan untuk mengingatkan pengetahuan penulis mengenai pentingnya keberadaan suatu sistem plumbing dan sanitasi sebagai bagian dari utilitas bangunan yang mendukung aktivitas dalam suatu gedung.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum Sistem plambing adalah sistem penyediaan air bersih dan sistem penyaluran air buangan termasuk semua sambungan, alat-alat dan perlengkapannya yang terpasang di dalam persil dan gedung (SNI 03-6481-2000). Jenis penggunaan sistem plambing ini sangat tergantung pada kebutuhan dari bangunan yang bersangkutan. Dalam hal ini, perencanaan dan perancangan 3 sistem plambing dibatasi pada pendistribusian dan penyediaan air bersih dan air panas, serta penyaluran air buangan dan ven. Plambing didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pemasangan pipa dengan peralatannya di dalam gedung atau gedung yang berdekatan yang bersangkutan dengan air buangan dan air bersih yang dihubungkan dengan sistem kota atau sistem lain yang dibenarkan (SNI 03-6481-2000). Adapun fungsi dari instalasi plambing adalah menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang cukup dan
membuang air kotor dari tempat-tempat
tertentu tanpa mencemarkan bagian penting lainnya. Fungsi pertama dilaksanakan oleh sistem penyediaan air bersih, dan yang kedua oleh sistem pembuangan (Morimura dan Noerbambang, 1993). Sistem plambing memerlukan peralatan yang mendukung terbentuknya sistem plambing yang baik. Istilah peralatan plambing meliputi: 1. Peralatan untuk penyediaan air bersih/air minum 2. Peralatan untuk penyediaan air panas 3. Peralatan untuk pembuangan dan ven 4. Peralatan saniter (plumbing fixtures) Dalam artian yang lebih luas, selain peralatan-peralatan tersebut di atas, isitilah “peralatan plambing” seringkali digunakan untuk mencakup: 1. Peralatan pemadam kebakaran 2. Peralatan pengolah air kotor (tangki septik) 3. Berbagai instalasi pipa yang lainnya, yang meliputi instalasi pipa untuk menyediakan zat asam, zat lemas, udara kempa, air murni, air steril dan sebagainya, dan juga perpipaan vakum (untuk menyedot). 4. Alat plambing adalah semua peralatan yang dipasang di dalam maupun di luar gedung, untuk menyediakan (memasukkan) air panas atau air dingin, dan untuk menerima (mengeluarkan) air buangan. Atau secara singkat dapat dikatakan semua peralatan yang
dipasang pada:
Ujung akhir pipa untuk memasukan air.
Ujung awal pipa untuk
membuang air buangan. Dalam kesehariannya manusia tidak pernah lepas dari masalah kesehatan, baik itu menyangkut air bersih, air buangan atau sampah jika tidak dirancang atau dikelola dengan baik. Kesehatan merupakan hal yang sangat berharga bagi manusia. Menjaga kesehatan manusia dapat dimulai dengan menjaga kesehatan lingkungannya, baik tempat bekerja atau tempat pemukimannya (Tresna Sastrawijaya, 1991). Dalam hal ini, fasilitas sistem plambing yang baik memberikan andil yang cukup penting bagi manusia untuk menjaga kesehatan lingkungan gedung tempat bekerja atau bermukim, dan berperan besar dalam membantu kelancaran dari operasional gedung itu sendiri, misalnya saja dalam memenuhi kebutuhan air bersih ataupun penyaluran air buangan dengan cepat
(Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
2.2 Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing 2.2.1 Prosedur perencanaan Perencanaan sistem plambing untuk bangunan gedung dengan jumlah penghuni lebih dari 500 atau pengunjung lebih dari 1500 harus dilakukan dalam 4 tahap yaitu: 2.2.1.1 Konsep rencana Konsep rencana berisikan data dan informasi awal serta data dan informasi akhir. Data informasi awal yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4.
Jenis/penggunaan hunian dan jumlah penghuni Gambar rencana arsitektur gedung pada tahap konsep Jaringan air minum dan fasilitas pembuangan air buangan kota Peraturan yang berlaku umum maupun yang berlaku setempat
Data dan informasi akhir yang diperlukan adalah sebagai berikut: 1. Gambar tapak yang menunjukkan lokasi penyambungan dengan sumber air dan lokasi sistem pembuangan; 2. Gambar denah yang menunjukkan tata letak alat plambing, jenis dan jumlahnya ditentukan berdasarkan SNI 03-6481-2000, Sistem Plambing; 3. Perkiraan anggaran pembangunan sistem plambing; 4. Rencana jangka panjang untuk pelaksanaan pembangunan, konsep cara membangun, pembagian paket pekerjaan; 5. Dokumen yang diperlukan untuk mengurus persetujuan prinsip membangun dan instansi yang berwenang dan pihak lain yang terkait; 6. Sumebr air minum; 7. Sistem pembuangan; 8. Perhitungan kasar mengenai kebutuhan air minum per hari, banyaknya air buangan per hari, dan kebutuhan daya listrik untuk sistem plambing.
2.2.1.2 Rencana Dasar Penyusunan rencana dasar terdiri dari: 1. Perhitungan kebutuhan air minum berdasarkan perkiraan total hunian; 2. Penentuan jaringan utama, jalur pipa dan diagram sistem plambing; 3. Penentuan ukuran dan perkiraan berat tangki air di bawah dan tangki air di atas; 4. Penentuan cara penumpuan dan pengaturan pipa utama; 5. Penentuan alternative sistem dan perlengkapannya, rencana dasar mesin-mesin utama yang diperlukan. 2.2.1.3 Rencana Pendahuluan Rencana pendahuluan terdiri dari: 1. Perhitungan; 2. Gambar dan Dokumen. 2.2.1.4 Rencana Pelaksanaan Dokumen rencana detail pelaksanaan yang harus disiapkan meliputi: gambar detail pelaksanaan: 1. Perkiraan biaya pelaksanaan pembangunan sistem plambing; 2. Spesifikasi lengkap; 3. Persyaratan umum pelaksanaan. 2.3
Dasar- Dasar Perencanaan Plambing
2.3.1
Dasar-Dasar Sistem Penyediaan Air Bersih
2.3.1.1 Kualitas Air Tujuan terpenting dari penyediaan air adalah menyediakan air bersih. Penyediaan air minum dengan kualitas yang tetap baik merupakan prioritas utama. Banyak negara telah menetapkan standar kualitas untuk tujuan ini. Untuk gedung-gedung yang dibangun di daerah yang tidak tersedia fasilitas penyediaan air minum untuk umum, air baku haruslah diolah dalam gedung atau dalam instalasi pengolahan agar dicapai standar kualitas air yang berlaku (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000).
2.3.1.2 Kebutuhan Air Pemakaian air tergantung pada beberapa faktor yaitu populasi, iklim, kebiasaan dan cara hidup. Kebutuhan air bersih harus mencukupi siang dan malam, tersedia langsung bagi pengguna tanpa adanya kekurangan air, sehingga ketersediaan air ini bisa berkelanjutan dan memenuhi kebutuhan akan air itu sendiri baik masa sekarang maupun akan datang. Untuk mendapatkan kebutuhan air yang cukup besar tentunya harus dilakukan pencarian
sumber air bersih yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas seperti air tanah (air tanah dangkal, air tanah dalam dan mata air) dan air permukaan (danau, sungai, dan sebagainya) (Suripin, 2004). 2.3.1.3 Pencemaran Air dan Pencegahannya Sistem penyediaan air dingin meliputi beberapa peralatan seperti tangki air bawah tanah, tangki air atas atap, pompa-pompa, perpipaan, dan lain-lain. Dalam peralatan-peralatan ini, air bersih harus dapat dialirkan ke tempat-tempat yang dituju tanpa mengalami pencemaran (Soufyan M.Noerbambang Takeo Morimura, 2000). Hal-hal yang dapat menyebabkan pencemaran antara lain (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): 1.
Masuknya kotoran hewan;
2.
Masuknya serangga ke dalam tangki;
3.
Terjadinya karat dan rusaknya tangki dan pipa;
4.
Terhubungnya pipa air bersih dengan pipa lain;
5.
Tercampurnya air bersih dengan air dari jenis kualitas lain;
6.
Aliran balik air dari jenis kualitas lain ke dalam pipa air bersih.
2.3.1.4 Sistem Penyediaan Air Dingin Sistem penyediaan air dingin yang banyak digunakan dapat dikelompokkan dalam berbagai jenis yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000). 1. Sistem sambungan langsung Dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan pipa utama penyediaan air bersih Perusahaan Air Minum. 2. Sistem tangki atap Dalam sistem ini, air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (yang berada di lantai terendah bangunan atau di bawah muka tanah) dan kemudian dipompakan ke suatu tangki atas yang biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi bangunan, ini dilakukan jika tekanan air kecil dari pipa utama, tapi jika tekanan air cukup tinggi tangki bawah dapat dihilangkan. 3. Sistem tangki tekan Kerja dari sistem ini yaitu air yang telah ditampung di dalam tangki bawah dipompakan ke dalam suatu bejana (tangki) tertutup, sehingga udara di dalamnya terkompresi dan air dapat dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan. 4. Sistem tanpa tangki (booster system)
Dalam sistem ini tidak digunakan tangki apapun baik tangki bawah, tangki tekan, ataupun tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi bangunan dan pompa menghisap air langsung dari pipa utama (misalnya, pipa utama Perusahaan Air Minum). 2.3.1.5 Pompa Pompa yang menyedot air dari tangki bawah atau tangki bawah tanah dan mengalirkannya ke tangki atas atau tangki atap dinamakan pompa angkat (mengangkat air dari bawah ke atas), sedangkan pompa yang mengalirkan air ke tangki tekan dinamakan pompa tekan. Pompa penyediaan air dapat diputar oleh motor listrik, motor turbin, motor baker, dan sebagainya (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000). Jenis-jenis pompa penyediaan air yang banyak digunakan adalah (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): 1. Pompa sentrifugal Komponen
dari
pompa
sentrifugal
adalah impeller dan
rumah
pompa.
Pompa
dengan impeller tunggal disebut pompa tingkat tunggal (single stage). Apabila beberapa impeller dipasang pada satu poros dan air dialirkan dari impeller pertama ke impeller kedua dan seterusnya secara berturutan, disebut pompa dengan tingkat banyak (multi stage). 2. Pompa submersibel a. Pompa submersibel adalah suatu pompa dengan konstruksi di mana bagian pompa dan motor listriknya merupakan suatu kesatuan dan terbenam dalam air. Pompa submersibel terbagi atas pompa turbin untuk sumur dan pompa submersil untuk sumur dalam. Kelebihan dan ciri-ciri pompa submersibel, adalah (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000):Tidak diperlukan suatu bangunan pelindung pompa; b. Tidak berisik; c. Konstruksinya sederhana, karena tidak ada poros penyambung dan bantalan perantara; d. Pompa dapat bekerja pada kecepatan putaran tinggi; e. Mudah dipasang; f. Harga relatif murah. 2.3.2 Dasar-Dasar Sistem Penyediaan Air Panas Sistem penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air panas dengan menggunakan sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai cara, baik langsung dari alat pemanas ataupun melalui sistem perpipaan (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000). 2.3.2.1 Instalasi Penyediaan Air Panas
Dalam memenuhi kebutuhan akan air panas, ada dua jenis instalasi yang dapat di gunakan yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): 1. Instalasi lokal Pada jenis ini suatu pemanas air dipasang di tempat atau berdekatan dengan alat plambing yang membutuhkan air panas. Pemanas dapat menggunakan gas, listrik ataupun uap sebagai sumber kalor. 2. Instalasi sentral Jenis ini yaitu air panas yang dihasilkan di suatu tempat dalam gedung, kemudian dengan pipa distribusi dialirkan keseluruh lokasi alat plambing yang membutuhkan air panas. 2.3.2.2 Temperatur Air Panas Air panas dalam alat plambing digunakan untuk mencuci muka dan tangan, mandi, mencuci pakaian, alat-alat dapur dan sebagainya. Temperatur air yang digunakan untuk berbagai keperluan
tersebut
berbeda-beda.
Standar
temperatur
air
panas
menurut
jenis
pemakaiannya dapat dilihat pada Tabel 2.1 (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000). Tabel 2.1 Standar Temperatur Air Panas Menurut Jenis Pemakaiannya No 1 2 3 4 5 6 7
8
9 10
Jenis Pemakaiannya Minum Mandi: - dewasa - anak-anak Pancuran mandi Cuci muka dan cuci tangan Cuci tangan untuk keperluan pengobatan Bercukur Dapur: * Macam-macam keperluan * Untuk mesin cuci: - proses pencucian - proses pembilasan Cuci pakaian: * Macam-macam pakaian * Bahan sutra dan wol * Bahan linen dan katun Kolam renang Cuci mobil (di bengkel)
Temperatur (◦C) 50-55 42-45 40-42 40-43 40-42 43 46-52 45 45-60 70-80 60 33-49 49-60 21-27 24-30
Sumber: Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000
2.3.2.3 Sistem Pipa Sistem penyediaan air panas dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan sistem pipa, cara pengaliran dan cara sirkulasinya. Menurut sistem pipanya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000):
1. Sistem aliran ke atas (up feed) Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa utama yang di pasang pada lantai terbawah gedung. 2. Sistem aliran ke bawah (down feed) Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa utama yang dipasang pada lantai paling atas gedung. Menurut cara penyediaannya dibagi lagi menjadi dua macam yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000): 1. Sistem pipa tunggal Pipa hanya akan mengantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas tanpa pipa balik. 2. Sistem sirkulasi atau dua pipa Pipa akan menghantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas dan kemudian air akan dibalikkan kembali ke tangki penyimpanan dengan pipa balik apabila tidak ada pemakaian air panas pada alat plambing. Sedangkan menurut cara sirkulasinya dibedakan atas sirkulasi gravitasi dan sirkulasi paksaan dengan menggunakan pompa. 2.2.3
Dasar-Dasar Sistem Penyaluran Air Buangan
2.2.3.1 Jenis Air Buangan Air buangan atau sering juga disebut air limbah adalah semua cairan yang dibuang baik yang mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan maupun yang mengandung sisa-sisa proses industri. Air buangan dapat dibedakan atas (SNI 03-6481-2000): Air kotor Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat plambing lainnya.
1.
2.
3. 4.
Air bekas Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya, seperti: bak mandi (bath tub), bak cuci tangan, bak dapur, dan lain-lain. Air hujan Air hujan yang jatuh pada atap bangunan. Air buangan khusus Air buangan ini mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya, seperti: yang berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat pengobatan, rumah sakit, tempat pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif atau mengandung bahan radioaktif, dan air buangan yang mengandung lemak.
2.2.3.2 Sistem Penyaluran Air Buangan Sistem pembuangan air terdiri atas (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura,2000): 1. Sistem pembuangan air kotor dan air bekas Sistem ini terdiri atas 2 macam yaitu: a. Sistem tercampur: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor dan air bekas kedalam satu saluran. b. Sistem terpisah: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor dan air bekas kedalam saluran yang berbeda. 2. Sistem penyaluran air hujan
Pada dasarnya air hujan harus disalurkan melalui sistem pembuangan yang terpisah dari sistem pembuangan air bekas dan air kotor. Jika dicampurkan, maka apabila saluran tersebut tersumbat, ada kemungkinan air hujan akan mengalir balik dan masuk kedalam alat plambing terendah dalam sistem tersebut. Dalam sistem penyaluran air buangan, air buangan yang biasanya mengandung bagianbagian padat harus mampu dialirkan dengan cepat. Untuk maksud tersebut pipa pembuangan harus mempunyai ukuran dan kemiringan yang cukup dan sesuai dengan banyak dan jenis air buangan yang akan dialirkan. Sistem penyaluran air hujan pada prinsipnya hanya mengalirkan debit hujan yang terjadi di atap bangunan ke tempat yang diinginkan, seperti drainase perkotaan. 2.2.3.3 Perangkap Air Buangan Tujuan utama sistem pembuangan adalah mengalirkan air buangan dari dalam gedung keluar gedung, ke dalam instalasi pengolahan atau riol umum, tanpa menimbulkan pencemaran pada lingkungan maupun terhadap gedung itu sendiri. Karena alat plambing tidak terus menerus digunakan, pipa pembuangan tidak selalu terisi air dan dapat menyebabkan masuknya gas yang berbau ataupun beracun, bahkan serangga. Untuk mencegah hal ini, harus dipasang suatu perangkap sehingga bisa menjadi penyekat atau penutup air yang mencegah masuknya gas-gas tersebut (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000). Suatu perangkap harus memenuhi syarat-syarat berikut (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): 1. Kedalaman air penutup Kedalaman air penutup ini biasanya berkisar antara 50 mm sampai 100 mm. Pada kedalaman 50 mm, kolom air akan tetap dapat diperoleh penutup air sebesar 25 mm dengan tekanan (positif maupun negatif) sebesar 25 mm. Angka 100 mm merupakan pedoman batas maksimum, walaupun batas ini tidak mutlak. Ada beberapa alat plambing khusus yang mempunyai kedalaman air penutup lebih dari 100 mm, tetapi perangkapnya dibuat dengan konstruksi yang mudah dibersihkan. 2.
Konstruksinya harus sedemikian rupa agar selalu bersih dan tidak menyebabkan kotoran tertahan atau mengendap.
3.
Konstruksinya harus sedemikian rupa sehingga fungsi air sebagai penutup tetap dapat terpenuhi; Kriteria yang harus dipenuhi untuk syarat ini adalah: a. Selalu menutup kemungkinan masuknya gas dan serangga; b. Mudah diketahui dan diperbaiki kalau ada kerusakan; c. Dibuat dari bahan yang tidak berkarat.
4.
Konstruksi perangkap harus cukup sederhana agar mudah membersihkannya karena endapan kotoran lama kelamaan akan tetap terjadi;
5.
Perangkap tidak boleh dibuat dengan konstruksi di mana ada bagian bergerak ataupun bidang-bidang tersembunyi yang membentuk sekat penutup.
Perangkap alat plambing dapat dikelompokkan sebagai berikut (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): 1. Dipasang pada alat plambing a. Perangkap jenis P, berbentuk menyerupai huruf P dan banyak digunakan. Perangkap jenis ini dapat diandalkan dan sangat stabil kalau dipasang pipa Vent. Perangkap jenis P biasanya dipasang pada kloset, lavatory, dan lain-lain. b. Perangkap jenis S, berbentuk menyerupai huruf S dan seringkali menimbulkan kesulitan akibat efek siphon, biasanya dipasang pada lavatory.
2. Dipasang pada pipa pembuangan a. Perangkap jenis U, berbentuk menyerupai huruf U dan dipasang pada pipa pembuangan mendatar, umumnya untuk pembuangan air hujan. Kelemahan jenis ini adalah memberikan tambahan tahanan terhadap aliran. Perangkap jenis ini biasanya dipasang pada peturasan, pada pipa pembuangan air hujan di dalam tanah. b. Perangkap jenis tabung, mempunyai sekat berbentuk tabung, sehingga mengandung air lebih banyak dibandingkan jenis-jenis lainnya sehingga air penutup tidak mudah hilang, biasanya dipasang pada floor drain dan bak cuci dapur. 3. Menjadi satu dengan alat plambing Perangkap jenis ini merupakan bagian dari alat plambing itu sendiri, misalnya pada kloset dan beberapa jenis peturasan; 4. Dipasang di luar gedung. 2.2.4
Dasar-dasar Sistem Vent
Sistem vent merupakan bagian penting dalam sistem suatu pembuangan, sedangkan tujuan dari sistem vent ini antara lain (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): Menjaga sekat perangkap dari efek sifon atau tekanan; Menjaga aliran yang lancar dalam pipa pembuangan; Mensirkulasi udara dalam pipa pembuangan. Karena tujuan utama dari sistem vent ini adalah menjaga agar perangkap tetap mempunyai sekat air, oleh karena itu pipa vent harus dipasang sedemikian rupa agar mencegah hilangnya sekat air tersebut.
1. 2. 3.
2.2.4.1 Jenis Sistem Vent Sistem itu sendiri dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): 1. Sistem vent tunggal (individual) Pipa vent dipasang untuk melayani satu alat plambing dan disambungkan kepada sistem Vent lainnya atau langsung terbuka ke udara luar; 2.
Sistem vent lup Pipa vent yang melayani dua atau lebih perangkap alat plambing dan disambungkan kepada vent pipa tegak;
3.
Sistem vent tegak Pipa ini merupakan perpanjangan dari pipa tegak air buangan diatas cabang mendatar pipa air buangan tertinggi;
4.
Sistem vent lainnya, diantaranya: a. Vent bersama Pipa vent yang melayani perangkap dari dua alat plambing yang dipasang bertolak belakang atau sejajar dan dipasang pada tempat di mana kedua pipa pengering alat plambing tersebut disambungkan bersama; b. Vent basah;
c.
Vent yang juga berfungsi sebagai pipa pembuangan; d. Vent menerus
e.
Vent tegak yang merupakan kelanjutan dari pipa pembuangan yang dilayaninya; f.
g.
Vent sirkit
Vent cabang yang melayani dua perangkap atau lebih dan berpangkal dari bagian depan penyambungan alat plambing terakhir suatu cabang datar pipa pembuangan sampai ke pipa tegak vent; h. Vent pelepas
i.
Pipa vent yang dipasang pada tempat khusus untuk menambah sirkulasi udara antara sistem pembuangan dan sistem vent.
2.2.4.2 Persyaratan Pipa Vent Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem plambing antara lain (Soufyan M.Noerbambang dan Takeo Morimura, 2000): 1. Kemiringan pipa vent Pipa vent harus dibuat dengan kemiringan cukup agar titik air yang terbentuk atau air yang terbawa masuk kedalamnya dapat mengalir secara gravitasi ke pipa pembuangan. 2.
Cabang pada pipa vent Dalam membuat cabang pipa vent harus diusahakan agar udara tidak akan terhalang oleh masuknya air kotor atau air bekas manapun. Pipa vent untuk cabang mendatar pipa air buangan harus disambungkan secara vertikal pada bagian tertinggi dari penampang pipa cabang tersebut, jika terpaksa dapat disambungkan dengan sudut tidak lebih dari 45o terhadap vertikal. Syarat ini bertujuan untuk mencegah masuknya air buangan pada pipa yang dalam keadaan penuh ke dalam pipa vent.
3.
Letak bagian mendatar pipa vent Dari tempat sambungan pipa vent dengan cabang mendatar pipa air buangan, pipa vent tersebut harus dibuat tegak sampai sekurang-kurangnya 150 mm di atas muka air banjir alat plambing tertinggi yang dilayani oleh vent tersebut, sebelum dibelokkan mendatar atau disambungkan kepada cabang pipa vent. Walaupun demikian cukup banyak ditemukan keadaan di mana terpaksa dipasang pipa vent di bawah lantai. Pipa vent semacam itu melayani pipa cabang mendatar air buangan dan dari tempat sambungannya dengan cabang mendatar tersebut pipa vent hanya dibuat pendek dari sambungannya dari arah tegak kemudian langsung dibelokkan mendatar masih dibawah lantai (tetapi letaknya masih berada di atas cabang mendatar tersebut).
4.
Ujung pipa vent Ujung pipa vent harus terbuka ke udara luar, tetapi harus dengan cara yang tidak menimbulkan gangguan kesehatan.
2.2.5 Dasar-Dasar Sistem Pencegahan Kebakaran Prinsip dari sistem pencegahan kebakaran ini adalah harus selalu tersedia volume air yang cukup untuk keperluan pencegahan kebakaran, tanpa mengganggu pemakaian air bersih. 2.2.5.1 Pipa Tegak dan Slang Kebakaran Pipa tegak dan slang kebakaran adalah suatu rangkaian perpipaan, katup, penyambung slang kebakaran, slang kebakaran, dan sistem penyediaan air yang digunakan untuk menanggulangi kebakaran. Sistem dari pipa tegak dan slang kebakaran mempunyai berbagai jenis yaitu: 1. Wet stand pipe system
Yaitu pipa tegak dengan pipa yang selalu berisi air dan tekanan air pada sistem di jaga tetap. Katup suplai air pada sistem ini selalu dalam kondisi terbuka dan bila katup slang kebakaran dibuka maka air akan mengalir keluar. 2.
Dry stand pipe system Suatu pipa tegak yang tidak berisi air, di mana peralatan penyediaan air akan mengalirkan air ke sistem secara otomatis jika katup slang kebakaran dibuka.
3.
Sistem pipa tegak dengan pengadaan air ke sistem melalui operasi manual Yaitu dengan menggunakan kontrol jarak jauh yang terletak pada kotak slang kebakaran untuk menghidupkan suplai air.
4.
Sistem pipa tegak tanpa suplai air yang permanen Jenis ini digunakan untuk mengurangi waktu yang diperlukan petugas pemadam kebakaran untuk membawa slang kebakaran ke lantai atas pada gedung tinggi dan suplai air diperoleh dari mobil tangki pemadam kebakaran. Jika dilihat dari manusia yang mengoperasikannya maka sistem pipa tegak dan slang kebakaran digolongkan atas 3 kelas pelayanan, yaitu: Kelas 1 Sistem pipa tegak dan slang kebakaran yang dioperasikan oleh petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih untuk menangani kebakaran besar dan ukuran slang yang digunakan berdiameter 2,5”.
1.
2.
Kelas 2 Sistem pipa tegak dan slang kebakaran yang dioperasikan oleh penghuni bangunan sendiri sambil menunggu petugas pemadam kebakaran datang dan ukuran slang yang digunakan berdiameter 1,5”.
3.
Kelas 3 Sistem pipa tegak dan slang kebakaran yang dioperasikan oleh penghuni bangunan dan petugas pemadam kebakaran dan ukuran slang yang digunakan berdiameter 1,5” dan 2,5”. 2.2.5.2 Sprinkler Sistem sprinkler otomatis akan bekerja jika fusible bulb / fusible link penahan orifice kepala sprinkler pecah/meleleh akibat panas dari kebakaran, sehingga air menyembur keluar dari kepala sprinkler. Akibatnya tekanan air dari dalam pipa akan berkurang, katup pengontrol akan terbuka dan pompa akan bekerja memompakan air dari bak penampung ke jaringan pipa yang dibantu juga dengan pressure tank. Aliran air yang melalui katup pengontrol akan mengaktifkan tanda bahaya yang terletak di dekat katup kontrol. 1.
Jenis-jenis sistem sprinkler adalah (Dept.Pekerjaan umum, 1987): Wet pipe system Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada jaringan pipa berisi air yang bertekanan sepanjang waktu. Jika terjadi kebakaran, sprinkler akan diaktifkan oleh panas yang membuka penahan orifice kepala sprinkler dan air akan segera menyembur, akibatnya tekanan air pada pipa akan berkurang dan katup kontrol akan membuka dan mengaktifkan pompa kebakaran.
2.
Dry pipe system Jenis ini menggunakan kepala sprinkler otomatis yang dipasang pada pipa berisi udara atau nitrogen yang bertekanan. Jika kepala sprinkler terbuka karena panas dari api, tekanan udara akan berkurang dan katup kontrol dry pipe akan terbuka oleh tekanan air, sehingga pompa kebakaran akan hidup dan air akan mengalir mengisi jaringan dan menyembur dari kepala sprinkler yang terbuka.
3.
Preaction system Sistem ini adalah sistem dry pipe dengan udara bertekanan atau tanpa tekanan pada pipa. Jika terjadi kebakaran maka alat deteksi akan bekerja dan mengaktifkan pembuka katup
kontrol, sehingga air mengalir mengisi pipa dan keluar dari kepala sprinkler otomatis yang terbuka akibat panas dari api. 4.
Deluge system Sistem ini sama dengan preaction system, kecuali bahwa semua kepala dalam keadaaan terbuka. Jika api mengaktifkan peralatan deteksi, maka katup kontrol sprinkler akan terbuka dan air akan mengalir disepanjang pipa dan keluar dari semua kepala sprinkler pada daerah operasi dan membanjiri daerah operasi.
5.
Kombinasi dry dan preaction Sistem ini berisi udara bertekanan. Jika terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai, sehingga sistem ini akan berisi air dan bekerja seperti wet pipe. Sistem sprinkler yang ada didesain berdasarkan atas jenis hunian itu sendiri, seperti ukuran pipa, jarak kepala sprinkler, densitas semburan sprinkler dan kebutuhan airnya sendiri. Berdasarkan jumlah barang yang mudah terbakar dan sifat mudah terbakarnya, maka jenis hunian diklasifikasikan atas: Hunian bahaya dengan kebakaran ringan Adalah jenis hunian di mana jumlah dan sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong rendah dan kebakaran dengan pelepasan panas yang rendah. Contohnya: sekolah, rumah sakit, museum, perpustakaan, hotel, tempat tinggal, dan sebagainya. Hunian bahaya dengan kebakaran sedang Jenis ini dibedakan atas 3 kelompok yaitu: Kelompok I: Untuk sifat mudah terbakar yang rendah, jumlah bahan yang mudah terbakar menengah dan kebakaran dengan pelepasan panas menengah seperti: tempat parkir mobil, pabrik roti, pengolahan susu, pabrik elektronika, dan sebagainya; Kelompok II: Untuk jumlah dan sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong menengah dan kebakaran dengan pelepasan panas menengah. Seperti: pabrik pakaian, tumpukan buku perpustakaan, percetakan, pabrik tembakau, dan sebagainya; Kelompok III: Untuk jumlah dan atau sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong tinggi dan kebakaran dengan pelepasan panas yang tinggi, seperti : pabrik gula, pabrik kertas, pabrik ban, bengkel, dan sebagainya. Hunian bahaya dengan kebakaran tinggi Yang termasuk kelas ini adalah hunian yang dianggap rawan terhadap bahaya kebakaran. Contohnya hanggar pesawat, pabrik plastik, perakitan bahan peledak, dan sebagainya.
1.
2. 3.
Setiap sistem sprinkler harus memiliki sumber penyediaan air otomatis dengan kapasitas dan tekanan yang memadai untuk mensuplai sistem sprinkler dengan periode minimal 30 menit. Sumber air untuk sistem sprinkler dapat diperoleh dari: sistem air PAM, pompa kebakaran otomatis, tangki tekan, dan tangki gravitasi (Standar Nasional Indonesia, 2000). 2.2.6 Dasar-Dasar Sistem Penyaluran Air Hujan Dalam sistem pengaliran air hujan yang harus diperhatikan hanyalah luas tangkapan hujan dan arah aliran dari air, sedangkan prinsip pengalirannya tidak jauh berbeda dengan air buangan.
DAFTAR PUSTAKA Morimura, T. dan Noerbambang, S.M. 2000. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Apartemen Bersubsidi Puncak Permai Tower B. Brosur PT. Surya Bumimegah Sejahtera. Surabaya,2009. Babbitt, H.E. 1960. Plumbing. New York: Mc-Graw Hill Book Company. Departemen Pekerjaan Umum. 1998. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Departemen Pekerjaan Umum. 2000. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor: 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jakarta:
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Pemerintahan Kota Surabaya. 2006. Keputusan Walikota Surabaya Nomor: 188.45/271/436.1.2/2006 tentang Standar Biaya dan Harga Satuan Belanja Daerah Kota Surabaya. Surabaya: Pemerintahan Kota Surabaya. Haris, M. 2007. Tugas Akhir: Pengolahan Air Limbah Anaerobic Baffled Reactor (Abr) Pada Program Sanimas Di Mojokerto. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS Kustiyono, A. 2008. Tugas Akhir: Perencanaan Sistem Plambing dan Sistem Fire Hydrant di Mall City of Tomorrow Surabaya. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. Morimura, T. dan Noerbambang, S.M. 2000. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem Plambing. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.15 Rizki, D.P. 2009. Desain Sistem Plambing dan Sistem Fire Hydrant di Tower Topaz Apartemen Eastcoast Residence Surabaya. Surabaya: Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS. SNI 03-1735-2000: Tata Cara Perencanaan Akses Bangunan dan Akses Lingkungan Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung. Jakarta. SNI 03-3989-2000: Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. Jakarta. SNI 03-6481-2000: Sistem Plambing. Jakarta. SNI 03-7065-2005: Tata Cara Perencanaan Sistem Plambing. Jakarta. Sularso dan Tahara H. 2000. Pompa dan Kompresor. Jakarta: PT.Pradnya Paramitha.