1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia masih rendah disebabkan banyak faktor. Salah satu penyebabnya adalah belum dimanfaatkannya sarana pelayanan kesehatan secara optimal oleh masyarakat, termasuk posyandu. Posyandu merupakan salah satu wujud pemberdayaan masyarakat yang strategis dalam pembangunan kesehatan dengan tujuan mewujudkan kemandirian masyarakat dalam mengatasi permasalahan kesehatan. Undang-Undang RI No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, menjelaskan adanya kebijakan tentang upaya pemeliharaan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan kepada bayi dan anak melalui salah satu sarana pelayanan kesehatan, yaitu Posyandu. Sejak dicanangkan pada tahun 1984, pertumbuhan jumlah posyandu bertambah besar dan ternyata juga dibarengi dengan peranannya yang menonjol, khususnya dalam meningkatkan cakupan program. Dapat kita lihat bahwa posyandu membawa kontribusi yang besar pada peningkatan cakupan program, khususnya pada sasaran populasi bayi bawah lima tahun (Balita) dan ibu (Depdagri, 2001)
2
Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh bersama masyarakat, guna penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2006). Keberadaan
posyandu
telah
memberikan
dampak
positif
terhadap
pembangunan khususnya di bidang kesehatan. Salah satu tujuan menyelenggarakan posyandu adalah mengurangi angka kesakitan dan kematian balita dan ibu serta pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak melalui program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Depkes RI, 2006). Posyandu yang diprogramkan oleh pemerintah dengan kegiatan lima program prioritas, yaitu KB, Gizi, KIA, imunisasi dan penanggulangan diare merupakan bagian dari pembangunan kesehatan dimana sasarannya adalah untuk mencapai keluarga kecil, bahagia dan sejahtera yang dilaksanakan oleh keluarga, bersama masyarakat dengan bimbingan dari petugas kesehatan setempat untuk kepentingan masyarakat,
maka diharapkan
masyarakat
sendiri
yang aktif
membentuk,
menyelenggarakan, memanfaatkan dan mengembangkan Posyandu sebaik-baiknya (Depkes RI, 2006). Pemanfaatan Posyandu menggunakan prinsip lima meja, yaitu dari pendaftaran, penimbangan bayi dan anak, pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS),
3
penyuluhan gizi (terutama pada anak dengan berat badan jauh dibawah berat badan seharusnya) dan kelainan klinis, ibu hamil, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta pelayanan tenaga profesional meliputi pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, dan pengobatan seperti pemberian obatobatan, vitamin A, tablet zat besi (Fe) atau pemberian rujukan ke Puskesmas dan Rumah Sakit jika ditemukan kasus-kasus luar biasa (Depkes RI, 2005). Hasil Riskesdas (2010) menunjukkan pemanfaatan posyandu di Indonesia cukup baik untuk balita terutama sampai usia 2 tahun dengan integrasi imunisasi. Aktivitas selanjutnya sampai usia 5 tahun, cakupan program atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi, mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80%. Pemantauan pertumbuhan yang dilakukan rutin setiap bulan di posyandu, jika diamati partisipasi ibu balita masih sangat rendah berkisar antara 1-5%. Cakupan program perbaikin gizi pada umumnya rendah, banyak posyandu yang tidak berfungsi dan pemantauan pertumbuhan hanya dilakukan sekitar 30% dari jumlah balita yang ada. Menurut Depkes RI (2010), pemanfaatan posyandu di Indonesia berdasarkan program aktivitas posyandu cukup baik untuk balita terutama sampai usia 2 tahun. Aktivitas selanjutnya sampai usia 5 tahun, cakupan program atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi, mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80%. Jika diamati pemantauan pertumbuhan yang dilakukan rutin setiap bulan, partisipasinya masih sangat rendah berkisar antara 1-5%. Cakupan program perbaikan gizi pada
4
umumnya rendah, banyak Posyandu yang tidak berfungsi dan pemantauan pertumbuhan hanya dilakukan pada sekitar 30% dari jumlah balita yang ada. Berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan untuk Kabupaten/Kota (Depkes RI, 2008) tentang indikator baik tidaknya pemanfaatan posyandu yaitu dengan cakupan kunjungan secara kumulatif mencapai 90% atau lebih dianggap baik. Sedangkan kurang dari 90% dianggap belum baik pemanfaatannya. Pemanfaatan pelayanan kesehatan memiliki tiga faktor yang berperan, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor kebutuhan (Andersen, 1995). Pemanfaatan pelayananan kesehatan bergantung pada faktor-faktor sosiodemografis, tingkat pendidikan, kepercayaan dan praktek kultural, diskriminasi jender, status perempuan, kondisi lingkungan, sistem politik dan ekonomi, pola penyakit serta sistem pelayanan kesehatan (Shaik, 2004). Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sangat ditentukan oleh dukungan tokoh masyarakat (TOMA) dan peran kader sebagai motor penggerak. Peran pemerintah, termasuk petugas kesehatan, hanya sebagai fasilitator untuk lebih memberdayakan masyarakat dalam kegiatan posyandu. Kegiatan posyandu dikatakan meningkat jika peran serta masyarakat semakin tinggi yang terwujud dalam cakupan program kesehatan seperti imunisasi, pemantauan tumbuh kembang balita, pemeriksaan ibu hamil, dan KB yang meningkat.
5
Kondisi Pemerintah Aceh sebagai bagian dari Negara Republik Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian khusus, dengan adanya tekanan politik akibat konflik yang berkepanjangan dari tahun 1998 sampai dengan 2006, disusul gempa yang diikuti gelombang tsunami pada akhir desember 2004, menghancurkan infrastruktur dan memberikan dampak psikologis kepada masyarakat dan memberikan pengaruh buruk terhadap pelaksanaan kegiatan posyandu. Apabila dilihat dari jumlah dan persentase posyandu menurut Kabupaten/Kota terdapat 64,09% tergolong posyandu pratama, 22,99% posyandu madya, 7,46% posyandu purnama dan 1,71% strata mandiri (Dinkes Pemerintah Aceh, 2011). Salah satu Kabupaten di Pemerintahan Aceh, yaitu Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dengan jumlah penduduk tahun 2014, 134.407 jiwa. Kabupaten Aceh Tengah terdiri atas 5 kecamatan dan 222 desa. Salah satu kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah yang memiliki pencapaian program cakupan pelayanan Posyandu Balita dibawah target adalah Desa Mancung. Kabupaten Aceh tengah cakupan pelayanan Posyandu berdasarkan hasil penimbangan Balita bulan Januari sampai dengan Desember 2013, ditemui jumlah kunjungan 668 orang. Aktif berkunjung ke posyandu sebanyak sebesar 33,5%, yang tidak aktif 66,5%. Jumlah kunjungan Januari sampai dengan bulan Desember 2014, sebanyak 699 orang balita, aktif berkunjung ke posyandu 308 balita (44%) yang tidak aktif 391 orang (56%). Target yang ingin dicapai sesuai dengan SPM 2014, adalah 90% balita yang harus mendapatkan pelayanan dasar. Demikian juga dengan persentase cakupan
6
pelayanan, seluruh balita yang ada belum mendapat kartu (K/S), bayi yang mempunyai kartu belum seluruhnya ditimbang di Posyandu (D/K) (Laporan Dinas Kesehatan Aceh Tengah, 2014). Hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah bahwa pemanfaatan posyandu mengalami penurunan dari tahun ketahun, pemanfaatan posyandu pada tahun 2012 sebesar 76%, tahun 2013 sebesar 72%, tahun 2014 jauh mengalami penurunan hanya sebesar 56%. Berdasarkan wawancara kepada 10 orang ibu balita diperoleh bawa sebesar 40% memanfaatkan posyandu dan sebanyak 6 orang (60,0%) tidak memanfaatkan posyandu. Faktor yang menyebabkan ibu balita tidak memanfaatkan posyandu antara lain adalah pengetahuan yang kurang dari ibu tentang manfaat posyandu dan motivasi yang kurang dari kader posyandu untuk menghayo-hayokan ibu balita agar datang ke posyandu. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti “Hubungan pengetahuan dan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah”.
1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah bagaimana hubungan
pengetahuan dan
motivasi kader dengan rendahnya
pemanfaatan posyandu di Desa Blang Mancung Kabupaten Aceh Tengah.?
7
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah. 2. Untuk menganalisis hubungan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti Sebagai upaya untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti khususnya tentang posyandu. 1.5.2. Bagi Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Sebagai informasi dalam upaya meningkatkan cakupan pemanfaatan posyandu sesuai target. 1.5.3. Bagi Tenaga Kesehatan Bagi tenaga kesehatan agar meningkatkan kualitas pelaksanaan posyandu dan memberikan penyuluhan kepada ibu balita.
8
1.5.4. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selajutnya sebagai referensi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya yang terkait dengan posyandu.
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingan. Dalam wikipedia dijelaskan; pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.
9
10
2.1.2. Kategori Pengetahuan Menurut Arikunto (2006), pengetahuan dibagi dalam 3 kategori, yaitu: a. Baik : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh petanyaan b. Cukup : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh pertanyaan c. Kurang : Bila subyek mampu menjawab dengan benar 40-55% dari seluruh pertanyaan 2.1.3. Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengatahuan yang paling rendah b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau materi harus dapat
11
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). d. Analisis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis Menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menyambungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasiformulasi yang ada. f. Evaluasi Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek
2.2 Konsep Motivasi 2.2.1 Definisi Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu moreve yang bermakna dorongan dalam diri untuk bertindak (Notoatmodjo, 2010). Motivasi terkait segala sesuatu
12
dalam bentuk verbal, fisik, maupun psikologis yang mengakibatkan individu melakukan sesuatu sebagai bentuk responnya (Stevenson, 2001 dalam Sunaryo, 2004). Pendapat serupa diungkapkan Sarwono (2000) yang menyatakan motivasi merujuk pada proses gerakan, dimulai pada situasi yang mendorong hingga tujuan timbulnya perilaku. Motivasi melibatkan rangkaian tahapan, berawal kebutuhan yang dirasakan (need) hingga timbul dorongan untuk mencapai (want) dan usaha meraih tujuan yang berakhir dengan adanya kepuasan (satisfaction) (Luthans, 1988 dalam Suarli dan Bahtiar, 2009). Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi kader adalah kondisi yang berpengaruh baik fisik atau psikologis untuk mengarahkan perilaku kader demi mencapai tujuan. Pencapaian tujuan dalam proses bekerja demi memperoleh kepuasan sehingga berpengaruh pada kinerja individu. 2.2.2 Teori Motivasi Gibson mengelompokkan teori motivasi ke dalam dua kelompok besar yaitu teori isi dan proses motivasi (Suarli & Bahtiar, 2009). Salah satu teori motivasi dengan pendekatan isi adalah hierarki kebutuhan (need hierarchy) oleh Abraham Maslow terkait adanya kebutuhan internal yang sangat mempengaruhi motivasi individu dalam bekerja (Danim, 2004). Kebutuhan manusia tersusun atas hierarki yang dimulai pada tingkat paling rendah (lower-order needs) yaitu kebutuhan fisiologis hingga pada tingkat paling tinggi (higher-order needs) yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Pemikiran Maslow mengasumsikan individu berusaha memenuhi
13
kebutuhan dasar sebelum mengarahkan perilaku pada pemuasan kebutuhan yang lebih tinggi (Ivancevich et al., 2008). Tingkat kebutuhan menurut Maslow: 1. Tingkat 1 atau fisiologis Kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan pemenuhan unsur biologis terkait fisik individu untuk mempertahankan kelangsungan hidup (Suarli & Bahtiar, 2009). Hoy & Miskel (1978 dalam Danim, 2004) menjelaskan indikator fisik dan psikologis dari kebutuhan ini adalah lapar, haus, seks, tidur, istirahat sehingga perlu pemenuhan seperti makan, minum, tempat tinggal, bekerja di lingkungan yang nyaman. Uang sebagai bentuk insentif digunakan sebagai alat pemuas kebutuhan fisiologis, aman, kebutuhan sosial (Hersey & Blanchard, 1995). 2. Tingkat 2 atau keamanan dan keselamatan kerja (safety and security) Ivancevich et al. (2008) menyebutkan kebutuhan untuk bebas dari ancaman sebagai rasa aman dari peristiwa atau lingkungan yang mengancam. Indikator fisik atau psikologis dari rasa aman yaitu menghindari bahaya fisik, emosional dan bebas dari takut atau terancam (Hoy & Miskel, 1978 dalam Danim, 2004). 3. Tingkat 3 atau rasa memiliki (belongingness), sosial, dan cinta Kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain seperti berteman, afiliasi, interaksi, pernikahan, kerja sama dalam tim (Suarli & Bahtiar, 2009). Hoy & Miskel (1978 dalam Danim, 2004) menyebutkan indikator fisik dan psikologis dari kebutuhan ini adalah rasa bahagia berkumpul dan berserikat, penerimaan
14
dalam kelompok baik oleh teman pribadi ataupun profesional, rasa bersahabat, afeksi, kerja dalam kelompok yang sebanding, dukungan supervisi. 4. Tingkat 4 atau harga diri (esteem) Kebutuhan akan harga diri meliputi faktor penghargaan internal (hormat diri, otonomi, pencapaian) dan faktor penghargaan eksternal (status, pengakuan, dan perhatian) (Robbins & Judge, 2008). Indikator kebutuhan tersebut dapat dilihat pada perolehan reputasi antar rekan kerja, penerimaan promosi, penghargaan atas kinerja atau penerimaan keberhasilan diri (Ivancevich et al., 2008). Hersey & Blanchard (1995) menjelaskan dua motif terkait dengan penghargaan yaitu prestise dan kuasa. 5. Tingkat 5 atau aktualisasi diri (self actualization) Aktualisasi diri sebagai dorongan kebutuhan menjadi individu sesuai dengan kecakapan yang dimiliki. Pengembangan diri secara maksimal melalui usaha sendiri, kemampuan, keterampilan, kreaktivitas, ekspresi, potensi diri (Danim, 2004). Hersey & Blanchard (1995) menyebutkan dua motif terkait perwujudan diri adalah kompetensi dan prestasi. 6. Hierarki Maslow tidak berlaku mutlak namun lebih bersifat fleksibel. Posisi kebutuhan berubah sesuai kondisi yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sehingga kebutuhan muncul secara bersamaan atau bergantian (Danim, 2004). Jadi hierarki tersebut didasarkan atas kebutuhan bukan karena keinginan. Ketika individu tidak mampu memenuhi kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi, maka
15
individu akan kembali pada kebutuhan di tingkat yang lebih rendah sebagai kompensasi (Robbins & Coulter, 2007 dalam Mulyadi, 2011). 2.2.3 Motivasi Kader Posyandu Motivasi kader posyandu meliputi motivasi dari dalam (intrinsik) dan dari luar (ekstrinsik). Motivasi dari dalam atau dikenal dengan motivasi intrinsik yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu, adanya dorongan yang bersumber dari dalam diri tanpa menunggu rangsangan dari luar (Suarli dan Bahtiar, 2009). Motivasi intrinsik timbul karena individu memiliki kesadaran dan bersifat konstan (tidak mudah terpengaruh lingkungan) (Danim, 2004). Motivasi instrinsik akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku (Herijulianti et al., 2001). Motivasi dari luar atau dikenal dengan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi yang berasal dari luar individu (Suarli dan Bahtiar, 2009). Kesadaran diri belum ada pada motivasi ekstrinsik sehingga dibutuhkan dukungan lingkungan, fasilitas, pengawasan dalam menumbuhkannya (Herijulianti, 2001). Uraian tersebut menggambarkan individu belum mampu mengendalikan perilaku pada motivasi ekstrinsik (Sue Howard, 1999 dalam Nursalam dan Efendi, 2008). Motivasi kader posyandu diuraikan sebagai berikut: a. Motivasi Intrinsik 1. Dorongan untuk mendapatkan pengakuan terhadap prestasi Kompetisi mengarahkan individu pada motivasi untuk berprestasi. Teori yang dikemukakan oleh McClelland dalam Learned Needs Theory, individu dengan
16
needs of achievement (n-ach) yang tinggi tentu memiliki motivasi berprestasi yang tinggi (Nursalam dan Efendi, 2008). Individu ingin keberhasilan yang telah dicapainya dapat diketahui bahkan ditanggapi oleh individu lain (McMahon, 1999). Kebutuhan untuk dihargai yang berupa adanya pengakuan terhadap prestasi yang diraih, serupa dengan teori Abraham H. Maslow. Penghargaan (reward) adalah sesuatu yang disediakan oleh organisasi untuk memenuhi
kebutuhan
individual
atas
keberhasilan
diri.
Kebutuhan
penghargaan berfungsi sebagai motivator individu dalam mewujudkan tujuan organisasi berdasarkan pada perilaku yang diharapkan organisasi (Mulyadi, 2007). Kebutuhan penghargaan dicerminkan dalam bentuk penerimaan keberhasilan diri, kompetensi, penerimaan orang lain (Hoy & Miskel, 1978 dalam Danim, 2004). Individu yang melaksanakan tugas dengan baik, maka perlu diberi pujian. Pujian untuk menumbuhkan motivasi sebagai bentuk reinforcement positif (Herijulianti, 2001). Djuhaeni (2010) mengungkapkan penghargaan yang diinginkan kader posyandu berupa rasa hormat ataupun status dalam berbagai bentuk seperti pujian, pengakuan atas prestasi, pemberian kekuasaan. Pelibatan kader dalam seminar, pelatihan, dan pemberian modul panduan kegiatan pelayanan kesehatan termasuk bentuk penghargaan bagi kader (Koto dan Hasanbasri, 2007). Penghargaan akan mempengaruhi loyalitas kader yang tercermin dalam keaktifannya dalam
17
kegiatan posyandu seperti hasil studi yang dilakukan Suryatim (2001 dalam Arwina, 2011). 2. Dorongan untuk bertanggung jawab dalam tugas Tanggung jawab diartikan sebagai tugas yang dipercayakan kepada individu dalam suatu organisasi (McMahon, 1999). Individu harus mampu menerima akibat dari perbuatan atau keputusan yang telah diperbuat. Twofactors Theory yang diungkapkan Herzberg menjelaskan tanggung jawab dinilai positif dalam menggerakkan motivasi secara kuat sehingga tercipta prestasi yang baik (Suarli dan Bahtiar, 2009). Motivasi mewakili proses psikologis yang menyebabkan timbulnya tanggung jawab dan langkah awal dari kemauan untuk bertindak meraih tujuan. Hasil penelitian Djuhaeni (2010) menjelaskan bahwa tanggung jawab sebagai indikator pembentuk motivasi internal memiliki pengaruh besar terhadap partisipasi kader dan masyarakat dalam kegiatan posyandu. 3. Dorongan diberikan kesempatan untuk maju Kesempatan untuk maju adalah bentuk keinginan pengembangan diri sebagai perwujudan aktualisasi diri. Pengembangan diri akan mendorong individu bekerja secara bertanggung jawab sesuai keahlian untuk mencapai standar prestasi yang telah ditetapkan (Ruky, 2001 dalam Syahmasa, 2002). Perkembangan pribadi dapat menambah nilai individu dalam meningkatkan harga diri. Salah satu alternatif dalam memberikan kesempatan untuk maju
18
yaitu pelatihan. Pelatihan membantu individu bersiap dalam melaksanakan pekerjaan (Greaff , 1993 dalam Malawat, 2006). Pelatihan adalah bagian dari faktor manajemen yang berfungsi mengembangkan keahlian, pengetahuan, dalam bentuk informasi atau konsep, dan mempengaruhi sikap individu (Kopelman, 1986 dalam Oktarina dan Wahyuni, 2007). Pelatihan kader bertujuan meningkatkan pengetahuan maupun keterampilan, sehingga timbul adanya rasa percaya diri dalam mendedikasian diri sebagai kader (Kusumawati dan Darnoto, 2008). Hasil penelitian Syafei (2008), pelatihan kader sebagai bagian revitalisasi posyandu bertujuan memberdayakan kader sehingga kinerja dan fungsi posyandu meningkat. Mastuti (2003) juga meneliti bahwa pelatihan adalah faktor yang berfungsi mempertahankan kelangsungan kader dalam kegiatan posyandu. Penelitian serupa dilakukan Sukiarko (2007), pelatihan menggunakan metode belajar berdasarkan masalah mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader gizi dalam kegiatan posyandu. b. Motivasi Ekstrinsik 1. Dorongan untuk mendapat insentif Insentif terkait dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis (Hersey & Blanchard, 1995). Organisasi menggunakan motivator ekstrinsik imbalan kerja untuk menstimulasi kinerja para pekerjanya (Robbins & Judge, 2008). McMahon (1999) menerangkan gaji akan memuaskan pekerja jika hal yang diterima
19
sesuai keinginan dan hal yang diterima individu lain dengan pekerjaan yang sama, bersifat adil berdasarkan pandangan umum. Individu termotivasi menampilkan perilaku yang dicontohkan jika tersedia insentif positif (Danim, 2004). Perilaku yang ditegaskan secara positif tentunya mendapat lebih banyak perhatian untuk dipelajari dengan baik dan sering diterapkan. Jenis insentif dapat berupa material, non material, dan semi material yang memberikan suatu imbalan baik ekonomi maupun psikologis karena menimbulkan kepuasan. Judd (1997 dalam Arwina, 2011) menjelaskan bentuk insentif bagi kader dan membawa dampak positif untuk memotivasi keaktifannya seperti seragam, biaya transport, pelayanan kesehatan gratis di puskesmas, lencana atau sertifikat, honorarium, peralatan posyandu, supervisi puskesmas. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syafei (2008), insentif sebagai bentuk pemberdayaan kader sehingga kinerja kader makin membaik dalam upaya revitalisasi posyandu. Kustiandi (2003) menemukan korelasi insentif dengan kemampuan kader pada pencatatan pertumbuhan balita pada KMS. 2. Dorongan adanya tempat kerja yang layak Lingkungan kerja, jarak tempuh, fasilitas yang tersedia akan mampu membangkitkan motivasi ketika segala persyaratan itu terpenuhi (Danim, 2004). Ruky (2001 dalam Syahmasa, 2002) mengungkapkan kondisi yang dapat menghambat kerja kader terkait faktor pencahayaan, adanya kondisi
20
berbahaya, kebisingan, dan bau. Keseluruhan faktor tersebut terkait dengan pemenuhan kebutuhan rasa aman berdasar pada hierarki Maslow. Ketika individu berada pada tempat yang dirasa aman, maka akan memotivasi individu untuk mengarah pada perilaku yang diharapkan. 3. Dorongan untuk diterima dalam kelompok Zulkifli (2003) menyebutkan kader dipilih atas dasar kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan ini sebagai bentuk perwujudan penerimaan oleh kelompok berdasarkan pada hierarki Maslow. Penerimaan kelompok baik antara teman pribadi ataupun dengan atasan. Penerimaan kelompok akan memungkinkan terjalinnya interaksi atau hubungan sosial (Ivancevich., 2008). Penerimaan kelompok yang diawali dengan adanya pengakuan atau proses memiliki diindikasikan dengan bentuk kerja sama yang baik dan supervisi yang mendukung. Supervisi diartikan sebagai pengamatan langsung dan berkala oleh atasan kepada bawahan untuk menemukan dan membantu penyelesaian suatu masalah (Suarli dan Bahtiar, 2009). Faktor pembina merupakan salah satu faktor yang berperan terhadap keaktifan posyandu (Irawati, 2005 dalam Siswanto dan Ma’ruf, 2007). Pembinaan yang baik dari pihak puskesmas tentu mendukung kader guna pelaksanaan kegiatan posyandu (Maryani, 2007). Perawat puskesmas hendaknya berkompetensi dalam melakukan pembinaan ataupun pelaksanaan asuhan keperawatan secara tidak langsung pada tatanan pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat,
21
seperti posyandu. Peran petugas kesehatan sekaligus pembina posyandu cukup penting karena kehadirannya mengakibatkan ibu balita berkunjung ke posyandu (Widiastuti, 2006). Penelitian Widagdo (2006) menyebutkan pemberian supervisi kepala desa kepada kader sebagai bentuk dorongan atau motivasi agar kinerjanya semakin baik dan mengoptimalkan fungsi posyandu. 2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Adapun faktor yang memegang peranan penting dalam motivasi, dijelaskan pada uraian berikut: a. Faktor Internal Taufik (2007) menguraikan faktor internal yang dapat mempengaruhi motivasi meliputi kebutuhan, minat, dan harapan. 1. Kebutuhan Kebutuhan sebagai suatu ketegangan dalam diri individu karena ada hasrat untuk mencapai tujuan (Danim, 2004). Kesenjangan antara harapan dan apa yang terjadi. Kebutuhan mencerminkan kekurangan yang dialami individu pada waktu tertentu (Ivancevich, 2008). Aplikasi yang terjadi ketika kekurangan itu muncul, individu akan termotivasi melakukan manajemen. Kondisi serupa diungkapkan Uno (2011) bahwa kebutuhan mengakibatkan individu berusaha memenuhinya. Motivasi muncul dan individu tergerak melakukan aktivitas (kegiatan) karena ada faktor kebutuhan baik fisiologis, psikologis, atau sosiologis (Taufik, 2007).
22
2. Minat Minat adalah sesuatu yang bersifat pribadi dan terkait erat dengan sikap (Arip, 2008). Greenleaf (dalam Arwina, 2011) menyebutkan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang kuat dalam mengarahkan individu yang berhubungan aktif dengan objek yang menurutnya menarik. Salah satu cara menumbuhkan motivasi adalah memunculkan minat sebagai alat komunikasi yang tepat dalam interaksi antar individu (Herijulianti, 2001). Minat tersebut timbul berdasarkan kesanggupan di bidang tertentu dan mengarahkan individu berusaha produktif (Gunarsa, 1995 dalam Arip, 2008). Hasil penelitian Arwina (2011) menunjukkan minat memiliki korelasi positif dengan kinerja kader posyandu. 3. Harapan Harapan sebagai suatu keinginan untuk dapat terwujud (Pusat Bahasa, 2005). Taufik (2007) menjelaskan individu dimotivasi karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan yang bersifat sebagai pemuasan pada diri individu, keberhasilan, peningkatan harga diri ke arah pencapaian tujuan. Harapan dan cita-cita sebagai salah satu indikator motivasi (Uno, 2011). b. Faktor Eksternal Taufik (2007) mengklasifikasikan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi motivasi individu, terbagi atas lingkungan, baik karena pengaruh sosial atau dorongan keluarga.
23
1. Lingkungan Suarli dan Bahtiar (2009) menjelaskan faktor lingkungan yang berperan dalam motivasi, meliputi komunikasi, potensi pengembangan, kebijakan individual. Komunikasi organisasi sebagai bagian penting dari situasi kerja yang memiliki pengaruh signifikan pada timbulnya motivasi. Hubungan personal yang buruk dapat diakibatkan oleh kepemimpinan yang kurang memuaskan dan berdampak pada kondisi kerja yang buruk (McMahon, 1999). Dorongan disertai akomodasi yang mengarah pada kebutuhan dapat menguatkan motivasi. Studi Djuhaeni (2010) menjelaskan lingkungan.
2.3. Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Supriyanto (1998) bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah penggunaan pelayanan yang telah diterima pada tempat atau pemberi pelayanan kesehatan. Sedangkan pelayanan kesehatan sendiri adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, mencegah dan mengobati penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, keluarga, dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996). Pemanfaatan pelayanan kesehatan sangat erat kaitannya dengan waktu, kapan kita memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektivitas pelayanan tersebut.
24
Menurut Arrow yang dikutip Tjiptoherijanto (1994), hubungan antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya aja sederhana, tetapi sebenarnya sangat komplek. Penyebab utama adalah karena persoalan kesenjangan informasi. Adanya keinginan sehat menjadi konsumsi perawatan kesehatan melibatkan berbagai informasi, yaitu aspek yang menyangkut kesehatan saat ini, informasi tentang status kesehatan yang membaik, informasi tentang jenis perawatan yang tersedia, serta tentang efektivitas pelayanan kesehatan tersebut. Dari informasi inilah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan (utilisasi) terhadap suatu pelayanan kesehatan. Menurut Andersen (1968) ada delapan faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu: faktor demografi, (jumlah, penyebaran, kepadatan, pertumbuhan, struktur umur, dan rasio jenis kelamin), tingkat pendapatan, faktor sosial budaya (tingkat pendidikan dan , status kesehatan) aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, produktifitas, teknologi kesehatan. Menurut Departement Of health aducation and welfare, USA (1997) dalam Azwar (2002) faktor-faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan yaitu, (1) faktor sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan: tipe organisasi, kelengkapan program kesehatan, tersedianya tenaga pelayanan kesehatan dengan masyarakat dengan adanya asuransi kesehatan serta adanya faktor kesehatan lainya. (2) faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan: faktor sosio demografi (umur, jenis kelamin, stataus kesehatan, besar keluarga) faktor sosial psikologis
25
(sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksana pelayanan kesehatan sebelumnya), faktor status sosial ekonomi (meliputi: pendidikan, pekerjaan, pendapatan atau penghasilan), dapat digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antar rumah dengan tempat pelayanan kesehatan, variabel yang menyangkut kebutuhan (mobilitas, gejala penyakit yang dirasakan oleh yang bersangkutan dan lain sebagainya). 2.3.1. Elemen Pokok Pelayanan Kesehatan Menurut Mayer (1996), mengemukakan bahwa dalam pelayanan kesehatan yang baik terdapat 4 (empat) elemen pokok yaitu aksesibilitas, kualitas, kesinambungan dan efesiensi dari pelayanan. 1. Aksesibilitas Pelayanan Pelayanan harus dapat digunakan oleh individu-individu pada tempat dan waktu yang ia butuhkan. Pengguna pelayanan harus mempunyai akses terhadap berbagai jenis pelayanan, peralatan, obat-obatan dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan pasien 2. Kualitas Suatu pelayanan yang berkualitas tinggi, mengimplementasikan pengetahuan dan tehnik paling mutakhir dengan tujuan untuk memperoleh efek yang paling baik. Kualitas pelayanan berhubungan dengan kompetensi profesional dan provider.
26
3. Kesinambungan Pelayanan kesehatan yang baik, disamping mempunyai akses dan kualitas yang baik juga harus memiliki kesinambungan pelayanan, berarti proses pelayanan harus memperlakukan pasien sebagai manusia secara utuh melalui kontak yang terus menerus antara individu dengan provider. 4. Efisiensi Elemen pokok lain dari pelayanan kesehatan yang bermutu adalah efesiensi yang menyangkut aspek ekonomi dan pembiayaan pelayanan kesehatan baik bagi pasien, provider maupun bagi organisasi/institusi penyelenggaraan pelayanan. 2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan cukup banyak model-model penggunaan pelayanan kesehatan yang dikembangkan seperti model kependudukan, model sumberdaya masyarakat, model organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam masing-masing model. Anderson (1974) mengembangkan model sistem kesehatan berupa model kepercayaan kesehatan (health belief model) yang didasarkan teori lapangan (field theory) dari Lewin (1994). Dalam model Anderson ini, terdapat 3 (tiga) kategori utama dalam pelayanan kesehatan yaitu : 1. Komponen predisposisi, menggambarkan kecenderungan individu yang berbedabeda dalam menggunakan pelayanan kesehatan seseorang. Komponen terdiri dari
27
a. Faktor-faktor demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga dan lain-lain) b. Faktor struktural sosial (suku bangsa, pendidikan, pekerjaan c. Faktor keyakinan/kepercayaan (pengetahuan, sikap dan persepsi) 2. Komponen
enabling
(pemungkin/pendorong),
menunjukkan
kemampuan
individual untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Didalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berpengaruh dengan perilaku pencarian : a. Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi, dukungan suami, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan). b. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak transportasi dan sebagainya). 3. Komponen need (kebutuhan), merupakan faktor yang mendasari dan merupakan stimulus langsung bagi individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan apabila faktor-faktor predisposisi dan enabling itu ada. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi : a. Kebutuhan yang dirasakan/persepsikan (seperti kondisi kesehatan, gejala sakit, ketidakmampuan bekerja) b. Evaluasi/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh petugas kesehatan (tingkat beratnya penyakit dan gejala penyakit menurut diagnosis klinis dari dokter)
28
2.4. Posyandu 2.4.1. Pengertian Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan dan memberikan kemudahan dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar sehingga mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi yang merupakan tujuan utama dari posyandu. 2.3.2. Tujuan Posyandu Tujuan khusus posyandu yaitu meningkatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan mendasar (primary health care), meningkatkan peran lintas sektor, dan meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan mendasar (Kemenkes, 2011). 2.3.3. Syarat Berdirinya Posyandu Syarat berdirinya posyandu di suatu daerah meliputi jumlah penduduk, RW paling sedikit terdapat 100 orang balita, terdiri dari 120 Kepala Keluarga (KK), disesuaikan dengan kemampuan petugas dan jarak antara rumah dan jumlah KK dalam suatu tempat (Kemenkes, 2011). 2.3.4. Sasaran Posyandu Sasarannya yaitu seluruh masyarakat terutama bayi, anak balita, ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui, serta Pasangan Usia Subur (PUS).
29
2.3.5. Kegiatan Posyandu Kegiatan yang dilakukan di posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan. Waktu pelaksanaan posyandu, dilaksanakan 1 (satu) bulan kegiatan, dengan waktu buka posyandu minimal satu hari/bulan, sesuai dengan kesepakatan bersama wilayah tersebut. Kegiatan rutin posyandu diselenggarakan dan dimotori oleh kader dengan bimbingan teknis dari puskesmas. Jumlah minimal kader untuk setiap posyandu adalah 5 (lima) orang. Jumlah ini mengacu pada sistem 5 meja (Kemenkes, 2006). Kegiatan yang dilaksanakan pada setiap langkah secara sederhana diuraikan sebagai berikut: 1. Pertama Pendaftaran Kader 2. Kedua Penimbangan bayi, anak balita dan ibu hamil Kader 3. Ketiga Pengisian KMS Kader 4. Keempat Penyuluhan per orangan berdasarkan KMS Kader 5. Kelima Pelayanan kesehatan (pemberian pelayanan imunisasi KB, pengobatan gizi, KIA) Indikator yang digunakan dalam pengukuran pelaksanaan posyandu ini antara lain frekuensi kunjungan (penimbangan) setiap bulan, namun tidak semua posyandu dapat berfungsi setiap bulan sehingga frekuensinya kurang dari 12 kali setahun. Menurut Zulkifli (2003) posyandu dikatakan aktif, apabila frekuensi penimbangan di atas 8 kali setahun.
30
Perkembangan posyandu tidak sama, dengan demikian pembinaan yang dilakukan untuk setiap posyandu juga berbeda (Kemenkes,2011). Untuk mengetahui tingkat perkembangan posyandu, telah dikembangkan metode dan alat telaahan perkembangan posyandu yang dikenal dengan nama Telaah Kemandirian 2.3.6. Tingkatan Perkembangan Posyandu Posyandu yang bertujuan mengetahui tingkat perkembangan posyandu secara umum, dibedakan atas 4 tingkat sebagai berikut : 1.
Posyandu Pratama a. Posyandu yang masih belum mantap kegiatannya b. Kegiatan belum rutin setiap bulan c. kader aktifnya terbatas kurang dari 5 orang
2.
Posyandu Madya a. Sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali pertahun b. jumlah kader tugas 5 orang atau lebih c. cakupan program utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50%
3.
Posyandu Purnama a. Posyandu yang frekuensinya lebih dari 8x setahun b. Jumlah kader tugas 5 orang atau lebih c. Cakupan 5 program utamanya lebih dari 50% sudah ada program tambahan bahkan mungkin sudah ada dana sehat yang masih sederhana
31
4.
Posyandu Mandiri a. Sudah dapat melaksanakan kegiatan secara teratur b. Jumlah kader rata-rata 5 orang atau lebih c. Cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK (Kemenkes RI, 2011). Kurang
berfungsinya
posyandu
berdampak
pada
rendahnya
kinerja
disebabkan oleh rendahnya kemampuan kader dan pembinaan dari unsure pemerintah kelurahan dan dinas/instansi/lembaga terkait berdampak pada rendahnya minat masyarakat memanfaatkan posyandu. Upaya revitalisasi posyandu telah dilaksanakan sejak krisis ekonomi timbul agar posyandu dapat melaksanakan fungsi dasarnya, namun kinerja posyandu secara umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Sehingga, upaya revitalisasi posyandu perlu terus ditingkatkan agar mampu memenuhi
kebutuhan
pelayanan
terhadap
kelompok
sasaran
yang
(Kemendagri RI, 2001).
2.5. Kerangka Konsep
Pengetahuan Pemanfaatan Posyandu Motivasi Kader
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
rentan
32
2.6. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh tengah. 2. Ada hubungan motivasi kader posyandu dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh tengah.
33
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik, penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan suatu keadaan atau situasi dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan dan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah. Adapun alasan pengambilan lokasi penelitian ini disebabkan rendahnya pemanfaatan posyandu 3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Januari sampai Juni 2015
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki balita di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah yang berjumlah 54 orang.
35
34
3.3.2. Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan menjadi sampel. 3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis Data a. Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner. b. Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data-data dari dokumen atau catatan yang diperoleh dari Desa Mancung Kabupaten Aceh tengah.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Bebas 1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang posyandu yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap responden. Kategori Pengetahuan : 0. Baik 1. Buruk Untuk mengukur tingkat pengetahuan ibu tentang posyandu disusun sebanyak 10 pertanyaan
dengan jawaban ”sangat setuju (bobot nilai 3)”,
”setuju (bobot nilai 2)” dan ”tidak setuju (bobot nilai 1)”, maka total skor untuk variabel pengetahuan adalah 30, jadi :
35
0. Baik, jika jawaban responden memiliki total skor ≥ 76% dari 30 = 22-30 1. Buruk, jika jawaban responden memiliki total skor < 76 % dari 30 = 1-21 (Nursalam, 2011). 2. Motivasi kader posyandu adalah dukungan yang diberikan kader posyandu untuk memotivasi ibu agar datang memanfaatkan posyandu. Kategori Dukungan Kader Posyandu : 0. Mendukung 1. Tidak mendukung Pengukuran variabel motivasi kader posyandu disusun 10 pertanyaan yang diajukan dengan jawaban ”sangat setuju (bobot nilai 3)”, ”setuju (bobot nilai 2)”, ” dan tidak setuju (bobot nilai 1)” dan dikategorikan menjadi 2, yaitu: 0. Ada motivasi, jika responden memperoleh skor > 50% yaitu 8-15 1. Tidak ada motivasi, jika responden memperoleh skor ≤ 50% yaitu 1-7 3.5.2. Variabel Terikat Pemanfatan posyandu adalah kunjungan ibu dan anak ke posyandu untuk melaksanakan posyandu. Kategori Pemanfaatan Posyandu : 1. Memanfaatkan : bila responden memanfaatan posyandu rutin setiap bulan 2. Tidak memanfaatkan : bila responden memanfaatan posyandu tidak rutin sekali sebulan
36
3.6. Metode Pengukuran Tabel 3.1.
Variabel, Cara, Alat, Skala dan Hasil Ukur
Variabel Variabel Bebas 1. Pengetahun 2. Motivasi kader Variabel Terikat Pemanfaatan Posyandu
Cara dan Alat Ukur
Skala Ukur
Wawancara (kuesioner) Wawancara (kuesioner)
Ordinal
Wawancara (kuesioner)
Ordinal
Ordinal
Hasil Ukur
0. 1. 0. 1.
Baik Buruk Ada Motivasi Tidak Ada Motivasi
0. Memanfaatkan 1. Tidak Memanfaatkan
3.7. Metode Analisis Data 3.7.1. Analisis Univariat Analisis data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independen yang meliputi pengetahuan, motivasi kader posyandu dan variabel dependen yaitu pemanfaatan posyandu. 3.7.2. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan pengetahuan dan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dengan menggunakan statistik uji chi-square kemudian hasilnya dinarasikan.
37
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Mancung terletak di Kabupaten Aceh Tengah provinsi NAD. Desa Mancung ini merupakan salah satu desa yang terletak di daerah dataran tinggi. Secara geografis Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah NAD mempunyai luas wilayah 18.563 km2 .
4.2. Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: umur dan pendidikan. 4.2.1. Distribusi Umur Responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Untuk melihat umur responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dilihat pada tabel 4.1 : Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah No Umur 1 < 19 dan > 35 tahun 2 19-35 tahun Jumlah
f 5 49 54
% 9,3 90,7 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa umur ibu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah lebih banyak dengan umur 19-35 tahun sebanyak 49 orang (90,7%) dan lebih sedikit dengan umur < 19 dan > 35 tahun sebanyak 5 orang (9,3%).
37
38
4.2.2. Distribusi Pendidikan Responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Untuk melihat pendidikan responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dilihat pada tabel 4.2 : Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah No Pendidikan 1 Tinggi : Diploma/S1 2 Dasar : SD/SMP dan Menengah : SMA Jumlah
f 3 51 54
% 5,6 94,4 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pendidikan ibu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah lebih banyak dengan pendidikan dasar dan menengah sebanyak 51 orang (94,4%) dan lebih sedikit dengan pendidikan tinggi sebanyak 3 orang (5,6%).
4.3. Analisis Univariat 4.3.1. Distribusi Pengetahuan Responden di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Untuk melihat pengetahuan responden tentang posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dilihat pada tabel 4.3 : Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah No 1 2
Pengetahuan Baik Buruk Jumlah
f 29 25 54
% 53,7 46,3 100
39
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu
tentang
posyandu lebih banyak dengan pengetahuan baik sebanyak 29 orang (53,7%) dan lebih sedikit dengan pengetahuan buruk sebanyak 25 orang (46,3%). 4.3.2. Motivasi Kader Untuk melihat motivasi kader di Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dijabarkan pada tabel 4. 4: Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Motivasi Kader Posyandu Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah No Motivasi Kader 1 Ada motivasi 2 Tidak ada motivasi Jumlah
f 21 33 54
% 38,9 61,1 100
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa motivasi kader lebih banyak dengan tidak ada motivasi dari kader sebanyak 33 orang (61,1%) dan lebih sedikit ada motivasi kader sebanyak 21 orang (38,9%). 4.3.3. Distribusi Pemanfaatan Posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Untuk melihat rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dilihat pada tabel 4.5 : Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah No Pemanfaatan Posyandu 1 Memanfaatkan 2 Tidak Memanfaatkan Jumlah
f 30 24 54
% 55,6 44,4 100
40
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah adalah lebih banyak dengan memanfaatkan sebanyak 30 orang (55,6%) dan lebih sedikit dengan tidak memanfaatkan sebanyak 24 orang (44,4%).
4.4. Analisis Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan variabel pengetahuan dan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu. Berdasarkan hasil analisis bivariat antara variabel pengetahuan dan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dilihat seperti dibawah ini : 4.4.1.
Hubungan Pengetahuan tentang Posyandu dengan Rendahnya Pemanfaatan Posyandu Di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Untuk melihat hubungan pengetahuan kader posyandu dengan rendahnya
pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dilhat pada Tabel 4.6 : Tabel 4.6. Hubungan Pengetahuan tentang Posyandu dengan Rendahnya Pemanfaatan Posyandu Di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah No Pengetahuan
1 2
Baik Buruk
Pemanfaatan Posyandu Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan n % n % 23 79,3 6 20,7 7 28,0 18 72,0
Total n 26 25
% 100 100
P value 0,000
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 26 orang pengetahuan ibu tentang posyandu dengan kategori baik terdapat memanfaatkan posyandu sebanyak
41
23 orang (79,3%) dan tidak memanfaatkan posyandu sebanyak 6 orang (20,7%). Kemudian dari 25 orang pengetahuan ibu tentang posyandu dengan kategori buruk terdapat memanfaatkan posyandu sebanyak 7 orang (28,0%) dan tidak memanfaatkan posyandu sebanyak 18 orang (72,0%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan pengetahuan ibu dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah. 4.4.2. Hubungan Motivasi Kader Posyandu dengan Rendahnya Pemanfaatan Posyandu Di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Untuk melihat hubungan motivasi kader posyandu
dengan rendahnya
pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah dapat dilhat pada Tabel 4.7 : Tabel
4.7.
Hubungan Motivasi Kader Posyandu dengan Rendahnya Pemanfaatan Posyandu Di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah
No Motivasi Kader 1 2
Ada Motivasi Tidak Ada Motivasi
Pemanfaatan Posyandu Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan n % n % 19 90,5 2 9,5 11 33,3 22 66,7
Total n 21 33
% 100 100
P value 0,000
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa dari 21 orang dengan ada motivasi kader posyandu terdapat memanfaatkan posyandu sebanyak 19 orang (90,5%) dan tidak memanfaatkan posyandu sebanyak 2 orang (9,5%). Kemudian dari 33 orang dengan kategori tidak ada motivasi dari kader posyandu terdapat memanfaatkan posyandu sebanyak 11 orang (33,3%) dan tidak memanfaatkan
42
posyandu sebanyak 22 orang (66,7%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai < 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan motivasi kader dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah.
43
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Posyandu dengan Rendahnya Pemanfaatan Posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Hasil penelitian tentang variabel pengetahuan ditemukan ibu pada pengetahuan dengan kategori baik dengan proporsi memanfaatkan posyandu 79.3%. Uji statistik chi-square menunjukkan variabel pengetahuan nilai p < 0,05 berhubungan dengan pemanfaatan posyandu. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat pengetahuan berbanding lurus dengan pemanfaatan posyandu, artinya semakin rendah pengetahuan responden maka pemanfaatan posyandu juga rendah. Demikian juga sebaliknya jika pengetahuan responden tinggi maka pemanfaatan posyandu juga akan meningkat. Pengetahuan ibu yang baik tentang hakekat posyandu akan memengaruhi mereka dalam memanfaatkan posyandu, pemahaman tentang posyandu akan menimbulkan kesadaran yang tinggi untuk memanfaatkan posyandu. Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip oleh Notatmodjo (2010) yang menyatakan bahwa tindakan seseorang individu termasuk kemandirian dan tanggung jawabnya dalam berperilaku sangat dipengaruhi oleh domain kognitif atau pengetahuan. Pada dasarnya, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah pengetahuan. Namun, 43
44
pembentukan perilaku itu sendiri tidak semata-mata berdasarkan pengetahuan, tetapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks. (Notoatmodjo, 2007). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Maharsi (2007), yang mengatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara pengetahuan ibu dengan partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu. Namun Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khaliman (2007) bahwa pengetahuan ibu ada hubungan dengan partisipasi ibu balita dalam kegiatan posyandu. Hasil penelitian ini pun sejalan dengan penelitian Soeryoto (2005) di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang posyandu dapat menyebabkan orang menggunakan posyandu dan sebaliknya kebiasaan menggunakan pelayanan posyandu akan menambah pengetahuan mereka tentang posyandu. Dengan pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang positif terhadap program posyandu, yang kemudian akan diikuti dengan perilaku positif pula yaitu dengan datangnya ibu balita ke posyandu untuk menimbangkan anaknya atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin sering kehadiran ibu balita untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu. Menurut asumsi peneliti bahwa pengetahuan yang baik yang dimiliki ibu balita mengenai posyandu, maka ada kecenderungan berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku yaitu ibu balita dapat berpartisipasi aktif ke posyandu. Apabila perilaku tersebut tidak didasari pengetahuan, maka akan sulit dipertahankan
45
kelanggengannya, begitupun sebaliknya jika perilaku didasari oleh pengetahuan, maka perilaku tersebut bersikap langgeng.
5.2. Hubungan Motivasi Kader Posyandu dengan Rendahnya Pemanfaatan Posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah Hasil penelitian tentang variabel motivasi kader ditemukan ibu yang mendapat motivsi dari kader posyandu dengan proporsi memanfaatkan posyandu 90,5% dan ibu yang tidak mendapat motivasi dari kader posyandu engan proporsi tidak memanfaatkan posyandu 66,7% . Uji statistik chi-square menunjukkan variabel motivasi kader nilai p < 0,05 berhubungan dengan pemfaatan posyandu. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin tinggi motivasi dari kader posyandu akan meningkat pemanfaatan posyandu. Berdasarkan hasil penelitian, ibu lebih banyak mendapat motivasi dari kader untuk memanfaatkan posyandu. Hal ini menunjukkan bahwa ibu yang memanfaatkan posyandu mendapat dukungan atau motivasi dari kader posyandu agar datang berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu. Pemanfaatan posyandu memunjukkan perlu memperhatikan motivadi dari kader posyandu. Hal ini sesuai dengan Harymawan (2007), bahwa dalam hal untuk memanfaatkan posyandu dibutuhkan dukungan atau motivasi ibu, apabila ada dukungan atau motivasi dari kader terhadap ibu, maka ibu memanfaatkan posyandi sekali sebulan.
Peran dan motivasi kader adalah suatu upaya dan andil yang
diberikan kader posyandu baik dalam mencari informasi, mengikuti konseling dan
46
memberikan keputusan yang bersifat mendukung, selalu siap memberi pertolongan dan bantuan. Misalnya dalam mencari informasi, suami harus menggali berbagai pengetahuan tentang posyandu, contohnya tentang pengertian, manfaat dan pelaksanaannya. Keaktifan kader mutlak di butuhkan dalam Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM).
Pada penelitian ini sangat penting dukungan dari kader
posyandu terhadap ibu, motivasi kader posyandu, kader berperan aktif
berupa menyarankan untuk datang ke
untuk pelaksanaan posyandu, kader
berusaha
menjelaskan apabila anda bertanya-tanya yang tidak jelas tentang posyandu, kader mengingatkan ibu untuk ke posyandu, kader menghormati keputusan ibu untuk melaksanakan posyandu, kader memberikan dukungan moral dalam pelaksanaan posyandu, menginformasikan pelayanan posyandu kepada masyarakat beberapa hari sebelumnya, menggerakkan ibu berpartisipasi dalam setiap kegiatan posyandu, kader posyandu selalu mengingatkan kembali jadwal pelaksanaan posyandu dan kader mau datang menjemput ketempat apabila ibu belum datang ke posyandu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Soeryoto (2005) di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat, menyimpulkan bahwa motivasi kader
posyandu
dapat menyebabkan orang menggunakan posyandu dan sebaliknya kebiasaan menggunakan pelayanan posyandu akan menambah motivasi mereka memanfaatkan posyandu.
47
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan 1. Terdapat hubungan pengetahuan ibu tentang posyandu dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah. 2. Terdapat hubungan motivasi kader posyandu dengan rendahnya pemanfaatan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah.
6.2. Saran 1. Kepada ibu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah perlu meningkatkan pengetahuan tentang posyandu dengan mengikuti penyuluhan yang diadakan petugas kesehatan dan mencari informasi tentang posyandu. 2. Kepada tenaga yang bertugas dengan pelaksanaan posyandu di Desa Mancung Kabupaten Aceh Tengah perlu meningkatkan kerjasama kepada kader posyandu sehingga kader posyandu lebih meningkatkan motivasi kepada ibu untum memanfaatkan posyandu.
47
48
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, 1991, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dalam Pemilihan Kontrasepsi,, Jakarta. Akhmadi, 2006, Penilaian Manfaat Ekonomi dan Dukungan Keluarga, Jakarta. Arum S.N.D, dkk., 2009, Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini, Mitra Cendikia, Jogjakarta. As’ari. (2005). Apa itu dukungan sosial. http://www.masbow.com/2009/08/apa-itudukungan-sosial.html, diperoleh tanggal 7 Mei 2011. Augustin R. I., 2000, Urine Device as Mentod of Contraception. University Hospital of Obstetric and Gynecology University of Medicine Cluj- Napoca. Romania. BKKBN, 2003, Informasi Keadilan dan Kesertaan Gender Dalam KB dan Kesehatan Reproduksi, Jakarta. _______, 2006, Kumpulan Data Program Keluarga Berencana Nasional. Jakarta _______, 2009, Journal of Akseptor KB di Indonesia (Internet). Available from : (http://www.bkkbn.com) (Accessed March 15, 2010). _______, 2011, http://www.bkkbn.go.id/siaranpers/Pages/Pemerintah-Beri-InsentifPemasangan-IUD.aspx : tanggal diakses 31 Oktober 2011. _______ Sumut, 2011, http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/10/30/ 63562/pentingnya_kb_tren_positif_warga_sumut/#.TyglfPlAHUg : tanggal diakses 01 Pebruari 2012. Effendy, N., 2003. Dasar - dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Jakarta. Gerungan, W.A., 1986, Psikologi Sosial, Eresco, Bandung. Green LW, Krenter MW., 1991, Health Promotion Planning (An Educational and Environmental Approach). 2nd ed.. Mountain View, Calif: Mayfield Publishing Co. Harymawan, 2007, Dukungan Suami dan Keluarga, http://www.infowikipedia.com, diakses pada tanggal 15 Maret 2011
48
49
Hartanto, H., 2004, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Pusaka Sinar Harapan, Jakarta. Hasibuan, S.E.R, 2001, Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Metoda Kontrasepsi di Kelurahan Sidorame Barat II Kecamatan Medan Perjuangan Kodya Medan Tahun 2001, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Hidayat A. A., 2007, Metode Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data, Salemba Medika, Jakarta. Hidayati R., 2009, Metode dan Tekhnik Penggunaan Alat Kontrasepsi, Salemba Medika, Jakarta. Hutauruk, A., 2006. Hubungan Karakteristik WUS dan Kualitas Pelayanan KB dengan Utilisasi Pelayanan KB di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2006. Tesis Sekolah Pascasarjana USU. Imbarwati, 2009, Beberapa Faktor Yang Berkaitan Dengan Penggunaan KB IUD Pada Peserta KB Non IUD di Kecamatan Pedurungan Kota Semarang, Tesis Undip, Semarang. Junita T.P., 2008, Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemakaian Alat Kontrasepsi Pada Istri PUS KB di Kecamatan Rambah Samo Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2008, Tesis, Pasca Sarjana USU. Katc,
K., 2000, Apa itu dukungan Sosial Keluarga? Masbob.com/2009/08/, tanggal diakses 25/01/2012.
http:
//www.
Kemendiknas, 2009, http://www.psp.kemdiknas.go.id/?page=sistem, tanggal diakses 13 Feb 2012, 11 : 50. Koentjaraningrat, 2009, Perspektif Budaya, Rajawali Pers, Jakarta. Lemeshow, S. & David W. H. Jr., 1997, Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan), Gadjahmada University Press, Yogyakarta Magadi, M.A., 2003., Trends and Determinants of Contraceptive Method Choice in Kenya. Studies in Family Planning. Manuaba G. I. B., 2010, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta. Maryatun, 2005, Analisis Faktor-Faktor Pada Ibu yang Berpengaruh terhadap Pemakaian Metode Kontrasepsi IUD di Kabupaten Sukoharjo, Skripsi, Stikes Aisyiyah, Surakarta.
50
Mawarni S., 2008, Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Terhadap Pengenalan Tanda dan Gejala Hipertensi Pada Kehamilan di Klinik Fatimah Ali Marendal Medan Tahun 2008, Karya Tulis Ilmiah STIKes Pal Stabat Meilani N., 2010, Pelayanan Keluarga Berencana (dilengkapi dengan penuntun belajar), Fitramaya, Ygyakarta. Mekar,
D. A., 2007, Peran Suami dalam Penggunaan Alat Kontrasepsi Yang Berwawasan Gender, Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 2, Surabaya.
Meutia, 1997, Pengaruh Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Aseptor KB Terhadap Utilitas Alat Kontrasepsi Implant di Kelurahan Kota Matsum-1 Motamadya Medan, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan. Notoatmodjo S., 2003, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. ____________ , 2007, Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta. ____________ , 2010, Ilmu Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Nursalam, 2011, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Pedoman Skrpsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta. Pardosi, T.I., 2005, Analis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kemandirian Akseptor KB Aktif dalam Pemanfaatan Program KB Mandiri di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Bulan Kec. Medan Baru Kodya Medan Tahun 2005, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pastuty R., 2005, Hubungan Demand KB dengan Penggunaan Kontrasepsi. Tesis Pasca Sarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan MasyarakatUGM, Yogyakarta. Pendit B. U., dkk, 2006, Ragam Metode Kontrasepsi, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Pinem S., 2009, Kesehatan Reproduksi & Kontrasepsi, Trans Info Media, Jakarta. Propil Puskesmas Sibolangit Kabupaten Deli Serdang, 2011. Proverawati A., dkk, 2010, Panduan Memilih Kontrasepsi, Lengkap Dengan Panduan Praktek Pemasangan dan penggunaannya, Nuha Medika, Yogyakarta.
51
Purwoko, 2000, Penerimaan Vasektomi dan Sterilisasi Tuba, Tesis, Fakultas Kedokteran Undip, Semarang Riyanto A., 2009, Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta. Rizma F., 2012, Budaya yang Berpengaruh Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi, Fakultas Kedokteran Padjadjaran, Bandung. Riwidikdo, H., 2009, Statistik Kesehatan, Mitra Cendika Press, Yogyakarta. Saifuddin, A.B, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. ____________, 2006, Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta. Sarafino, E.P., 2006, Health Psychology Biopsychosocial Interaction, 5th edition, United States of America, Jhon Wiley & Sons. Sarwono P., 2009, Ilmu Kandungan, YBP-SP, Jakarta. Sastroasmoro S., 2008, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-3, Sagung Seto, Jakarta. Sigit K., 2000, Jumlah Anak dan Keinginan Punya Anak terhadap Penggunaan Kontrasepsi Di Propinsi Jawa Tengah, Tesis, Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Siswosudarmo H.R., dkk, 2007, Teknologi Kontrasepsi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soelaeman, 2007, Ilmu Sosial Budaya Dasar, Rafika Aditima, Jakarta. Suhita, 2005, Apa Itu Dukungan Sosial?. ¶ 3. http://masbow.com. Sukanto, S., 2002, Sosial Budaya Dasar, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suratun, dkk, 2008, Pelayanan Keluarga Berencana & Pelayanan Kontrasepsi, Trans Info Media, Jakarta Taylor, S.E., 2003, Health Psychology, New York : McGraw-Hill Companies. Inc
52
Wijayanti, T., 2004, Studi Kualitatif Alasan Akseptor Laki-Laki Tidak Memilih MOP sebagai Kontrasepsi Pilihan di Desa Timpik kecamatan Susukan kabupaten Semarang, Program Studi D IV Kebidanan Stikes Ngudi Waluyo, Unggran. Winatri W., 2002, Peran Suami pada Istri Dalam Pemilihan ALat Kontrasepsi di Desa Kepatihantulangan Sidoarjo, Skripsi, ITB, Bandung.
53
Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI KADER POSYANDU DENGAN RENDAHNYA PEMANFAATAN POSYANDU DI DESA MANCUNG KABUPATEN ACEH TENGAH
A. Indentitas Responden 1. Nama : ……………. 2. Umur : ……………. 3. Pendidikan : …………….. 4. Pekerjaan : 1. PNS 2. Pegawai Swasta 3. Wirasasta 4. IRT 5. Petani B. Pengetahuan Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai menurut saudara pada kolom disamping. SS : Sangat Setuju (3) S : Setuju (2) TS : Tidak Setuju (1) Pernyataan
SS
1.
Posyandu adalah tempat pelayanan melaksanakan 5 program dasar terpadu.
2.
Manfaat penimbangan untuk Balita di Posyandu untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita
3.
Tujuan Posyandu adalah menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian Bayi
4.
Sasaran utama dalam kegiatan posyandu adalah bayi, anak balita dan ibu melahirkan
5.
Balita seharusnya ditimbang setiap 1 bulan sekali
6.
Salah satu kegiatan di posyandu adalah pemberian kapsul vitamin A
7.
Kepanjangan KMS adalah kartu menuju sehat
53
kesehatan
yang
S
TS
54
8.
Usia balita sebaiknya ditimbang di posyandu mulai lahir sampai 5 tahun
9.
Imunisasi yang diberikan pertama kali pada bayi sewaktu kunjungan
10. Pertama pada kegiatan di Posyandu adalah BCG
C. Motivasi Kader Pernyataan 1.
Kader menyarankan untuk datang ke posyandu?
2.
Kader berperan aktif untuk pelaksanaan posyandu?
3.
Kader berusaha menjelaskan apabila anda bertanya-tanya yang tidak jelas tentang posyandu ?
4.
Kader mengingatkan ibu untuk ke posyandu?
5.
Kader menghormati keputusan ibu untuk melaksanakan posyandu?
6.
Kader memberikan dukungan moral dalam pelaksanaan posyandu?
7.
Menginformasikan pelayanan posyandu kepada masyarakat beberapa hari sebelumnya.
8.
Menggerakkan ibu berpartisipasi dalam setiap kegiatan posyandu
9.
Kader posyandu selalu mengingatkan kembali jadwal pelaksanaan posyandu.
10. Kader mau datang menjemput ketempat apabila ibu belum datang ke posyandu
SS
S
TS
55
Lampiran 1 Master Tabel Penelitian
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Umur 29 32 28 30 32 26 27 28 36 36 28 26 25 26 24 24 25 26 26 26 26 29 36 37 28 28 35 32 38 26 27 29
UmurK 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1
Didik 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 1 2 3 2 2 3 3
2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2
3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 3 1 2 1 3 1 2 3 2 2 3 3
Pengetahuan 4 5 6 7 2 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 2 3 1 3 3 3 2 2 3 2 2 3 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 1 3 3 2 3 3 2 2 3 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 3 3 1 2 2 2 3 3 3 1 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 3 3 2 1 2 1 1 2 2 2 2 1 3 2 2 2 1 2 2 2 2 1 3 3 3 2 2 3 3 2
8 2 2 1 2 1 3 3 3 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 3 2 1 2 2 2 1 3
9 2 3 2 2 1 2 3 3 2 2 1 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 1 3 3 1 2 3 2 2 2 1
10 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 1 3 2 3 2 2 2 2 3
PTOT 21 26 21 21 18 21 27 24 24 21 21 26 23 21 21 24 20 27 27 21 21 21 20 20 30 15 18 23 19 19 24 25
PK 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 0
56
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
29 25 25 28 29 30 32 33 36 32 26 28 26 25 29 29 30 31 32 28 29 29
1 2 2 2 2 1 2 3 2 2 1 3 2 2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 1 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
2 2 2 3 2 2 3 3 1 2 2 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2
3 2 2 3 2 3 2 3 2 3 2 1 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3
Motivasi Kader Posyandu 3 4 5 6 7 8 1 2 1 1 2 1 2 2 3 2 2 3 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 2 1 3 2 1 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 1 2
2 2 2 3 2 1 2 2 3 3 2 3 2 1 2 2 3 2 2 3 2 2
2 2 2 2 3 3 2 3 2 3 1 2 2 2 2 2 1 3 2 2 3 2
9 1 2 1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 1
2 1 2 2 3 2 3 2 3 1 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2
10 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1
2 2 3 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 2 1 2 3 1 2 2
2 2 2 2 3 2 2 3 3 3 2 3 2 2 1 2 2 3 2 1 3 2
MTOT 15 21 11 15 14 15 20 14 20 15 15 15 15
2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 1 2 3 2 2 2 3 3 3 3
2 2 2 3 2 3 2 2 2 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 1 2 3
MK 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1
1 2 2 2 2 3 2 3 2 2 3 1 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2
20 19 21 24 23 24 25 25 24 23 24 23 19 19 24 23 19 23 24 23 23 23
1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0
Pemanfatan Posyandu 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0
57
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
1 1 3 2 3 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2
2 1 3 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 1 3 1 1 2 1 1 2 2 2 3 2 3 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 3 3 2
1 2 3 2 2 1 2 1 2 1 2 1 1 2 1 3 1 1 2 1 2 1 2 2 3 1 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1
2 2 3 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 3 1 1 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 1 2 1 3 2 2 1 2 1 2 3 2
1 1 2 2 3 1 2 1 2 1 1 2 2 1 1 3 2 1 2 1 2 1 1 2 3 3 2 3 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1
2 1 2 1 2 1 1 2 1 2 2 1 2 1 1 3 1 1 2 1 2 1 2 2 3 2 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 1 2 2 1
2 1 2 2 2 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 3 2 1 2 2 1 2 3 2 3 2 2 2 2 3 1 2 1 3 2 2 2 2 3 1
1 2 3 1 3 1 2 1 2 1 1 1 2 1 2 3 1 2 2 1 2 1 2 2 3 2 2 3 2 2 1 1 2 3 1 2 2 3 2 2
2 1 2 1 3 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 3 2 1 2 2 1 1 2 2 3 2 1 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 2 2 1
1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2 1 2 3 2 3 2 3 2 3 2 1 2 1 2 2 2 1 3 2 2
15 14 25 15 24 14 15 14 15 15 15 15 14 14 14 30 15 13 21 15 15 15 21 20 30 21 20 21 20 21 12 20 15 20 15 20 15 23 23 15
1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1
1 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 1
58
54
3
3
2
2
3
3
3
2
3
2
26
0
0
Lampiran 2. Hasil Olah SPSS Frequencies Umur Frequency Valid
<19 dan 35 Tahun 19-35 Tahun Total
Percent 9.3 90.7 100.0
5 49 54
Valid Percent 9.3 90.7 100.0
Cumulative Percent 9.3 100.0
Pendidikan Frequency Valid
Tinggi Dasar dan Menengah Total
Percent 5.6 94.4 100.0
3 51 54
Valid Percent 5.6 94.4 100.0
Cumulative Percent 5.6 100.0
p1 Frequency Valid
1 2 3 Total
Percent 2 28 24 54
Valid Percent
3.7 51.9 44.4 100.0
3.7 51.9 44.4 100.0
Cumulative Percent 3.7 55.6 100.0
p2 Frequency Valid
1 2 3 Total
Percent
Valid Percent
2
3.7
3.7
33 19 54
61.1 35.2 100.0
61.1 35.2 100.0
Cumulative Percent 3.7 64.8 100.0
p3 Frequency Valid
1 2 3 Total
Percent
Valid Percent
5
9.3
9.3
34 15 54
63.0 27.8 100.0
63.0 27.8 100.0
Cumulative Percent 9.3 72.2 100.0
59
p4 Frequency Valid
1 2 3 Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent 9.3
5
9.3
9.3
35 14 54
64.8 25.9 100.0
64.8 25.9 100.0
74.1 100.0
Valid Percent 13.0 51.9 35.2 100.0
Cumulative Percent 13.0 64.8 100.0
Valid Percent
Cumulative Percent 7.4
p5 Frequency Valid
1 2 3 Total
7 28 19 54
Percent 13.0 51.9 35.2 100.0
p6 Frequency Valid
1 2 3 Total
Percent 4
7.4
7.4
31 19 54
57.4 35.2 100.0
57.4 35.2 100.0
64.8 100.0
Valid Percent 13.0 59.3 27.8 100.0
Cumulative Percent 13.0 72.2 100.0
Valid Percent
Cumulative Percent 9.3 61.1 100.0
p7 Frequency Valid
1 2 3 Total
7 32 15 54
Percent 13.0 59.3 27.8 100.0
p8 Frequency Valid
1 2 3 Total
Percent 5 28 21 54
9.3 51.9 38.9 100.0
9.3 51.9 38.9 100.0
60
p9 Frequency Valid
1 2 3 Total
7 32 15 54
Percent 13.0 59.3 27.8 100.0
Valid Percent 13.0 59.3 27.8 100.0
Cumulative Percent 13.0 72.2 100.0
Valid Percent
Cumulative Percent 9.3
p10 Frequency Valid
Percent
1 2 3 Total
5
9.3
9.3
39 10 54
72.2 18.5 100.0
72.2 18.5 100.0
81.5 100.0
Valid Percent 53.7 46.3 100.0
Cumulative Percent 53.7 100.0
Pengetahuan Frequency Valid
Baik Buruk Total
29 25 54
Percent 53.7 46.3 100.0
d1 Frequency Valid
1
10
Percent 18.5
Valid Percent 18.5
Cumulative Percent 18.5
2 3 Total
35 9 54
64.8 16.7 100.0
64.8 16.7 100.0
83.3 100.0
Valid Percent 40.7 46.3 13.0 100.0
Cumulative Percent 40.7 87.0 100.0
d2 Frequency Valid
1 2 3 Total
22 25 7 54
Percent 40.7 46.3 13.0 100.0
61
d3 Frequency Valid
1 2 3 Total
21 29 4 54
Percent 38.9 53.7 7.4 100.0
Valid Percent 38.9 53.7 7.4 100.0
Cumulative Percent 38.9 92.6 100.0
Valid Percent 37.0 53.7 9.3 100.0
Cumulative Percent 37.0 90.7 100.0
Valid Percent 37.0 50.0 13.0 100.0
Cumulative Percent 37.0 87.0 100.0
Valid Percent 44.4 48.1 7.4 100.0
Cumulative Percent 44.4 92.6 100.0
Valid Percent 33.3 53.7 13.0 100.0
Cumulative Percent 33.3 87.0 100.0
d4 Frequency Valid
1 2 3 Total
20 29 5 54
Percent 37.0 53.7 9.3 100.0
d5 Frequency Valid
1 2 3 Total
20 27 7 54
Percent 37.0 50.0 13.0 100.0
d6 Frequency Valid
1 2 3 Total
24 26 4 54
Percent 44.4 48.1 7.4 100.0
d7 Frequency Valid
1 2 3 Total
18 29 7 54
Percent 33.3 53.7 13.0 100.0
62
d8 Frequency Valid
1 2 3 Total
20 26 8 54
Percent 37.0 48.1 14.8 100.0
Valid Percent 37.0 48.1 14.8 100.0
Cumulative Percent 37.0 85.2 100.0
Valid Percent 46.3 46.3 7.4 100.0
Cumulative Percent 46.3 92.6 100.0
Valid Percent 29.6 59.3 11.1 100.0
Cumulative Percent 29.6 88.9 100.0
d9 Frequency Valid
1 2 3 Total
25 25 4 54
Percent 46.3 46.3 7.4 100.0
d10 Frequency Valid
1 2 3 Total
16 32 6 54
Percent 29.6 59.3 11.1 100.0
Motivasi Kader
Valid
Ada Motivasi Tidak Ada Motivasi Total
Frequency 21 33 54
Percent 38.9 61.1 100.0
Valid Percent 38.9 61.1 100.0
Cumulative Percent 38.9 100.0
Pemanfaatan Posyandu
Valid
Memanfaatkan Tidak Memanfaatkan Total
Frequency 30 24 54
Percent 55.6 44.4 100.0
Valid Percent 55.6 44.4 100.0
Cumulative Percent 55.6 100.0
63
Crosstabs Pengetahuan * Pemanfaatan Posyandu
Crosstab
Pengetahuan
Baik
Buruk
Total
Value a 14.316
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Count Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Pengetahuan Count Expected Count % within Pengetahuan
b
Pemanfaatan Posyandu Tidak Memanfaatkan Memanfaatkan 23 6 16.1 12.9 79.3% 20.7% 7 18 13.9 11.1 28.0% 72.0% 30 24 30.0 24.0 55.6% 44.4%
Chi-Square Tests Asymp. Sig. df (2-sided) 1 .000
12.313
1
.000
14.975
1
.000
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
1
29 29.0 100.0% 25 25.0 100.0% 54 54.0 100.0%
Exact Sig. (1sided)
.000 14.050
Total
.000
54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.11. b. Computed only for a 2x2 table
.000
64
Motivasi Kader * Pemanfaatan Posyandu
Crosstab
Motivasi Kader
Ada Motivasi
Tidak Ada Motivasi
Total
Continuity Correction Likelihood Ratio
Count Expected Count % within Motivasi Kader Count Expected Count % within Motivasi Kader Count Expected Count % within Motivasi Kader
Value a 16.971
Pearson Chi-Square b
Pemanfaatan Posyandu Tidak Memanfaatka Memanfaatka n n 19 2
Chi-Square Tests Asymp. Sig. df (2-sided) 1 .000
14.736
1
.000
18.973
1
.000
16.657
1
.000
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Total 21
11.7 90.5%
9.3 9.5%
21.0 100.0%
11 18.3 33.3%
22 14.7 66.7%
33 33.0 100.0%
30 30.0 55.6%
24 24.0 44.4%
54 54.0 100.0%
Exact Sig. (2sided)
.000
54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.33. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000