BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Percepatan pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, sebagaimana tercantum dalam rencana Kementerian Kesehatan RI 20102014, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang mau, sadar dan mampu untuk hidup sehat. Program-program pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan secara umum hampir mencakup seluruh program dan kegiatan di bidang kesehatan. Salah satunya adalah melalui pelayanan kesehatan di posyandu. Kegiatan-kegiatan dalam pelayanan posyandu adalah bentuk kegiatan yang berbasis masyarakat. Sejak dicanangkannya Indonesia Sehat oleh Pemerintah Indonesia sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor.574/Menkes/SK/2000, dimana visi tersebut diharapkan bahwa pada tahun 2015 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Upaya menggerakkan masyarakat dalam keterpaduan ini digunakan pendekatan melalui Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD), yang pelaksanaannya secara operasional dibentuklah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
Universitas Sumatera Utara
Pos Pelayanan Terpadu ini merupakan wadah titik temu antara pelayanan profesional dari petugas kesehatan dan peran serta masyarakat dalam menanggulangi masalah kesehatan masyarakat, terutama dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan angka kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Program posyandu dapat dijadikan sebagai wadah untuk mendapatkan pelayanan dasar terutama dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola oleh masyarakat, penyelenggaraannya dilaksanakan oleh kader yang telah dilatih di bidang kesehatan dan Keluarga Berencana, di mana anggotanya berasal dari Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), tokoh masyarakat dan karang taruna. Kader posyandu merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu, dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diprioritaskan pada lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya. Posyandu merupakan wahana kegiatan keterpaduan Keluarga Berencana Kesehatan di tingkat kelurahan atau desa, yang melakukan kegiatan lima program prioritas yaitu: Keluarga Berencana, Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, Imunisasi dan penanggulangan diare. Salah satu agenda penting dalam pelayanan kesehatan pada masyarakat langsung adalah pemantauan gizi balita, kesehatan bayi dan balita dan secara permanen menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan balita. Keberhasilan program kesehatan tersebut tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihandan pembinaan untuk meningkatkan keterampilan yang memadai bagi kader
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan kurangnya pemahaman terhadap tugas kader, lemahnya informasi serta kurangnya koordinasi antara petugas dengan kader dalam pelaksanaan kegiatan dapat mengakibatkan rendahnya tingkat kehadiran anak Bawah Lima Tahun (balita) ke posyandu. Hal ini juga akan menyebabkan rendahnya cakupan deteksi dini tumbuh kembang balita (Kemenkes RI, 2010). Kementerian Kesehatan RI (2010), menitikberatkan bahwa cakupan keaktifan kader Posyandu secara Nasional hingga tahun 2010 baru mencapai 78% dari target 80% dan pada tahun 2011 mencapai cakupan program atau partisipasi masyarakat sangat bervariasi, mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80%. Adanya variasi dari cakupan posyandu dan pelayanan kesehatan lainnya dimasyarakat karena adanya perbedaan keaktifan kader posyandu di masing-masing wilayah. Ditjen Bina Upaya Kesehatan Kemenkes RI (2011), menjelaskan bahwa Kota Lhokseumawe adalah salah satu Kota di Provinsi Aceh yang termasuk daerah kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK) yang diindikasikan dari masih tingginya angka kematian bayi (3 per 1000 kelahiran hidup), dan rendahnya peran aktif masyarakat bidang kesehatan. Cakupan imunisasi yang masih rendah 77,20%, sedangkan standar Nasional 85%, dan masih tinggi angka drop out imunisasi yaitu mencapai 5,3%, sedangkan standar kementerian kesehatan harus <2%. Sedangkan cakupan peserta KB aktif masih rendah yaitu sebesae 49,0%, dan cakupan ASI Ekslusif juga masih rendah yaitu sebesar 39,40%. Keadaan ini menunjukkan capaian program posyandu di Kota Lhokseumawe masih rendah. Berdasarkan sarana posyandu, diketahui jumlah secara keseluruhan sebanyak 100 posyandu tersebar di
Universitas Sumatera Utara
empat kecamatan di Kota Lhokseumawe yang terdiri dari posyandu pratama sebanyak 3 unit (3,0%), posyandu madya sebanyak 7 unit (7,0%), posyandu purnama sebanyak 88 unit (88,0%) dan posyandu mandiri sebanyak 2 unit (2,0%). Sedangkan cakupan posyandu aktif yaitu hanya 61% dari 100 Posyandu. Kader posyandu secara keseluruhan sebanyak 500 orang yang tersebar di 4 kecamatan dan 68 desa/keluarahan. Jumlah kader yang aktif sebanyak 173 orang (34,6%) seyogyanya 100% aktif. Keberhasilan posyandu tidak lepas darikerja keras kader yang dengan sukarelamengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Kurangnya pelatihandan pembinaan untuk meningkatkanketerampilan yang memadai bagi kader menyebabkan kurangnya pemahaman terhadap tugas kader, lemahnya informasi serta kurangnya koordinasiantara petugas dengan kader dalam pelaksanaan kegiatanan posyandu dapat mengakibatkan rendahnya tingkatkehadiran anak Bawah Lima Tahun(balita) ke posyandu. Hal ini juga akan menyebabkan rendahnya cakupandeteksi dini tumbuh kembang balita (Harisman dan Dina H, 2012). Kondisi aktual tersebut juga terjadi di Kota Lhokseumawe, bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan di posyandu dan sarana kesehatan lainnya yang ada kaitannya dengan kader kesehatan juga masih belum optimal, artinya dari 500kader kesehatan yang ada hanya 34,6% kader yang aktif, sehingga berimplikasi terhadap pelaksanaan program posyandu termaduk program pengembangan desa siaga. Keadaan ini disebabkan disebabkan kurangnya jumlah kader, banyak terjadi angka putus (drop out) kader, ketrampilan pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS), sistem
Universitas Sumatera Utara
pencatatan buku register tidak atau kurang lengkap, kader posyandu sering bergantiganti tanpa diikuti dengan ”pelatihan atau refreshing” sehinga kemampuan teknis kader yang aktif kurang memadai, hal ini mengakibatkan kegiatan pemantauan pertumbuhan utamanya yang dilihat dari kenaikan berat badan balita oleh kader (tampak dalamcakupan N/S masih dibawah standar 80%) tidak dapat dilakukan optimal, apabila kondisi ini terjadi secara terus menerus maka penemuan kasus malnutrisi, seperti balita gizi buruk tidak dapat terlaporkan dan mendapat pendampingan
Program
Makanan
Tambahan
(PMT)
sejak
dini,
sehingga
penanganannya akan terlambat (Profil Kesehatan Kota Lhokseumawe, 2013). Keaktifan kader posyandu adalah bukti nyata dari prestasi kerja kader posyandu dalam menjalankan tugas-tugasnya dalam implementasi program pengembangan desa. Menurut Ilyas (2006), kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) berupa produk atau jasa yang dicapai seseorang dalam menjalankan tugasnya baik kualitas maupun kuantitas melalui sumber daya manusia dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung yang diberikan kepadanya. Artinya bahwa seorang kader kesehatan harus bertanggung jawab terhadap seluruh uraian tugasnya di masyarakat khususnya pada pelayanan posyandu. Menurut Tiffin and Cormick (1979) dalam Kotler dan Keller (2009), bahwa performanceatau prestasi kerja berkaitan dengan karakteristik individu dan karakteristik
situasi
(lingkungan).
Karakteristik
individu
mencakup
sikap,
karakteristik kepribadian, karakteristik fisik, motivasi, usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman, dan personal variabel lainnya. Sedangkan karakteristik
Universitas Sumatera Utara
situasional (lingkungan) terdiri dari kondisi psikologis dari faktor lingkungan kerja, diantaranya metode kerja, ruang dan susunan kerja, serta lingkungan fisik, dan organization and social variabel, yaitu karakter organisasi, pelatihan dan supervisi, tipe insentif/kompensasi (gaji dan promosi), dan lingkungan sosial. Didalam membahas performance/kinerja, perlu diketahui pula potential performance, yang merupakan kekuatan
atau daya
yang dimiliki karyawan, sehingga dapat
menyelesaikan pekerjaannya guna mendapatkan hasil yang maksimum, dan actual performance yang merupakan tingatan prestasi kerja yang nyata yang merupakan keluaran (out come). Hal tersebut juga menunjukkan keberhasilan atau kegagalan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, dihubungkan dengan lingkungan kerjanya Beberapa penyebab kader tidak aktif dalam pelayanan kesehatan di posyandu adalah karena faktor tidak adanya insentif, rendahnya motivasi kerja kader kesehatan, tidak adanya evaluasi dari puskesmas terhadap kinerja kader kesehatan (Hidayat, 2008). Selain itu dilihat dari faktor dalam diri individu kader kesehatan, umumnya berkaitan dengan variabel psikologi yaitu motivasi dan persepsi serta keinginan bekerja sebagai kader terkadang mempengaruhi pelaksanaan kegiatan oleh kader Posyandu. Hidayati (2011) menyebutkan bahwa kader posyandu sangat berperan terhadap penyelenggaraan desa siaga. Pelatihan kader posyandu mempunyai pengaruh
signifikan terhadap
keberhasilan
program desa siaga,
dan
ada
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan rendahnya keaktifan kader posyandu disebabkan oleh faktor insentif dan penghargaan dari kepala puskesmas. Menurut Handayani (2011), kenyataan beberapa tahun terakhir ini, di beberapa daerah kinerja dan partisipasi kader Posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain krisis ekonomi, kejenuhan kader karena kegiatan yang rutin, kurang dihayati sehingga kurang menarik, atau mungkin jarang dikunjungi petugas. Menurut Spector (2011), secara umum, komitmen kerja melibatkan keterikatan individu terhadap pekerjaannya. Komitmen kerja merupakan sebuah variabel yang mencerminkan derajat hubungan yang dianggap dimiliki oleh individu terhadap pekerjaan tertentu dalam organisasi. Menurut Steven G.R, (2007) bahwa komitmen kerja bagian integral dari suatu organisasi yang kompetetitif, dan ada kaitannya keterlibatan individu dalam pekerjaannya dan ketidaksediaannya untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Menurut Ramadhoni (2010) ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan tetap kader dengan perilaku kader. Kemungkinan kader yang tidak bekerja untuk aktif adalah 2 kali dari pada kader yang bekerja. Kader yang bekerja waktu luangnya lebih sedikit untuk melakukan aktifitas diluar rumah sehingga kader yang bekerja tidak aktif dalam melakukan pencatatan dan pelaporan. Penelitian Yohaniak (2012) di wilayah kerja Puskesmas Tanjunganom Kabupaten Nganjuk menjelaskan bahwa faktor individu kader posyandu seperti sikap dan kesediaan kader untuk bekerja dan komitmen berdampak positif terhadap
Universitas Sumatera Utara
keaktifan kader dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya terhadap pelaksanaan desa siaga. Fenomena rendahnya prestasi kerja kader posyandu di Kota Lhokseumawe diduga karena adanya perbedaan pekerjaan tetap para kader, sehingga diduga tidak ada kesempatan maupun waktu untuk aktif sebagai kader, tidak ada insentif khusus bagi kader, sehingga diasumsikan juga berdampak terhadap hasil kerja kader kesehatan, serta rendah komitmen kader posyandu, yang diindikasikan dari posyandu yang aktif, dan keseluruhan tugas-tugas kader posyandu yang tidak terlaksana, dan rendahnya kesediaan kader untuk aktif sebagai kader posyandu, dan menjadi salah satu permasalahan yang menyebabkan kader tidak mempunyai komitmen bertugas sebagai kader posyandu. Penelitian Heri Sutadi, dkk (2006)mengemukakan bahwa kader Posyandu juga mengharapkan ada honor untuk setiap pertemuan karena kegiatan kaderpantas diimbali jasa. Berhubung kader tidak di bayar, kader minta pelayanan keluarga berencana untuk mereka digratiskan. Penghargaan kader adalah upah atau gaji yang diberikan kepada kader. Insentif berupa uang memberikan motivasi tersendiri bagi kader. Menurut P. Siagian (2005) insentif merupakan daya tarik orang datang dan tinggaldalam suatu organisasi yang artinya sistem pengkajian dan pelaksanaanperlu dikembangkan sedemikian rupa agar sistem perangsang adil dan berbuatlebih baik/lebih banyak bukan sekedar upah atas pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh karakteristik pekerjaan dan komitmen kader kesehatan
Universitas Sumatera Utara
terhadap prestasi kerja Kader Kesehatan di Kota Lhokseumawe, sehingga dapat dirumuskan kebijakan yang strategis dalam upaya mengaktifkan kader posyandu dan revitalisasi program-program pemberdayaan masyarakat dan upaya menggerakkan masyarakat untuk pelaksanaan posyandu.
1.2.
Permasalahan Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
karakteristik pekerjaan dan komitmen kader posyandu terhadap prestasi kerja Kader Posyandu di Kota Lhokseumawe.
1.3.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh
karakteristik pekerjaan dan komitmen kader posyandu terhadap prestasi kerja Kader Posyandu di Kota Lhokseumawe.
1.4.
Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh karakteristik
pekerjaan dan komitmen kader posyandu terhadap prestasi kerja Kader Posyandu di Kota Lhokseumawe.
Universitas Sumatera Utara
1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe dalam merumuskan kebijakan revitalisasi posyandu dan peningkatan keaktifan kader posyandu agar pelayanan kesehatan KIA dapat terlaksana secara optimal. 2. Menjadi masukan bagi puskesmas dalam melakukan evaluasi pelaksanaan program-program posyandu di wilayah kerja masing-masing. 3. Menjadi masukan dalam pengembangan pengetahuan dan rujukan penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara