BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bulan November 1867, Tokugawa Yoshinobu mengembalikan pemerintahan kepada kaisar ( tenno ). Ini berarti jatuhnya bakufu yang sampai saat itu dikuasai oleh keluarga Tokugawa ( 1603 – 1868 ) . Demikian pula sistem politik yang telah memberikan masa damai bagi Jepang selama lebih dari 250 tahun, yang disebut “ the Great Peace “ juga berakhir. Keluarga Tokugawa menjadi penguasa dalam pemerintahan bakufu setelah mengalahkan keluarga Toyomi dalam pertempuran Sekigahara pada tahun 1600. Kemenangannya ini membawa keluarga Tokugawa muncul sebagai penguasa baru, yang mengontrol seluruh daimyo di seluruh Jepang. Setelah berakhirnya perang Sekigahara, Tokugawa Ieyasu diangkat menjadi Jenderal berkuasa penuh ( Seiitai Shogun ) oleh kaisar ( tenno ). Tokugawa Ieyasu mendirikan markas pemerintahannya di Edo yang kemudian dikenal dengan nama Edo Bakufu pada tahun 1603. Tokugawa dengan kedudukan sebagai shogun adalah sebagai wakil tenno dan kepala kelas militer di Jepang. Edo bakufu menguasai secara langsung kota – kota penting seperti Kyoto, Osaka, Nagasaki. Wilayah yang berada di bawah kekuasaanya langsung meliputi kira – kira seperempat dari luas seluruh negeri. Dengan demikian kekuatan militer, politik dan ekonomi sesungguhnya berada di bawah kontrol bakufu. Bakufu, di samping
1
2 memiliki tanah yang berada di bawah penguasannya langsung, juga membagi – bagikan tanah kepada daimyo yang disebut daimyo ryoochi. Wilayah yang dekat dengan Edo diberikan kepada keluarga besar Tokugawa ( Shinpan daimyo ) dan pengikut setianya sejak sebelum Tokugawa berkuasa ( Fudai daimyo ). Orang – orang ini adalah orang yang dianggap Tokugawa sebagai pengikut setianya dan tidak diragukan kredibilitasnya. Sedangkan kepada orang – orang yang menjadi pengikutnya setelah perang Sekigahara ( Tozama daimyo ) diberikan wilayah yang jauh, di sebelah barat Jepang seperti Tohoku, Shikoku, Kyuushuu, dan lain lain. Tozama daimyo adalah daimyo – daimyo yang diragukan kesetiannya oleh Tokugawa. Oleh karena itu, ia menempatkan tozama daimyo di daerah yang jauh dari pemerintahan pusat ( Edo ). Wilayah yang diberikan kepada daimyo disebut han dan penguasanya disebut daimyo. Jumlah han pada masa Tokugawa berkisar 260 – 270 han. Untuk mengontrol para daimyo, Tokugawa Ieyasu mengeluarkan peraturan yang dikenal dengan nama Buke Shohatto pada tahun 1615, yakni suatu ketentuan – ketentuan khusus yang harus dipatuhi oleh para daimyo. Peraturan ini berlaku secara efektif sejak pemerintahan shogun ke – 3, Tokugawa Iemitsu. Isi terpenting peraturan ini antara lain: mencabut nama keluarga para daimyo yang tidak mematuhi peraturan ini, para daimyo dilarang membangun atau memperbaharui benteng – benteng tanpa melaporkannya pada bakufu dan daimyo – daimyo kaya ( yang pendapatannya lebih dari 10000 koku1 beras ) dilarang diadakannya ikatan pernikahan di antara sesama anggota keluarga. Bahkan bahan pakaian yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dikenakan daimyo diatur dalam Buke Shohatto ini.
1
Koku adalah ukuran takaran untuk beras yang diperoleh dari hasil tanah tahunan menurut kesuburan tanah. Satu koku setara dengan 180 liter beras.
3 Peraturan lain yang ditetapkan pada masa pemerintahan Tokugawa Iemitsu adalah peraturan Sankin Kotai. Sistem Sankin Kotai adalah sebagai alat pengawasan terhadap gerak – gerik para penguasa daerah, di mana para penguasa daerah ( daimyo ) atau bangsawan feodal diharuskan datang ke istana Shogun secara berkala dengan meninggalkan anak isteri mereka sebagai jaminan di kota Edo, sedangkan mereka tinggal di daerah mereka sendiri. Seluruh biaya perjalanan pulang pergi han – Edo ditanggung sendiri oleh para daimyo. Tujuan utama dari peraturan ini ialah agar bakufu lebih mudah mengontrol gerak – gerik para daimyo. Dengan jalan demikian, tidak ada kesempatan bagi para daimyo untuk menghimpun kekuatan di daerah dan menggulingkan pemerintah pusat. Setelah Tokugawa mengambil langkah – langkah yang dianggapnya perlu untuk
mengamankan
negerinya
dan
menjaga
kemungkinan
para
daimyo
memberontak, ia mulai menetapkan beberapa peraturan untuk hubungan Jepang dengan luar negeri. Tokugawa Ieyasu pada mulanya memperbolehkan orang Jepang pergi ke luar negeri dan mengizinkan perdagangan bagi kapal – kapal yang memiliki surat ijin dari bakufu. Karena itu banyak orang Jepang yang pergi melakukan kegiatan di Filipina, Thailand, Vietnam dan membuat desa Jepang ( nihon mura ) di sana. Namun Ieyasu mulai berpikir bahwa hal tersebut berbahaya setelah melihat luasnya kekuatan yang luar biasa dari agama Kristen. Pada masa shogun ke - 3 yaitu Tokugawa Iemitsu, ia melarang orang Jepang pergi ke luar negeri dan orang Jepang yang di luar negeri pun dilarang pulang. Ia menjatuhkan hukuman mati bagi yang melanggar peraturan ini.
4 Tokugawa
mempunyai kecurigaan terhadap orang – orang Eropa yang
mempunyai ambisi mencari jajahan baru dengan memakai penyebaran agama Kristen sebagai alat. Untuk mengamankan negerinya ia mulai mengusir orang – orang Portugis dan mengenakan hukuman mati bagi yang membantu orang Jepang meninggalkan Jepang. Jadi Jepang tertutup untuk dimasuki oleh orang asing dan tertutup bagi orang Jepang sendiri untuk keluar dari Jepang. Politik yang dijalankan ini dikenal dengan nama politik sakoku ( closed country ). Kebijakan ini diperkuat oleh Seishisai Shinro ( 1825 ), salah seorang ahli politik pada jaman Tokugawa. (Ryuusaku , 1958:602) “ When those barbarians plan to subdue a country not their own, they start by opening commerce and watch for a sign of weakness. If an opportunity is presented, they will preach their alien religion to captivate the people’s heart.” Ketika para barbarian itu mau merebut negeri yang bukan miliknya, mereka mulai dengan membuka perdagangan dan mencari tanda – tanda kelemahan pendududuk setempat. Ketika kesempatan itu datang mereka akan mulai mengajar kepercayaan mereka dan merebut hati orang – orang. Sistem pelapisan sosial yang dicanangkan oleh Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi pada zaman Azuchi Momoyama, memasuki zaman Edo, sistem tersebut mulai diketatkan. Masyarakat dibagi dalam empat kelas yang disebut Shinookoosho singkatan dari shi artinya bushi atau militer, no artinya nomin atau petani, ko artinya kosakunin atau tukang dan sho artinya shonin atau kelas pedagang. Di bawah ini masih ada kelas terendah yang disebut eta atau hinin. Dari tigapuluh juta penduduk Jepang pada awal jaman Edo, 6 persen di antaranya adalah kelas militer, 85 persen kelas petani, 6 persen kelas pedagang dan tukang, dan kelas – kelas lain termasuk eta dan hinin berjumlah 3 persen. (Surajaya, 1996:46)
5 Tujuan utama ditetapkannya sistem pelapisan sosial yang ketat ini ialah untuk melaksanakan pengawasan feodal militer secara ketat. Seseorang tidak diperbolehkan menukar status kelasnya sehingga sistem pelapisan ini berlaku secara turun temurun. Seseorang juga dilarang mengadakan perkawinan campuran, sehingga diskriminasi sosial sangat tajam di masyarakat Tokugawa. Selain itu, pendiskriminasian kelas – kelas masyarakat ini bertujuan untuk memperkeras kesan – kesan kelas yang ada, bahwa manusia ada perbedaan tinggi rendah. Ini juga dimaksudkan agar mempermudah militer ( samurai ) untuk memerintah dan menindas kelas – kelas yang berada di bawahnya, dan para samurai melakukan tugasnya dengan sungguh – sungguh. Selama masa 250 tahun kekuasaan Tokugawa itu sudah 15 keturunannya yang menjabat sebagai shogun. Ini membuat para pendatang Eropa berpikir bahwa shogun adalah pihak yang paling berkuasa di Jepang dan kaisar Jepang sendiri hanya sebagai lambang yang tidak memiliki kekuasaan politik. Masa Tokugawa disebut masa perdamaian dan berlangsung selama 267 tahun dimulai sejak kemenangan Tokugawa Ieyasu pada perang Sekigahara tahun 1600 dan hasilnya ia berhasil menyatukan negeri. Apa yang menjadi pertanyaan adalah mengapa rezim Tokugawa bisa sampai jatuh padahal keluarga Tokugawa telah berhasil membawa masa damai selama hampir 267 tahun bagi Jepang dan pemerintahan. Tokugawa juga telah mengambil langkah – langkah seperti yang telah dijelaskan di atas untuk mengamankan negerinya. Kejatuhan Tokugawa menimbulkan akibat bukan hanya untuk Jepang pada saat itu tapi juga untuk semua generasinya yang akan datang. Kejatuhannya menandakan berakhirnya suatu era yang sangat panjang di mana Jepang menutup diri
6 dari kontak dengan dunia luar ( sakoku ) menjadi mulai membuka diri untuk berinteraksi dengan dunia luar ( kaikoku ). Banyak yang mengatakan bahwa salah satu sebab jatuhnya Tokugawa karena tekanan dari luar negeri. Itu dikatakan karena tekanan dari dunia luar ini banyak yang bertentangan dengan sistem politik yang ditetapkan oleh Tokugawa. Ini yang mengakibatkan pemerintahannya jatuh dan akhirnya terpaksa membiarkan Jepang dibuka untuk orang – orang asing, serta koalisi dari kelompok – kelompok antibakufu yang telah cukup lama terjadi yang akhirnya ikut merobohkan rezim Tokugawa. (Totman, 1980) Ada juga yang mengatakan bahwa kejatuhan Tokugawa karena masalah sosial ekonomi yang terjadi saat itu dalam negeri Jepang. Masalah yang timbul karena adanya pembagian kelas sosial dan semakin miskinnya para penguasa daerah karena sistem Sankin Kotai yang ditetapkan Tokugawa. Di banyak negara masalah sosial ekonomi bisa mengakibatkan jatuhnya suatu pemerintahan atau rezim, seperti yang terjadi di Indonesia pada rezim Soeharto ( Orde Baru ).
1.2
Rumusan Permasalahan Dari latar belakang ini, penulis akan meneliti sebab – sebab kejatuhan rezim
Tokugawa. Mengapa bakufu Tokugawa dan para pemimpinnya bisa jatuh padahal mereka telah mempertimbangkan dengan baik untuk mengambil langkah – langkah pengamanan yang diperlukan untuk mengamankan pemerintahannya. Di bawah pemerintahan Tokugawa, Jepang telah berhasil memasuki masa damai selama lebih dari 250 tahun. Sebenarnya apa penyebab jatuhnya rezim yang sangat kuat ini yang akhirnya membuat Tokugawa terpaksa membuka negerinya ( kaikoku ). Efek
7 kekalahan Tokugawa telah membawa Jepang sedemikian berubah seperti sekarang ini.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan Ada banyak persoalan dan faktor yang menyebabkan kejatuhan rezim Tokugawa maka untuk menghindari dari pembahasan yang terlalu luas, yang akan diteliti dalam pembahasan ini adalah faktor kejatuhan Tokugawa menjelang pembukaan negeri ( kaikoku ) sampai kejatuhannya, yaitu dari tahun 1853 – 1867.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor utama yang menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa. Padahal sebelumnya Tokugawa telah berhasil memerintah Jepang selama lebih dari 250 tahun dimulai sejak ia ( Tokugawa Ieyasu ) diangkat menjadi shogun pada tahun 1603 sampai pada kejatuhan shogun terakhir dari keluarga Tokugawa yang bernama Tokugawa Yoshinobu pada tahun 1867. Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah wawasan pembaca tentang faktor – faktor yang menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.
1.5 Metode Penelitian Berkenaan dengan tujuan penulisan ini, pendekatan yang digunakan dalam menguraikan masalah ini adalah pendekatan sejarah. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitif dan sumber yang dijadikan acuan dalam skripsi ini melalui penelitian kepustakaan.
8 1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ini meliputi lima bab : Bab 1 adalah pendahuluan yang berisi sejarah singkat pemerintahan Tokugawa sebagai latar belakang, rumusan permasalahan, ruang lingkup permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 menguraikan pendapat – pendapat atau teori –teori dari para ahli tentang penyebab kejatuhan Tokugawa. Bab 3 membahas kejatuhan Tokugawa dari analisis penulis. Bab 4 adalah kesimpulan yang diambil dari Bab 3. Dan terakhir bab 5 adalah ringkasan secara singkat dari bab 1 sampai bab 5. Skripsi ini dilengkapi dengan ringkasan dalam bahasa Jepang ( gaiyou ).