BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kebijakan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dengan harapan untuk meningkatkan akselerasi pembangunan pertanian dan meningkatkan hasil petani,
sering
mengalami perubahan-perubahan
yang
tidak
diharapkan.
Perubahan kelembagaan administrasi kepegawaian, jenjang karier satmingkal
dan
lain-lain,
menyebabkan
menurunnya
komitmen
profesi
penyuluhan semangat dan idealisme melemah sehingga kualitas penyuluhan yang disampaikan menjadi kurang responsif dan inovatif. Para petani sebagai pengguna jasa penyuluhan lambat laun menjadi apriori terhadap materi penyuluhan yang diberikan. Kondisi ini tentu tidak boleh dibiarkan terlalu lama karena menimbulkan implikasi negatif terhadap program revitalisasi pertanian dan kehutanan. Produk jasa penyuluhan yang dikemas secara komprehensif dengan mempertimbangkan perubahan sosial dan ekonomi petani harus terus digali dan dikembangkan oleh instansi penyuluhan. Perubahan-perubahan sosial yang terjadi sebagai hasil pembangunan pertanian meliputi: Tingkat pendidikan, Komunikasi dan informasi, pendapatan, status sosial dan lain-lain akan mendorong meningkatnya kompleksitas kebutuhan dan harapan petani. Perubahan petani sebagai akibat pertanian tersebut menyebabkan terbentuknya berbagai strata komersial petani yang mempunyai konsekuensi perbedaan sistem penyuluhan yang harus diselenggarakan(Jarmi, 1994).
1
2
Tingkat pendidikan yang makin tinggi dan akses informasi yang makin baik mengakibatkan aspirasi-aspirasi petani akan semakin beragam.
Kemampuan
petani untuk berubah sesuai dengan perubahan lingkungan menjadi semakin tinggi. Begitu juga kemampuannya untuk mengadopsi inovasi dibidang pertanian karena
adanya
perubahan
teknologi
yang
terjadi
pada
masyarakat
disekitarnya(Ibrahim, 2001). Perubahan
sistem
pemerintahan
dari
sentralisasi
menjadi
desentralisasi(Otonomi Daerah) menyebabkan terjadinya perubahan perilaku sosial di masyarakat. Pada wilayah perkotaan dimana intensitas dan volume pembangunan lebih tinggi perubahan sosial yang terjadi lebih komplek bila dibanding dengan wilayah pedesaan meliputi: Perubahan sistem, struktur, stratifikasi, norma sosial, dan lain-lain. Kelompok tani sebagai suatu sistem sosial diwilayah perkotaan akan berbeda dinamikanya dengan kelompok tani yang berdomisili di pedesaan.
Ikatan
kelompok
diwilayah
perkotaan
berupa
seperangkat norma-norma akan lebih mudah terasimilasi dibanding dengan kelompok pedesaan. Komponen kelompok yang tidak dapat menjalankan peran sesuai dengan statusnya akan memperlemah integrasi kelompok. Akhirnya bila terlalu banyak komponen yang tidak menjalankan fungsi tugasnya, maka kelompok perlahalahan akan mengalami kehancuran(Ibrahim, 2002). Kekuatan-kekuatan di dalam kelompok yang mengatur perilaku kelompok dan perilaku anggota kelompok untuk mencapai tujuan kelompok, tingkat stabilitasnya berbeda antara kelompok perkotaan dan kelompok pedesaan. Dengan memperhatikan perbedaan kekuatan dinamika kelompok pada dua
3
wilayah yang berbeda tersebut maka penyuluhan pertanian yang ideal sesuai kebutuhan petani sesuai dengan wilayah masing-masing.
1.2. Rumusan Masalah Perubahan
sistem
penyelenggaraan
Pemerintahan
dari
sistem
sentralisasi ke desentralisasi berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan diperbarui lagi dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, menyebabkan berubahnya orientasi penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang selama ini dilaksanakan.
Perubahan
ini
menimbulkan
kompleksitas
permasalahan
penyuluhan pertanian yang mencakup berbagai aspek seperti: (1) pembinaan karier dan kepegawaian dari pegawai pusat (DPB/DPK) menjadi pegawai daerah, (2) dukungan finansial, sarana dan prasarana penyuluhan, (3) Keragaan institusi/kelembagaan penyuluh di masing-masing daerah, (4) tingkat kepedulian pimpinan daerah dalam pembangunan pertanian di wilayahnya sesuai prinsip otoda, (5) kemampuan unit kerja dalam mendorong, memotivasi, dan menfasilitasi penyelenggaraan penyuluhan di wilayahnya dan (6) mutasi jabatan yang tidak sesuai dengan jabatan penyuluh. Perubahan-perubahan yang ditimbulkan dari pelaksanaan otonomi daerah menyebabkan perbedaan-perbedaan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian meliputi: jumlah dan sumber pendanaan, kualitas penyelenggaraan penyuluhan pertanian, organisasi penyuluhan, sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian dll. Semangat otonomi daerah
untuk lebih mengoptimalkan potensi dan
kemampuan daerah, gaungnya telah memasuki elemen-elemen di masyarakat. Demikian pula organisasi dan kelembagaan petani menyambut pelaksanaan
4
otoda tersebut dengan antusias, agar potensi sumber daya alam yang dimiliki dapat lebih optimal dikelola dalam rangka peningkatan pendapatan dan kesejahteraannya. Pendekatan pembangunan pertanian dalam rangka pemberdayaan petani menjadi lebih komplit dan spesifik sesuai potensi dan prospek masing-masing wilayah. Idealnya program pembangunan pertanian tersebut harus diawali dengan suatu sistem penyuluhan yang bersifat spesifik lokalitas dengan materi dan metode tertentu sesuai karakter dan dinamika masyarakat tersebut. Untuk mengetahui penyuluhan pertanian yang ideal pada masing-masing strata masyarakat yang berbeda masih banyak menghadapi masalah antara lain : 1. Belum terindentifikasinya berbagai jenis kebutuhan Penyuluhan Pertanian Terhadap Petani 2. Belum diketahuinya variabel-variabel yang mempengaruhi kebutuhan Penyuluhan Pertanian Terhadap Petani
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi jenis-jenis kebutuhan petani terhadap penyuluhan pertanian di dua desa yang berbeda. 2. Mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh pada kebutuhan petani di dua desa yang berbeda.
5
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan dalam rangka meningkatkan mutu penyelenggaraan penyuluhan pertanian pada era otonomi daerah sesuai karakter dan spesifik lokasinya, selanjutnya secara spesifik kegunaan penelitian ini yaitu : 1. Memberikan gambaran konkrit tentang kebutuhan dan keinginan petani di masing-masing wilayah dalam meningkatkan kualitas usaha taninya. 2. Memberikan informasi awal tentang keinginan dan harapan penyuluh pertanian, sehingga dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan kebijakan penyelenggaraan penyuluhan pertanian di era otonomi daerah. 3. Mengetahui kebutuhan Penyuluhan Pertanian pada masing-masing daerah yang berbeda tingkat isolasi daerah dan kemudahan aksesnya
1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini membandingkan dua kelompok tani yang tingkat isolasi daerah
dan
kemudahan
aksesnya
berbeda,
karena
secara
teoritis
berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan. Kelompok tani Sido Makmur Kecamatan Sumber Pucung wilayahnya mudah dijangkau dan dekat dengan akses jalan raya. Sebaliknya wilayah kelompok tani Lestari Widodo Kecamatan Pagak jauh terpencil dan jauh dari jalan raya.