BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Film merupakan pesan dari gambar yang bergerak. Masyarakat Indonesia sangat gemar menonton film, baik film nasional dan film barat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah penonton disetiap bulannya pada tahun 2014. Film bisa dinikmati langsung dari bioskop. Film merupakan bagian dari komunikasi massa. Gambar 1.1 Jumlah Penonton Film Pada Bulan Januari – 12 Juni 2014
Sumber: Group 21 Definisi komunikasi massa menurut Gebner bahwa komunikasi massa itu menghasilkan suatu produk berupa pesan- pesan komunikasi (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2007: 3).
1
Pada tahun 1872, Leland Standford berniat meneliti kuda yang dipergunakan sebagai rumusan metoda dalam pelatihan kuda pacu. Leland yang dibantu oleh Eadweard Muybridge untuk merekam dengan tata kamera fotografi. Muybridge menggunakan 12 buah kamera foto secara sejajar disekeliling lintasan pacuan, akan tetapi gambar yang dihasilkan tidaklah fokus. Tahun 1877 Muybridge kembali melakukan eksperimen yang dibantu John D. Isaacs, kali ini dengan meletakan 24 kamera foto dan di setiap pengokang kamera dihubungkan ke sebuah alat elektronik batrei. Muybridge dan Isaacs berhasil merekam gerakan langkah dan lari kuda. (Ayawaila, 2007: 3- 4). Lumiere bersaudara adalah pelopor usaha film keliling dengan proyektor yang dibuatnya sendiri pada tahun 1895. Lumeire bersaudara memutar film dokumenter dengan judul Workers Leaving the Lumière's Factory. Usaha pengenalan pertunjukan hiburan dinamakan Cinematographe, yang menjadi cikal bakal kamera dan proyektor (Ayawaila, 2007: 5-6). Film lebih dulu menjadi media hiburan dibanding radio dan televisi. Pada tahun 1920-an sampai 1950-an orang Amerika menjadikan menonton film ke bioskop aktifitas yang populer. Film Amerika diproduksi di Hollywood, film yang dibuat pun mampu mempengaruhi sikap, perilaku dan harapan orang- orang dibelahan dunia. (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2007: 143). Dari catatan sejarah perfilman Indonesia, film Indonesia yang pertama kali tayang berjudul Lady Van Java yang di produksi di Bandung pada tahun 1926 oleh David. Pada tahun selanjutnya yakni tahun 1927/ 1928 film Eulis Atjih yang diproduksi oleh Krueger Corporation diputar untuk menghibur khalayak. Masyarakat Indoneisa disuguhkan berbagai film bisu seperti Lutung Kasarung, Si Conat dan Pareh. Film bicara yang pertama berjudul Terang Bulan yang dibintangi oleh Roekiah dan R. Mochtar, pada saat itu perfilman yang diusahakan orang- orang Belanda dan Cina. Pemerintahan Jepang akhirnya mengambil alih, diantaranya
2
dengan adanya perubahan nama NV. Multi Film menjadi Nippon Eiga Sha. Dari sinilah muncul film feature dan film dokumenter, Jepang memanfaatkan film sebagai media informasi dan propoganda. 6 Oktober 1945 Pemerintah Indonesia secara resmi mengambil alih Nippon Eiga Sha Massa (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2007: 144145). Arief Budiman pada tahun 1970-an mengatakan dari sekian banyak film Indonesia yang muncul, hampir semua film mempunyai adegan- adegan erotis. Film pada tahun tersebut belum pantas untuk dinikmati oleh anak- anak, jadi film nasional hanya bisa dinikmati oleh orang dewasa (Imanjaya 2006: 37). Rosihan Anwar juga berkomentar film Indonesia selalu memperlihatkan rumah mewah, Mercedez Benz, pemuda yang suka ngebut dan night club. Budaya pengekor ini selalu muncul, Motinggo Busye seorang penulis mengatakan aktoraktris di Indonesia berperan bukan sebagai tokoh Indonesia, melainkan salinan dari bintang luar yang membuat perfilman Indonesia kehilangan watak (Imanjaya 2006: 37- 38). Bagian positif dalam perfilman Indonesia adalah dengan adanya adegan makan bersama keluarga. Tidak hanya itu, makanan yang disajikan mampu membuat penonton terasa lapar. Yang uniknya minuman yang disajikan adalah jus jeruk. Adegan makan bersama ini mengungkapkan rasa kebersamaan dalam keluarga (sumber: berita unik, beritaunik.net. Diakses pada 28 Oktober 2014). Pada tahun 80- an sampai dengan 90-an perfilman di Indonesia dipenuhi oleh film komedi dan drama percintaan. Sebagai contoh Warkop DKI dan Catatan Si Boy pada tahun 1987. Para pembuat film sepertinya sangat melihat pasar bukannya membuat film yang baru dengan genre yang lain (Kristanto, 2007: 191).
3
Di era 2000-an penonton film dihadirkan genre yang baru dan segar seperti musikal, black comedy, action,biopik dan dokumenter. Para pembuat film mulai berpikir untuk membuat sebuah film yang tidak hanya itu saja. Salah satu fenomena gerakan perfilman di Indonesia dengan lahirnya film Apa Dengan Cinta (Rudy Soedjarwo, 2002) dan Jelangkung (Indra Yudistira, 2002). Berkat film tersebut perfilman Indonesia seperti diberi inspirasi baru. Awal Desember 2003 lahirlah film Biarkan Bintang Menari dengan genre baru, film musikal karya Indra Yudistira ini menjadi film musikal remaja pertama di Indonesia (Imanjaya 2006: 131). Terobosan terbaru dalam hal tema lahir pada tahun 2003 pada film Arisan! (Nia Dinata), dengan genre black comedy. Tema yang diambil adalah tema yang selama ini dianggap tabu, seperti homoseksual dan perselingkuhan. Beberapa tahun kemudian munculah film biopik. Film biopik adalah film yang membahas mengenai sejarah atau biografi seseorang yang diangkat menjadi sebuah film. Film biopik yang meramaikan perfilman Indonesia antara lain Sang Pencerah (Hanung Bramantyo,2010) yang mengisahkan pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Kisah cinta mantan Presiden Indonesia Habibie & Ainun (Faozan Rizal, 2012), lalu ada Film Sang Kiai (Rako Prijanto, 2013) yang mengisahkan KH Hasyim Asy’ari dan film Soekarno (Hanung Bramantyo, 2014). (sumber: Detikhot, hot.detik.com. Diakses pada 9 September 2014). Selain film biopik, film naratif dan dokumenter yang ada di Indonesia menunjukan perkembangan yang menggembirakan dengan adanya wadah distribusi karya dokumenter yang cukup menjanjikan, baik itu di televisi maupun festival film dan video. Salah satunya adalah dengan adanya program Eagle Awards yang menampung apresiasi pembuat film dokumenter.
4
Film dokumenter Indonesia yang mendunia adalah Pertaruhan pada tahun 2007. Film ini disutradarai oleh Jacques Perrin dan Jacques Clauzaud. Film ini menceritakan siapa yang menentukan nilai atau perlakuan terhadap perempuan, dan mengulik kisah tentang kontroversi seputar tubuh wanita di Indonesia. Film ini Terdiri atas empat cerita dengan kisah yang berbeda namun ada benang merah yang menghubungkan keempat film tersebut (sumber International design school, www.idseducation.com. Diakses pada 28 Oktober 2014). Selain itu, film diyakini mampu memberi dampak positif terhadap perekonomian, khususnya industri pariwisata hal ini dibuktikan dari data yang diuraikan oleh Martin Cuff, beliau adalah seorang ahli ekonomi pembangunan yang berfokus pada media dan film dari Inggris. Dalam seminar Forum Kebijakan Film di Gedung Film, kamis 26 September 2013, Cuff mengatakan kunjungan wisata meningkat karena pengunjung ingin melihat langsung tempat pengambilan gambra video, televisi atau film. Cuff menambahkan dampak positif tidak dirasakan industri film semata tetapi juga pada industri perjalanan internasional, sebuah lokasi dimana tempat pengambilan gambar dilakukan naik 54% selama empat tahun berikutnya. (Sumber: Tempo.co, www.tempo.co. Diakses pada 9 September 2014). Bahkan dalam pemberitaan Koran Jakarta, Gubernur Bangka Belitung, Rustam Efendy menginginkan promosi pariwisata lewat film. Film yang berlatar belakang kekayaan pariwisata di Bangka Belitung ini aka dibawa ke festival film di Myanmar. Hal ini membuktikan bahwa kuatnya pengaruh film untuk memberikan dampak kepada masyarakat untuk datang ke tempat dimana pengambilan gambar dilakukan. Sebuah ide baru yang didapat oleh seorang Gubernur untuk memberikan bukti bahwa keindahan Indonesia tidak hanya Bali saja (Sumber: Koran Jakarta, www.koran-jakarta.com. Diakses pada 9 September 2014). Film Epic Java ( 2013) adalah penggabungan film naratif dan dokumenter yang menggambarkan bagaimana indahnya pulau jawa dari bagian timur hingga
5
barat. Film yang dibuat oleh Febian Nurrahman (sutradara), Arie Naftali Hawu Hede (produser), Galih Mulya Nugraha (screen writer) dan Denny Novandi Ryan (sound designer) Berawal dari membuat dokumenter yang memperkenalkan kota Bandung dan Jakarta, membuat Febian ingin membuat suatu proyek serius. Tim memulai produksi Epic Java pada bulan Desember 2012. Perangkat yang digunakan tidaklah mewah, hanya dengan menggunakan kamera DSLR dengan teknik fotografi timelapse dan slowmotion. Dalam pengambilan gambar Febian harus dengan sabar dan detail saat menggeser kamera per lima milimeter selama tiga jam. Untuk suara yang menemani visual film Denny menggunakan midi controller dan membuat lagunya sendiri. Film dengan durasi 30 menit ini mengeksplorisasi lebih dari 50 lokasi yang ada di Pulau Jawa dalam waktu 365 hari. Film ini mampu membangun kesadaran masyarakat terhadap kekayaan alam dan budaya yang ada di pulau Jawa. Epic Java terdapat tiga bagian atau sub judul, yaitu Surya mencakup wilayah Jawa bagian timur, Sakral mencakup wilayah Jawa bagian tengah dan Priangan mencakup wilayah Jawa bagian barat. Penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh film Epic Java terhadap minat wisata pulau Jawa. CUT Film dipilih karena komunitas ini ikut menonton saat film Epic Java melakukan screening di Blitz Megaplex, Paris Van Java tahun 2013. CUT Film adalah komunitas yang bergerak di bidang sinematografi, berasal dari hobi dan kesukaan dalam dunia sinematografi. Semua anggota CUT Film adalah mahasiswa. Dari 80 anggota CUT Film, sebagian anggotanya berasal dari luar pulau Jawa. Penulis ingin mengetahui apakah anggota CUT Film yang sudah menonton film Epic Java tertarik untuk melakukan wisata ke berbagai tempat yang ada di pulau Jawa. Penulis meneliti film Epic Java dengan menonton film tersebut. Jadi penulis tertarik
6
untuk membuat penelitian dengan judul “Pengaruh Film Epic Java Terhadap Minat Wisata Komunitas CUT Film Di Bandung”.
1.2 Rumusan Masalah Rumusan Masalah yang dirumuskan oleh peneliti adalah “Seberapa besar pengaruh film Epic Java terhadap minat wisata komunitas CUT film di Bandung”.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh dari film Epic Java terhadap minat wisata komunitas CUT film di Bandung dengan menganalisa film Epic Java. 1.3.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh film Epic Java terhadap minat wisata komunitas CUT Film di Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian a) Kegunaan akademis
7
1) Dengan penelitian ini, diharapkan penulis dapat menerapkan ilmu yang penulis terima saat perkuliahan dan dapat menambah wawasan penulis. 2) Diharapkan melalui penelitian ini penulis dapat menguraikan teori mengenai pengaruh dari suatu film. 3) Penelitian ini pun dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya, dan perbandingan dengan penelitian sebelumnya. b) Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dari penelitian ini kita dapat mengetahui seperti apa dampak film dokumenter Epic Java dan apakah film tersebut mampu mempengaruhi minat wisata komunitas terutama CUT Film di Bandung. Hal ini juga berguna bagi pihak terkait seperti tim produksi Epic Java untuk mengetahui dampak dari dari audience setelah menonton film mereka. c) Aspek Umum Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
bagi
berbagai
pihak,
yang
memungkinkan
untuk
dilakukannya penelitian lebih lanjut oleh pihak tertentu.
1.5 Tahapan Penelitian 1) Observasi Dalam tahap ini peneliti mencari fenomena dan pokok permasalahan yang akan diangkat menjadi topik dalam penelitian. Setelah topik penelitian ditemukan lalu selanjtnya menentukan judul penelitian . Peneliti menemukan ketertarikan pada dampak film Epic Java terhadap minat wisata pada komunitas CUT Film di Bandung.
8
2) Merumuskan dan mengidentifikasikan masalah Judul penelitian yang telah ditentukan lalu diturunkan menjadi rumusan masalah dan kemudia diturunkan kembali menjadi pertanyaan- pertanyaan ilmiah dalam identifikasi masalah. Hal ini menjadi fokus dan batasan dari penelitian. 3) Pengumpulan Data Data primer penelitian didapatkan dari survei yaitu dengan menyebarkan kuisioner kepada responden yaitu anggota komunitas CUT Film dan pernah menonton film Epic Java.Media Survei dilakukan secara manual disebar oleh penulis. Selain itu data sekunder juga didapatkan dari penelitian terdahulu dan data- data pendukung yang dapat membantu kelengkapan penelitian ini. 4) Menganalisa Data Data yang terkumpul kemudian dianalisisi dengan cara dihitung menggunakan rumus- rumus statistik yang haru berkaitan dengan topik penelitian. 5) Menyajikan dan Membahas Data dari hasil data yang telah dihitung secara sistematis kemudian disajikan dan dibahas secara detail ditambah dengan pengaplikasian teori- teori yang dapat memperkuat pembahasan masalah dalam penelitian. 6) Kesimpulan dan Saran Menyimpulkan seluruh proses penelitian dari awal hingga akhir lalu memberikan saran berupa alternatif- alternatif yang ditawarkan menyangkut masalah yang diangkat dalam penelitian, dengan harapan dapat bermanfaat bagi peneliti dan juga pembaca.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dan respondennya berasal dari anggota komunitas CUT Film dengan survei kuesioner dilakukan penyebaran manual oleh penulis, sehingga anggota komunitas CUT Film termasuk kriteria 9
responden dan pernah menonton film Epic Java bisa mengisi kuisioner. Periode penelitian ± 4 bulan dilakukan terhitung mulai bulan September sampai Desember 2014.
Tabel Error! No text of specified style in document..1 Tahapan Penelitian Periode (Bulan)
No
September
Tahapan 1
1
Perencanaan
2
Penelitian
3
Penulisan Laporan Penelitian
4
Revisi Laporan
2
3
Oktober
4
1
2
3
November
4
1
2
3
Desember
4
1
2
Sumber: Olahan Penulis
10
3
4