BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Angka Kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2011 mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Di Indonesia, saat ini terdapat 13 provinsi yang angka kematian ibu melahirkannya tinggi. (Wardah.2011) Angka kematian ibu (AKI) di Jawa Tengah, masih cukup tinggi mencapai 128,96 per 100.000 kelahiran selama tahun 2010. Angka sebanyak itu, jauh lebih tinggi dibandingkan target nasional pada 2010 sebesar 125 per 100.000 kelahiran. (Kusumo, 2011). Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan, infeksi, eklamsi, partus lama, dan komplikasi abortus. Menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) selama 10 tahun angka kematian ibu terutama disebabkan post partum sekitar 67% dan 70% kematian karena perdarahan dan infeksi. Faktorfaktor yang mempengaruhi yaitu faktor penolong persalinan, faktor tempat tinggal ibu yang kotor dan luka post episiotomi yang tidak dirawat sehingga menyebabkan infeksi. (Abidin. 2011)
1
Infeksi pada ibu post partum dapat disebabkan karena luka saat persalinan, terkadang dokter melakukan episiotomi, yaitu menggunting perineum untuk mengurangi trauma yang berlebihan pada daerah perineum dan mencegah robekan perineum yang tidak beraturan. Dengan episiotomi, perineum digunting agar jalan lahir lebih luas. Luka post episiotomi harus dirawat dengan benar sehingga luka cepat sembuh dan tidak terjadi infeksi. (Abidin.2011) Episiotomi dikembangkan di Inggris pada tahun 1970 dan awal tahun 1980-an, dimana saat itu tindakan episiotomi dipakai sekitar 50%. Tindakan episiotomi umumnya dilakukan pada wanita yang baru pertama kali melahirkan. Namun kadang - kadang episiotomi dilakukan juga pada persalinan berikutnya, tergantung situasinya. Bila akan terjadi robekan maka dilakukan episiotomi (Bramantyo. 2006). Dalam beberapa kasus, perlu ditetapkan indikasi untuk melakukan episiotomi yang pertama adalah primigravida,khusus pada primigravida, laserasi jalan lahir sulit dihindari sehingga untuk keamanan dan mempermudah menjahit laserasi kembali dilakukan episiotomi. Episiotomi
dipertimbangkan pada
multigravida dengan introitus vaginae yang sempit. Indikasi kedua yaitu jaringan perineum yang tebal dan sangat berotot. Ketiga karena adanya jaringan parut bekas operasi. Keempat yaitu ada bekas episiotomi yang sudah diperbaiki. Kelima untuk mengelakkan robekan yang tak teratur,termasuk robekan yang melebar ke dalam rectum, kalau perineumnya sempit atau perineum pendek. Keenam yaitu alasan bayi yang prematur dan lemah, tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala bayi. (Rifal. 2010) 2
Prinsip tindakan episiotomi adalah pencegahan kerusakan yang lebih hebat pada jaringan lunak akibat daya renggang yang melebihi kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan. Pertimbangan untuk melakukan episiotomi harus mengacu pada pertimbangan klinik yang tepat untuk teknik yang paling sesuai untuk menghadapi kondisi tersebut. Perawat harus ikut berperan serta dalam upaya perawatan episiotomi dengan mengikutsertakan keluarga dan pasien dalam penyuluhan pentingnya perawatan episiotomi sehingga mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan dan perbaikan jaringan. (Mahiya. 2004). Komplikasi setelah dilakukannya tindakan episiotomi meliputi dua aspek, yaitu komplikasi pada ibu dan komplikasi pada bayi. Pada ibu akan terjadi “Trias komplikasi”
ibu, yaitu
pertama adalah
perdarahan. Perdarahan merupakan
komplikasi yang paling gawat, memerlukan transfusi darah dan merupakan penyebah kematian ibu yang paling utama. Kedua yaitu infeksi, setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Ketiga yaitu trauma tindakan operasi persalinan. Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Komplikasi pada bayi akan terjadi trial komplikasi bayi dalam bentuk asfiksia yaitu kesulitan bernafas karena tekanan langsung pada kepala sehingga menekan pusat-pusat vital pada medula oblongata. Trauma langsung pada bayi meliputi Fraktura ekstremitas, Dislokasi persendian, ruptura alat vital meliputi: hati atau lien bayi, robekan pada usus, fraktura tulang kepala bayi, perdarahan atau edema jaringan otak, trauma langsung pada mata, telinga, hidung dan lainnya. Berikutnya
3
Infeksi, infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian bila banyak bakteri yang masuk. (Hasna.2010) Cara perawatan setelah episiotomi yaitu untuk menahan rasa sakit akibat proses jahitan, dokter akan memberikan obat penahan rasa sakit. Ibu dianjurkan memperbanyak konsumsi serat seperti buah-buahan dan sayuran untuk menghindari rasa sakit kala buang air besar. Tinja yang dikeluarkan menjadi tidak keras dan ibu tak perlu mengejan. Dokter dapat memberikan obat untuk melembekkan tinja. Dengan kondisi robekan yang terlalu luas pada anus, hindarkan banyak bergerak pada minggu pertama karena bisa merusak otot-otot perineum. Banyak-banyaklah duduk dan berbaring. Hindari berjalan karena akan membuat otot perineum bergeser. Jika kondisi robekan tidak mencapai anus, ibu disarankan segera melakukan mobilisasi setelah cukup beristirahat. Setelah buang air kecil dan besar atau pada saat hendak mengganti pembalut darah nifas, bersihkan vagina dan anus dengan air seperti biasa. Jika ibu benar-benar takut untuk menyentuh luka jahitan disarankan untuk duduk berendam dalam larutan antiseptik selama 10 menit. Dengan begitu, kotoran berupa sisa air seni dan feses juga akan hilang. Bila memang dianjurkan dokter, luka di bagian perineum dapat diolesi salep antibiotik.(Hasna. 2010) Mengingat pentingnya perawatan episiotomi pada ibu postpartum, maka penulis tertarik mengambil judul karya tulis ilmiah “ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN POST PARTUM DENGAN EPISIOTOMI PADA NY.S DI RUANG FATIMAH RS ROEMANI SEMARANG”
4
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mengetahui pentingnya perawatan secara nyata tentang asuhan keperawatan pasien post partum dengan episiotomi. 2. Tujuan Khusus a. Mendiskripsikan pengkajian pada pasien post partum dengan episiotomi. b. Mendiskripsikan
permasalahan (diagnosa keperawatan) pada
pasien post partum dengan episiotomi. c. Mendiskripsikan rencana keperawatan (intervensi) pada pasien post partum dengan episiotomi. d. Mendiskripsikan dan dapat melaksanakan implementasi pada pasien post partum dengan episiotomi. e. Mendiskripsikan evaluasi (catatan perkembangan) pada pasien post partum dengan episiotomi. f. Membahas asuhan keperawatan pada pasien post partum dengan episiotomi.
C. Pengumpulan Data
5
Dalam penyusunan karya tulis ini penulis menggunakan metode deskriptif dalam
bentuk studi kasus dengan pendekatan
proses
keperawatan, meliputi pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sedangkan tehnik pengumpulan datanyadengan metode: 1. Observasi Partisifatif Observasi partisifatif yaitu mengadakan pengawasan langsung terhadap keadaan umum pasien serta perkembangannya dan melaksanakan asuhan keperawatan selama observasi. 2. Wawancara Wawancara yaitu tanya jawab dengan pasien, keluarga pasien, perawat dan tenaga kesehatan yang ikut menangani. 3. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku – buku literatur yang berkaitan dengan perawatan pasien post partum dengan episiotomi. 4. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi yaitu dengan mempelajari catatan medik pasien, buku laporan serta dokumen lainnya untuk membandingkan dengan data yang penulis dapatkan.
6
D. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang jelas penulis akan menguraikan secara singkat dalam bentuk bab dan sub bab penulisan karya tulis, maka penulis akan menulis menjadi 5 bab, yaitu: 1. BAB I adalah pendahuluan, terdiri atas latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika. 2. BAB II adalah konsep dasar, terdiri atas pengertian, anatomi dan fisiologi, atiologi atau predisposisi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi, penatalaksanaan, pengkajian fokus (termasuk pemeriksaan penunjang), pathways keperawatan, fokus intervensi dan rasional. 3. BAB III adalah tinjauan kasus, terdiri atas pengkajian, pathways keperawatan sesuai kasus pasien, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi. 4. BAB IV adalah pembahasan. 5. BAB V adalah kesimpulan dan saran. 6. DAFTAR PUSTAKA
7
8