5 BAB 2 DATA DAN ANALIS A
2.1 Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Tidak mudah bagi Pemda DKI Jakarta menemukan model pemberdayaan masyarakat yang tepat. Untuk merumuskan inovasi tersebut Pemda DKI Jakarta mengajak berbagai pihak seperti perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Selain itu untuk menangkap aspirasi masyarakat diadakan dialog interaktif melalui radio Paket Penyiaran Bandar Jakarta dan Paket Siaran Pendesaan di RRI Jakarta dan radio swasta niaga.
Akhirnya dipilih Konsep Tribina yang merupakan pengembangan program KIP (Kampung Improvement Program) yang pernah diujicobakan di 8 kota tahun 80an. Konsep Tribina terbagi atas : 1. Bina fisik dan lingkungan yaitu mendukung tersedianya sarana/prasarana untuk meningkatkan aksesibilitas dan suasana kondusif untuk pelaksanaan bina ekonomi dan bina sosial (20%). Contohnya : pengerasan jalan, saluran air, M CK, penerangan jalan, rehabilitasi sarana umum dan sosial. 2. Bina ekonomi untuk mendorong akses masyarakat terhadap aktivitas ekonomi (60%). Contohnya : koperasi, permodalan, dan setelah bergulir dengan bimbingan manajemen keuangan. 3. Bina sosial untuk mendorong kemampuan keterampilan manajerial dan teknik untuk mengembangkan sosial budaya, keagamaan, olahraga, pelestarian (20%).
6 Legalisasi program ini diperkuat dengan dasar hukum : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara 4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan Tanggungjawab Keuangan Negara 5. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum 6. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akutansi Pemerintahan 7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah. 8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah 9. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah 10. Peraturan M enteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 11. Peraturan M enteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2008 12. Peraturan M enteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknik Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
7 Kemudian di tingkat provinsi diperkuat dengan Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Pemberdayaan M asyarakat Kelurahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dan Peraturan Gubernur Nomor 53 Tahun 2007 tentang Arah Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan.
Pada dasarnya program ini berupaya mendekatkan masyarakat kepada sumber-sumber pembangunan terutama permodalan. Selain itu mendidik masyarakat agar lebih berperan aktif dalam proses pembangunan mulai perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, serta menikmati hasil-hasilnya. Program ini memaksa masyarakat belajar sistem manajemen agar dana yang diberikan dapat bergulir. Program pembangunan ini dapat diistilahkan : dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Langkah awal pemberdayaan masyarakat itu dirintis Pemda DKI Jakarta dengan memberdayakan aparat kelurahan, karena mereka merupakan jajaran pemerintah yang terdekat ke komunitas masyarakat di kelurahan. Jembatan antara aparat kelurahan dan masyarakat adalah ketua RW/RT. Sampai tahun 2002 diselenggarakan pelatihan Perencanaan Pastisipatif Pembangunan M asyarakat Desa (P3M D) dibina 1.327 orang aparat kelurahan, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat. Disusul pembinaan 150.857 Kader Umum PKK dan 38.643 Kader Khusus PKK. Persiapan berikutnya untuk aparat Pemerintah di tingkat kelurahan, kecamatan, kotamadya, dan Kabupaten Kepulauan Seribu.
Kemudian berdasarkan Undang-Undang Ibu Kota Nomor 34 tahun 1999, disusul Perda Nomor 5 Tahun 2000 dibentuk Dewan Kelurahan. Lembaga inilah yang harus
8 mencerminkan semangat kebersamaan di kelurahan. agar sesuai dengan harapan pemberdayaan, anggota dewan ini dipilih oleh masyarakat. Dewan Kelurahanlah yang dianggap paling tahu masalah warga dan harus mampu mencarikan solusi yang tepat.
Dalam upaya menata manajemen program tersebut di tingkat kelurahan dibentuk Tim Pelaksana Kegiatan Kelurahan (TPKK). Dibentuk juga Tim Seleksi Proposal PPM K yang terdiri dari Dewan Kelurahan, Lurah, dan unsur masyarakat.
Selain itu di kelurahan dibentuk juga Unit Pengaduan M asyarakat (UPM -PPM K), tugasnya mengelola anggaran bergulir PPM K; mengadministrasi anggaran PPMK; melakukan penagihan cicilan dan
guliran dana dari masyarakat; memberikan
pertanggungjawaban anggaran PPM K kepada Dewan Kelurahan; dan membuat laporan dana bergulir setiap akhir bulan. Di tingkat Rukun Warga (RW) dibentuk organisasi yang mirip. Selain Ketua RW sebagai fasilitator, dibentuk Tim Pelaksana Kegiatan PPMK. Tim ini yang membantu masyarakat atau kelompok masyarakat menyusun proposal, atau memperbaiki kalau ada kekurangan.
Tahap
berikutnya
mempersiapkan
administrasi
keuangan
dan
pertanggungjawaban di tingkat RW.
Prinsip PPM K adalah pembelajaran demokrasi bagi masyarakat, karena itu pula semua keputusan menerima atau menolak proposal, - baik di tingkat RW maupun di tingkat kelurahan-, harus berdasarkan musyawarah rencana pembangunan (musrebang).
9 2.2 Hambatan PPMK Pemda DKI Jakarta sebagai komunikator pemberi pesan PPM K, pada tahap-tahap awal memperkenalkan PPM K menempatkan posisi sebagai penggerak utama. Untuk memancing potensi masyarakat Jakarta, tahun 2001 Pemda DKI Jakarta memberikan dana untuk 25 kelurahan yang dinilai cukup siap. Setiap kelurahan diberi dana Rp 2 milyar dan tenaga-tenaga pendamping dari lembaga swadaya masyarakat (LSM ).
Ternyata baik jajaran pemerintah sebagai tangan pemerintah di lapangan, maupun LSM pendamping, dan masyarakat yang menjadi sasaran, belum menangkap konsep PPM K tersebut. Dana yang terserap hanya 50%nya.
Tahun 2002 kembali Pemda DKI Jakarta memberikan dana pancingan, sekarang untuk 242 kelurahan di wilayah DKI Jakarta mendapat dana PPM K sebesar Rp 250 juta untuk setiap kelurahan. Ternyata cukup banyak dana terserap untuk mengatasi masalah akibat banjir bandang 5 tahunan (2002) yang melanda Jakarta. Ketika diprioritaskan pinjaman dana untuk menggerakan kembali perekonomian rakyat.
Tahun 2003 diberikan dana PPMK kepada 242 kelurahan masing-masing Rp 500 juta. Tahun 2004 kepada 242 kelurahan diberikan masing-masing Rp 700 juta. Tahun 2005 jumlah kelurahan yang dinilai cukup siap meningkat, sebanyak 267 kelurahan mendapat bantuan masing-masing Rp 850 juta. Jumlah bantuan sama diberikan untuk tahun 2006.
Hambatan terbesar adalah ketidakmengertian masyarakat bahwa dana ini adalah pinjaman bukan hibah. Harus dibayar kembali dengan bunga rendah. Tujuannya agar
10 modal ini dapat bergulir, dipinjamkan kepada warga yang lain, begitu seterusnya. Sampai tahun 2006 ternyata pengembalian pinjaman dana tahun 2001 masih terkendala. Walau begitu Pemda DKI Jakarta dengan berani meneruskan program ini untuk meningkatkan proses pembelajaran masyarakat. Tahun 2007 untuk 267 kelurahan masing-masing disediakan dana Rp 1 milyar.
Akar permasalahan adalah masyarakat perlu melalui proses pembelajaran sebelum menangkap dan mengadopsi PPM K ini. Setiap komponen dalam proses penyebaran PPM K mulai dari jajaran kelurahan, LSM , Dewan Kelurahan, sampai warga sebagai sasaran program, perlu melalui proses pembelajaran. Topik-topik yang dipelajari mulai dari manajemen pengelolaan dana sampai menyusun akuntabilitas dana yang harus dipertanggungjawabkan.
Tahun 2008 dikeluarkan kebijakan baru program ini. Untuk program Bina Sosial dan Bina Fisik Lingkungan berada langsung di bawah Dewan Kelurahan. Untuk Bina Ekonomi dialihkan ke UPT yang melakukan kerjasama dengan Lembaga Keuangan M ikro . Lembaga ini berbentuk koperasi dengan kosentrasi dana dapat bergulir di dalam masyarakat.
Sampai tahun 2008 sebanyak 267 kelurahan di wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten Kepulauan Seribu memperoleh dana PPM K. Sebagai sebentuk inovasi posisi PPM K masih dalam proses adopsi dengan tahap-tahap yang berbeda di berbagai kelurahan di DKI Jakarta. Dalam proses ini bisa terjadi berbagai kondisi mulai dari tidak sampainya
11 pesan-pesan, hanya dimengerti sebagian pesan, ditolaknya pesan, diterima kemudian ditolak, dan lain sebagainya.
Itu pula sebabnya pada tahap ini Pemda DKI Jakarta perlu memelihara proses komunikasi dengan sasarannya. Terus menerus melakukan pendekatan melalui berbagai media massa. Siap sebagai penggerak yang memberikan informasi dan penyuluhan.
2.3 Target Pasar 1. Demografi : - jenis kelamin
: pria dan wanita
- usia
: minimum 17 tahun
- kelas ekonomi : kelas menengah ke bawah - pendidikan
: tidak buta huruf
2. Geografis : - Sasaran
: wilayah DKI Jakarta dan Kabupaten Kepulauan Seribu :urban :di tempat-tempat warga berkumpul (kantor kelurahan, RW/RT, rumah ibadah, Balai
Rakyat,
gedung
olahraga,
warung makan, M CK, dan lain-lain)
puskesmas,halte bus,
12 3. Psikografi : - kurang wawasan dan pengetahuan - kebutuhan penghasilan atau tambahan penghasilan - kebutuhan rasa aman dan nyaman di lingkungan tempat tinggal
2.4. Profil Penyelenggara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dipimpin oleh Gubernur Kepala Daerah Jakarta dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Jakarta sebagai penggagas dan penyelenggara PPM K di wilayah DKI Jakarta. Sebagai pelaksana dibentuk Badan Pemberdayaan M asyarakat (BPM ) dipimpin oleh Ketua Badan Pemberdayaan M asyarakat. Badan ini berkedudukan di kantor utama Pemprov DKI Jakarta, wewenang dan tanggungjawab di bawah Sekretaris Daerah dan Asisten Kesejahteraan M asyarakat. Di tingkat Kotamadya/Kabupaten dibentuk perpanjangan dari badan tersebut disebut Badan Pemberdayaan M asyarakat tingkat Kotamadya/Kabupaten. Program kampanye PPMK dirancang dan dibuat oleh kantor utama Badan Pemberdayaan M asyarakat DKI Jakarta. Kemudian disebarkan melalui jenjang BPM sampai ke tingkat kecamatan dan kelurahan.