ASUHAN KEBIDANAN PADA KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN TRIKOMONIASIS DI POLI KEBIDANAN RSUD dr. SLAMET GARUT TAHUN 2016
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Menyusun Laporan Tugas Akhir Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : RISA NOOR HESTIYA NIM. 13DB277126
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA KESEHATAN REFRODUKSI DENGAN TRIKOMONIASIS DI POLI KEBIDANAN RSUD dr. SLAMET GARUT TAHUN 20161
Risa Noor Hestiya2 Ayu Endang Purwati3 Sri Utami Asmarani4
INTISARI Keputihan merupakan keluhan yang sering di temukan pada perempuan. Ditemukan bahwa angka kejadian kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis di ruang Poli Kebidanan RSUD dr. Slamet Garut pada tahun 2015 adalah 102 orang. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis, dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis ini dilakukan selama 7 hari mulai dari pengkajian tanggal 14 Maret 2016 di ruang poli kebidanan RSUD dr. Slamet Garut sampai kunjungan rumah ke 2 yaitu pada tanggal 21 Maret 2016. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis di ruang poli kebidanan RSUD dr. Slamet Garut dilaksanakan cukup baik.
Kata Kunci
: Kesehatan reproduksi dengan flour albus
Keperpustakaan : 10 Buku (2007-20015), 1 Jurnal, 9 Media Elektronik Halaman
: i-ix, 54 Halaman, 4 Lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen STIKes
Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Keputihan adalah keluhan yang sering menyerang perempuan dan tidak mengenal usia. Sedangkan pengertian keputihan sendiri adalah keluarnya cairan selain darah dari liang vagina di luar kebiasaan, baik berbau ataupun tidak disertai rasa gatal setempat, dapat terjadi secara normal (fisiologis) maupun abnormal (patologis). Pada wanita akan mengalami perkembangan pada organ reproduksinya, orang reproduksi pada perempuan lebih sensitive daripada laki-laki karena saluran reproduksinya lebih pendek ( kusmiran, 2012). Kebersihan organ reproduksi pada perempuan khususnya remaja sebagai salah satu upaya pencegahan terhadap keputihan patologis, masih menjadi masalah di berbagai Negara. World health organization (WHO) mendefinisikan kesehatan adalah kesejahtraan fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan,dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi,fungsi serta prosesnya (Nogroho, 2012). Dalam hadis menjelaskan :
فعلى ذلك تبقى رطوبة فرج المرأة على الطهارة Oleh karena itu, keputihan yang ada di organ reproduksi wanita, statusnya suci. (Jami’ Ahkam). Disamping itu, cairan keputihan yang keluar dari organ reproduksi wanita, adalah hal yang wajar terjadi di masa silam. Meskipun demikian, kita tidak menjumpai adanya riwayat dari para sahabat wanita (shahabiyat) yang menanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal umumnya mereka hanya memiliki satu pakaian. Jika ini najis, tentu Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam akan mengingatkannya.
1
2
Menurut WHO 2006 (winindia 2009)masalah kesehatan mengenai reproduksi wanita yang buruk telah mencapai 33% dari jumlah total beban penyakit yang menyerang pada wanita di seluruh dunia. Angka ini lebih besar di bandingkan dengan masalah reproduksi pada kaum laki-laki yang hanya mencapai 12,3% pada usia yang sama pada kaum wanita. Hasil penelitian dari New Delhi Kaur J dan Kapoor Anup K, tahun 2014 menunjukkan bahwa prevalensi keputihan(fluor albus), pengetahuan dan persepsi di kalangan perempuan saat menikah dari kelompok usia, 15-49 tahun di kota kumuh Asia selatan pernah mengalami keputihan (fluor albus/leucorrhea) hampir 79%. Penelitian ini melaporkan prevalensi keputihan (fluor albus/leucorrhea) yang tinggi pada wanita di tempat tinggal kumuh di Asia Selatan dan terlihat bahwa tidak ada perbedaan dalam persepsi dan pengetahuan dengan pendidikan responden, status pekerjaan, dan pendidikan suami (JFRH, 2014). Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang sensitive, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual (PMS) HIV/AIDS, kebutuhan khsus remaja dan perluasan jangkauan pelayanan lapisan masyarakat kurang mampu untuk mereka yang tersisih. Fungsi dan proses reproduksi tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi (Nugraha, 2012). Data penelitian tentang kesehatan refroduksi menunjukan bahwa 75% wanita di dunia mengalami keputihan(fluor albus/ leucorrhea), sebanyak 2kali atau lebih. Di Indonesia kejadian keputihan(fluor albus/ leucorrhea)
semakin
meningkat.
Berdasarkan
hasil
penelitian
menyebutkan bahwa tahun 2012 50% wanita Indonesia pernah mengalami keputihan(fluor albus/ leucorrhea), kemudian pada tahun 2013 60% wanita pernah mengalami keputihan(fluor albus/ leucorrhea), sedangkan pada tahun 2014 hampir 70% wanita pernah mengalami keputihan(fluor albus/ leucorrhea), setidaknya sehari dalam hidupnya (Prasetyowati, 2015). Di Indonesia sendiri 75% wanita pernah mengalami keputihan minimal satu kali dalam hidupnya dan setengah di antaranya mengalami
3
keputihan sebanyak dua kali atau lebih. Hal ini berkaitan dengan cuaca yang
lembab
keputihan,
yang
dimana
mempermudah cuaca
yang
wanita lembab
Indonesia dapat
mengalami
mempermudah
berkembangnya infeksi jamur (Dachacare, 2010). Dari
pertemuan
ilmiah
tentang
infeksi
jamur,
didapatkan
kesimpulan bahwa infeksi kandidasis pada vagina memegang persentase sebesar 20% sampai 25% dari pasien yang datang ke dokter ahli kebidanan. Infeksi ini di tandain dengan sel berwarna putih hingga berwarna keruh sampai kehijauan dengan bau khas, disertai rasa gatal juga iritasi imflamentasi (Andara, 2007). Menurut Depkes (2010) kejadian keputihan banyak disebabkan karena oleh bakteri kandidosis vulvovagenitis dikarenakan banyak perempuan yang tidak mengetahui membersihkan daerah vaginnya, penyebab lainnya adalah vaginitis bacterial dan trichomonas vaginalis. Khusus di Indonesia data yang ada dari wanita yang mengalami keputihan sulit untuk di dapat, hal ini dapat di maklumi karena sedikit sekali wanita yang memeriksakan masalah alat reproduksi. Kejadian keputihan di jawa barat tahun 2014 sebanyak 200 orang mengalami keputihan fisiologis dan 240 orang mengalami keputihan patologis. RSUD dr. Slamet Garut adalah rumah sakit tipe C yang terletak di kota. angka kejadian keputihan di RSU dr Slamet Garut pada tahun 2013 berjumlah 92 orang, tahun 2014 berjumlah 78 orang, tahun 2015 102 orang. Dampak dari masalah keputihan ini bisa sangat fatal karena dapat mengakibatkan kemandulan dan kehamilan di luar kandungan dan keputihan ini juga awal dari kangkerleher Rahim yang bisa berujung pada kematian (Suhandi, 2012). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan “Asuhan Kebidanan pada Gangguan Reproduksi dengan Trikomoniasis di RSU dr Slamet Garut” sebagai Laporan Tugas Akhir.
4
B. Rumusan masalah Berdasarkan
penjelasan
dari
latar
belakang
atas,penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut
masalah
di
“Bagaimana
melaksanakan asuhan kebidanan Pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis di RSUD dr SLAMET GARUT?”.
C. Tujuan Studi Kasus 1. Tujuan Umum Diharapkan
mahasiswa
mengerti
dan
memahami
tentang
pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis. 2. Tujuan Khusus a. Melaksanakan pengkajian data baik data subjektif maupun objektif pada Ny.R 25 tahun
dengan gangguan sistem
reproduksi
Trikomoniasis di RSUD dr. Slamet Garut. b. Menginterpretasikan data dan merumuskan diagnose, masalah dan kebutuhan pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomonasis RSUD dr. Slamet Garut. c. Mengidentifikasikan diagnosa potensial pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut. d. Mengidentifikasikan tindakan segera pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut. e. Menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pengkajian pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut. f. Melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut. g. Melakukan evaluasi pada pelaksanaan asuhan kebidanan pada Ny.R 25 tahun dengan gangguan sistem reproduksi Trikomoniasis RSUD dr. Slamet Garut.
5
D. Manfaat Studi Kasus 1. Manfaat Teoritis Hasil laporan ini dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi perkembangan ilmu kebidanan, khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan pada gangguan sistem reproduksi dengan Trikomoniasis di poli kebidanan RSUD dr. Slamet Garut.
2. Manfaat Praktis 1. Bagi Penulis Dapat menerapkan ilmu yang telah di dapat di bangku perkuliahan , terutama kesehatan reproduksi khususnya Trikomoniasis. 2. Bagi Tenaga Kesehatan Dapat di manfaatkan untuk penyempurnaan layanan bagi layanan bagi tenaga kesehatan khususnya profesi bidan dalam asuhan kebidanan pada kasus gangguan sistem reproduksi dengan Trikomoniasis. 3. Bagi Profesi Memberi masukan
dalam
upaya
mengembangkan
asuhan
kebidanan pada kesehatan reproduksi dengan Trikomoniasis. 4. Bagi Pasien Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien agar terhindar dari keputihan yang dapat merugikan kesehatan reproduksinya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi 1. Kesehatan Reproduksi a. Definisi Kesehatan Reproduksi Kesehatan reproduksi adalah kesejahtraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi-fungsinya serta proses-prosesnya (Taufan, 2012). b. Ruang Lingkup Masalah Kesehatan Reproduksi Fungsi dan proses reproduksi tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak remaja, dewasa hingga massa pasca usia reproduksi. c. Adapun Masalah Kesehatan Reproduksi di Tinjau dari Pendekatan Siklus Kehidupan Keluarga : 1)
Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti mutilasi, deskriminasi, nilai anak dsb)
2)
Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai masa kanak-kanak yang sering kali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan/pelecehan seksual dan tindakan seksual yang tidak aman)
3)
Tidak terpenuhinya kebutuhan KB biasanya terkait dengan isu aborsi tidak aman.
4)
Mortalitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan. Persalinan dan masa nifas yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi rendah.
5)
Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual.
6)
Kemandulan,
yang
berkait
erat
dengan
infeksi saluran
reproduksi dan penyakit menular seksual. 7)
Sindrom pre dan post menoupouse dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi.
6
7
8)
Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.
2. Gangguan Sistem Reproduksi Gangguan manajemen
reproduksi adalah
kesehatan
reproduksi.
kegagalan Diketahui
wanita bahwa
dalam system
pertahanan dari alat kelamin atau organ reproduksi wanita cukup baik, yaitu asam basanya. Sekalipun demikian, sistem pertahanan ini cukup lemah, sehingga infeksi sering tidak terbendung dan menjalar segala arah, menimbulkan infeksi mendadak dan menahun dengan berbagai keluhan. Salah satu keluhan kelinis dari infeksi atau keadaan abnormalalat kelamin adalah keputihan (flour albus)(Manuaba, 2009). Ada berbagai macam gangguan reproduksi seperti gangguan menstruasi, syndrome premenstruasi, kista ovari, kanker dan tumor pada endrometrium, serta salah satunya yaitu infeksi yang di sebabkan oleh bakteri maupun jamur yang sering disebutkan keputihan. a. Macam-macam gangguan reproduksi 1)
Gangguan Menstruasi Menurut (Varney, 2007), gangguan menstruasi terdiri dari : a)
Amenore Amenore merupakan perubahan umum yang terjadi pada beberapa titik dalam sebagian besar siklus menstruasi wanita dewasa.
b)
Desminore Menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan pinggang serta biasanya terus seperti kram.
c)
Menorgia Menorgia merupakan salah satu dari beberapa keadaan menstruasi yang pada awalnya berbeda di bawah label perdarahan uterus disfungsional.
d)
Metoragia Metoragia apabila menstruasi terjadi dengan interval tidak teratur, atau jika terdapat insiden bercak darah atau perdarahan di antara menstruasi.
8
e)
Oligomenore Oligomenore adalah aliran menstruasi yang tidak sering atau hanya sedikit.
f)
Sindrompramenstruasi Perubahan
siklik
fisik,
fisiologi,
dan
prilaku(misalnya perut mengembung, perubahan suasana hati, perubahan nafsu makan) yang di cerminkan saat siklus menstruasi terjadi hampir pada semua wanita beberapa waktu antara menarche dan menopause. 2)
Nyeri Abnomen dan Panggul a)
Nyeri akut Kemampuan untuk mengenali dan menangani nyeri abdomen akut secara akurat merupakan keahlian penting dalam perawatan kesehatan wanita.
b)
Nyeri kronis Wanita yang mengalami nyeri panggul kronis adalah orang yang sering kali mengunjungi pemberian layanan kesehatan dalam jangka waktu yang lama.
3)
Inkontinesia urine Pengeluaran urine secara tidak sadar merupakan kondisi yang membuat stress dan yang tidak dilaporkan karena berbagai alesan, seperti rasa malu, pengingkaran, dan adanya anggapan bahwa satu-satunya pilihan penanganan adalah pembedahan.
4)
Kista ovarium Berbagai
macam
masa
ovarium
jinak
dapat
ditemukan oleh bidan baik pada saat pemeriksaan panggul atau dari 2 hasil pemeriksaan ultra sonograrafi. 5)
Tumor/kanker pada endometrium Wanita
yang
di
diagnosis
mengalami
kanker
endometrium setiap tahunnya, tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan kanker servik. Kemungkinan terjadi paling sering pada wanita berusia lebih dari 50 tahun.
9
6)
Infeksi saluran genetal seperti Candidiasis vulvovagina Pada umumnya disebabkan oleh candida albicans, gambaran klinisnya sendiri adalah adanya rabas berwarna putih, kental, berwarna seperti keju dan dapat juga encer atau bersifat cair yang secara umum disebut Keputihan (Flour Albus).
3. Pengertian Keputihan Keputihan atau Fluor albus merupakan suatu gejala gangguan alat kelamin yang dialami oleh wanita, berupa keluarnya cairan putih kekuningan atau putih kelabu dari vagina. Secara normal, wanita dapat mengalami keputihan. Namun perlu diwaspadai bahwa keputihan juga dapat terjadi karena infeksi yang disebabkan ole9h bakteri, virus dan jamur (Tjitraresmi, 2010). Fluor albus adalah nama gejala yang diberikan kepada cairan yang dikeluarkan dari alat genetalia yang tidak berupa darah. . Flour Albus merupakan pengeluaran cairan pervaginam yang tidak berupa darah yang kadang merupakan sebuah manifestasi klinik dari infeksi yang selali membasahi dan menimbulkan iritasi, rasa gatal, dan gangguan rasa tidak nyaman pada penderitanya (Shadine, 2012). Organ reproduksi merupakan salah satu organ tubuh yang sensitif dan memerlukan perawatan khusus. Pengetahuan dan perawatan yang baik merupakan faktor penentu dalam memelihara kesehatan reproduksi. Salah satu terjadinya kelainan atau penyakit pada organ reproduksi adalah keputihan (Ayuningtyas, 2011). Pada saat Candida albicans menembus kulit atau selaput lendir secara eksogen maupun endogen pada vagina akan mengubah keasaman vagina sehingga meningkatkan fluor albus yang abnormal, maka tubuh akan mengerahkan keempat komponen system imun untuk menghancurkan yaitu antibody, fagosit komplemen dan sel-sel system imun (Widarti, 2010).
10
a. Kelasifikasi flour albus menurut Sibagariang (2010) adalah : Keputihan terbagi dua macam yaitu: 1) Flour albus fisiologis Dalam keadaan normal ada sejumlah secret yang mempertahankan
kelembapan
vagina
yang
banyak
mengandung epitel dan sedikit leukosit dengan warna jernih. Tanda-tanda keputihan normal adalah jika cairan yang keluar tidak terlalu kental, jernih, warna putih atau kekuningan jika terkontaminasi oleh udara, tidak disertai rasa nyeri, dan tidak timbul rasa gatal yang berlebihan. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya flour albus fisiologis antara lain : a)
Waktu sekitar menarche atau pertama kalinya haid dating, karena mulai mendapat terdapat pengaruh estrogen.
b)
Wanita dewasa apabila dirangsang dua waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran transuasi dari dinding vagina.
c)
Waktu sekitar ovulasi karena adanya reproduksi kelenjarkelenjar pada mulut serviks uteri menjadi lebih encer.
d)
Pada wanita hamil disebabkan karena meningkatkannya suplai darahke vagina dan mulut Rahim sehingga terjadi penebalan dan melunaknya selaput lender vagina.
e)
Akseptor kontrasepsi pil dan IUD serta seorang wanita yang menderita penyakit kronik atau pada wanita yang mengalami stress. Menurut Wijayanti (2009) keputihan normal ciri-cirinya
ialah : warnanya kuning, kadang-kadang putih kental, tidak berbau tanpa disertai keluhan (misalnya gatal, nyeri, rasa terbakar, dsb), keluar pada saat menjelang dan sesudah menstruasi atau pada saat stres dan kelelahan. Keputihan tidak selalu mendatangkan kerugian, jika keputihan ini wajar dan tidak menunjukan bahaya lain. Sebenarnya, cairan yang disebut keputihan ini berfungsi sebagai sistem pelindung alami saat terjadi gesekan di dinding
11
vagina saat anda berjalan dan saat anda meakukan hubungan seksual. Keputihan ini merupakan salah satu mekanisme pertahanan tubuh dari bakteri yang menjaga kadar keasaman pH wanita. Cairan ini selalu berada di dalam alat genital tersebut. Keasaman pada vagina wanita harus berkisar antara 3,8 sampai 4,2, maka sebagian besar bakteri yang ada adalah bakteri menguntungkan. Bakteri menguntungkan ini hampir mencapai 95% sedangkan yang lain adalah bakteri merugikan dan menimbulkan penyakit ( patogen ). Jika keadaan ekosistem seimbang, artinya wanita tidak mengalami keadaan
yang membuat keasaman
tersebut
bertambah dan berkurang, maka bakteri yang menimbulkan penyakit tersebut tidak akan mengganggu (Iswati, 2010). 2)
Flour albus patologis Adalah cairan eksudat yang banyak mengandung banyak leukosit, ini terjadi karna reaksi tubuh terhadap luka (jejas).
Jejas
biasanya
diakibatkan
oleh
infeksi
mikroorganisme seperti jamur (candida albikan), perasit (trikomonas), dan presit (E.Coli, Staphylococcus, Treponema Pallidum). fluor albus juga bisa disebabkan benda asing, neoplasma jinak, lesi, prakanker, dan neoplasma ganas. Keputihan yang tidak normal ialah keputihan dengan ciri-ciri : jumlahnya banyak, timbul terus menerus, warnanya berubah (misalnya
kuning, hijau, abu-abu, menyerupai
susu/yoghurt) disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas, nyeri) serta berbau (apek, amis, dsb) (Wijayanti, 2009) Keputihan yang disebabkan oleh infeksi biasanya disertai dengan rasa gatal di dalam vagina dan di sekitar bibir vagina bagian luar. Yang sering menimbulkan keputihan ini antara lain bakteri, virus, jamur, atau juga parasit. Infeksi ini dapat menjalar dan menimbulkan peradangan ke saluran kencing, sehingga menimbulkan rasa pedih saat penderita buang air kencing (Wijayanti, 2009). Menurut Boyke (2009).
12
hampir semua wanita di Indonesia pernah mengalami keputihan patologis seumur hidupnya minimal satu sampai dua kali. Oleh karena itu di dalam bukunya, Iswati (2010) mengatakan bahwa wanita perlu mengenal lebih jauh tentang keputihan tersebut, yaitu : a)
Keputihan yang cair dan berbusa, berwarna kuning kehijauan atau keputih-putihan, berbau busuk dengan rasa gatal. Keputihan semacam ini akan memberi dampak bagi tubuh wanita, diantaranya wanita akan merasa seperti terbakar di daerah kemaluan saat buang air kecil. Jika tidak cepat ditangani, lambat laun kemaluan akan terasa sakit dan membengkak.
b)
Cairan keputihan yang berwarna putih seperti keju lembut dan berbau seperti jamur atau ragi roti. Keadaan ini menunjukan adanya infeksi yang disebabkan jamur atau ragi yang di kemaluan seorang wanita. Penderita akan merasakan efek gatal yang hebat. Bibir kemaluan sering terlihat merah terang dan terasa sangat sakit. Selain itu, saat buang air kecil terasa seperti terbakar. Hal yang harus dicegah adalah menggunakan antibiotik untuk mengobati
infeksi
ini.
Antibiotik
sebenarnya
akan
membuat infeksi jamur semakin parah. Penderita pun jangan mamakai pil KB. Jika sedang menggunakan pil KB, hentikan secepatnya. c)
Cairan keputihan yang kental seperti susu dengan bau yang amis/anyir. Keadaan ini dimungkinkan karena infeksi yang disebabkan oleh bakteri Hemophilus. Diperlukan pemeriksaan khusus untuk membedakannya dengan infeksi trichomonas.
d)
Cairan keputihan yang encer seperti air, berwarna coklat atau keabu-abuan dengan bercak-bercak darah, dan berbau
busuk.
Janganlah
bersantai
dan
tidak
mempedulikan kelainan ini. Hal ini merupakan tanda-
13
tanda infeksi yang lebih parah, dapat kanker atau penyakit menular seksual lainnya. Penyebab terjadinya flour albus patologis adalah : a)
Infeksi Adanya kuman, jamur, parasite, dan virus dapat menghasilkan zat kimia tertentu bersifat asam dan menimbulkan bau yang tidak sedap.
b)
Benda asing Adanya benda asing yang dapat merangsang pengeluaran cairan dari liang senggama yang berlebihan
c)
Kanker Pada kanker terdapat gangguan dari pertumbuhan sel normal yang berlebihan, sehingga mengakibatkan sel tumbuh sangat cepat secara abnormal dan mudah rusak, akibat pecahnya pembulu darah yang bertambah untuk memberikan makanan dan oksigen pada kanker tersebut.
d)
Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan Kadang-kadang pada wanita ditimbulkan cairan dari liang senggama yang bercampur air seni dan feses, yang terjadi akibat adanya lubang kecil dari kandung kencing usus ke liang senggama akibat adanya cacat bawaan, cedera persalinan, radiasi dan akibat kanker.
e)
Menopause Pada
menopause
sel-sel
vagina
mengalami
hambatan dan dalam pematangan sel akibat tidak adanya hormone estrogen sehingga vagina kering, sering timbul gatal karena tipisnya lapisan sel sehingga mudah luka dan timbul infeksi penyerta. b. Tanda dan gejala flour albus Menurut sibagariang (2010) ada beberapa tanda dan gejala flour albus, antara lain : 1)
Fisiologis a)
Cairan yang tidak berwarna/bening
b)
Tidak berbau
14
2)
c)
Tidak berlebihan
d)
Tidak menyebabkan rasa gatal
Patologis a)
Keputihan yang disertai gatal, panas pada vagina
b)
Keluarnya lendir yang kental
c)
Rasa panas saat kencing
d)
Secret vagina berwarna putih dan menggumpal
e)
Berwarna putih ke abu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk.
c. Faktor penyebab flour albus Keputihan sering dikaitkan dengan kadar keasaman daerah sekitar vagina, karena keputihan bisa terjadi akibat pH vagina tidak seimbang. Sementara kadar keasaman vagina disebabkan oleh dua hal, faktor intern dan ekstern. Faktor intern 10 Jamur dan bakteri banyak tumbuh dalam kondisi tidak bersih dan lembab. Organ reproduksi merupakan daerah tertutup dan berlipat, sehingga lebih mudah untuk berkeringat, lembab dan kotor. Perilaku buruk dalam menjaga organ genitalia, seperti mencucinya
dengan
air
kotor,
memakai
pembilas
secara
berlebihan, menggunakan celana yang tidak menyerap keringat, jarang mengganti celana dalam, tak sering mengganti pembalut dapat menjadi pencetus timbulnya infeksi yang menyebabkan keputihan tersebut. Jadi, pengertian dan perilaku dalam menjaga kebersihan genitalia eksterna merupakan faktor penting dalam pencegahan keputihan (Ayuningtyas, 2010). Penyebab
utama
keputihan
adalah
jamur
Candida
albicans. Jamur ini mudah tumbuh pada media saboroud membentuk koloni dengan sifat-sifat yang khas yakni menonjol pada permukaan medium, koloni halus, licin dan berwarna kekuningan. Candida albicans dapat tumbuh pada tubuh manusia sebagai saprofit atau parasit di dalam pencernaan, pernapasan atau vagina orang sehat. Pada keadaan tertentu sifat jamur ini dapat
berubah
(Ganda, 2010).
menjadi pathogen
menyebabkan
keputihan
15
Beberapa penyebab flour albus menurut shadine (2012), antar lain : 1)
Infeksi vagina oleh jamur (candida albicans) atau parasit (tricomonas). Jenis infeksi yang terjadi pada vagina yakni, bacterial vaginosis, trikomonas, dan candidas. Bacterial vaginosis merupakan gangguan vagina yang sering di tandai dengan keputihan dan bau tak sedap. Hal ini disebabkan oleh lactobacillus menurun, bakteri pathogen (penyebab infeksi) meningkat, dan PH vagina meningka Vaginitis terbagi dalam tiga jenis, yakni : a)
Trichomoniasis Vaginitis
yang
satu
ini
disebabkan
oleh
parasit
trichomonaisi vaginalis. Ciri-cirinya adalah :
Mengeluarkan cairan berbau dengan kapasitas yang banyak
Cairan berwarna kuning kehijauan
Cairan mengandung busa
Cairan mengakibatakan gatal dan perih
Dapat ditularkan melaui hubungan intim TRIKOMONIASIS Infeksi menular seksual (IMS) menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup pelik di beberapa wilayah dunia. Data dari seluruh dunia melaporkan, IMS yang paling popular adalah Trikomoniasis, Chlamydia
genital, Human PapilomaVirus, Gonore,
dan Herpes Genital. Prevalensi IMS pada wanita di negara berkembang jauh lebih tinggi daripada di negara maju. Sebagai contoh, infeksi gonore 10-15 kali, chlamydia 2-3 kali, dan sifilis 10-100 kali lebih banyak. Masih sedikit didapatkan prevalensi IMS di Indonesia. Yayasan Kusuma Buana melaporkan, prevalensi IMS yang secara 'tidak sengaja' ditemukan pada pemeriksaan Pap Smear pada 6666 wanita usia
16
25-45 tahun dari 6 klinik di Jakarta mencapai 29%. Adapun penelitian lain di sebuah klinik di Bali pada tahun 1987-1988 menemukan bahwa dari 695 wanita yang
mengalami
abortus,
53%nya
diketahui
menderita infeksi saluran reproduksi dan IMS; 16,3% diantaranya
adalah
vaginosis
bakterial,
15,5%
kandidiasis, 7,3% trikomoniasis, dan 5,2% chlamydia. Lebih lanjut mengenai trikomoniasis, baru-baru ini Journal of Infectious Disease edisi Maret 2007 melaporkan wanita dengan infeksi trikomoniasis berisiko 50% lebih tinggi mengalami infeksi HIV daripada
wanita
yang
tidak
menderita
trikomoniasis.Penelitian yang dipimpin oleh R. Scott McClelland ini menemukan sebanyak 806 kasus infeksi T.vaginalis dan
265
diantaranya
menjadi
terinfeksi HIV dari 1335 wanita pekerja seks di Mombasa, Kenya yang sebelumnya HIV-negatif. Siklus Hidup Trikomoniasis adalah infeksi saluran genitalia yang
disebabkan
oleh Trichomonas
vaginalis. T.
vaginalis adalah protozoa patogen yang terdapat pada saluran kemih dan kelamin manusia, menetap di traktus genitalia bawah perempuan serta uretra dan prostat pria. Penularan penyakit ini terutama melalui
hubungan
seksual
dan
menyebabkan
vaginitis pada wanita dan uretritis nongonokokus pada pria. Trichomonad
adalah
organisme
eukariotik
berflagel, termasuk ordo Trichomonadida. Sebagian besar trichomonad adalah organisme komensal yang terdapat pada saluran usus mamalia dan burung. Tiga diantaranya ditemukan pada manusia yaitu : T.vaginalis yang merupakan parasit pada saluran kemih
dan
kelamin,
17
sedangkan T.venax dan Pentatrichomonas hominis termasuk trichomonad non patogen yang ditemukan pada rongga mulut dan usus besar. Trichomonad
tidak memiliki mitokondria,
28
S
ribosom, dan kemampuan untuk melakukan glikolisis. T.vaginalis berbentuk
oval
atau
fusiform (pir/pear-shaped) dengan panjang rata-rata 15 mm (seukuran sebuah leukosit). Organism ini bergerak aktif dan bereplikasi dengan pembelahan biner. Ia akan hidup optimal pada lingkungan lembab dengan suhu 35-37oC dan pH 4,9-7,5. Kadar pH menjadi
faktor
penting
dalam
pertumbuhan T.vaginalis. Kadar pH pada vagina yang sudah terinfeksi akan menjadi basa yaitu 5,5-6. Patofisiologi T.vaginalis, bentuk
tropozoit melekat
ke
mukosa, menginfeksi sel epitel vagina sehingga terjadi
proses
kematian
sel
pejamu
(host-cell
death) dan menyebabkan lesi superficial. Komponen yang berperan dalam proses kematian sel tersebut adalah mikrofilamen dari T. vaginalis. Selama proses invasi, T.vaginalis tidak hanya merusak sel epitel namun eritrosit. Eritrosit mengandung kolesterol esensial dan asam lemak yang diperlukan bagi pembentukan membran trichomonad. Baik sel epitel maupun eritrosit juga merupakan sumber zat besi. Proses pengikatan dan pengenalan trichomonad dengan sel epitel pejamu melibatkan minimal 4 protein permukaan spesifik T.vaginalis, yang dikenal dengan sistein proteinase. Setelah proses pengikatan,
akan
timbul
reaksi
kaskade
yang
mengakibatkan sitotoksisitas dan hemolisis pada sel. Pada perempuan, infeksi T. vaginalis sering
18
berkaitan dengan hilangnya basil doderlein penghasil asam. Gejala Klinis Sebanyak 10-50% wanita asimtomatik. Gejala yang paling banyak dikeluhkan wanita adalah duh vagina yang berwarna kuning kehijauan dan berbau. Perdarahan dari vagina yang abnormal, seperti perdarahan pasca sanggama, biasanya terjadi pada kasus servisitis. Gejala lain dapat berupa vagina eritem,
vulva
eritem
dan
gatal,
serta colpitis
macularis atau strawberry cervix (perdarahan kecilkecil/punctata
disertai
ulserasi
pada
serviks).
Gambaran colpitis macularis dapat dilihat dengan mata
telanjang,
tetapi
kolposkopi. Sekitar 12%
lebih wanita
sensitif
melalui
mengeluh
nyeri
daerah perut yang biasanya dikarenakan vaginitis, limfadenopati regional, endometritis atau salpingitis akibat infeksi lanjut dari T. vaginalis. Pada wanita hamil, risiko infeksi meningkat sehingga memicu ketuban pecah dini dan kelahiran prematur. Sementara itu, gejala pada pria biasanya lebih ringan karena diduga terdapat faktor imun spesifik atau
non-spesifik
yang
bersifat antitrichomonad
seperti kandungan zinc pada cairan prostat. Bahkan, 15-50% pria asimtomatik. Gejala dapat berupa duh penis, disuri, dan ulserasi penis. Gejala yang terakhir jarang terjadi. Beberapa penelitian juga menemukan kasus balanopostitis, striktur uretra, epididimitis, dan infertilitas. Terjadinya infertilitas diduga karena T. vaginalis menyebabkan kelainan pada morfologi dan motilitas sperma, serta kekentalan semen. Kolonisasi uretra dapat menyebabkan disuria dan polakisuria.
19
Pemeriksaan Pemeriksaan trichomonad motil, adalah dengan melalui spekulum, sampel duh vagina(urin sewaktu pada pria) diambil dengan swab kapas atau kawat lingkar (loop wire). Kemudian, sampel dicampur dengan 1 ml NaCl 0,9% suhu tubuh dalam tabung guna memperoleh sediaan basah. Lalu, sampel diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x dan 400x. Penggunaan NaCl 0,9% suhu tubuh dianjurkan agar pergerakan trichomonad lebih jelas sehingga memudahkan proses identifikasi. Mikroskop yang digunakan sebaiknya jenis fase-kontras. Bila yang
digunakan
mikroskop
cahaya,
kondenser
diturunkan atau diafragma agak ditutup agar lebih kontras.
Diagnosis
ditegakkan
jika
ditemukan
trichomonad yang bergerak disertai sel radang dalam jumlah
banyak
terutama
jenis
leukosit
poli-
morfonuklear. Tes Whiff dilakukan dengan menambah kan KOH pada duh vagina. Bila positif, akan tercium bau seperti ikan busuk yang menandakan adanya amin. Tes itu berguna untuk menyingkirkan diagnosis banding
bakterial
vaginosis. Pemeriksaan
pap
smear, yang biasa digunakan untuk skrining kanker serviks,
juga
dapat
membantu
mendiagnosis
trichomoniasis, namun sensitivitasnya hanya 60-70%. Kultur
menjadi standar
baku
emas
dalam
menegakkan diagnosis trikomoniasis. Sensitivitasnya mencapai 95%. Akan tetapi, hasil kultur perlu waktu yang lama. Oleh karena itu, kultur biasanya dilakukan bila pada pemeriksaan mikroskop negatif (tidak ditemukan trichomonad motil) sementara pH vagina meningkat (>4,5) dan gejala klinis mengarah ke trikomoniasis.
Media
kultur
adalah
Feinberg-
20
Whittington
atau
Diamond
yang
telah
dimodifikasi. Hasil kultur positif bila jumlah inokulum minimal sebanyak 300-500 trikomonad/ml. Metode diagnostik lain adalah rapid diagnostic test dengan menggunakan DNA probe dan antibodi monoklonal. Sensitivitas dan spesifisitasnya 90% dan 99,8%.Pemeriksaan mikroskop dengan sampel duh penis atau urin pada pria umumnya sulit karena hasilnya sering negatif. Oleh karena itu, diagnosis trikomoniasis
pada
pria
biasanya
berdasarkan
empiris atau, bila perlu, kultur. Pengobatan Pengobatan dapat diberikan secara topikal atau sistemik. Secara topical, dapat berupa : 1.
Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hidroge peroksia 1-2% dan larutan asam laktat 4%.
2.
Bahan berupa suppositoria, bubuk yang berupa trikomoniasidal.
3.Jel dan krim yang berisi zat trikomoniasidal. Pengobatan
secara
sistemik
menggunakan
Metronidazol atau tinidazol yang menjadi obat lini pertama dalam pengobatan trikomoniasis. Pada wanita, dosis diberikan sebesar 2 g oral, dosis tunggal. Dosis alternatif adalah 500 mg, 2x/hari, selama 7 hari. Dosis alternatif diberikan pada kasus dimana pasien tidak menunjukkan respon yang baik pada pemberian dosis tunggal. Bila setelah 7 hari pengobatan, tidak mendapat hasil optimal (gejala menetap), ulangi pengobatan dengan dosis seperti pada pengobatan pertama selama 7 hari. Bila pasien tidak juga sembuh setelah dilakukan pengobatan ulangan, dapat diberikan metronidazol 2 g oral, 1x/hari, disertai metronidazol suppositoria 500 mg pervaginam setiap malam selama 3-7 hari.
21
Bila infeksi trichomonad terjadi berulang atau menetap
bahkan
ketika
pasangan
seksualnya
telah berhasil diobati, maka pasien tersebut mungkin mengalami
resistensi
terhadap
metronidazol.
Pengobatan yang dapat diberikan pada kasus resistensi adalah dosis maksimal metronidazol 2-4 g/hari selama 10-14 hari. Beberapa studi melaporkan tinidazol mempunyai keefektivitasan yang cukup baik dalam mengobati kasus resistensi, sayangnya obat itu lebih mahal. Preparat
metronidazol
pervaginam
tersedia
dimana-mana, namun hanya dianjurkan pada infeksi yang
sukar
disembuhkan,
dan
bukan
sebagai
pengobatan primer pada trikomoniasis. Metronidazol dalam sediaan gel tidak dianjurkan dalam terapi trikomoniasis sebab tidak dapat mencapai kadar terapeutik
pada
uretra
dan
kelenjar-kelenjar
perivagina. Selain itu, angka kesembuhan sediaan gel kurang dari 50%. Pada wanita hamil, penelitian membuktikan adanya
hubungan
antara
infeksi trichomoniasis
dengan komplikasi pada kehamilan dan janin seperti ketuban pecah dini dan bayi dengan berat lahir rendah. Konon, pendapat lama tidak menganjurkan pemberian
metronidazol
pada
wanita
trimester
pertama masa kehamilan. Akan tetapi, stigma itu berubah. Saat ini, pengobatan dapat dilakukan pada seluruh masa kehamilan karena tidak menunjukkan efek teratogenik. Dosis pada wanita hamil dianjurkan dosis tunggal 2 g daripada dosis terbagi. Bayi yang menunjukkan
gejala
trikomoniasis
atau
dengan
kolonisasi urogenital yang menetap sesudah periode 4 bulan sejak kelahirannya, perlu diobati dengan metronidazol 5 mg/kgBB, oral, 3x/hari, selama 5
22
hari.Efek samping yang mungkin timbul berupa mual, neutropenia sementara (transient), waktu protrombin memanjang
(pada
warfarin),
pasien
yang
mengkonsumsi
dan flushing atau disulfiram
like
reaction (bila di minum bersama dengan alkohol). Bila
memungkinkan,
periksa
dan
obati
pasangannya. Hubungan seksual sebaik nya tidak dilakukan sampai pasien di katakan sembuh. Tidak lupa
untuk
memberikan
konseling
mengenai
penyakit, pentingnya mematuhi pengobatan, dan pentingnya penatalaksanaan pada pasangan. Pasien diminta untuk datang kontrol 1 minggu kemudian untuk melihat hasil pengobatan. Sebagian besar trikomoniasis dapat diobati dengan baik dengan metronidazole dengan angka keberhasilan
82-88%. Namun
demikian,
adanya
keterkaitan erat antara penyebaran trikomoniasis dengan infeksi HIV menyebabkan semakin rumitnya penatalaksanaan
dan
penanggulangan
infeksi
tersebut. Maka tak heran, bila dalam penelitiannya, R.
Scott
intervensi
McClelland untuk
menyimpulkan
mencegah
dan
perlunya mengobati
trikomoniasis dan meningkatkan kesehatan vagina secara umum. Hal itu penting untuk mengurangi risiko infeksi penularan HIV pada wanita. b)
Vaginosis Vaginitis yang ini disebabkan oleh bakteri Garnella vaginalis. Ciri-cirinya adalah :
c)
Cairan berwarna abu-abu
Menimbulkan bau tidak sedap
3. Infeksi Jamur (Candidosis) Vaginitis
jenis
ini
disebabkan
oleh jamur
Candida
Albicans. Candida Albicans merupakan salah satu jenis jamur yang biasa ditemukan dalam vagina. Jamur ini
23
akan berkembang biak dengan pesat saat di area vagina mengalami perubahan kondisi ekosistem. Disamping itu, karena jamur jenis ini merupakan pelahap glukosa, maka jamur ini akan berkembang biak pesat saat
terjadi ketidakseimbangan
hormonal
dalam
tubuh yang dapat memicu kenaikan gula darah. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa :
Adanya cairan kental dan berwarna putih dalam vagina.
Cairan tersebut mengeluarkan bau tidak sedap.
Menimbulkan rasa gatal.
Saat buang air kecil atau saat berhubungan seks akan terasa nyeri dan panas.
2)
Faktor hygine yang jelek. Kebersihan daerah vagina yang jelek dapat menyebabkan vaguna yang meningkat sehingga bakteri pathogen penyebab infeksi mudah menyebar.
3)
Pemakai obat-obatan (antibiotic, kortikosteroid, dan pil KB) dalam waktu yang lama, karena pemakaian obat-obatan khususnya antibiotic yang terlalu lama dapat menimbulkan sistem imunitas dalam tubuh. Sedangkan penggunaan KB mempengaruhi keseimbangan hormone wanita. Biasanya pada wanita yang mengonsumsi antibiotk timbul keputihan.
4)
Stress, otak mempegaruhikerja semua organ tubuh, jadi kita reseptor otak mengalami stress maka hormonal di dalam tubuh
mengalami
perubahan
keseimbangan
dn
dapat
menyebabkan timbulnya keputihan. Didalam bukunya, Hendrik (2006) menjelaskan bahwa keluhan keputihan dari seorang wanita menjelang terjadinya haid secara statistik cenderung dapat menyebabkan keadaan daerah kemaluan (terutama vagina, uterus, dan vulva) menjadi mudah terjangkit suatu penyakit dan menularkannya ke tubuhnya sendiri atau
ketubuh
orang
lain
yang
dengannya. Hal ini disebabkan oleh hal-hal berikut:
melakukan
persetubuhan
24
1)
Banyaknya
bakteri-bakteri
yang
senantiasa
berada
di
dalamnya (flora normal), yang telah berubah sifatnya menjadi bakteribakteri patogen disamping adanya mikroorganisme lainnya yang bersifat patogen potensial. 2)
Adanya perubahan pengaruh hormon-hormon seks steroid, terutama hormon estrogen dan progesteron, secara fluktuatif menjelang terjadinya perdarahan haid akan menimbulkan kerentanan pada dinding vagina terhadap terjadinya infeksi, terutama infeksi Candida sp.
3)
Adanya hubungan langsung yang dekat dengan lingkungan luar tubuh yang dapat memungkinkan masuknya bakteri dan mikroorganisme lainnya yang bersifat patogen potensial ke vagina.
4)
Kurangnya
perhatian
higiene
(kebersihan)
di
daerah
kemaluan. 5)
Terjadinya benturan atau gesekan di daerah vaginanya ketika melakukan persetubuhan sebelumnya.
6)
Adanya infeksi lain atau proses lainnya berupa keganasan di dalam tubuh. Kasus keputihan yang tak kunjung menyembuh kendati
sudah berkali-kali diobati, bisa jadi sebab keputihan yang komplet (disebabkan oleh lebih dari satu dari ketiga penyebab), namun tidak diberi obat yang komplet untuk membasmi lebih dari satu jenis penyebabnya. Atau mungkin juga karena masa pemberian obatnya belum tuntas menumpas bibit penyakitnya, selain karena pilihan obatnya tidak sesuai dengan jenis penyebab keputihannya (Nadesul, 2009). d. Pencegah flour albus Menurut shadine (2012), ada beberapa cara untuk menghindari terjadinya flour albus, antara lain : 1)
Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin. Rambut vagina atau pubis yang terlampau tebal dapat menjadi tempat sembunyi kuman
25
2)
Biasakan untuk membasuh vagina dengan cara yang benar, yaitu dengan gerakan dari depan belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandi. Jangan lupa untuk tetap menjaga vagina dalam keadaan kering.
3)
Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan karena pemakaian celana dalam yang basah, jarang diganti dan tidak menyerap keringat. Usahakan menggunakan celana dalam yang terbuat dari bahan katun yang menyerap keringat.
4)
Pemakaian celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan kelembaban daerah vagina. Ganti tampon atau pantyliner pada wankyunya.
5)
Hindari terlalu sering memakai bedak talk di sekitar vagina, tisu harum, atau tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap teriritasi.
6)
Perhatikan kebersihan lingkungan. Keputihan juga bisa muncul lewat air yang tidak bersih. Jadi, bersihkan bak mandi, ember, ciduk, water torn, dan biibir kloset dengan antiseptic untuk menghindari menjamurnya kuman.
7)
Setia pada pasangan merupakan langkah awal untuk menghindari keputihan yang disebabkan oleh infeksi yang menular melalui hubungan seks.
8)
Menghindari hubungan seks pra nikah. Selain itu untuk mencegah keputihan, wanita pun harus
selalu menjaga kebersihan dan kesehatan daerah kewanitaannya. Antara lain adalah : 1)
Selalu cuci daerah kewanitaan dengan air bersih setelah buang
air,
jangan
hanya
di
seka
dengan
tisu.
Membersihkannya pun musti dilakukan dengan cara yang benar yaitu dari depan ke belakang, agar kotoran dari anus tidak masuk ke vagina. Hindari pemakaian sabun vagina berlebihan karena justru dapat mengganggu keseimbangan flora normal vagina. 2)
Jaga daerah kewanitaan tetap kering. Hal ini karena kelembapan dapat memicu tumbuhnya bakteri dan jamur.
26
Selalu keringkan daerah tersebut dengan tisu atau handuk bersih setelah dibersihkan. Karena tidak semua toilet menyediakan tisu, bawalah tisu kemana pun anda pergi. Selain itu buatlah celana dalam yang terbuat dari katun agar dapat menyerap keringat dan gantilah secara teratur untuk menjaga kebersihan. 3)
Bila sedang mengalami keputihan atau menstruasi tinggal sedikit, boleh saja menggunakan pelapis celana panty liner. Tetapi sebaiknya tidak digunakan setiap hari. Panty liner justru dapat memicu kelembapan karena bagian dasarnya terbuat dari plastik. Pilih panty liner yang tidk mengandung parfum,terutama buat yang berkulit sensitif.
4)
Hindari bertukar celana dalam dan handuk dengan teman atau bahkan saudara kita sendiri karena berganti-ganti celana bisa menularkan penyakit.
5)
Bulu yang tumbuh di daerah kemaluan bisa menjadi sarang kuman
bila
kebersihan,
dibiarkan
terlalu
panjang.
potonglah
secara
berkala
Untuk bulu
menjaga di
sekitar
kemaluan dengan gunting atau mencukurnya dengan hati-hati ( Salika, 2010). e. Penatalaksanaan pada Flour albus Pada langkah ini dilksanakan implementasi asuhan kebidanan secara efesien dan aman berdasarkan dari intervensi yang telah direncanakan pada flour albus diberikan obat-obatan seperti Amoxicilin 500mg 3x1, Metronidazol 500 3x1 (Shadine, 2012). Pada implementasi kasus klien yaitu memberikan KIE tentang cara menjaga kebersihan daerah kewanitaannya yaitu dengan cara cebok dengan benar dari depan ke belakang agar kuman yang ada di anus tidak terpindah ke vagina, menggunakan celana yang pas, dan menghindari handuk yang berganti-ganti dengan orang lain, memberikan dukunganmoral paada klien supaya
tidak
cemas
bahwa
keputihannya
akan
sembuh,
memberikan penjelasan pada klien tidak menggaruk apabila alat
27
kelaminnya terasa gatal, hal ini dimaksud untuk menghindari terjadinya luka agar terhindar dari infeksi, memberikan terapi obat yaitu CTM 2x1 100mg, Metronidazol 3x1 500mg, Amoxcilin 3x1 500mg, menganjurkan kontrol ulang 3 hari lagi. Dalam kasus ini terdapat kesenjangan antara pemberian terapi obat dilapangan dan
studi
kasus.
Akan
tetapi
tidak
menghambat
untuk
melaksanakan asuhan berikutnya.
B. Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen asuhan kebidananan atau yang sering disebut manajemen kebidanan adalah suatu metode berfikir atau bertindak secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah pihak kien maupun pemberian asuhan (Suryani, dkk. 2011). Manajemen
kebidanan
merupakan
proses
pemecahan
masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan, dalam rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang berfokus pada klien (Suryani, dkk. 2011). 2. Langkah dalam Manajemen Kebidanan Manajemen terdiri dari 7 langkah yang berurutan dimana setiap langkah disempurnakan secara periodic. Proses dimulai dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat di aplikasikan dalam situasi apap. Akan tetapi setiap langkan yang lebih rinci dan itu bisa berubah sesuai dengan kebutuhan kalien(varney 2007). a. Langkah I : Pengkajian Data Pada
langkah
ini
dilakukan
pengkajian
dengan
mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan kalien secara lengkap yaitu : 1) Riwayat kesehatan 2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan
28
3) Meninjau catatan terbaru dan sebelumnya 4) Meninjau data laboraturium dan membandingkan dengan hasil studi Pada langkah ini dikumpulkan semua informasi yang akurat dan semau sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. b. Langkah II : Interpretasi Data Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar atas data yang telah di kumpulkan. Data dasar yang sudah di kumpulkan di interpretasikan sehingga di temukan masalah atau diagnose yang spesifik. 1)
Masalah Masalah akan timbul jika akseptor menyatakan secara lisan mengenai keluhan.
2)
Kebutuhan Kebutuhan dapat timbul setelah dalam pengkajian ditemukan hal-hal yang membutuhkan informasi dan arah dan tenaga kesehatan.
c. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa Masalah Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi atau diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien, bidan diharapkan bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. d. Langkah IV : Identifikasi yang Menemukan Penanganan Segera Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, dikonsulkan atau ditangani bersama dengan anggota team kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat ini mencerminkan keseimbangan dan proses manajemen kebidanan. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan, evaluasi dan data yang
dikumpulkan
memerlukan
dapat
menunjukan
tindakan segera, sementara
menunggu interpretasi dokter.
satu
situasi
yang
lain
yang harus
29
e. Langkah V : Menyusun Rencana Tindakan Masing-masing jenis rencana manejemen disesuaikan dengan interfretasi data dasar dan memasukannya ke dalam antisipasi masalah atau merupakan kegiatan rutin manejemen wanita dalam antenatal visip. f.
Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan Pelaksanaan disesuaikan dengan rencana manejemen yang telah di buat demi kelancaran dalam penata laksanaan harus berpedoman intervensi.
g. Langkah VII : Evaluasi Pada langkah terakhir ini dilakukan evaluasi keaktivan asuhan yang sudah diberikan meliputi teratasi masalah, apakah sudah
sesuai
dengan
diagnosanya
dalam
evaluasi
akan
ditemukan perkembangan kesehatan klien, apakah membaik, memburuk atau tidak ada perubahan stelah dilakukan asuhan teori asuhan kebidanan. 3. Data Perkembangan SOAP Di dalam memberikan asuhan lanjutan digunakan tujuh langkah varney, sebagai catatan perkembangan dilakukan asuhan kebidanan SOAP dalam pendokumentasian menurut Varney (2007), sistem pendokumentasian asuhan kebidanan dengan menggunakan SOAP : a.
Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah I Varney.
b. Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil labolatorium dan diagnostic lain yang di rumuskan dalm data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. c. Assessment atau analisa data Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan intrafetasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi :
30
diagnose
masalah,
antisipasi
perlunya
tindakan
segera
diagnosa/masalah oleh
bidan
potensial,
atau
dokter,
konsultasi/kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney. d. Planning atau penatalaksanaan Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan, tindakan
implementasi
(I)
dan
evaluasi
(E)
berdasarkan
assessment sebagai langkah 5,6,7 varney. (salmah, 2006).
31
4. Kerangka Konsep Gambar 1.1 Kerangka Konsep Alur pikir bidan
Pencatatan dan asuhan Kebidanan
Proses Manajemen Kebidanan
7 langkah (Varney) Data Masalah/ Diagnose
5 langkah (kopetesi bidan) Data Assessment/ diagnosa
Dokumen Kebidanan
NOTES SOAP Sunyektif/ Obyektif Assessment/ Diagnose
Antisipasi masalah
Plan :
Potensial/diagnose
Konsul
lain
Tes diagnostic/lab Rujukan
Menetapkan kebutuhan segera
Perencanaan
Pendidikan
untuk konsultasi,
Konseling
kolaborasi
Follow up
Perencanaan Implementasi Evaluasi
evaluasi
32
C.
Konsep
Dasar
Asuhan
Kebidanan
pada
Gangguan
Reproduksi rikomoniasis. Dalam langkah pertama ini bidan harus mencari dan menggali data maupun fakta baik yang berasal dari pasien keluarga, maupun anggota keluarga lainnya, di tambah dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh bidan sendiri proses pengumpulan dasar ini mencakup data subjektif dan objektif. 1.
Data subjektif Data subjektif adalah informasi yang dicatat mancakup identitas. Keluhan yang diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien/klien (anamnesa) atau dari keluarga dan tenaga kesehatan (Hidayat. 2008) a.
Biodata pasien 1)
Nama : untuk mengenal dan mengetahui pasien (Nursalam, 2009).
2)
Umur : untuk mengetahui faktor resiko 20 tahun, pada kasus gangguan reproduksi belum matang, mental dan fisiknya belum siap. Di tulis dalam tahun. Pada kasus gangguan reproduksi ibu dengan Trikomoniasis ini biasanya di alami oleh wanita menarche hingga masa pre menepouse (Varney 2007).
3)
Agama : untuk memberikan motivasi dan dorongan moral sesuai apa yang dialami (Ety, 2011).
4)
Suku/bangsa : untuk mengetahui faktor bawaan (Nursalam, 2009).
5)
Pendidikan : untuk mengetahui latar belakang, tingkat pendidikan dan pengetahuan (Ety, 2011).
6)
Alamat : untuk mengetahui lingkungan tempat tinggal dan karakteristik masyarakat(Ety, 2011).
7)
Pekerjaan : untuk mengetahui status social ekonomi (Ety, 2011).
b.
Keluhan utama Alesan wanita tersebut mengunjungi tenaga kesehatan diklinik,
kantor,
kamar
gawat
darurat,
pusat
pelayanan
33
persalinan, rumah sakit atau rumahnya, seperti yang di ungkapkan dengan kata-katanya sendiri (dapat berhubungan sistem tubuh) (essawibawa, 2011). Pada kasus Trikomoniasis keluhan utamanya ibu merasa tidak nyaman karena celana dalamnya selalu basah, keluarnya cairan berupa lender kental, berwarna kuning hingga ke abuabuan, gatal dan berbau dari dalam kemaluannya dalam jumlah yang banyak, berupa pada kulit dan merasa sakit dan panas saat berkemih (Manuaba, 2009). c.
Riwayat menstruasi Banyak menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar, gangguan sewaktu menstruasi (Essawibawa, 2011).
d.
Riwayat kesehatan 1)
Riwayat kesehatan sekarang Untuk mengetahui keadaan pasien saat ini dan mengetahui adanya penyakit lain yang bisa mempererat keadaan klien seperti batuk filek dan demam.
2)
Riwayat penyakit sistematik Untuk mengetahui apakah mempunyai penyakit jantung, ginjal, asma/TBC, hepatitis, DM, hipertensi, dan epilepsy serta penyakit sistematik lain seperti penyakit kelamin diantaranya bacterial vaginosis, trikomonas, dan candidiasis (purwantyastuti, 2007).
3)
Riwayat penyakit keluarga Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular seperti jantung, hipertensi, dan DM.
e.
Riwayat perkawinan Dikaji untuk mendapatkan gambaran mengenai suasana rumah tangga pasangan, yang perlu dikaji adalah status pernikahan sah atau tidak, berapa tahun usia ibu ketika menikah pertama kali, lama pernikahan ban ini suami yang ke berapa (Sulistyawati, 2011).
34
f.
Riwayat keluarga berencana Dikaji untuk mendapatkan informasi sebanyak mungki mengenai pilihan beberapa alat kontrasepsi, dapat memberikan penjelasan mengenai alat kontrasepsi tertntu yang sesuai dengan kondisi dan keinginan pasien (sulistyawati, 2011).
g.
Pola kebiasaan sehari-hari Untuk mengetahui kebiasaan sehari-hari dalam menjaga kebersihan dirinya dan pola makan sehari-hari apakah terpenuhi gizinya atau tidak. 1)
Pola nutrisi Dikaji untuk mengetahui berapa kali BAK dan BAB (Varney, 2007). Pada kasus Trikomoniasis terkadang merasa panas saat kencing (Abidin, 2009).
2)
Pola istirahat Untuk mengetahui berapa lama tidur siang dan berapa lama tidur malem (Essawibawa, 2011).
3)
Aktivitas Untuk mengetahui aktivitas sehari-hari (Ety, 2011).
4)
Personal hygine Untuk mengetahui kebersihan tubuh yang meliputi frekuensi mandi, gosok gigi, ganti baju atau pakaian dalam, keramas dan cara membersihkan alat genetalianya (Essawibawa, 2011). Pada kasus gangguan reproduksi Trikomoniasis ini biasanya sering di temui pada wanita yang memiliki personal hygine yang jelek (Purwantyastuty, 2006).
h.
Data psikologis Digunakan
untuk
mengetahui
perasaan
menghhadapi
gangguan reproduksi dengan keputihan sekarang ini (Nursalam, 2006). Pada kasus gangguan reproduksi Trikomoniasis ini biasanya didapatkan data psikologisnya adalah merasa cemas dengan keadaannya (Abidine, 2009). 2.
Data objektif Data objektif adalah pencatatan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan khusus kebidanan dan data penunjang (Hidayat, 2008).
35
Data yang di kaji pada klien dengan Trikomoniasis yakni : a.
Keadaan umum Pengkajian pada kasus dengan Trikomoniasis ini terdiri dari pemeriksaan umum seperti pemeriksaan status kesadaran dan keadaan umum klien untuk mengetahui apakah klien dalam keadaan stabil atau tidak (Anwar, dkk., 2011).
b.
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik pada kasus menometroragia, data yang menjadi fokus utama yaitu pengeluaran pervaginam berupa cairan kental berwarna putih keruh dan berbau (Abidin, 2009).
3.
Analisi data Analisi data yang dapat ditegakan pada kasus pasien dengan gangguan reproduksi flour albus adalah Nn…/Ny… Umur… dengan Trikomoniasis.
4.
Penatalaksanaan Pada langkah ini penatalaksanaan yang diberikan pada pasien dengan Trikomoniasis dilakukan secara efesien dan aman. Penatalaksanaan asuhan kebidanan gangguan sistem reproduksi dengan Trikomoniasis adalah sebagang berikut : a.
Jelaskan pada ibu tentang penyakit yang di deritanya.
b.
Diskusikan dengan ibu tentang tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
c.
Observasi keadaan umum dan TTV.
d.
Jelaskan bagaimana cara membersihkan daerah pribadi dan genetalianya agar tetap bersih dan kering.
e.
Anjurkan kepada klien untuk meningkatkan personal hygine.
f.
Jelaskan untuk tidak sering menggunakan pencuci vagina.
g.
Beri dukungan moral dan spiritual.
h.
Rencana pemberian obat.
i.
Anjurkan ibu untuk memeriksa dirinya ke dokter agar ibu dapat memperoleh penanganan lebih lanjut secepatnya.
5. Landasan Hukum Kewenangan Bidan Bidan dalam melaksanakan kewenangan dalam melakukan asuhan kesehatan reproduksi , telah diatur dalam perundang-
36
undangan. Peraturan ini telah di atur oleh Mentri Kesehatan dalam Permenkes No 1464/Menkes/Per/X/2010 (Menkes, 2010). Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan yang mengatur kewenangan bidan sebagai berikut: Bidan
dalam
menjalankan
praktik,
berwenang
untuk
memberikan pelayanan yang meliputi: a.
pelayanan kesehatan ibu
b.
pelayanan kesehatan anak
c.
pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana. Pasal 12 reproduksi
Bidan
perempuan
dalam dan
memberikan pelayanan keluarga
berencana
kesehatan
sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 huruf c, berwenang untuk : a.
Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan
b.
dan keluarga berencana.
Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom. Pasal 13 selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
10, Pasal 11, dan Pasal 12 Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi : 1)
Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit.
2)
Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter.
3)
Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan.
4)
Melakukan
pembinaan
peran
serta
masyarakat
di bidang
kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan. 5)
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah.
6)
Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
7)
Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom,
37
penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. 8)
Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan penanganan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter,
dapat
melakukan
pelayanan
kesehatan
di
luarn
kewenangannya. Daerah yang tidak memiliki dokter adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal daerah tersebut telah terdapat dokter, kewenangan bidan dimaksud tidak berlaku. Untuk bidan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi: 1.
Memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat.
2.
Menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan.
3.
Memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Keputihan menurut hadist
فعلى ذلك تبقى رطوبة فرج المرأة على الطهارة “Oleh karena itu, keputihan yang ada di organ reproduksi wanita, statusnya suci”. (Jami’ Ahkam). Disamping itu, cairan keputihan yang keluar dari organ reproduksi wanita, adalah hal yang wajar terjadi di masa silam. Meskipun demikian, kita tidak menjumpai adanya riwayat dari para sahabat wanita (shahabiyat) yang menanyakan hal itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal umumnya mereka hanya
38
memiliki satu pakaian. Jika ini najis, tentu Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam akan mengingatkannya. Masalah keputihan umum dialami oleh para wanita, terutama yang berada di daerah dengan tingkat kelembaban tinggi seperti di Indonesia. Para ahli menyatakan bahwa keputihan ada yang terjadi dalam keadaan normal, di mana –maaf- vagina memproduksi cairan yang berwarna bening, tidak berbau, tidak berwarna, dan jumlahnya tak berlebihan. Keputihan seperti ini banyak disebabkan oleh masalah hormonal, sehingga terjadi misalnya, saat stres, menjelang dan setelah haid, kelelahan, saat terangsang, hamil, atau mengonsumsi obat-obat hormonal seperti pil KB.
توضأ واغسل ذكرك “Berwudlulah, dan cucilah dzakar/kemaluanmu”.
Dengan demikian, tetaplah kesucian ruthuubah farji wanita yang
insya
Allah
akan
ada
tambahan
keterangannya
dalam
pembahasan hukum ifraazaat (keputihan) yang keluar dari farji wanita.
Ada pula keputihan yang terjadi dalam keadaan tidak normal, yang umumnya dipicu kuman penyakit dan menyebabkan infeksi. Akibatnya, timbul gejala-gejala yang sangat mengganggu, seperti berubahnya warna cairan menjadi kekuningan hingga kehijauan, jumlah berlebih, kental, lengket, berbau tidak sedap, terasa sangat gatal atau panas. Dalam khazanah Islam, keputihan jenis ini biasa disebut dengan cairan putih kekuningan (sufrah )صفرةatau cairan putih kekeruhan (kudrah )كدرة. Terkait dengan kedua hal ini, di kitab shahih Bukhari disebutkan bahwa Sahabat bernama Ummu ‘Athiyyah radhiallahu ‘anha berkata:
ا شيْئا
ُك َّنا اَل انع ُُّد ْال ُك ْد ار اة اوالصُّ ْف ار اة
39
“Kami tidak menganggap al-kudrah (cairan keruh) dan as-sufrah (cairan kekuningan) sama dengan haidh”. Berdasarkan kedua hadis tersebut dapat disimpulkan : 1.
Hukum orang yang mengalami keputihan tidak sama dengan hukum orang yang mengalami menstruasi. Orang yang sedang keputihan tetap mempunyai kewajiban melaksanakan shalat dan puasa, serta tidak wajib mandi.
2.
Cairan
keputihan
hukumnya
air
tersebut hukumnya najis, sama kencing.
Oleh
karenanya,
apabila
dengan ingin
melaksanakan shalat, sebelum mengambil wudhu, harus istinjak (cebok), dan membersihkan badan atau pakaian yang terkena cairan keputihan terlebih dahulu. Sedangkan apabila cairan keputihan keluar terus-menerus, maka orang yang mengalaminya dihukumi dharurah/terpaksa, artinya orang tersebut tetap wajib melaksanakan shalat walaupun salah satu syarat sahnya shalat tidak terpenuhi, yakni sucinya badan dan pakaian dari najis. Menurut ulama Syafi’iyah, ketentuan tersebut bisa dilaksanakan dengan syarat diawali dengan proses membersihkan, istinjak, wudhu dan kemudian shalat dilakukan secara simultan setelah waktu shalat masuk.(mui.or.id)
41
DAFTAR PUSTKA Al-hadist Al-ahkam Al-hadist Kitab Shahih Bukhari Ayuningtiyas, D. 2011. hubungan antara pengetahuan dan prilaku menjaga kebersihan genetalia eksterna dengan kejadian keputihan. Aghe. 2009. Leukorea/keputihan . http : // www. Leukorea/keputihan.htm diakses tanggal 21 maret 2015. Farmacia Trikomoniasis, Parasit Berflagel yang Meningkatkan Risiko Infeksi HIV. Diunduh
dari
ihttp://www.majalah
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=570 pada 14 November 2010 Fauci, Anthony S, et. al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. E-Book. Ed. Ke-17. USA: The McGraw Hills Companies, 2008. Kumar, Vinay, Ramzi S. Cotran, dan Stanley L. Robbins. Robbins, Buku Ajar Patologi, Volume 2. Ed. Ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007: 756.
Kusmira, Eny. 2012. Kesehatan reproduksi remaja dan wanita. Jakarta Selatan. Manuaba, 2006. Memahami kesehatan reproduksi wanita Jakarta : Arcan Manuaba, (2009). Memahami kesehatan refroduksi wanita. Jakarta EGC. Nugroho, T .2012. buku ajar ginekologi . yogyakarta Nursalam. (2009). Proses dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2 Konsep dan Praktek. Jakarta : salamba medika (Nogroho, 2012). Patologi kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika. Notoatmodjo, (2010). Metodelogi penelitian kesehatan. Jakarta :PT Rineka Cipta. Permenkes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010. Tentang izin dan penyelenggaraan prektek bidan. Purwoastuti, E., Walyani, E (2015). Asuhan kebidanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Yogyakarta : Pustaka Baru Press. Sarwono. 2008, Ilmu kandungan, : Jakarta PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Salmah. (2006 Antenatal. Jakarta :EGC). Asuhan Kebidanan Sulistyawati. (2011). Asuhan kebidanan kehamilan. Jakarta : salemba medika
41
Saydam, (2012). Waspada penyakit reproduksi anda Bandung : Putaka Reka Cipta. Sibagariang, dkk. (2010). Kesehatan refroduksi wanita. Jakarta: Trans Info Media. Varney, H 2009. Manajemen kebidanan http://kebidanan .blospot.com/2009/11/manajemen-kebidanan-menurut varne.html dinkes 10 maret 2015 Wijayanti, D. 2009. Fakta penting seputar kesehatan reproduksi wanita
.