ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN NY. M UMUR 20 TAHUN G1P0A0 HAMIL 32 MINGGU DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUANG VK RSUD KABUPATEN CIAMIS
LAPORAN TUGAS AKHIR Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh : DERA SITI NURLINA NIM. 13DB277007
PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN NY. M UMUR 20 TAHUN G1P0A0 USIA KEHAMILAN 32 MINGGU DENGAN PERSALINAN PREMATUR DI RUANG VK RSUD KABUPATEN CIAMIS Dera Siti Nurlina2Lusi Lestari3H.Dedi Supriadi4
INTISARI
Persalinan prematur merupakan persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu dengan berat janin antara 1000-2500 gram. Penyebab persalinan prematur dapat terjadi secara spontan atau atas indikasi medis dengan angka kejadian persalinan prematur spontan lebih tinggi dibandingkan persalinan yang harus diakhiri karena indikasi medis lainnya, yaitu sekitar 70% dan sisanya atas indikasi klinis ataupun obstetrik. Dampak dari persalinan prematur yaitu Berat Bayi Lahir Rendah , infeksi, prematur , dan dapat mengakibatkan kematian neonatal. Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan persalinan prematur dengan menggunakan pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan kebidanan pada Ibu bersalin dengan persalinan prematur dilakukan selama 2 hari di Ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis. Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan persalinan prematur. Kesimpulan dari hasil pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Persalinan Prematur di ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis dilaksanakan dengan baik sesuai dengan asuhan komprehensif. Kata Kunci
: Persalinan Prematur
Kepustakaan
: 13 buku, 2 jurnal
Halaman
: i-x, 36 Halaman, 11 Lampiran
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis3Dosen STIKes Muhammadiyan Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indikator terpenting yang dapat digunakan untuk menilai derajat kesehatan suatu bangsa adalah angka kematian ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB yang semakin besar maka makin besar pula masalah kesehatan disuatu wilayah tertentu (Sulistyawati, 2009). Menurut Word Health Organization (WHO) setiap 2 detik di dunia seorang bayi lahir dengan keadaan berat badan rendah. Data WHO menunjukan bahwa pada 1991 angka kelahiran bayi dengan berat badan rendah adalah 2,6 persen angka ini terus meningkat dan pada tahun 2007 mencapai 5,5 persen ini menunjukan terdapat peningkatan angka kelahiran bayi dengan berat badan rendah sebabnya lebih dua juta kali lipat (Anonim, 2012). Menurut hasil penelitian Dhina Novi Ariana, Sayono, Erna Kusumawati, tahun 2011 dengan Judul Faktor Risiko kejadian Persalinan Prematur Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) diketahui jumlah AKB di Indonesia pada tahun 2009 angka kematian bayi (AKB) sebesar 32 kematian/1000 kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target dalam Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 17/1000 KH. Ternyata AKB di Indonesia masih sangat tinggi dan yang berkontribusi besar sebagai penyumbang utama AKB di Indonesia adalah Provinsi Jawa barat dengan jumlah kematian neonatus mencapai 3.624 dan kematian bayi 4.650. Penyebab kematian bayi tersebut antara lain Berat Bayi Lahir Rendah (34%), asfiksia (24%), infeksi (23%), prematur (11%), dan lain-lain (8%). BBLR merupakan penyebab terbesar kematian bayi di Jawa Barat salah satu faktor penyebab bayi mengalami BBLR adalah persalinan prematur. Persalinan prematur merupakan persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 28-36 minggu, janin tunggal hidup tetapi prematur, berat janin antara 1000-2500 gram. Persalinan prematur dapat terjadi secara spontan atau atas indikasi medis yaitu penyakit ibu seperti plasenta previa, preeklampsi dan anak kembar. Angka kejadian persalinan prematur spontan lebih tinggi dibandingkan persalinan yang harus diakhiri karena indikasi medis lainnya, yaitu sekitar 70% dan sisanya atas indikasi klinis ataupun
1
2
obstetrik (Goldenberg, 2008). Dari kejadian persalinan prematur spontan sebanyak 50-80% disebabkan infeksi dan sebanyak 40-50% penyebabnya idiopatik (Laura, 2005; Koucky, 2009). Mekanisme persalinan prematur dimulai dengan adanya kontraksi uterus dan dilatasi serviks serta ketuban pecah, kejadian ini dianggap sebagai keadaan patologis. Penyebab persalinan prematur sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti tetapi banyak faktor yang menjadi dasar terjadinya persalinan prematur. Beberapa predisposisi terjadinya persalinan prematur adalah : perdarahan plasenta, merokok, kurang gizi, peningkatan berat badan berlebihan selama hamil, alkohol, narkoba ,senggama, penyakit sistemik ibu (DM, penyakit jantung, paru-paru), infeksi cairan ketuban, kelamin dan saluran kencing (Guy, 2012; Romero, 2005). Menurut para ulama tentang persalin prematur yaitu terdapat dalam Al-Qur’an Surat Ar-Raaf ayat 8, sebagai berikut :
Artinya ; Allah mengetahui akan apa yang dikandung oleh tiap-tiap ibu, dan mengetahui apa yang kurang dari yang dikandung dalam rahim itu atau yang lebih. Dan tiap-tiap sesuatu adalah ditetapkan di sisiNya dengan kadar yang tertentu. Al-‘Aufi meriwayatkan dari Ibnu `Abbas, ia berkata: wa maa taghiidlul arhaamu (“Dan kandungan rahim yang kurang sempurna.”) Maksudnya adalah, keguguran. Wa maa tazdaad (“Dan apa yang bertambah”). Maksudnya, kandungan rahim yang lebih dari yang kurang sempurna sehingga janin lahir dalam keadaan sempurna, karena ada sebagian perempuan hamil selama sepuluh bulan, sembilan bulan, bahkan ada yang lebih dari itu, dan sebaliknya ada yang kurang. Maka kurang atau lebih yang telah
disebutkan
oleh
Allah
Ta’ala,
semua
itu
diketahui-Nya.
3
Sesuai dengan pengkajian yang saya lakukan terhadap Ny.M umur 20 tahun G1P0A0 hamil 32 minggu dengan persalinan prematur di ruang Vk RSUD Kabupaten Ciamis atas indikasi Prematur Kontraksi yang diakibatkan setelah melakukan senggama. Senggama menjadi predisposisi terjadinya persalinan prematur akibat dari masuknya sperma yang memicu adanya kontraksi, hal ini disebabkan karena di dalam sperma terdapat prostaglandin. Peningkatan
produksi
Prostaglandin
Plasenta
(PGs)
memulai
atau
menambah kontraksi rahim dan prostaglandin yang terbentuk akan mengubah ikatan kolagen dan 17 hidrasi jaringan dengan mengubah komposisi kompleks proteoglikan (Challis, 2002). Infeksi atau inflamasi yang terjadi akan mengaktifkan jejaring sitokin yang akan mengeluarkan sitokin pro-inflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan TNFα (Winker, 2003). Sitokin ini melalui proses yang berbeda akan meningkatkan produksi uterotonin dan juga meningkatkan aktivitas enzim protease pemecah matrik ekstraseluler sehingga meningkatkan kontraksi rahim dan mengubah integritas matriks ekstraseluler pada khorion, amnion atau serviks uteri (Ackerman, 2005). Peningkatan IL-1 dan TNF akan meningkatkan
aktivasi
makrofag,
dan
hal
ini
akan
meningkatkan
prostaglandin, aktivasi sitosidal, peningkatan IL-6, IL-8, GM-CSF, TNF dalam fibroblas dan I-CAM 1 (Schmitz, 2003; Ackerman, 2005; Zarogoza, 2006). Perubahan semua ini akan meningkatkan kontraksi uterus, terjadinya dilatasi serviks, pecahnya selaput amnion dan akhirnya terjadi persalinan prematur. Tidak ada jaminan keberhasilan dalam mencegah terjadinya persalinan prematur. Berbagai upaya sudah dilakukan dalam mengatisipasi terjadinya persalinan prematur tetapi hasilnya tidak maksimal mulai dari upaya pencegahan primer seperti menghilangkan faktor risiko melalui antenatal yang baik atau pengawasan ibu hamil dengan riwayat persalinan prematur atau riwayat keguguran berulang. Upaya yang dilaksanakan dalam mencegah terjadinya persalinan prematur adalah pemeriksaan kehamilan secara teratur, diet sehat, tidak merokok atau minum alkohol, cegah stres dan kesehatan gigi (Effendi, 2009; Funai, 2012).
Pencegahan sekunder
yang dilakukan di tingkat dengan fasilitas yang cukup diantaranya pemeriksaan USG, pemantauan kontraksi rahim, penilaian keadaan serviks melalui perabaan dan pengukuran panjang serviks, ataupun pemeriksaaan
4
penanda biokimia, pH vagina serta foetal fibronektin dari sekret servikovagina (Riedwald, 1990; Parker, 1995; Saling E, 2001; Honest, 2002 ; Ramon, 2005). Berdasarkan data yang diperoleh di RSUD CIAMIS ibu yang mengalami persalinan prematur dengan kontraksi prematur pada tahun 2013 sebanyak 31 orang, tahun 2014 sebanyak 37 orang, dan tahun 2015 sebanyak 33 orang. Sesuai dengan Program Pembangunan Milenium pada tahun 2015 yaitu Berdasarkan instruksi presiden RI Nomor 3 Tahun 2010 tentang Pembangunan Yang Berkeadilan, maka seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota diwajibkan memprioritaskan upaya pencapaian target MDGs dalam program pembangunan. Untuk itu Kementerian Kesehatan menyusun rencana aksi percepatan penurunan AKI Tahun 2013 - 2015 diperkirakan dapat tercapai karena angka kematian ibu mengalami penurunan yang cukup baik. Namun demikian masih terjadi disparitas regional mencapaian target yang mencerminkan adanya perbedaan akses atas pelayanan kesehatan. Peran bidan dalam mengurangi kejadian persalinan prematur akibat dari adanya prematur kontraksi adalah dengan memberi tahu kepada ibu hamil untuk melakukan periksaan antenatal care secara rutin. Dan pada kegiatan konselingnya bidan harus lebih menjelaskan tentang bahaya dan efek samping dari senggama ketika semasa kehamilan. Dan diharapkan melalui upaya tersebut dapat menambah pengetahuan kepada ibu hamil sehingga ketika melakukan senggama tidak akan menimbulkan kontraksi sebelum waktunya melalui alat kontrasepsi (kondom). Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil studi kasus pada ibu bersalin dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny. M Umur 20 Tahun G1P0A0 Hamil 32 Minggu dengan Persalinan Prematur di Ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis”.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, penulis dapat merumuskan yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin Ny.M Umur 20 tahun G1P0A0 Hamil 32 Minggu Dengan Persalinan Prematur di Ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis ?” C. Tujuan 1.
Tujuan Umum Melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.M Umur 20 tahun Hamil 32 minggu dengan persalinan prematur di ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis secara mandiri dan kolaborasi dengan pendekatan manejmen kebidanan 7 langkah verney, dan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP.
2.
Tujuan khusus a.
Mampu melaksanakan pengkajian pada Ny.M umur 20 tahun hamil 32 minggu dengan persalinan prematur.
b.
Mampu menentukan interpretasi data dasar kebidanan pada Ny.M umur 20 tahun hamil 32 minggu dengan persalinan prematur.
c.
Mampu menentukan diagnosa masalah kebidanan pada Ny.M umur 20 tahun hamil 32 minggu dengan persalinan premature.
d.
Mampu melalukan tindakan segera pada Ny.M umur 20 tahun hamil 32 minggu dengan persalinan prematur.
e.
Mampu membuat rencana asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan persalinan prematur.
f.
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada Ny.M umur 20 tahun hamil 32 minggu dengan persalinan prematur.
g.
Mampu mengevaluasi hasil asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan persalinan prematur.
6
D. Manfaat 1.
Bagi ibu Dengan melakukan asuhan kebidanan pada ibu hamil,diharapkan ibu dapat melewati persalinan tanpa terjadi komplikasi, melahikan bayi dengan sehat dan melewati masa nifas dengan normal.
2.
Bagi Lahan Praktik Dapat dijadikan sebagai evaluasi untuk mempertahankan semua pelayanan yang sudah maksimal dan dapat meningkatkan pelayanan kebidanan pada klien secara komprehensif, sehingga klien dapat merasa puas dan senang atas pelayanan yang telah diberikan.
3.
Bagi Institusi Pendidikan Dapat menambah bahan untuk kepustakaan yang dapat dijadikan studi
banding
bagi
studi
kasus
selanjutnya
pendokumentasian kebidanan secara komprehenshif.
mengenai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP DASAR PERSALINAN 1.
Definisi persalinan Persalinan
merupakan
proses
membuka
dan
menipisnya
serviks,dan janin turun lahir secara spontan dengan persentasi belakang kepala tanpa komplikasi baik pada ibu dan janin. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Sarwono, 2011). Menurut para ulama tentang tentang persalinan terdapat dalam Al-Quran surah Al-Ahqaf ayat 15 sebagai berikut :
ض َع ْت ُه َ َح َملَ ْت ُه ا ُ ُّم ُه ُك ْرهًا َو َو,ًسانا َ سانَ ِب َوالِدَ ْي ِه ا ِْح َ ص ْي َنا ْاإلِ ْن َّ َو َو َ َِصالُ ُه َثالَ ُث ْون ش ْه ًرا َ َو َح ْملُ ُه َوف,ُك ْرهًا Artinya: Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). (QS. AlAhqaf/36:15) Ayat tersebut menjelaskan bahwa salah satu alasan kenapa Allah memberi wasiat pada manusia agar berbakti pada kedua orang tua adalah karena proses persalinan yang dialami ibu merupakan suatu proses yang sangat berat. Pengaruh kontraksi rahim ketika bayi mau lahir, menyebabkan ibu merasakan sangat kesakitan, bahkan dalam keadaan tertentu, dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan ibu ketika melahirkan dan resiko yang sangat berat yang ditanggung seorang ibu, Nabi cukup bijaksana dan memberi empati pada ibu meninggal
karena
melahirkan
perjuangan jihad di medan perang.
7
sebagai
syahid,
setara
dengan
8
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan Menurut
Rohani dkk
(2011)
ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi persalinan, diantaranya: a.
Power (tenaga/kekuatan) Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-otot perut, kontraksi diagfragma, aksi dari ligament. Kekuatan yang diperlukan pada persalinan adalah his, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga.
b.
Passage (Jalan Lahir) Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul yang relatif kaku oleh karena itu bentuk dan ukuran panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.
c.
Passanger (Janin dan Plasenta) Cara penumpang passenger atau janin bergerak disepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu ukuran kepala janin, presentasi letak, sikap dan posisi janin.
d.
Psikis Ibu Penerimaan klien atas jalannya perawatan antenatal (petunjuk dan persiapan untuk menghadapi persalinan), Kemampuan klien untuk bekerjasama dengan penolong, dan adaptasi terhadap rasa nyeri persalinan (Walyani dan Purwoastuti, 2015).
e.
Penolong Meliputi ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kesabaran, pengertiannya
dalam
menghadapi klien
baik
primipara
dan
multipara (Walyani dan Purwoastuti, 2015). 3.
Tanda-tanda persalinan : a.
Tersasa nyeri punggung bawah yang terasa di bawah pinggang yang terjadi terus-menerus atau hilang-timbul
b.
Tekanan panggul yang terasa seperti bayi mendorong ke bawah
c.
Adanya perubahan pada serviks diantaranya perlunakan serviks, pendataran dan pembukaan serviks serta pecahnya selaput ketuban (Guy, 2012).
9
4.
Macam-macam Persalinan Berdasarkan usia kehamilan : a.
Abortus Abortus adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum kehamilan 22 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gr dan 999 gr.
b.
Persalinan Immanuturus Persalinan
immanuturus
adalah
pengeluaran
buah
kehamilan antara 22 minggu dan 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gr dan 999 gr. c.
Persalinan Prematurus. Persalinan prematurus adalah pengeluaran buah kehamilan antara 28 minggu dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 gr dan 2499 gr.
d.
Persalinan Maturus atau Partus Aterm Persalinan maturus adalah atau partus aterm adalah pengeluaran buah kehamilan antara 37 minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat badan 2500 gr atau lebih.
e.
Partus Postmaturus atau Partus Serotinus Partus
Postmaturus
atau
Partus
Serotinus
adalah
pengeluaran buah kehamilan setelah 42 minggu. f.
Partus presipitatus Partus presipitatus yaitu persalinan yang sangat cepat yang dapat terjadi akibat resistensi jaringan lunak jalan lahir yang terlalu kuat, akibat tidak adanya rasa nyeri sehingga pasien tidak menyadari partusnya terlalu kuat.
10
5.
Tahapan Persalinan Menurut Guy (2008)Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 bagian yaitu : a.
Kala I (Pembukaan) Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase, fase laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama fase aktif. Guy (2008) mengatakan bahwa kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara 0-10 cm (pembukaan lengkap). Proses ini terbagi menjadi 2 fase yaitu, fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm. Sedangkan fase aktif (7 jam) dimana serviks membuka antara 3-10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering terjadi selama masa aktif. Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga ibu yang sedang bersalin masih dapat berjalan-jalan. Lama kala I untuk primigravida
berlangsung
12
jam
sedangkan
multigravida
berlangsung 8 jam. Berdasarkan Kunve Friedman, diperhitungkan pembukaan multigravida 2cm per jam. Dengan perhitungan tersebut maka pembukaan lengkap dapat diperhitungkan. b.
Kala II (Pengeluaran Janin) Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi. tanda gejala kala II dapat ditandai dengan : a)
Dorongan meneran
b)
Tekanan pada anus
c)
Perineum menonjol
d)
Vulva, vagina dan spingterani membuka
e)
Peningkatan pengeluaran lendir darah
f)
Tanda pasti (pembukaan lengkap, terlihat kepala di introitus vagina, kepala tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm disebut crowning).
11
c.
Kala III
Kala III dimulai dengan pelepasan dan pengeluaran uri (plasenta). Setelah bayi lahir kontraksi rahim berhenti sebentar, uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2 kali sebelimnya. Beberapa saat kemudian timbul his pengeluaran dan pelepasan uri, dalam waktu 15 menit plasenta terlepas terdorong ke dalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan, seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir. Dan pada pengeluaran plasenta biasanya disertai dengan pengeluaran darah kira kira 100200 cc. Waktu yang paling kritis untuk mencegah pendarahan postpartum adalah ketika plasenta lahir dan segera setelah itu. Ketika plasenta terlepas atau sepenuhnya terlepas tetapi tidak keluar, maka perdarahan terjadi dibelakang plasenta sehingga uterus tidak dapat sepenuhnya berkontraksi karena plasenta masih di dalam. Kontraksi pada otot uterus merupakan mekanisme fisologis yang menghentikan perdarahan. Begitu palsenta lepas, jika ibu tidak dapat melahirkan sendiri, atau petugas tidak dapat menolong mengeluarkan plasenta, mungkin salah didiagnosis sebagai retensi plasenta.
Seringkali
palsenta
terperangakap
dibawah serviks dan hanya diperlukan sedikit dorongan untuk mengeluarkannya. Tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu antara lain : a)
Uterus menjadi bundar.
b)
Uterus terdorong ke atas karena plasenta lepas ke segmen bawah rahim.
c)
Tali pusat bertambah panjang.
d)
Terjadi semburan darah tiba-tiba. Kala III terdiri dari dua fase, yaitu: Fase Pelepasan Plasenta Beberapa cara pelepasan plasenta antara lain: (1) Schultze
12
Proses lepasnya plasenta seperti menutup payung, cara ini merupkan cara yang paling sering terjadi (80%). Bagian yang lepas terlebih dahulu adalah bagian tengah, lalu terjadi retroplasental hematoma yang menolak plasenta mula-mula bagian tengah, kemudian seluruhnya. Menurut cara ini, perdarahan biasanya tidak ada sebelum plasenta lahir dan berjumlah banyak setelah plasenta lahir. (2) Duncan Berbeda dengan sebelumnya, pada cara ini lepasnya plasenta mulai dari pinggir 20%. Darah akan mengalir keluar antara selaput ketuban. Pengeluarannya juga serempak dari tengah dan pinggir plasenta. e)
Cara Pengeluaran Plasenta Perasat-perasat untuk mengetahui lepasnya plasenta adalah: (1) Kustner Meletakan tangan dengan tekan pada atas simfisis, tali pusat diregangkan, bila plasenta masuk berarti belum lepas, bila tali pusat diam dan maju (memanjang) berarti palsenta sudah lepas. (2) Klien Sewaktu ada his kita dorong sedikit rahim, bila tali pusat kembali berarti belum lepas, bila diam/turun berarti sudah lepas . (3) Strastman Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas, tidak bergetar berarti sudah lepas. Tanda-tanda plasenta telah lepas adalah rahim menonjol diatas simfisis, tali pusat bertambah panjang, rahim bundar dan keras, serta keluar darah secara tiba-tiba.
d.
Kala IV Kala IV ini untuk melakukan peengawasan terhadap bahaya pendarahan. perkiraan pengeluaran darah normal ± 500 cc bila pengeluaran darah ≥ 500 cc yaitu pengeluaran abnormal.
13
Pengawasan ini dilakkukan selama kurang lebih dua jam. Dalam tahap ini ibu masih mengeluarkan darah dari vagina, tapi tidak banyak yang berasal dari pembuluh darah yang ada di dinding rahim tempat terlepasnya plasenta, dan setelah beberapa hari akan mengeluarkan cairan sedikit darah yang disebut Lochea yang berasal
dari
sisa-sisa
jaringan.
Pada
beberapa
keadaan,
pengeluaran darah setelah proses kelahiran menjadi banyak. Ini disebabkan beberapa faktor seperti lemahnya kontraksi atau tidak berkontraksi otot-otot rahim. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan sehingga jika pendarahan semakin hebat dapat dilakukan tindakan secepatnya. B. PERSALINAN PREMATUR 1.
Pengertian Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu (preterem). (Barbara R. Straight. Keperawatan Ibu, 2008) sedangkan teori menurut Rukiyah (2010) bahwa kehamilan atrem yaitu umur kehamilan 37-42 minggu. Dalam melaksanakan persalinan prematur menurut varney (2008) rencana tindakan ibu bersalin dengan persalinan prematur adalah observasi Djj, tanda-tanda vital, kontraksi, persiapan upaya bayi baru lahir yang lengkap, melakukan kolaborasi dengan dokter, dan mempersiapkan perawatan neonatal dini yang instensif untuk bayi prematur
2.
Etiologi Menurut
Sarwono
Prawirohardjo.
Ilmu
Kebidanan.
2003.
Etiologi persalinan prematur sering kali tidak diketahui. Ada beberapa kondisi medik yang mendorong untuk dilakukannya tindakan sehingga terjadi persalinan prematur. Kondisi yang menimbulkan partus prematur. 3.
Patofisiologis Partus prematurus dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor. Faktor resiko minor adalah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang per hari,
14
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2kali Faktor resiko mayor adalah kahamilan multipel, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi dan iritabilitas uterus. Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada 2 atau lebih faktor resiko minor atau bila ditemukan keduanya. 4.
Tanda dan Gejala Prematur Menurut Teori Guy (2012) tanda dan gejala prematur yaitu : a.
Gejala persalinan prematur yang dirasakan wanita hamil adalah kontraksi setiap 10 menit atau lebih sering dalam satu jam (lima atau lebih kontraksi rahim dalam satu jam).
b.
adanya kram yang dirasakan di perut bagian bawah yang terjadi terus-menerus atau hilang-timbul. Kram perut ini bisa terjadi dengan atau tanpa diare.
c.
Nyeri punggung bawah yang terasa di bawah pinggang yang terjadi terus-menerusatau hilang-timbul
d.
tekanan panggul yang terasa seperti bayi mendorong ke bawah
e.
cairan encer yang keluar dari vagina. Cairan vagina meningkat jumlahnya atau berubah warna.
f.
Pada pemeriksaan didapatkan adanya perubahan pada serviks diantaranya perlunakan serviks, pendataran dan pembukaan serviks serta pecahnya selaput ketuban
5.
Diagnosis Persalinan Prematur a.
HPHT harus jelas.
b.
Kontraksi uterus yang berulang sedikitnya setiap 7-8 menit sekali atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit
c.
Adanya nyeri pada punggung bawah.
d.
Perdarahan bercak.
e.
Persaan menekan daerah serviks
f.
Pemeriksaan
serviks
menunjukan
sedikitnya 2cm dan penipisan 50-80%.
telah
terjadi
pembukaan
15
g.
Pada fase aktif, intensitas dan frekuensi kontraksi meningkat saat pasien melakukan aktivitas.
h.
Usia kehamilan antara 20 – 37 minggu.
i.
Ultrasonografi untuk melihat Taksiran berat janin sesuai usia kehamilan antara 20 – 37 minggu.
j.
Presentasi janin abnormal lebih sering ditemukan pada persalinan preterm.
k.
Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm.
l.
USG : air ketuban.
m. Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lasitin, spingo myelin, surfaktan, dll.
6.
n.
Riwayat persalinan yang lalu.
o.
Urinalisis.
p.
Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis.
Pemeriksaan Penunjang a.
Pemeriksaan darah lengkap dan hitung jenis
b.
Urinalisis
c.
Ultrasonogrfi (USG) untuk melihat letak jenin, posisi janin dan letak plasenta. Amnisentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lasitin, spingomeilin, surfaktan , dll.
7.
Faktor Risiko Persalinan Prematur Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya persalinan prematur menurut (Agudelo,2006) adalah sebagai berikut : Faktor kehamilan a.
PPROM (Preterrn Premature Rupture of Membrane) -Ketuban pecah dini. Pecahnya kulit ketuban secara spontan sebelum kehamilan cukup bulan banyak dihubungkan dengan amnionitis yang menyebabkan terjadinya lokus minoris pada kulit ketuban. Amnionitis ini diduga sebagai dampak asenderen infeksi saluran kemih.Risiko persalinan prematur pada ibu dengan riwayat KPD saat kehamilan <37 minggu PPROMadalah 34-44%, sedangkan risiko untuk mengalami PPROM kembali sekitar 16-32%.
16
b.
Kehamilan ganda dan hidramnion Distensi
uterus
berlebihan
sering
menyebabkan
persalinan
prematur. Usia kehamilan makin pendek pada kehamilan ganda, 25% bayi kembar 2, 50% bayi triplet dan 75% bayi kuadriplet lahir 4 minggu sebelum kehamilan cukup bulan. Rata-rata kehamilan kembar dua hanya mencapai usia kehamilan 35 minggu, sekitar 60% mengalami persalinan prematur pada usia kehamilan 32 minggu sampai <37 minggu dan 12% terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 32 minggu. c.
Kelainan uterus Uterus yang tidak normal menganggu resiko terjadinya abortus spontan dan persalinan prematur. Pada serviks inkompeten dimana serviks tidak dapat menahan kehamilan terjadi dilatasi serviks mengakibatkan kulit ketuban menonjol keluar pada trimester 2 dan awal trimester 3 dan kemudian pecah yang biasanya diikuti oleh persalinan. Terdapat penelitian menyatakan bahwa risiko terjadinya persalinan prematur akan makin meningkat bila serviks < 30 mm. Hal ini dikaitkan dengan makin mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks makin pendek.
d.
Serviks inkompeten dan kelainan anatomis uterus Inkompetensi serviks didiagnosis secara klinis bila terdapat pembukaan serviks pada saat kehamilan (belum ada kontraksi rahim). Beberapa peneliti memasukkan faktor risiko ini ke dalam kelainan rahim. Angka kejadian pasti sulit untuk diketahui, dan keadaan ini sangat mungkin menjadi persalinan prematur apabila dipicu oleh perambatan infeksi asendens yang menyebabkan pecahnya
ketuban
atau
mengeluarkan
prostaglandin
dan
menyebabkan kontraksi rahim. Persalinan prematur dapat juga berlangsung karena fetus dengan cairan ketubannya terlalu berat untuk disangga oleh rahim dengan serviks inkompeten; ketuban dapat segera pecah atau didahului oleh kontraksi rahim.
17
e.
Kematian Neonatal Persalinan preterm merupakan kehamilan yang kurang bulan 37 minggu sehingga keadaan janin yang dilahirkan akan mengalami komplikasi pada paru nya yang terlahir belum sempurna/matang.
C. TEORI MANAJEMEN KEBIDANAN 1.
Manajemen Kebidanan Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan-penemuan, ketrampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada klien. Proses management menutut Helen Varney 1997 (Rukiyah, 2009) ada tujuh langkah yang berurutan, yang setiap langkahnya disempurnakan secara periodik. Tujuh langkah varney yaitu: a.
Pengumpulan Data Dasar Langkah ini dikumpulkan semua infomasi (data) yang akurat dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Pengkajian dilakukan dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien lengkap, yaitu :
b.
1)
Riwayat Kesehatan.
2)
Pemeiksaan fisik sesuai kebutuhan.
3)
Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya.
4)
Meninjau data laboratoium.
5)
Pengumpulan data subjektif dan objektif.
Interpretasi Data Dasar Langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi tetap membutuhkan penanganan, (Soepardan, 2008). Masalah berkaitan dengan hal–hal yang sedang dialami wanita yang
18
didefinisikan oleh bidan sesuai hal pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis. c.
Mengidentifikasi Diagnosa Atau Masalah Potensial. Pada langkah ini, dilakukan identifikasi masalah potensial berdasarkan diagnosis atau masalah yang diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisifasi, bila kemungkinan dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan dapat waspada dan bersiap-siap mencegah masalah potensial. Langkah ini penting dalam melakukan asuhan yang aman. Pada langkah ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisifasi masalah fotensial. Dalam pengkajian ini tidak terdapat diagnosis potensial.
d.
Mengidentifikasi
Kebutuhan
Yang
Memerlukan
Penanganan
Segera. Bidan
mengidentifikasi
perlunya
bidan
atau
dokter
melakukan konsultasi atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi klien (Soepardan, 2008). Langkah
keempat
mencerminkan
kesinambungan
peroses
manajemen kebidanan. Jadi manejemen tidak hanya berlangsung selama asuhan primer periodik atau kunjungan prenatal aja, tetapi selama wanita tersebut dalam dampingan bidan. Misalnya, pada waktu wanita tersebut dalam persalinan (Soepardan, 2008). Setelah bidan merumuskan hal-hal yang perlu dilakukan untuk mengantisifasi diagnosis atau masalah potensial pada langkah sebelumnya, bidan juga harus merumuskan tindakan emergensi atau darurat yang harus dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan bayi. (Soepardan, 2008). f.
Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh Rencana asuhan mempunyai pedoman antisipasi untuk klien, Pedoman antisifasi ini mencakupperkiraan tentang hal yang akan terjadi berikutnya; apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling, dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah terkait masalah sosial, ekonomi, kultural, atau psikologis dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan yang sudah
19
disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu bidan dan klien; agar dapat dilaksanakan secara epektif. Semua asuhan yang telah disepakati dikembangkan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini bersipat rasional dan valid yang didasarkan pada pengetahuan, teori terkini, dan sesuai engan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien. g.
Pelaksanaan Asuhan Kebidanan Pada langkah ke enam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan dengan efisien dan aman. Pelaksanan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian oleh kline atau anggota tim kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya, namun tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (misalnya memastikan bahwa langkah tersebut telah terlaksana). Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas akan berpengaruh pada waktu serta biaya. Pada langkah ini bidan melaksanakan langsung tindakan yang telah direncanakan pada klien ( Saifudin,2013)
h.
Evaluasi Asuhan Kebidanan Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan. Evaluasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan : apakah benarbenar telah terpenuhi sebagaimana diidentifikasi dalam didiagnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika benar efektif dalam pelaksanaanya.
2.
Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP) Pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidanan yang telah menggunakan SOAP menurut Walyani (2015), yaitu : a.
S : Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesa.
20
b. O : Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assesment. Pemeriksaan fisik dilakukan
dengan melihat keadaan umum
pasien misalnya
kesadaran, pucat, lemah dan menahan sakit. Pada pemeriksaan laboratorium misalnya pemeriksaan Hb, pemeriksaan pap smear dan secret vagina. c.
A : Assesment / Analisa Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subyektif dan obyektif dalam suatu indentifikasi.
d.
P : Planning Menggambarkan
pendokumentasian
dari
rencana
evaluasi
berdasarkan assessment. Memberikan konseling sesuai dengan permasalahan yang ada pengobatan.
sebagai upaya untuk membangun
21
3.
Kerangka Konsep Manajemen Asuhan kebidanan Manajemen kebidanan terdiri dari beberapa langkah yang berurutan yang dimulai dengan pengumpulan data dasar dan diakhiri dengan evaluasi. Langkah-langkah tersebut membentuk kerangka yang lengkap yang bisa diaplikasikan dalam semua situasi.
Alur pikir bidan
Pencatatan dari asuhan kebidanan
Proses Manajemen Kebidanan
Dokumentasi Kebidanan
7 Langkah Varney Data
5 Langkah Kompetensi Bidan Data
SOAP NOTES
Masalah
Subjektif
Diagnosa
Objektif
Antisipasi masalah potensial/ diagnosa lain Menetapkan
Assemsement Assessment Diagnosa
atau diagnosa
Plan :
kebutuhan
Konsul
segera untuk
Tes
konsultasi,
diagnostik/Lab
kolaborasi
Rujukan Pendidikan/
Perencanaan
Perencanaan
Konseling Follow up
Implementas
Implementas
Evaluasi
Evaluasi
Gambar 2.1 Bagan Skema langkah-langkah proses manajemen
22
D. KONSEP
DASAR
ASUHAN
KEBIDANAN
PADA
PERSALINAN
PREMATUR Menurut varney (2008) rencana tindakan ibu bersalin dengan persalinan
prematur
adalah
pemeriksaan
abdomen
secara
cermat,
pembukaan lengkap, pengosongan kandung kemih, mengajarkan cara meneran yang baik, persiapan upaya bayi baru lahir yang lengkap, mengatur posisi ibu pada tepi tempat tidur dan kolaborasi dengan dokter. Sebelum melakukan penanganan, ada beberapa kondisi/asuhan yang dapat dilihat dari persalinan prematur yaitu : Kala 1 dilakukan observasi Djj, tanda-tanda vital, dan kontraksi. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir, proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi dan siap melakukan pertolongan persalinan. kala III ditandai dengan pengeluaran plasenta dengan tanda-tanda pelepasan plasenta yaitu uterus menjadi bundar, tali pusat bertambah panjang, dan terjadi semburan darah tiba-tiba. Kala IV dapat dilakukan pemantauan yaitu pada beberapa keadaan, pengeluaran darah setelah proses kelahiran menjadi banyak. Ini disebabkan beberapa faktor seperti lemahnya kontraksi atau tidak berkontraksi otot-otot rahim. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengawasan sehingga jika pendarahan semakin hebat dapat dilakukan tindakan secepatnya. Penanganan : Kemungkinan obat-obat tokotilik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk di pakai memberikan kotikosteroid sebagai induksi maturasi paru bila usia gestasi kurang dari 34 minggu Winkdjosastro (2010). Lakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan serta tindakan sebagai berikut: 1.
Berikan terapi glukoteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin misalnya, berikan 2 dosis betametamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berikan 4 dosis deksametahason 5mg IM selang 6 jam)
2.
Steroid tidak boleh dilakukan bila tidak ada infeksi yang jelas.
3.
Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah, tanda distres nafas, kontraksi uteus, pengeluaran cairan ketuban atau darah pervaginam, DJJ, balance cairan, gula darah) (Saifuddin,2002).
4.
Lakukan persalinan pervaginam bilajanin persentasi kepala atau dilakukan episiotomi lebar dan dilakukan perlindungan forceps terutama
23
pada kehamilan 35 minggu. Lakukan persalinan dengan seksio sasarea bila janin letak sungsang, gawat janin dengan syarat partus pevaginam tidak terpenuhi, janin letak lintang, placenta previa dan taksiran berat janin 1500 gram (Mansjoer, 2002). Pimpinan partus prematurus bertujuan untuk menghindari trauma bagi anak yang masih lemah : 1.
Partus tidak boleh berlangsung terlalu lama tapi sebaliknya jangan pula terlalu cepat.
2.
Jangan memecah ketuban sebelum pembukaan lengkap
3.
Buatlah episotomi medialis.
4.
Kalau pesalinan perlu diseleseikan, pilihlah forceps diatas eksatasi vakum.
5.
Jangan menggunakan narcose.
6.
Tali pusat secepat mungkin digunting untuk menghindari ikterus neonaturum yang berat (Sastrawinata, 2004).
E. KEWENANGAN BIDAN Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1464/Menkes/PER/X/2010, Tentang Penyelenggaraan Praktik Bidan 1.
Pasal 9 Bidan dalam menyelenggarakan praktik, berwenang untuk memberikan pelayann meliputi : a. Pelayanan kesehatan ibu b. Pelayanan kesehatan anak c. Pelayanan
kesehatan
reproduksi
perempuan
dan
keluarga
berencana 2.
Pasal 10 Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana di maksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antra dua kehamilan. a.
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : 1)
Pelayanan konseling pada masa pra hamil.
2)
Pelayanan antenatal pada kehamialn normal.
24
3)
Pelayanan persalinan normal.
4)
Pelayanan ibu nifas normal.
5)
Pelayanan ibu menyusui, dan
6)
Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk : 1)
Episiotomi.
2)
Penjahitan jalan lahir tingkat 1 dan 3.
3)
Penanganan kegawatdaruratan, dianjurkan untuk perujukan.
4)
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil.
5)
Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas.
6)
Fasilitas atau bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif.
7)
Pemberian
uteronika
pada
manajemen
postpartum. 8)
Penyuluhan dan konseling.
9)
Bimbingan pada kelompok ibu hamil.
10) Pemberian surat keterangan kematian. 11) Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
aktif
kala
tiga
DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an surat Al-Ahqaf ayat : 15 Al-Qur’an surat Al-Araf ayat : 8
Agudelo,
2007.
Persalinan
Prematur.
Jakarta.
Tersedia
dalam
http://www.conectique.com [diakses 30 maret 2016] Dinas Kesehatan Jawa Barat. (2015). Profil Kesehatan Jawa Barat Tahun 2015. Tersedia dalam http://www.depkes.go.id. [diakses 25 maret 2016] Kemenkes. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Mansjoer dkk (2010). Ilmu kedokteran jilid 1. Jakarta: Media Aesculaplus Norwitz & Shorrge (2008). At A Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga Rukiyah Ai Yeyeh dan Yulianti Lia. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan). Jakarta : Trans Info Media. Saifuddin, AB. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Pendidikan Bina Pustaka Sarwono, (2011). Ilmu Kandungan, Edisi Ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sastrawinata (2004). Obstetri patolopgi kesehatan reproduksi jilid 2. Jakarta: EGC Straight. Barbara R (2011). Keperawatan ibu dan bayi baru lahir. Jakarta : EGC Sulistyawati, Ari. (2009). Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta : Salemba Medika Suryani (2008). Konsep kebidanan. Jakarta : EGC Prawirohardjo. (2010). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
35
36
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1464/Menkes/PER/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan. Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Manuaba. (2008). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC. Varney, H. Kriebs JM., Gegor CL. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Walyani, E.S. (2015). Asuhan Kebidanan Pada Kehamilan. Yogyakarta : Pustaka Baru Varney, (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Edisi 4. Jakarta : EGC.