ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKITPADA ANAK S UMUR 4 TAHUNDENGAN DEMAM TIFOID DI RSUD KOTA SURAKARTA
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Satu Syarat Tugas Akhir Pendidikan Diploma III Kebidanan
Disusun Oleh:
RIZKI TRI WIDHIYANTI NIM B13084
PROGAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016
HALAMAN PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKITPADA ANAK S UMUR 4 TAHUNDENGAN DEMAM TIFOID DI RSUD KOTA SURAKARTA
Diajukan Oleh:
RIZKI TRI WIDHIYANTI NIM B13084
Telah diperiksa dan disetujui Pada tanggal .......................
Pembimbing
CHRISTIANI BUMI P. S.SiT., M.Kes NIK. 201489130
ii
HALAMAN PENGESAHAN ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK S UMUR 4 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUD KOTA SURAKARTA Karya Tulis Ilmiah Disusun Oleh: RIZKI TRI WIDHIYANTI NIM B13084
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Ujian Akhir Program D III Kebidanan Pada Tanggal ..................................
PENGUJI I
PENGUJI II
Dheny Rohmatika, S.SiT.,M.Kes
Christiani Bumi P. S.SiT., M.Kes
NIK.200582015
NIK. 201489130
Tugas Akhir Ini Telah Diterima Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan Mengetahui, Ka. Prodi D III Kebidanan
Siti Nurjanah, SST., M.Keb NIK. 201188093 iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan dihayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul : “Asuhan Kebidanan Balita Sakit Pada Anak SUmur 4 Tahun Dengan Demam Tifoid Di RSUD Kota Surakarta”. Karya Tulis Ilmiah ini disusun dengan maksud untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan dari Program Studi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan pengarahan dari berbagai pihak, Karya Tulis Ilmiah ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Ibu Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2.
Ibu Siti Nurjanah, SST., M.Keb selaku Ketua Progam Studi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3.
Ibu Christiani Bumi P. S.SiT, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk dan bimbingan kepada penulis.
4.
dr. Willy Handoko Widjaja, Mars selaku Kepala RSUD Kota Surakarta yang telah bersedia memberikan ijin pada penulis dalam melakukan Studi Kasus.
5.
Ny. R yang bersedia anaknya menjadi responden dalam pengambilan studi kasus.
6.
Seluruh Dosen dan Staff Prodi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan.
7.
Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.
iv
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka saran demi kemajuan penelitian selanjutnya. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta,............................. 2016 Penulis
v
Prodi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta Karya Tulis Ilmiah, juni 2016 Rizki Tri Widhiyanti B13084 ASUHAN KEBIDANAN BALITA SAKIT PADA ANAK S UMUR 4 TAHUN DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUD KOTA SURAKARTA xi + 84 halaman + 12 lampiran INTISARI Latar Belakang : Data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena demam tifoid pada balita dan 70% kematiannya terjadi di Asia (Depkes RI, 2013).Data survei mortalitas pada tahun 2005 di 10 provinsi, menyatakan bahwa angka kematian bayi karena tifoid menduduki peringkat ke 9 yaitu 1,2%, sedangkan AKABA (Angka Kematian Balita) pada hasil SDKI 20022003 yaitu 46 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di RSUD Kota Surakarta, jumlah balita yang sakit dari bulan Januari sampai bulan Oktober 2015 yang diperoleh dari catatan rekam medik (RM) di dapatkan 1598 kasus balita sakit, sedangkan kasus balita sakit dengan demam tifoid ada 159 orang (9,94%). Tujuan Studi Kasus : Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid dengan menggunakan pendekatan 7 langkah manajemen kebidanan menurut Hellen Varney. Metodologi Penelitian : Jenis studi yang digunakan penulis adalah metode penelitian survei deskriptif, studi kasus dilakukan di RSUD Kota Surakarta pada balita sakit dengan Demam Tifoid dan dilaksanakan tanggal 25 – 28 Februari 2016. Subjek studi kasus ini dilakukan pada balita sakit Anak S umur 4 tahun dengan Demam Tifoid dan instrumen yang digunakan adalah format asuhan kebidanan 7 langkah Varney dan data perkembangan menggunakan format SOAP. Hasil Studi Kasus : Setelah dilakukan asuhan kebidanan selama 4 hari, didapatkan keadaan umum baik, mata tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan tidak kotor, BAB normal 1 kali sehari dengan konsistensi lembek, hasil laboratorium Widal Salmonella Typhi sudah kembali normal dan pasien sembuh. Kesimpulan : Dari kasus ini masalah pada anak dengan Demam Tifoid dapat diatasi dan komplikasi yang sering terjadi dapat dihindari setelah diberikan asuhan kebidanan dengan menerapkan manajemen kebidanan menurut Varney. Kata Kunci : Asuhan Kebidanan, Balita, Demam Tifoid Kepustakaan : 29 Literatur ( tahun 2006 s/d 2015)
vi
MOTTO 1.
Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui (Q.S Al-Baqarah : 216)
2.
Jangan malas! Ingat, anak-anakmu kelak berhak lahir dari rahim seorang ibu yang cerdas
3.
“Key of success adalah kunci dari kesuksesan” ujar sang vokalis Sadjojo
PERSEMBAHAN Dengan segala rendah hati, Karya Tulis Ilmiah ini penulis persembahkan: 1.
Allah SWT, yang selalu melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
2.
Ibu dan Bapak tercinta, yang telah memberikan kasih sayang serta doa dan dukungan di setiap prosesnya.
3.
Kedua kakakku (Dhini Khatulistiyani dan Premaysari Dwi Lestari) dan adikku (Mustika Muliawati) yang selalu ada disamping saya dan selalu memberikan semangat yang tak terhingga.
4.
Untuk semua teman-teman angkatan 2013 D III Kebidanan Stikes Kusuma Husada yang selalu memberikan semangat sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan sesuai harapan.
5.
Almamaterku tercinta, terima kasih selama tiga tahun ini menjadi tempatku untuk menimba ilmu, dan akan selalu terkenang semua hal yang ada di sini.
vii
CURICULUM VITAE
Nama
: Rizki Tri Widhiyanti
Tempat/ Tanggal Lahir
: Blora/ 12 September 1995
Agama
: Islam
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Plampoan II Geneng – Ngawi, Jawa Timur
Riwayat Pendidikan 1. SD MUHAMADDIYAH 1 NGAWI
LULUS TAHUN 2007
2. SMP NEGERI 2 GENENG
LULUS TAHUN 2010
3. SMA NEGERI 1 MAOSPATI
LULUS TAHUN 2013
4. Prodi D III Kebidanan STIKes Kusuma Husada Surakarta Angkatan 2013
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
INTI SARI ......................................................................................................
vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................
vii
CURICULUM VITAE ...................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................
1
B. Perumusan Masalah ...............................................................
5
C. Tujuan Studi Kasus ................................................................
5
D. Manfaat Studi Kasus ..............................................................
6
E. Keaslian Studi Kasus .............................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis ............................................................................
9
1.
Balita ...............................................................................
9
2.
Demam Tifoid .................................................................
14
B. Teori Manajemen Kebidanan .................................................
22
C. Landasan Hukum ...................................................................
42
ix
BAB 1 III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Studi ..............................................................................
43
B. Lokasi Studi Kasus .................................................................
43
C. Subjek Studi Kasus ................................................................
44
D. Waktu Studi Kasus .................................................................
44
E. Instrumen Studi Kasus ...........................................................
44
F. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
45
G. Alat-alat yang dibutuhkan ......................................................
49
H. Jadwal Penelitian....................................................................
49
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Kasus ....................................................................... B. Pembahasan ............................................................................ BAB V PENUTUP
50 75
A. Kesimpulan ............................................................................ B. Saran....................................................................................... DAFTAR PUSTAKA
81 84
LAMPIRAN
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 3. Surat Balasan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Penggunaan Lahan Lampiran 5. Surat Balasan Ijin Penggunaan Lahan Lampiran 6.Surat Permohonan Menjadi Responden Lampiran 7.Surat Persetujuan Responden (Informed Consent) Lampiran 8. Lembar ObservasiTindakan Lampiran 9. Satuan Asuhan Penyuluhan Lampiran 10. Leaflet Lampiran 11. Dokumentasi Studi Kasus Lampiran 12. Lembar Konsultasi
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Data WHO (World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia terdapat sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggal karena demam tifoid pada balita dan 70% kematiannya terjadi di Asia (Depkes RI 2013 dalam jurnal Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas, 2015). Data survei mortalitas kejadian ISPA pada tahun 2005 di 10 provinsi, menyatakan bahwa angka kematian bayi karena tifoid menduduki peringkat ke 9 yaitu 1,2%, sedangkan AKABA (Angka Kematian Balita) pada hasil SDKI 2002-2003 yaitu 46 per 1000 kelahiran hidup. Tetapi dari hasil mortalitas penyakit Tifoid menduduki peringkat ke 6 yaitu sebesar 3,8%. Sedang data morbiditas dari pencatatan dan pelaporan rumah sakit memberi informasi bahwa pada pola 10 penyakit rawat inap tahun 2005, demam tifoid/paratifoid mencapai 81.116 kasus dengan persentase 3,15% menduduki tempat kedua dari 10 pola penyakit. Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan 2006, melaporkan bahwa tifoid menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan kematian karena tifoid. Angka kesakitan tifoid adalah 500 per 100.000 penduduk, dengan kematian 0,65%. Masalah tifoid di Indonesia disebabkan
1
2
antara lain karena faktor kebersihan (makanan, kebersihan pribadi maupun lingkungan), maupun masalah klinis seperti koinfeksi dengan penyakit lain, resistensi antibiotika, serta belum adanya vaksin yang efektif. Laporan Profil Kesehatan Indonesia 2007 Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2008, mempelihatkan bahwa gambaran 10 penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit tahun 2006 memperlihatkan bahwa tifoid adalah 72.804(angka nominal) dengan persentase 3,26%, menduduki peringkat ke 3 setelah penyakit diare dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu dan demam berdarah dengue (Herawati dan Ghani 2009 dalam artikel Hubungan Faktor Determinan DenganKejadian Tifoid Di Indonesia Tahun 2007). Sedangkan berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 penderita demam tifoid dan paratifoid yang dirawat inap di Rumah Sakit sebanyak 41.081 kasus dan 279 diantaranya meninggal dunia (Depkes RI 2010 dalam jurnal Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas, 2015). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan jumlah kematian balita 0–5 tahun per 1000
kelahiran
hidup
dalam
kurun
waktu
satu
tahun.
AKABA
menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan balita, tingkat pelayanan KIA/Posyandu, tingkat keberhasilan program KIA/Posyandu dan kondisi sanitasi lingkungan. AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 11,85/1.000 kelahiran hidup, meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 11,50/1.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian balita disebabkan
3
oleh diare, demam berdarah dengue dan demam tifoid. Demam tifoid mengakibatkan sekitar 20%-30% kematian anak balita dan diperkirakan 10%20% per tahun balita yang menginggal karena perdarahan usus yang merupakan komplikasi dari demam tifoid. Dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 yaitu 23/1.000 kelahiran hidup, AKABA Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sudah melampaui target. AKABA tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 19,94/1.000 kelahiran hidup, sedangkan terendah di Kota Surakarta sebesar 6,01/1.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2012). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch (Soedarmo dkk, 2006). Dalam hal ini, seorang bidan berperan dalam melakukan deteksi dini serta memberikan asuhan pada balita sesuai kebutuhan dengan melakukan kolaborasi dengan dokter anak. Selain itu, pentingnya seorang bidan untuk memahami asuhan yang harus di berikan kepada balita dengan demam tifoid. Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di RSUD Kota Surakarta, jumlah balita yang sakit dari bulan Januari sampai bulan Oktober 2015 yang diperoleh dari catatan rekam medik (RM) di dapatkan 1598kasus
4
balita sakit, yang dikategorikan balita sakit dengan sakit Ispa 348kasus (22%), sakit Febris 297kasus (18%), sakit DBD 218kasus (14%), sakit Demam Tifoid 159kasus (10%), sakit Diare 107kasus (7%), sakit Campak 97kasus (6%), sakit Pneumonia 97kasus (6%), sakit Herpes 89kasus (5%), sakit Gondongan 84kasus (5%), sakit Cacar 58kasus (4%), dan sakit Malaria 44kasus (3%). Menurut penulis dalam kasus Demam Tifoid banyak terjadi saat ini karena pergantian musim kemarau ke musim penghujan yang menyebabkan berkembangnya virus dari Tifoid tersebut dan juga berkurangnya kebersihan lingkungan sekitar. Demam Tifoid sendiri lebih sering dijumpai pada balita maupun anak pra sekolah karena pola hidup yang kurang sehat seperti jajan sembarangan, kurang tahu pentingnya cuci tangan sebelum makan dan setelah dari kamar mandi. Berdasarkan data-data diatas diketahui bahwa kasus demam tifoid masih tinggi dan banyak dijumpai di kalangan masyarakat terutama pada balita sakit. Oleh karena itu pentingnya melakukan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Balita Sakit Anak S Umur 4 Tahun dengan Demam Tifoid di RSUD Kota Surakarta”.
B. Perumusan Masalah “Bagaimana Penerapan Asuhan Kebidanan pada Balita Sakit anak S umur 4 tahun dengan Demam Tifoid di RSUD Kota Surakarta dengan
5
menggunakan pendekatan manajemen asuhan kebidanan menurut 7 langkah Varney?”
C. Tujuan Studi Kasus 1.
Tujuan Umum Di perolehnya pengalaman nyata dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada anak Sumur 4 tahun dengan sakit demam tifoid di RSUD Kota Surakarta
dengan
menggunakan
pendekatan
proses
manajemen
kebidanan 7 langkah Varney. 2.
Tujuan Khusus a.
Penulis mampu: 1) Melaksanakan pengkajian meliputi data subjektif dan objektif pada anak S umur 4 tahun dengan demam tifoid. 2) Menginterpretasikan data yang meliputi diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan padaanak S umur 4 tahun dengan demam tifoid. 3) Merumuskan diagnosa potensial pada anak S umur 4 tahun dengan demam tifoid. 4) Mengantisipasi serta melakukan penanganan segera pada anak S umur 4 tahun dengan demam tifoid. 5) Merencanakan asuhan kebidanan pada anak S umur 4 tahun dengan demam tifoid.
6
6) Melaksanakan perencanaan secara evisien asuhan kebidanan padaanak S umur 4 tahun dengan demam tifoid. 7) Mengevaluasi asuhan yang di berikan pada anak S umur 4 tahun dengan demam tifoid. b.
Penulis mampu menganalisa kesenjangan antara teori dan kasus nyata di lapangan serta memberikan alternatif pemecahan masalah pada balita sakit anak Sumur 4 tahun dengan demam tifoid di RSUD Kota Surakarta.
D. Manfaat Studi Kasus 1.
Bagi peneliti a.
Dapat menerapkan teori yang di dapat di bangku kuliah dalam praktek di lahan, serta memperoleh pengalaman secara langsung dalam masalah memberikan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
b.
Asuhan kebidanan ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penatalaksanaan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
2.
Bagi profesi a.
Dapat meningkatkan upaya dalam pelaksanaan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
b.
Dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid.
7
3.
Bagi Rumah Sakit Dengan melihat hasil pengkajian dari studi kasus ini dapat digunakan sebagai masukan dan penyempurnaan dalam memberikan asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid di RSUD Kota Surakarta.
4.
Bagi Institusi Di gunakan untuk menambah sumber bacaan atau referensi tentang penatalaksanaan pada balita sakit dengan demam tifoid.
E. Keaslian Studi Kasus Karya Tulis Ilmiah tentang asuhan kebidanan pada balita sakit dengan demam tifoid pernah di lakukan oleh: 1.
Rita Maharani (2012), dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Balita sakit An. D dengan Sakit Demam Tifoid Di BPS Kiran Klaten Tengah” Asuhan yang diberikan adalah pemberian terapi obat penurun panas (parasetamol) secara teratur, setelah di berikan asuhan selama 5 hari keadaan umum balita baik kelopak mata sudah tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan tidak ada nyeri tekan pada abdomen.
2.
Rina Candrawati (2014), dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Balita Sakit dengan Demam Tifoid di Puskesmas Tangen Sragen”. Dengan menggunakan manajemen kebidanan dengan tujuh langkah Varney (1997), pada Anak R Asuhan yang diberikan yaitu dengan pemberian cairan rumah tangga yaitu seperti banyak minum air putih atau sirup, teh
8
manis, nutrisi yang cukup dan pemberian gizi yang sesering mungkin maka anak dapat kembali dalam keadaan baik. Setelah diberikan terapi kloramfenikol, puyer parasetamol dan antibiotik keadaan umum balita baik, panas sudah turun, kesadaran composmentis, kelopak mata sudah tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan BAB normal 1 kali sehari. Persamaan dari studi kasus terdapat pada judul tentang Demam Tifoid, sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek studi kasus, lokasi studi kasus, dan waktu studi kasus.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Medis 1.
Balita a.
Pengertian Balita Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau dibawah umur lima tahun yang sedang mengalami masa pertumbuhan
dan
perkembangan
yang
pesat.
Pertumbuhan
perkembangan balita dipengaruhi oleh kesehatan yang baik, status gizi yang baik, lingkungan yang sehat, serta keluarga (termasuk pengasuh) yang baik dalam merawat balita (Susilaningrum dkk, 2013). b.
Tahap Perkembangan Balita Tahap perkembangan kognitif balita menurut Sekartini dalam buku Soetjiningsih (2013), meliputi: 1) Umur 12-18 bulan a) Dapat menemukan objek yang disembunyikan b) Membedakan bentuk dan warna c) Memberi respon terhadap intruksi sederhana d) Menggunakan trial and error untuk mempelajari tentang objek
9
10
2) Umur 18-24 bulan a) Menggelindingkan bola ke arah sasaran b) Membantu/menirukan pekerjaan rumah tangga c) Dapat mulai bermain pura-pura d) Memegang cangkir sendiri, belajar makan-minum sendiri e) Menikmati gambar sederhana f) Mengeksplorasi lingkungan g) Mengetahui bagian-bagian dari tubuhnya 3) Umur 24-36 bulan a) Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuhnya ketika diminta b) Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama dua benda atau lebih c) Dapat bercerita menggunakan paragraf sederhana d) Menggabungkan 2-3 kata menjadi kalimat e) Menggunakan nama sendiri untuk menyebutkan dirinya 4) Umur 36-48 bulan a) Mengenal 2-4 warna b) Menyebut nama, umur, tempat tinggal c) Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan d) Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri e) Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan f) Mengenakan sepatu sendiri
11
g) Mengenakan celana panjang, kemeja, baju h) Menghubungkan aktivitas saat ini dan pengalaman masa lalu i) Dapat menggambarkan orang dengan kepala ditambahi bagian tubuh lainnya j) Dapat memilah-milah objek ke dalam kategori sederhana 5) Umur 48-60 bulan a) Menggambar garis lurus b) Mengenal 2-4 warna c) Menyebut nama, umur, tempat tinggal d) Mengerti arti kata di atas, di bawah, di depan e) Mencuci dan mengeringkan tangan sendiri f) Bermain bersama teman, mengikuti aturan permainan g) Mengenakan sepatu sendiri h) Mengenakan celana panjang, kemeja, baju i) Bertanya arti kata j) Menggambarkan rumah yang dapat dikenal c.
Tahap Pertumbuhan Fisik Balita 1) Lingkar Kepala Ukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menaksir pertumbuhan
otak.
Pertumbuhan
ukuran
lingkar
kepala
umumnya mengikuti pertumbuhan otak, sehingga bila ada hambatan/gangguan pertumbuhan lingkar kepala, pertumbuhan otak biasanya juga terhambat (Susilaningrum dkk, 2013).
12
2) Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran antropometri kedua terpenting. Keuntungan dari pengukuran tinggi badan ini adalah alatnya murah, mudah dibuat, dan dibawa sesuai keinginan tempat tinggi badan akan diukur (Susilaningrum dkk, 2013). 3) Berat Badan Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang terpenting untuk mengetahui keadaan status gizi anak. Selain itu, dipakai untuk memeriksa kesehatan anak pada semua kelompok umur, misalnya, apakah anak dalam keadaan normal dan sehat (Susilaningrum dkk, 2013). d.
Penyakit yang biasanya di derita oleh balita Dalam buku Susilaningrum dkk (2013) ada beberapa penyakit infeksi yang sering di alami oleh balita: 1) Difteri Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteria. Mekanisme masuknya kuman ke tubuh manusia umumnya masuk lewat mukosa hidung/mulut kemudian melekat dan berbiak pada permukaan mukosa
saluran
napas
bagian
atas.
Kemudian
mulai
memproduksi toksin yang meresap ke sekelilingnya untuk selanjutnya disebarkan ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah.
13
2) Demam Tifoid Demam tifoid (enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Mekanisme masuknya kuman adalah diawali infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus. Basil melalui pembuluh limfe pada usus halus masuk kedalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa, sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. 3) Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau demam berdarah dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. 4) Diare Diare pada dasarnya adalah seringnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya dengan konsistensi yang lebih encer.
14
2.
Demam Tifoid a.
Pengertian Demam tifoid (enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Susilaningrum dkk, 2013). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, di topang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endotelial atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan peyer’s patch (Soedarmo dkk, 2006).
b.
Etiologi Etiologi demam tifoid adalah salmonella typhi yang berhasil diisolasi pertama kali dari seorang pasien demam tifoid oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884. Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negatif yang motil, bersifat aerob dan tidak membentuk spora. Salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan mukosa, tetapi tidak dapat memfermentasi laktosa (Soegijanto, 2007).
c.
Gejala klinis demam tifoid Hadinegoro dalam Jurnal Demam Tifoid pada Anak (2011), menyatakan bahwa gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi,
15
mulai dari gejala yang ringan sekali sehingga tidak terdiagnosis, dengan gejala yang khas (sindrom demam tifoid), sampai dengan gejala klinis berat yang disertai komplikasi. Gejala klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak, gejala klinis demam tifoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2 minggu. Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah sebagai berikut: 1) Demam Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya, demam hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi. Demam dapat mencapai 39-40 ºC. 2) Gangguan saluran pencernaan Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor, pada penderita anak jarang ditemukan. Penderita anak lebih sering mengalami diare. 3) Gangguan kesadaraan Umumnya
terdapat
gangguan
kesadaran
berupa
penurunan kesadaran ringan. Sering ditemui kesadaran apatis.
16
Bila gejala klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol. 4) Hepatosplenomegali Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan. 5) Bradikardia relatif dan gejala lain Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1 derajat celcius tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. d.
Patofisiologi Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus. Melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan
17
perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus (Ngastiyah, 2014). e.
Komplikasi Menurut Hadinegoro dalam Jurnal Demam Tifoid pada Anak (2011), pada akhir minggu ke-2 sampai masuk minggu ke-3 merupakan masa yang berbahaya. Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Dengan terapi yang tepat, banyak penderita yang sembuh dari demam tifoid. Namun tanpa terapi yang tepat, beberapa penderita mungkin tidak selamat dari komplikasi demam tifoid.
f.
Pencegahan Menurut Nelwan dalam Jurnal Tata Laksana Terkini Demam Tifoid (2012), strategi pencegahan yang dipakai adalah untuk selalu menyediakan makanan dan minuman yang tidak terkontaminasi, higiene perorangan terutama menyangkut kebersihan tangan dan lingkungan, sanitasi yang baik, dan tersedianya air bersih sehari-hari. Strategi pencegahan ini menjadi penting seiring dengan munculnya kasus resistensi. Selain strategi di atas, dikembangkan pula vaksinasi terutama untuk para pendatang dari negara maju ke daerah yang endemik demam tifoid. Vaksin-vaksin yang sudah ada yaitu:
18
1) Vaksin Vi Polysaccharide Vaksin ini diberikan pada anak dengan usia di atas 2 tahun dengan dinjeksikan secara subkutan atau intra-muskuler. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan direkomendasikan untuk revaksinasi setiap 3 tahun. Vaksin ini memberikan efi kasi perlindungan sebesar 70-80%. 2) Vaksin Ty21a Vaksin oral ini tersedia dalam sediaan salut enterik dan cair yang diberikan pada anak usia 6 tahun ke atas. Vaksin diberikan 3 dosis yang masing-masing diselang 2 hari. Antibiotik dihindari 7 hari sebelum dan sesudah vaksinasi. Vaksin ini efektif selama 3 tahun dan memberikan efi kasi perlindungan 6782%. 3) Vaksin Vi-conjugate Vaksin ini diberikan pada anak usia 2-5 tahun di Vietnam dan memberikan efi kasi perlindungan 91,1% selama 27 bulan setelah vaksinasi. Efi kasi vaksin ini menetap selama 46 bulan dengan efi kasi perlindungan sebesar 89%. g.
Penatalaksanaan Dalam buku Susilaningrum dkk (2013), apabila ditemukan data-data yang mengarah pada demam tifoid, maka anak harus segera dirujuk. Untuk mengatasi permasalahannya, perencanaan yang diperlukan adalah:
19
1) Kebutuhan nutrisi / cairan elektrolit a) Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas. b) Jika kesadaran pasien baik, berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang yang direbus. susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu ekstra. c) Berikan makanan cair per sonde jika kesadarannya menurun dan berikan kalori sesuai kebutuhannya. Pemberian diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak. d)
Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah (memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang berikan makanan per sonde, di samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi masih per infuse. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa.
20
e)
Observasi intake / output.
2) Gangguan suhu tubuh a)
Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat secara mencukupi.
b)
Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuh turun dan diteruskan 2 minggu lagi.
c)
Atur ruangan agar cukup ventilasi.
d)
Berikan kompres dingin dengan air kran.
e)
Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis atau apa yang disukai anak).
f)
Berikan pakaian yang tipis.
g)
Observasi suhu tubuh.
3) Gangguan rasa aman a)
Lakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim) pada bibir bila kering, dan sering berikan minum.
b)
Jika pasien dipasangkan sonde, perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak kering.
c)
Selain itu, karena lama berbaring maka ketika pasien mulai berjalan mula-mula akan terasa seperti kesemutan. Oleh karena itu, sebelum mulai berjalan pasien harus mulai dengan menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil
21
tetap duduk di pinggir tempat tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan. Bisa dikatakan bahwa gangguan itu akan menghilang setelah 2-3 hari mobilisasi. 4) Resiko terjadi komplikasi a)
Pemberian terapi sesuai program dokter. Obat yang dapat diberikan adalah Kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kg BB/hari yang diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan baik, obat harus diberikan setiap 6 jam. Buatkan daftar yang mudah diingat, misalnya pukul 6, 12, 18, 24 dan berikan
tanda
bila
obat
telah
diberikan.
Selain
Kloramfenikol, alternatif obat lain yang mungkin adalah: (1) Amoxillin 100 mg/kg BB/hari secara oral 3 kali sehari selama 14 hari. (2) Kotrimoksasol 8-10 mg/kg BB/hari secara oral 2-3 x/hari selama 10-14 hari. b)
Istirahat Pasien yang menderita tifus abdominalis perlu istirahat mutlak selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu lagi setelah suhu turun menjadi normal. Setelah 1 minggu suhu normal, 3 hari kemudian pasien dilatih duduk di pinggir tempat tidur sambil kakinya digoyanggoyangkan. Pada akhir minggu kedua jika tidak timbul
22
demam, pasien boleh mulai berjalan mengelilingi tempat tidur. Selama masa istirahat, pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali sehari. Jika terdapat suhu tinggi yang melebihi suhu biasanya, maka ukur suhu ekstra dan catat pada catatan perawatan. Berikan kompres dingin intensif kemudian periksa lagi 1 jam kemudian. Apabila panas tidak turun, hubungi dokter.
B. Teori Manajemen Kebidanan 1.
Pengertian Manajemen kebidanan adalah bentuk pendekatan yang dilakukan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan menggunakan metode pemecahan masalah (Nurhayati dkk, 2012).
2.
Dalam buku Nurhayati (2012) manajemen kebidanan terdiri dari 7 (tujuh) langkah: LANGKAH I : PENGKAJIAN (PENGUMPULAN DATA DASAR) Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien (Ambarwati, 2010). a. Biodata yang mencakup identitas pasien Identitas adalah data yang didapat dari pasien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
23
1)
Nama Anak
: Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari-hari
agar
tidak
keliru
dalam memberikan penanganan (Ambarwati, 2010). 2)
Umur Anak
: Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. (Ambarwati, 2010).
3)
Jenis Kelamin
: Dikaji untuk membedakan dengan balita lain (Sondakh, 2013).
4)
Nama Orang Tua : Dikaji agar
agar tidak
dituliskan banyak
nama
dengan
jelas
yang
sama
(Sondakh, 2013). 5)
Umur Orang Tua : Dikaji untuk mengetahui umur orang tua (Sondakh, 2013).
6)
Agama
: Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa (Ambarwati, 2010).
7)
Pendidikan
: Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya,
sehingga
bidan
dapat
24
memberikan
konseling
sesuai
dengan
pendidikannya (Ambarwati, 2010). 8)
Alamat
: Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan (Ambarwati, 2010).
b. Anamnesa (Data Subjektif) Anamnesa adalah pengkajian dalam rangka mendapatkan data tentang pasien melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan (Sulistyawati, 2009). 1) Alasan datang atau keluhan utama Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan kondisi saat itu (Ambarwati, 2010). Pada balita sakit demam tifoid terjadi panas berkepanjangan, gangguan pada pencernaan, dan gangguan pada kesadaran (Susilaningrum dkk, 2013) 2) Riwayat kesehatan, meliputi: a) Imunisasi Status imunisasi klien dinyatakan khususnya yang imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B. Hal-hal tersebut selain diperlukan pediatrik
untuk yang
mengetahui
diperoleh,
(Muslihatun dkk, 2009).
juga
status
perlindungan
membantu
diagnosis
25
b) Riwayat penyakit lalu Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut atau kronis seperti: ISPA, Bronkitis, Asma (Ambarwati, 2010). c) Riwayat penyakit sekarang Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini (Ambarwati, 2010). d) Riwayat penyakit keluarga Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien, yaitu apabila ada penyakit keluarga yang menyertainya (Ambarwati, 2010). 3) Riwayat kebiasaan sehari-hari a) Pola nutrisi Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi, banyaknya, jenis makanan, makanan pantangan (Ambarwati, 2010). b) Pola istirahat atau tidur Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang, penggunaan waktu luang (Ambarwati, 2010).
26
c) Personal hygiene Dikaji untuk mengetahui apakah pasien selalu menjaga kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia (Ambarwati, 2010). d) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah (Ambarwati, 2010). c. Pemeriksaan fisik (Data Objektif) Data objektif adalah data yang diperoleh dari hasil observasi atau pemeriksaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (Walyani, 2015). 1) Keadaan umum Pemeriksaan keadaan umum dilakukan untuk menilai kondisi pasien secara umum. Keadaan umum anak dengan demam tifoid
mengeluh
tidak
enak
badan,
lesu,
kurang
baik
(Muslihatun dkk, 2009). 2) Kesadaran Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, bidan dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis sampai dengan coma (Sulistyawati, 2009).
27
a) Compos Mentis
: Kesadaran penuh dan respon cukup terhadap
stimulus
yang
diberikan
(Muslihatun dkk, 2009). b) Apatis
: Acuh tak acuh terhadap keadaan sekitar (Muslihatun dkk, 2009).
c) Somolen
: Kesadaran lebih rendah, anak tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsif terhadap rangsangan ringan dan masih
memberikan
respon
pada
rangsangan yang kuat (Muslihatun dkk, 2009). d) Sopor
: Anak tidak memberikan respon ringan maupun sedang, tetapi masih memberikan sedikit respon pada rangsangan yang kuat, ditandai refleks pupil terhadap cahaya masih positif (Muslihatun dkk, 2009).
e) Koma
: Anak tidak dapat
bereaksi
terhadap
stimulus apa pun, reflek pupil terhadap cahaya tidak ada (Muslihatun dkk, 2009). Pada balita yang sakit demam tifoid terjadi gangguan kesadaran apatis.
28
3) Tanda-tanda vital a) Denyut nadi
: Seharusnya dilakukan pada saat tidur atau istirahat dan disertai dengan pemeriksaan denyut jantung untuk mengetahui adanya pulsus defisit. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kecepatan dan frekuensi nadi, irama dan kualitas nadi. Pada balita yang sakit demam tifoid denyut nadinya 78x/menit dan tidak menunjukkan adanya peningkatan (Muslihatun dkk, 2009).
b) Pernafasan
: Pemeriksaan ini dilakukan dengan menilai frekuensi, irama, kedalaman, dan tipe atau pola pernafasan. Pada balita yang sakit demam
tifoid
mengalami
penurunan
(Muslihatun dkk, 2009). c) Suhu
: Untuk
mengetahui
temperature
kulit,
temperature kulit normal adalah 36,5 C. Balita sakit demam tifoid biasanya demam lebih dari seminggu, siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi sekitar 38,8 oC – 40 oC (Muslihatun dkk, 2009).
29
4) Pemeriksaan sistematis Pemeriksaan sistematis pada anak biasanya terdapat perut kembung pada abdomen, dan pada hati dan limpa terdapat nyeri perabaan (Muslihatun dkk, 2009). Pemeriksaan sistematis meliputi: a) Kepala
: Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala. Pada balita sakit demam tifoid biasanya ubun-ubunnya cekung (Muslihatun dkk, 2009).
(1)
Muka
: Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/ tidak. Pada balita sakit demam tifoid agak pucat karena
dehidrasi/
kekurangan
cairan
dan
kekurangan nutrisi (Muslihatun dkk, 2009). (2)
Mata
: Simetris / tidak, conjungtiva pucat atau tidak, warna sklera ikterus atau tidak. Periksa bagian sklera dan conjungtiva apakah pucat atau kuning. Pada balita sakit demam tifoid kelopak mata cekung dikarenakan terjadi dehidrasi, conjungtiva pucat (Muslihatun dkk, 2009).
(3)
Telinga : Dikaji untuk mengetahui adanya kotoran atau cairan dan bagaimana keadaan tulang rawannya (Muslihatun dkk, 2009).
30
(4)
Hidung : Dikaji untuk mengetahui nafas dan kotoran yang menyumbat jalan nafas (Muslihatun dkk, 2009).
(5)
Mulut
: Dikaji untuk mengetahui dan menilai ada tidaknya bibir sumbing, trismus (kesukaran membuka mulut), serta kelainan pada gusi, lidah dan gigi. Pada balita sakit demam tifoid lidah kotor, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah (Muslihatun dkk, 2009).
b) Leher
: Adakah pembesaran kelenjar tiroid (Muslihatun dkk, 2009).
c) Dada
: Dikaji untuk mengetahui retraksi atau tidak, simetris atau tidak. Pada kasus ini ada retraksi. Kulit tampak kering dan panas yang mungkin juga didapatkan bercak rose didaerah abdomen, dada atau punggung. Bercak rose merupakan ruam macular atau makulopapular dengan garis tengah 1-6 mm yang akan menghilang dalam 23 hari (Muslihatun dkk, 2009).
d) Perut
: Dikaji untuk mengetahui kembung, turgor baik sampai dengan buruk, cubitan kulit kembali lambat.
Pada
balita
sakit
demam
tifoid
mengalami sakit perut. Terjadi pembengkakan
31
hati dan limfa menimbulkan rasa sakit di perut (Muslihatun dkk, 2009). e) Anogenital : Adakah varices pada alat genetalia. Apakah anus ada haemoroid (Muslihatun dkk, 2009). f)
Ekstremitas : Adakah oedema tanda sianosis, apakah kuku melebihi jari-jari (Muslihatun dkk, 2009).
5) Data penunjang Menurut Kepmenkes No. 364 (2006), dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui adanya tifoid, yaitu: a) Pemeriksaan bakteriologis Widal adalah reaksi antara antigen (suspensi Samonella yang telah dimatikan) dengan aglutinin yang merupakan antibodi spesifik terhadap komponen basil Salmonella didalam darah manusia. Jumlah titer O sebanyak 1/320 sudah didiagnosis demam tifoid. b) Gambaran darah tepi Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran leukopeni (± 3000 – 8000 per mm3), limfositosis relatif, monositosis dan trombositopenia ringan. c) Biakan bekuan darah Bekuan darah dibiakkan pada botol berisi 15 ml kaldu empedu (mengandung 0,5% garam-garam empedu).
32
LANGKAH II: INTERPRETASI DATA DASAR Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan, sehingga dapat merumuskan diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan yang spesifik. Rumus dan diagnosa tujuannya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan
seperti
diagnosa,
tetapi
membutuhkan
penanganan
(Ambarwati, 2010). a. Diagnosa kebidanan Diagnosis kebidanan adalah menggabungkan dan menghubungkan data satu dengan lainnya sehingga menggambarkan suatu fakta (Nurhayati dkk, 2012), dalam diagnosa kebidanan terdapat data dasar yang mencakup data subjektif dan data objektif. Contoh diagnosa kebidanan: An. X umur Y tahun dengan Demam Tifoid. Data dasar Data subjektif: Data subjektif adalah gambaran dari pendokumentasian pengumpulan data klien melalui anamnesa (Sulistyawati, 2009), dengan contoh: 1) Ibu mengatakan umur balita Y tahun 2) Ibu mengatakan balitanya berjenis kelamin perempuan 3) Ibu mengatakan demam lebih dari seminggu 4) Ibu mengatakan anaknya mual berat dan tidak ada nafsu makan 5) Ibu mengatakan anaknya diare 6) Ibu mengatakan anaknya lemas, pusing dan sakit perut
33
Data Objektif: Data objektif adalah gambaran pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain (Sulistyawati, 2009), dengan contoh: 1) Keadaan Umum
: Kurang baik
2) Kesadaran
: Gangguan kesadaran
3) Tanda-tanda vital a) Denyut nadinya : Denyut nadinya 78 x/menit dan tidak menunjukkan adanya peningkatan. b) Pernafasan
: Mengalami penurunan
c) Suhu
: Demam tinggi sekitar 39 oC – 40 oC
4) Kepala
: Ubun-ubun cekung
5) Muka
: Pucat
6) Mulut
: Lidah kotor, bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah
7) Mata
: Kelopak mata cekung, conjungtiva pucat
8) Kulit
: Kering dan terdapat bercak rose didaerah abdomen.
9) Abdomen
: Terjadi pembengkakan hati dan limfa.
10) Pemeriksaan penunjang a) Widal
: Jumlah titer O sebanyak 1/320 Titer
34
b) Darah tepi
: Terdapat gambaran leukopeni (±3000 – 8000
per
mm3),
limfositosis
relatif,
monositosis dan trombositopenia ringan. c) Bekuan darah
: Mengandung 0,5% garam-garam empedu
b. Masalah Masalah-masalah yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian yang menyertai data objektif (Ambarwati, 2010). Masalah yang sering terjadi pada anak dengan demam tifoid adalah kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit (Susilaningrum dkk, 2013). c. Kebutuhan Kebutuhan adalah hal-hal dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosa dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisa data. Kebutuhan muncul setelah dilakukan pengkajian (Sondakh, 2013). Pada kasus bayi sakit dengan demam tifoid kebutuhannya adalah penggantian cairan tubuh, pencegahan kenaikan suhu, edukasi emosi pada orang tua (Susilaningrum dkk, 2013).
35
LANGKAH III: DIAGNOSA POTENSIAL Mengidentifikasi dengan hati-hati gejala yang memerlukan tindakan kebidanan untuk membantu pasien mengatasi dan memcegah masalahmasalah yang spesifik (Muslihatun dkk, 2009). Dalam buku Susilaningrum dkk (2013), menyatakan bahwa diagnosa potensial yang mungkin muncul pada kasus balita sakit dengan demam tifoid adalah terjadinya komplikasi yang berupa: 1) Perdarahan usus 2) Perforasi 3) Peritonitis 4) Komplikasi di luar usus
LANGKAH IV: TINDAKAN SEGERA ATAU ANTISIPASI Langkah IV ini mengidentifikasikan situasi yang gawat, agar diambil tindakan untuk kepentingan keselamatan jiwa balita (Muslihatun dkk, 2009). Dalam buku Susilaningrum dkk (2013) berdasarkan diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada kasus balita sakit dengan demam tifoid maka antisipasi yang dapat dilakukan bidan adalah: 1) Berkolaborasi dengan dokter spesialis anak dengan pemberian terapi kloramfenikol 2) Berkolaborasi
dengan
tim
menegakkan diagnosa yang tepat.
laboratorium
diperlukan
dalam
36
LANGKAH V : RENCANA TINDAKAN Langkah ini merupakan lanjutan dari masalah atau diagnosa yang telah diidentifikasi atau diantisipasi dan juga merupakan pengembangan perencanaan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya setiap rencana haruslah mencerminkan rasional yang valid berdasarkan pengetahuan (Muslihatun dkk, 2009). Dalam buku Susilaningrum dkk (2013) dijelaskan, bahwa kasus balita sakit dengan demam tifoid, rencana asuhan yang diperlukan adalah: 1) Kebutuhan nutrisi / cairan elektrolit perawatan umum a) Berikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas. b) Jika kesadaran pasien baik, berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang (hati dan daging), dan sayuran labu siam/wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberi tahu, telur setengah matang atau matang yang direbus. susu diberikan 2 x 1 gelas/lebih, jika makanan tidak habis berikan susu ekstra. c) Berikan makanan cair per sonde jika kesadarannya menurun dan berikan kalori sesuai kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makanan ekstra seperti sari buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik, makanan dialihkan secara bertahap dari cair ke lunak. d) Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah (memburuk), seperti menderita delirium. Jika keadaan
37
sudah tenang berikan makanan per sonde, di samping infus masih diteruskan. Makanan per sonde biasanya merupakan setengah dari jumlah kalori, sementara setengahnya lagi masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien, bentuk makanan beralih ke makanan biasa. e) Observasi intake/ output. 2) Gangguan suhu tubuh a) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat secara mencukupi. b) Anjurkan klien untuk istirahat mutlak sampai suhu tubuh turun dan diteruskan 2 minggu lagi. c) Atur ruangan agar cukup ventilasi. d) Berikan kompres dingin dengan air kran. e) Anjurkan pasien untuk banyak minum (sirup, teh manis atau apa yang disukai anak). f) Berikan pakaian yang tipis. g) Observasi suhu tubuh. 3) Gangguan rasa aman a) Lakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim) pada bibir bila kering, dan sering berikan minum. b) Jika pasien dipasangkan sonde, perawatan mulut tetap dilakukan dan sekali-kali juga diberikan minum agar selaput lendir mulut dan tenggorokan tidak kering.
38
c) Selain itu, karena lama berbaring maka ketika pasien mulai berjalan mula-mula akan terasa seperti kesemutan. Oleh karena itu, sebelum mulai berjalan pasien harus mulai dengan menggoyang-goyangkan kakinya dahulu sambil tetap duduk di pinggir tempat tidur, kemudian berjalan di sekitar tempat tidur sambil berpegangan. Katakan bahwa gangguan itu akan menghilang setelah 2-3 hari mobilisasi. 4) Resiko terjadi komplikasi a) Pemberian terapi sesuai program dokter. Obat yang dapat diberikan adalah Kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kg BB/hari yang diberikan 4 kali sehari. Agar berhasil dengan baik, obat harus diberikan setiap 6 jam. Buatkan daftar yang mudah diingat, misalnya pukul 6, 12, 18, 24 dan berikan tanda bila obat telah diberikan. Selain kloramfenikol, alternatif obat lain yang mungkin adalah : (1) Amoxillin 100 mg/kg BB/hari secara oral 3 x sehari selama 14 hari (2) Kontrimoksasol 8-10 mg/kg BB/hari secara oral 2-3 x/hari selama 10-14 hari. b) Istirahat Pasien yang menderita tifus abdominalis perlu istirahat mutlak selama demam, kemudian diteruskan 2 minggu lagi setelah suhu turun menjadi normal. Setelah 1 minggu suhu normal, 3 hari
39
kemudian pasien dilatih duduk di pinggir tempat tidur sambil kakinya digoyang-goyangkan. Pada akhir minggu kedua jika tidak timbul
demam, pasien boleh mulai
belajar jalan
mengelilingi tempat tidur. Selama masa istirahat, pengawasan tanda vital mutlak dilakukan 3 kali sehari. Jika terdapat suhu tinggi yang melebihi suhu biasanya, maka ukur suhu ekstra dan catat pada catatan perawatan. Berikan kompres dingin intensif kemudian periksa lagi 1 jam kemudian. Apabila panas tidak turun, hubungi dokter.
LANGKAH VI : PELAKSANAAN Langkah ini merupakan pelaksanaan dari rencana asuhan menyeluruh seperti telah diuraikan pada langkah V secara efisien dan aman. Pelaksanaan ini dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian bidan atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, bidan tetap memikul tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Pada manajemen asuhan kebidanan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya asuhan yang menyeluruh. Pelaksanaan asuhan pada balita sakit demam tifoid disesuaikan dengan rencana tindakan (Muslihatun dkk, 2009).
40
LANGKAH VII : EVALUASI Langkah ini merupakan evaluasi apakah rencana asuhan tersebut benarbenar terpenuhi sesuai dengan asuhan kebidanan dalam masalah dan diagnosa (Muslihatun dkk, 2009). Menurut Ngastiyah (2005), umumnya prognosis demam tifoid pada anak adalah baik, asal pasien cepat berobat. Mortalitas demam tifoid yang dirawat adalah 6%. Prognosis menjadi baik apabila: 1) Demam Tifoid teratasi 2) Kesadaran pulih kembali 3) Tidak terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi, asidosis dan perforasi.
Data Perkembangan Kondisi Klien Metode pendokumentasian yang digunakan dalam asuhan kebidanan menurut Walyani (2015), pada balita dengan demam tifoid adalah SOAP, adalah sebagai berikut: S: Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1 Varney. Untuk data subjektif dikaji keluhan-keluhan yang dirasakan, biasanya anak mengeluh tidak enak badan, lesu, kurang bersemangat, demam dan nafsu makan berkurang (Walyani, 2015).
41
O: Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratoriium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah 1 Varney membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium uji widal (Walyani, 2015). A: Analisa Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif pada An. X dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan serta kebutuhan sebagai langkah 2 Varney (Walyani, 2015). P: Penatalaksanaan Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipasi, tindakan
segera,
tindakan
secara
komprehensif,
penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi dari rujukan, sebagai langkah 3, 4, 5, 6, dan 7 Varney (Walyani, 2015). C. Landasan Hukum Sebagai seorang bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan aturan atau hukum yang berlaku, sehingga tidak menyimpang dengan hukum (mal praktek), dapat dihindarkan dalam memberikan asuhan kebidanan pada balita sakit demam tifoid, landasan hukum yang digunakan di antaranya: 1.
UU Kesehatan RI No. 23, 1992 pasal 15 yang berisi:
42
a.
Bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa pasien, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
b.
Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 sebagai seorang bidan hanya dapat melakukan tindakan dengan cara merujuk dan berkolaborasi dengan dokter untuk melakukan suatu tindakan pemberian dosis obat yang dimaksudkan untuk mengurangi penderitaan pasien.
2.
Permenkes RI Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 Pasal 9 (b) tentang pelayanan kesehatan anak. Menurut pasal 11 ayat (2) bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagai mana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk penanganan kegawat-daruratan dilakukan dengan perujukan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Studi Jenis studi yang digunakan penulis adalah metode observasional deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Metode observasional adalah suatu prosedur berencana yang antara lain meliputi dan mencatat jumlah dan taraf aktifitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti. Metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang digunakan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif keadaan suatu objek. Studi kasus adalah melakukan penelitian yang rinci tentang seseorang atau suatu unit selama kurun waktu tertentu (Hidayat, 2010). Jenis studi yang digunakan penulis dalam membuat studi kasus ini adalah dengan menggunakan asuhan kebidanan menurut tujuh langkah varney dari pengkajian sampai dengan data perkembangannya menggunakan SOAP.
B. Lokasi Studi Kasus Menjelaskan tempat atau lokasi tersebut dilakukan. Lokasi penelitian ini sekaligus membatasi ruang lingkup penelitian tersebut, misalnya apakah di tingkat Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, atau tingkat Institusi tertentu: Sekolah, Rumah Sakit, atau Puskesmas (Notoatmodjo, 2012). Dalam kasus penelitian ini, lokasi studi kasus dilakukan di RSUD Kota Surakarta.
43
44
C. Subjek Studi Kasus Subjek studi kasus adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti. Jika kita bicara tentang subjek penelitian, sebetulnya kita berbicara tentang unit analisis, yaitu subjek yang menjadi pusat perhatian atau sasaran peneliti (Arikunto, 2013). Subjek studi kasus ini dilakukan pada balita sakit Anak S dengan demam tifoid.
D. Waktu Studi Kasus Suatu penelitian sering kali memerlukan waktu yang lebih lama dari yang telah ditentukan, sehingga menjadi kendala bagi semua peneliti terutama peneliti
pemula
untuk
memperkirakan
waktu
yang
diperlukan
(Nursalam, 2013). Laporan studi kasus ini dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2016 sampai dengan 28 Februari 2016.
E. Instrumen Studi Kasus Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya. Apabila data yang akan dikumpulkan itu adalah data yang menyangkut pemeriksaan fisik maka instrumen penelitan ini dapat berupa stetoskop, tensimeter, timbangan, meteran, atau alat
45
antropornetik lainnya untuk mengukur status gizi, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012). Pada studi kasus ini penulis menggunakan instrument format asuhan kebidanan dengan 7 langkah Varney pada balita sakit untuk pengumpulan data dan data perkembangan menggunakan format SOAP.
F. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah: 1. Data Primer Data primer disebut juga data tangan pertama. Data primer diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan data, langsung pada subjeknya sebagai sumber informasi yang dicari. Sedangkan kelemahannya berupa ketidakefisienan, untuk memperolehnya memerlukan sumber daya yang lebih besar (Saryono, 2011). Data primer diperoleh dengan cara: a. Pemeriksaan fisik 1) Inspeksi Inspeksi merupakan proses observasi dengan menggunakan mata. Inspeksi dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik (Priharjo, 2007). Inspeksi ini dilakukan secara berurutan mulai dari kepala sampai kaki.
46
2) Palpasi Palpasi dilakukan dengan menggunakan sentuhan atau rabaan. Metode ini dikerjakan untuk mendeterminasi ciri-ciri jaringan atau organ. Palpasi biasanya dilakukan terakhir setelah inspeksi, auskultasi dan perkusi (Priharjo, 2007). Dalam hal ini palpasi
digunakan
untuk
mengetahui
temperature
kulit,
kelembapan, vibrasi dan ukuran. Dalam hal ini palpasi dilakukan untuk mengetahui temperature kulit, kelembapan kulit serta memastikan perut jika dicubit kembalinya lambat atau cepat. 3) Perkusi Perkusi adalah metode pemeriksaan dengan cara mengetuk. Tujuan perkusi adalah menentukan batas-batas organ atau bagian tubuh dengan cara merasakan vibrasi yang ditimbulkan akibat adanya
gerakan
yang
diberikan
ke
bawah
jaringan
(Priharjo, 2007). Pada kasus ini perkusidilakukan pemeriksaan perut untuk mengetahui perut balita kembung atau tidak. 4) Auskultasi Auskultasi menggunakan
merupakan
stetoskop
untuk
metode
pengkajian
memperjelas
yang
pendengaran.
Biasanya perawat menggunakan stetoskop untuk mendengarkan bunyi jantung, paru-paru, bising usus, serta untuk mengukur tekanan darah dan denyut nadi (Priharjo, 2007). Pemeriksaan ini
47
dilakukan untuk memeriksa frekuensi jantung dan untuk mengetahui bising usus. b. Wawancara Wawancara adalah suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data, di mana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara lisan dari seseorang sasaran penelitisn (responden), atau bercakap-cakap berhadapan muka dengan orang tersebut (face to face) (Notoatmodjo, 2012). Wawancara dilakukan pada tenaga medis dengan orang tua balita sakit Anak S dengan demam tifoid dan keluarga dengan menggunakan pedoman manajemen asuhan kebidanan menurut tujuh langkah varney. c. Observasi Pengamatan merupakan hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Pengamatan dapat dilakukan dengan seluruh alat indera, tidak terbatas hanya pada apa yang dilihat. Observasi dapat dilakukan melalui penciuman, penglihatan, pendengaran, peraba, dan pengecap. Penglihatan tanpa ada
perhatian
dan
pengamatan
bukan
termasuk
observasi
(Saryono, 2011). Pada balita sakit dengan demam tifoid ini yang diobservasi adalah tanda tanda vital, keadaan umum, suhu tubuh, intake, outtake serta terapi tanda dehidrasi meliputi mata dan turgor kulit.
48
2. Data Sekunder Disebut juga data tangan kedua. Data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Biasanya berupa data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia (Saryono, 2011). a. Studi kepustakaan Adalah semua literatur atau bacaan yang digunakan untuk mendukung dalam menyusun proposal tersebut. Literatur ini umunya terdiri dari buku-buku teks, majalah atau jurnal ilmiah, makalah ilmiah, skripsi, tesis atau disertasi (Notoatmodjo, 2012). Pada kasus ini mengambil studi kepustakaan dari buku, laporan penelitian, majalah ilmiah, jurnal dan sumber terbaru yang berhubungan dengan demam tifoid terbaru yaitu tahun 2006-2015. b. Studi dokumentasi Dokumentasi merupakan kegiatan mencari data atau variabel dari sumber berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Saryono, 2011). Dalam studi kasus ini diperoleh didapatkan dari buku catatan rekam medik di RSUD Kota Surakarta.
49
G. Alat-alat yang dibutuhkan 1. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengambilan data antara lain a. Format pengkajian pada balita sakit b. Buku tulis c. Bolpoint 2. Alat dan bahan dalam melakukan pemeriksaan fisik dan observasi a. Alat dan pengukur tinggi badan b. Timbangan berat badan c. Pita LILA d. Stetoskop e. Jam tangan f. Metlin g. Tough spatel h. Termometer 3. Alat untuk pendokumentasian yang berupa buku catatan rekam medik di rumah sakit.
H. Jadwal Penelitian Dalam bagian ini diuraikan langkah-langkah kegiatan dari mulai menyusun proposal penelitian, sampai dengan penulisan laporan penelitian, beserta waktu berjalan atau berlangsungnya tiap kegiatan tersebut. Biasanya jadwal kegiatan ini disusun dalam suatu “gant’s chart” (Notoatmodjo, 2012).
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS KEBIDANAN I.
PENGKAJIAN A. IDENTITAS ANAK 1. Nama Balita
: An. S
2. Umur
: 4 tahun
3. Jenis Kelamin
: perempuan
4. Anak ke
: 1 (pertama)
IDENTITAS IBU
IDENTITAS AYAH
1. Nama
: Ny. R
Nama
: Tn. N
2. Umur
: 27 th
Umur
: 27 thn
3. Agama
: Islam
Agama
: Islam
4. Suku Bangsa
: Jawa
Suku Bangsa : Jawa
5. Pendidikan
: SMA
Pendidikan
: SMA
6. Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
:Swasta
7. Alamat
: Bayan Krajan 9/20 Kadipiro Surakarta
B. ANAMNESA (DATA SUBYEKTIF) Tanggal: 25 Februari 2016
Pukul: 07.00 WIB
1. Alasan utama pada waktu masuk Ibu mengatakan awal datang mengambil hasil laboratorium pemeriksaan tanggal 23 Februari 2016, dengan keluhan
50
51
anaknya sekarang masih panas, batuk, mual, muntah setelah diberi makan/minum, lemas sejak 5 hari yang lalu dan buang air besar 4 kali sehari dengan konsistensi lembek sejak 4 hari yang lalu. 2. Riwayat Kesehatan a. Imunisasi 1) BCG
: Tanggal 22 April 2012
2) DPT 1
: Tanggal 22 Mei 2012
3) DPT 2
: Tanggal 22 Juni 2012
4) DPT 3
: Tanggal 23 Juli 2012
5) Polio 1
: Tanggal 22 April 2012
6) Polio 2
: Tanggal 22 Mei 2012
7) Polio 3
: Tanggal 22 Juni 2012
8) Polio 4
: Tanggal 23 Juli 2012
9) Campak
: Tanggal 20 Januari 2013
3. Riwayat penyakit a. Riwayat penyakit yang lalu Ibu mengatakan anaknya pernah menderita sakit panas, batuk, pilek dan diperiksakan ke bidan dan sembuh. b. Riwayat penyakit sekarang Ibu mengatakan saat ini badan anaknya panas, batuk, mual, muntah disertai isi, lemas sejak 3 hari yang lalu dan BAB 4 kali sehari konsistensi lembek sejak 2 hari yang lalu.
52
c. Riwayat penyakit keluarga / menurun Ibu mengatakan keluarganya baik dari pihak ibu maupun ayah tidak ada yang mempunyai penyakit menurun seperti Hipertensi, TBC, Hepatitis, Jantung. 4. Riwayat sosial a. Yang mengasuh Ibu
mengatakan
anaknya
diasuh
kedua
orang tua
kandungnya b. Hubungan dengan anggota keluarga Ibu mengatakan hubungan anaknya dengan anggota keluarga baik c. Hubungan dengan teman sebaya Ibu mengatakan hubungan anaknya dengan teman sebaya baik dan sering bermain d. Lingkungan rumah Ibu mengatakan lingkungan rumah aman, tidak memiliki kandang ternak, jendela selalu dibuka setiap hari. 5. Pola kebiasaan sehari-hari (sebelum sakit dan selama sakit) a. Nutrisi 1) Makanan yang disukai Ibu mengatakan makanan yang disukai adalah nasi, dengan sayur bayam dan telur
53
2) Makanan yang tidak disukai Ibu mengatakan anaknya tidak ada makanan yang tidak disukai 3) Pola makan yang digunakan a) Sebelum sakit Ibu mengatakan anaknya makan sehari 3 kali, jenis nasi, sayur, lauk, porsi banyak dan minum air putih 4 gelas per hari dan susu 2 gelas per hari. b) Selama Sakit Ibu mengatakan anaknya makan dengan porsi sedang sehari 3 kali, jenis bubur, sayur, lauk dan minum air putih 2 gelas per hari dan susu. b. Istirahat/Tidur 1) Sebelum sakit Ibu mengatakan anaknya tidur siang lamanya 2 jam dan tidur malam lamanya 8 jam 2) Selama Sakit Ibu mengatakan anaknya tidur siang lamanya 1 jam dan tidur malam lamanya 6 jam, anaknya rewel, sering terbangun, susah tidur dan harus digendong ibu c. Mandi 1) Sebelum sakit Ibu mengatakan anaknya mandi 2 kali sehari
54
2) Selama sakit Ibu mengatakan ananya hanya disibin 2 kali sehari d. Aktifitas 1) Sebelum sakit Ibu mengatakan anaknya aktif dalam bermain 2) Selama sakit Ibu mengatakan anaknya tampak lemah, dan sering rewel dan gelisah e. Eliminasi 1) Sebelum sakit Ibu mengatakan anaknya BAB 1-2 kali sehari konsistensi lembek dan BAK 3 kali sehari berwarna kuning pekat, lancar. 2) Selama sakit Ibu mengatakan anaknya BAB 4 kali sehari konsistensi lembek dan BAK 5-6 kali sehari warna kuning pekat, bau khas urine.
C. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF) 1. Status Generalis a. Keadaan umum
: Sedang
b. Kesadaran
: Composmentis
c. TTV
: S: 39oC
55
N: 110 x/menit R: 22 x/menit 2. Pemeriksaan Sistematis a. Rambut
: Hitam, bersih tidak rontok, ubun-ubun cekung, tidak ada kelainan
b. Muka
: Tidak ada oedema, pucat
c. Mata
: Conjungtiva pucat, sklera putih
d. Telinga
: Simetris, tidak ada benjolan, tidak ada serumen
e. Hidung
: Bersih, tidak ada benjolan, tidak ada secret
f. Mulut
: Bibir warna pucat kering, agak pecahpecah, lidah kotor, warna lidah putih semua, tidak ada stomatitis.
g. Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h. Dada
: Simetris tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, tidak ada bercak rose pada abdomen
i. Perut
: Turgor pada perut jika dicubit kembalinya lambat (± 5 detik), sedikit kembung, bising usus normal 10 x/menit
j. Ektremitas
: Jari tangan dan kaki lengkap, tidak ada oedema
k. Genetalia
: Normal, tidak ada varises
l. Anus
: Tidak ada haemoroid
56
3. Pemeriksaan Antropometri BB / TB
: 18 kg / 86 cm
4. Pemeriksaan Penunjang Dilakukan pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Februari 2016 pada saat belum rawat inap, hasil keluar tanggal 25 Februari 2016
II.
Hb
12,1 (12-14 gr/dl)
Leokosit
3,41 (3,5-10rb/mm^3)
Erytrosit
5,30 (4,2-5,0 jt/mm^3)
Trombosit
176 (150-450rb/mm^3)
Hematokrit (HCT)
35
Widal Salmonella Typhi O
1/90
Widal Salmonella Paratyphi AO
1/320
Widal Salmonella Paratyphi BO
1/ 80
Widal Salmonella Paratyphi CO
1/320
Widal Salmonella typhi H
1/320
Widal Salmonella Paratyphi AH
negatif
Widal Salmonella Keratyphi BH
1/320
Widal Salmonella Keratyphi CH
negatif
(37-43 vol%)
INTERPRETASI DATA Tanggal: 25 Februari 2016
Pukul : 18.30 WIB
A. DIAGNOSA KEBIDANAN An. S umur 4 tahun, jenis kelamin perempuan dengan Demam Tifoid.
57
Data Dasar : Data Subjektif 1. Ibu mengatakan anaknya berumur 4 tahun 2. Ibu mengatakan anaknya berjenis kelamin perempuan 3. Ibu mengatakan anaknya panas, batuk, mual, muntah disertai isi lemas sejak 3 hari yang lalu dan BAB 4 kali sehari konsistensi lembek sejak 2 hari yang lalu Data Objektif 1. Keadaan umum : Sedang 2. Kesadaran
: Composmentis
3. TTV a. Suhu
: 39 oC
b. Respirasi
: 22 x/menit
c. Nadi
: 110 x/menit
4. Pemeriksaan sistematis a. Muka
: Tidak ada oedema, pucat
b. Mata
: Conjungtiva pucat, sklera putih
c. Mulut
: Bibir warna pucat kering, agak pecahpecah, lidah kotor, warna lidah putih semua, tidak ada stomatitis.
d. Perut
: Turgor pada perut jika dicubit kembalinya lambat (± 5 detik), sedikit kembung, bising usus normal 10 x/menit.
58
5. Pemeriksaan penunjang Dilakukan pemeriksaan laboratorium tanggal 23 Februari 2016 pada saat belum rawat inap, hasil keluar tanggal 25 Februari 2016 Hb
12,1 (12-14 gr/dl)
Leokosit
3,41 (3,5-10rb/mm^3)
Erytrosit
5,30 (4,2-5,0 jt/mm^3)
Trombosit
176 (150-450rb/mm^3)
Hematokrit (HCT)
35 (37-43 vol%)
Widal Salmonella Typhi O
1/90
Widal Salmonella Paratyphi AO
1/320
Widal Salmonella Paratyphi BO
1/80
Widal Salmonella Paratyphi CO
1/320
Widal Salmonella typhi H
1/320
Widal Salmonella Paratyphi AH
negatif
Widal Salmonella Keratyphi BH
1/320
Widal Salmonella Keratyphi CH
negatif
B. MASALAH Gelisah, nafsu makan dan aktivitas menurun, anaknya rewel dan hanya mau digendong ibunya dan susah tidur apabila ibunya tidak disampingnya. C. KEBUTUHAN 1) Menganjurkan ibu untuk selalu mendampingi anaknya
59
2) Mencukupi nutrisi yang optimal
III.
DIAGNOSA POTENSIAL Perdarahan usus, Perforasi, Peritonitis, Komplikasi di luar usus
IV.
TINDAKAN SEGERA Berkolaborasi dengan dokter spesialis anak di rumah sakit untuk pemberian terapi obatyaitu
V.
1.
Memasang infus Ka En 3A 12 tpm
2.
Parasetamol 250 mg syrup 4 x1 (5 ml)
3.
Ataroc 25 mg syrup 2 x ¾ (5 ml)
4.
Apialys syrup 1 x 1 (5 ml)
5.
Injeksi ondansetron 2 mg setiap 24 jam
6.
Injeksi ceftriaxone 700 mg setiap 8 jam.
RENCANA TINDAKAN Tanggal : 25 Februari 2016
Pukul : 09.00 WIB
1.
Beri penjelasan pada orang tua tentang penyakit anaknya
2.
Beritahu ibu jika anaknya akan dipasang infus
3.
Kaji pola BAB
4.
Atur ruangan agar cukup ventilasi
5.
Anjurkan ibu agar anaknya banyak minum air putih atau sirup, teh manis atau apa yang disukai anak
60
6.
Berikan nutrisi yang mengandung cukup energi dan protein rendah serat
7.
VI.
Pemberian terapi sesuai program dokter
IMPLEMENTASI / PELAKSANAAN Tanggal : 25 Februari 2016
Pukul : 10.00 WIB
1. Pukul 10.00 WIB memberitahu hasil pemeriksaan pada orang tua bahwa anaknya menderita penyakit demam tifoid atau tifus. 2. Pukul 10.30 WIB meberitahu ibu jika anaknya akan dipasang infus Ka EN 3A 12 tpm 3. Pukul 10.40 WIB memberitahu keorang tua apabila anaknya BAB harus menghubungi perawat di ruangan agar bisa dikaji BAB anaknya. 4. Pukul 11.00 WIB mengatur ruangan agar cukup ventilasi dengan cara membuka jendela setiap pagi hari dan menyalakan AC diruangan anaknya agar anaknya merasa nyaman dan tidak kepanasan dan agar udara diruangan segar. 5. Pukul 13.00 WIB menganjurkan ibu agar anaknya minum air putih atau sirup, teh manis atau apa saja yang disukai anak sedikit-sedikit tapi sering sampai habis dan diberikan menggunakan sendok atau sedotan dan harus habis.
61
6. Pukul 13.30 WIB memberikan nutrisi dengan tekstur cair yang mengandung cukup energi dan protein serat yaitu bubur, telur ayam kampung, sayuran bayam dan tempe. 7. Pukul 14.00 WIB memberikan obat oral paracetamol 250mg syrup 1 sendok makan. 8. Pukul 16.00 WIB memberikan Injeksi Ceftriaxone 700 mg secara IV
VII.
EVALUASI Tanggal : 25 Februari 2016
Pukul : 16.10 WIB
1. Orang tua sudah mengerti tentang penyakit anaknya 2. Anak sudah dipasang infus Ka EN 3A 12 tpm di tangan kanan 3. Anak BAB 3 kali pukul 11.20 WIB, 13.00 WIB, dan 16.00 WIB dengan konsistensi lembek, berwarna kecoklatan. 4. Ruangan sudah cukup ventilasi 5. Pukul 07.00 WIB minum 1 gelas teh hangat, pukul 10.00 minum 1 gelas air putih, pukul 16.30 WIB 1 air putih. 6. Pukul 10.00 WIB anak sudah makan bubur setengah mangkok kecil, telur ayam kampung habis setengah dengan porsi sedang dan anak tidak muntah. 7. Terapi obat paracetamol 250mg syrup 1 sendok makan sudah diminumkan dan Ceftriaxone 700 mg sudah diinjeksi.
62
DATA PERKEMBANGAN I
Tanggal : 26 Februari 2016
Pukul : 06.30 WIB
S : Data Subjektif 1. Ibu mengatakan anaknya sudah buang air besar 2 kali pada pukul 24.00 sampai dengan 06.30 WIB, konsistensi lembek, berwarna coklat dan buang air kecil 2 kali warna kuning jernih. 2. Ibu mengatakan anaknya semalam makan bubur sebanyak 5 suapan dan minum 1 gelas air putih. 3. Ibu mengatakan anaknya semalam rewel, mudah terbangun dan tidak bisa tidur.
O :Data Objektif 1. Keadaan umum
: Sedang
2. Kesadaran
: Composmentis
3. TTV
: S : 38,5 oC
R : 32 x/menit
4. Mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya pelan-pelan, bibir dan lidah kering dan kotor 5. Ektremitas
: Masih terpasang Infus Ka EN 3A 12 tpm di tangan kanan
6. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 26 Februari 2016 Hb
12,1 (12-14 gr/dl)
Leokosit
3,52 (3,5-10rb/mm^3)
63
Erytrosit
5,30 (4,2-5,0 jt/mm^3)
Trombosit
176 (150-450rb/mm^3)
Hematokrit (HCT)
37
Widal Salmonella Typhi O
1/110
Widal Salmonella Paratyphi AO
1/320
Widal Salmonella Paratyphi BO
1/ 90
Widal Salmonella Paratyphi CO
1/320
Widal Salmonella typhi H
1/320
Widal Salmonella Paratyphi AH
negatif
Widal Salmonella Keratyphi BH
1/320
Widal Salmonella Keratyphi CH
negatif
(37-43 vol%)
A : Assasment An. S umur 4 tahun dengan demam tifoid perawatan hari kedua
P : Planning Tanggal : 26 Februari 2016
Pukul : 07.00 WIB
1. Pukul 07.00 WIB mengkaji pola BAB 2. Pukul 07.15 WIB menjelaskan keadaan umum dan vital sign dengan hasil Suhu : 38,5 oC, Nadi : 78 x/menit, Respirasi : 32 x/menit 3. Pukul 07.30 WIB memberi kompres hangat pada daerah axilla, lipat paha dan temporal
64
4. Pukul 07.40 WIB menganjurkan ibu anak untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat pada anaknya 5. Pukul 08.00 WIB meneruskan terapi pengobatan yaitu paracetamol 250mg syrup 1 sendok makan diminumkan, Ataroc syrup 25 mg ¾ sendok makan diminumkan, apialys syrup 5 ml 1 sendok makan diminumkan, Ondansetron 2 mg dan Ceftriaxone 700 mg diinjeksikan. 6. Pukul 10.00 WIB menganjurkan pada ibu untuk memberikan banyak minum air putih pada anaknya agar tidak terjadi dehidrasi minum 5-6 gelas/ 24 jam 7. Pukul 12.00 WIB memberi nutrisi yang mengandung energi dan protein serta tinggi serat yaitu bubur ayam, sayur bayam, telur kampung, tahu dan susu
Evaluasi Tanggal : 26 Februari 2016
Pukul : 12.30 WIB
1. Pada pukul 06.00 WIB anak BAB 1 kali konsistensi encer dan pukul 13.30 WIB BAB 1 kali konsistensi encer 2. Keadaan umum sedang, vital sign pasien dengan hasil Suhu : 38,5 oC, Nadi : 78 x/menit, Respirasi : 32 x/menit 3. Anak sudah diberikan kompres hangat pada daerah axilla, lipat paha dan temporal 4. Anak memakai pakaian yang dapat menyerap keringat yang berbahan katun
65
5. Pada pukul 08.00 terapi obat paracetamol 250 mg syrup 1 sendok makan sudah diminumkan, Ataroc syrup 25 mg ¾ sendok makan sudah diminumkan, apialys syrup 5 ml 1 sendok makan sudah diminumkan, Ondan 2 mg dan Ceftriaxone 700 mg diinjeksikan. 6. Anak sudah banyak minum air putih sebanyak 4 gelas 7. Nutrisi yang mengandung energi dan protein serta tinggi serat sudah diberikan, yaitu bubur ayam, sayur bayam, terul kampung, tahu dan susu
66
DATA PERKEMBANGAN II
Tanggal : 27 Februari 2016
Pukul : 06.00 WIB
S : Data Subjektif 1. Ibu mengatakan anaknya sudah buang air besar 2 kali pada pukul 24.00 WIB sampai dengan 06.00 WIB, konsistensi lembek dan buang air kecil 2 kali warna kuning jernih 2. Ibu mengatakan anaknya semalam makan roti sebanyak 5 suapan dan minum 2 gelas air putih 3. Ibu mengatakan anaknya semalam rewel, mudah terbangun dan tidak bisa tidur O : Data Objektif 1. Keadaan umum
: Sedang
2. Kesadaran
: Composmentis
3. TTV
: S : 38 oC
N : 100 x/menit
R : 32 x/menit
4. Mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya masih pelan-pelan, bibir dan lidah kering dan kotor, kelopak mata terlihat cekung 5. Ekstremitas
: Masih terpasang infus Ka EN 3A 12 tpm di tangan kanan
6. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 27 Februari 2016 Hb
12
(12-14 gr/dl)
Leokosit
3,52 (3,5-10rb/mm^3)
Erytrosit
5,30 (4,2-5,0 jt/mm^3)
67
Trombosit
176 (150-450rb/mm^3)
Hematokrit (HCT)
37
Widal Salmonella Typhi O
1/320
Widal Salmonella Paratyphi AO
1/320
Widal Salmonella Paratyphi BO
1/320
Widal Salmonella Paratyphi CO
1/320
Widal Salmonella typhi H
1/320
Widal Salmonella Paratyphi AH
negatif
Widal Salmonella Keratyphi BH
1/320
Widal Salmonella Keratyphi CH
negatif
(37-43 vol%)
A : Assasment An. S umur 4 tahun dengan demam tifoid perawatan hari ketiga
P : Planning Tanggal : 27 Februari 2016
Pukul : 06.30 WIB
1. Pukul 06.00 WIB mengkaji pola BAB 2. Pukul 07.00 WIB menganjurkan ibu untuk tetap memberikan anaknya banyak minum 5 – 6 gelas/hari 3. Pukul 07.30 WIB memberitahu ibu tentang kebutuhan nutrisi pada balita
itu sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Pada usia ini anak tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga
68
membutuhkan zat gizi yang lebih banyak. Zat gizi yang sangat dibutuhkan adalah karbohidrat, protein, mineral dan vitamin. 4. Pukul 08.00 WIB meneruskan terapi pengobatan paracetamol 250 mg syrup 1 sendok makan sudah diberikan, ataroc syrup 25 mg ¾ sendok makan sudah diberikan, apialys syrup 1 sendok sudah diberikan, Injeksi Ondansetron 2 mg Ceftriaxone 700 mg sudah diberikan
Evaluasi Tanggal : 27 Februari 2016
Pukul : 10.00 WIB
1. Pada pukul 06.00 sampai dengan 13.00 WIB pola BAB 2 kali sehari, konsistensi lembek, warna coklat 2. Anak sudah banyak minum air putih 6 gelas dan tidak dehidrasi lagi 3. Ibu sudah mengerti tentang kebutuhan nutrisi untuk anaknya 4. Terapi paracetamol 250 mg syrup 1 sendok makan sudah diberikan, ataroc syrup 25 mg ¾ sendok makan sudah diberikan, apialys syrup 1 sendok sudah diberikan, Injeksi Ondan 2 mg Ceftriaxone 700 mg sudah diberikan
69
DATA PERKEMBANGAN III
Tanggal : 28 Februari 2016
Pukul : 06.00 WIB
S : Data Subjektif 1. Ibu mengatakan anaknya sudah buang air besar 1 kali pada pukul 24.00 sampai dengan 06.00 WIB, konsistensi lunak warna hitam kecoklatan dan buang air kecil 1 kali 1 kali warna kuning jernih 2. Ibu mengatakan anaknya semalam makan roti sebanyak 6 suapan dan minum 2 gelas air putih 3. Ibu mengatakan anaknya sudah tidak rewel, sudah bisa tidur nyenyak
O : Data Objektif 1. Keadaan umum
: Baik
2. Kesadaran
: Composmentis
3. TTV
: S : 36,5 oC
R : 24 x/menit
N : 88 x/menit
4. Turgor normal, bibir dan lidah normal, kelopak mata sudah tidak cekung 5. Ekstremitas
: Masih terpasang infus Ka EN 3A 12 tpm di tangan kanan
6. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 28 Februari 2016 Hb
12,4 (12-14 gr/dl)
Leokosit
3,52 (3,5-10rb/mm^3)
Erytrosit
5,30 (4,2-5,0 jt/mm^3)
Trombosit
176 (150-450rb/mm^3)
70
Hematokrit (HCT)
37
(37-43 vol%)
Widal Salmonella Typhi O
1/320
Widal Salmonella Paratyphi AO
1/320
Widal Salmonella Paratyphi BO
1/320
Widal Salmonella Paratyphi CO
1/320
Widal Salmonella typhi H
1/320
Widal Salmonella Paratyphi AH
negatif
Widal Salmonella Keratyphi BH
1/320
Widal Salmonella Keratyphi CH
negatif
A : Assasment An. S umur 4 tahun, denganriwayat demam tifoid
P : Planning Tanggal : 28 Februari 2016
Pukul : 06.30 WIB
1. Pukul 06.30 WIB menjelaskan pentingnya nutrisi bagi ibu anak untuk mempercepat proses penyembuhan 2. Pukul 07.00 WIB melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan. 3. Pukul 08.00 WIB meneruskan terapi pengobatan paracetamol 250 mg syrup 1 sendok makan diminumkan, ataroc syrup 25 mg ¾ sendok makan diminumkan, apialys syrup 1 sendok makan diminumkan, Injeksi Ondansetron 2 mg dan Ceftriaxone 700 mg sudah diberikan.
71
4. Pukul 10.00 WIB AFF infus pada anak 5. Pukul 10.20 WIB melibatkan keluarga dalam perencanaan makan anak dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi klien setiap makan. 6. Pukul 10.30 WIB menganjurkan ibu ketika dirumah untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar anak mau menghabiskan makanan yang disajikan. 7. Pukul 11.00 WIB menganjurkan ibu anak agar anak makan dalam porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga anak tercukupi kebutuhan nutrisinya. 8. Pukul 11.10 WIB menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau sewaktu makan. 9. Pukul 11.30 WIB memberikan pendidikan kebersihan dan lingkungan 10. Pukul 11.40 WIB memberikan obat rawat jalan Paracetamol 250 mg syrup 4 x 1 (5 ml) (diberikan jika panas) Ataroc syrup 2 x ¾ 25 mg (5 ml) Apialys syrup 1 x 1 (5 ml) 11. Pukul 12.00 WIB membantu menyiapkan kelengkapan, dan anak diperbolehkan pulang. 12. Menganjurkan ibu untuk membawa anaknya kontrol ulang pada tanggal 5 maret 2016.
72
Evaluasi Tanggal : 28 Februari 2016
Pukul : 15.00 WIB
1. Ibu sudah mengerti pentingnya nutrisi bagi anak untuk mempercepat proses penyembuhan. 2. Anak sudah banyak makan dan sudah menghabiskan makanan sesuai porsi makan yang disediakan. 3. Terapi paracetamol 250 mg syrup 1 sendok makan sudah diminumkan, ataroc syrup 25 mg ¾ sendok makan sudah diminumkan, apialys syrup 1 sendok makan
sudah diminumkan, Injeksi Ondansetron 2 mg dan
Ceftriaxone 700 mg sudah diberikan. 4. Infus sudah dilepas 5. Ibu sudah menyuapi anak saat makan 6. Ibu bersedia menyajikan makanan yang hangat supaya anak mau makan dan menghabiskan makanannya. 7. Ibu bersedia memberikan anaknya makanan dalam porsi sedikit tapi sering. 8. Ibu dan keluarga bersedia menciptakan suasana yang menyenangkan, lingkungan yang bebas dari bau sewaktu makan. 9. Ibu sudah mengerti tentang pendidikan kesehatan tentang perawatan penyakit demam tifoid dirumah. 10. Obat rawat jalan sudah diberikan Paracetamol 250mg syrup 4 x 1 (5 ml) (diberikan jika panas) Ataroc syrup 2 x ¾ 25 mg (5 ml)
73
Apialys syrup 1 x 1 (5 ml) 11. Perlengkapan persiapan pulang sudah dilakukan, dan anak sudah diperbolehkan untuk pulang pada tanggal 28 Februari 2016 pukul 12.30 12. Ibu bersedia kontrol ulang pada tanggal 5 maret 2016
74
B. PEMBAHASAN KASUS Pada kasus ini akan membahas teori dengan praktek yang penulis ambil yaitu balita sakit pada An. S umur 4 tahun dengan sakit demam tifoid menggunakan manajemen kebidanan menurut Varney yang terdiri dari tujuh langkah yaitu Pengkajian, Interpretasi Data, Diagnosa Potensial, Tindakan Segera/
Antisipasi,
Perencanaan,
Pelaksanaan
dan
Evaluasi.
Adapun
penjelasannya sebagai berikut: 1. Pengkajian Dalam langkah ini tahap pengumpulan semua data subjektif maupun data objektif yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Data subjektif diperoleh dari ibu untuk mengetahui identitas, keluhan, riwayat kesehatan, dan kebiasaan sehari-hari (Ambarwati, 2010). Sedangkan data objektif diperoleh dari pemeriksaan keadaan umum sedang, kesadaran apatis, suhu tinggi lebih dari 38 oC, pemeriksaan sistematis ubun-ubun cekung, muka pucat, kelopak mata cekung, conjungtiva pucat, lidah kotor, tugor kulit dari baik sampai dengan buruk, pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui widal (Muslihatun dkk, 2009). Pada kasus ini setelah dilakukan pengkajian berdasarkan data subjektif ibu mengatakan anaknya umur 4 tahun, panas, batuk, mual, muntah setelah diberi makan/minum lemas sejak 5 hari yang lalu dan buang air besar 4 kali sehari dengan konsistensi lembek sejak 4 hari yang lalu, makan dengan porsi sedikit sehari 3 kali, jenis nasi, sayur, lauk dan habis ¼ porsi, minum air putih 3 gelas per hari dan susu 2 gelas. Data
75
objektif didapatkan Keadaan umum sedang, Kesadaran composmentis, TTV suhu 39 oC, respirasi 20 x/menit, nadi 100 x/menit, Kelopak mata cekung, Conjungtiva pucat, Sklera putih, Muka pucat, bibir warna pucat kering, agak pecah-pecah, lidah kotor, warna lidah putih semua, tidak ada stomatitis, dada simetris tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, turgor pada perut jika dicubit kembalinya lambat (± 5 detik), sedikit kembung, tidak ada varises dan anus tidak ada haemoroid, Ektremitas jari tangan dan kaki lengkap, tidak oedema, akral hangat, pemeriksaan penunjang pemeriksaan Widal Salmonella Typhi O. Pada langkah ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktek yaitu pada teori ubun-ubun cekung dan kesadarannya apatis, sedangkan pada kasus ubun-ubun tidak cekung dan kesadaran composmentis. 2. Interpretasi Data Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan, sehingga dapat merumuskan diagnosa kebidanan, masalah dan kebutuhan yang spesifik. Diagnosa kebidanan AnakX umur Y tahun dengan demam tifoid, masalah yang sering terjadi kebutuhan nutrisi atau cairan dan elektrolit, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa aman dan nyaman, dan kurangnya pengetahuan orang tua tentang penyakit. Sedangkan kebutuhan yang dibutuhkan adalah mengganti cairan tubuh, pencegahan kenaikan suhu, edukasi emosi pada orang tua (Susilaningrum dkk, 2013). Diagnosa kebidanan pada kasus ini adalah balita An. S umur 4 tahun dengan demam tifoid. Masalah yang muncul pada kasus ini adalah
76
balita gelisah dan rewel, nafsu makan dan aktivitas menurun. Kebutuhan yang diperlukan adalah menganjurkan ibu untuk selalu mendampingi anaknya, mencukupi nutrisi anak yang optimal. Pada langkah initidak terdapat kesenjangan antar teori dan praktek. 3. Diagnosa Potensial Diagnosa potensial yang mungkin muncul pada kasus balita sakit dengan demam tifoid apabila tidak ditangani dengan tepat akan terjadi komplikasi yang berupa Perdarahan usus, Perforasi, Peritonitis, Komplikasi di luar usus (Muslihatun dkk, 2009). Pada kasus balita sakit An. S dengan demam tifoid tidak terdapatdiagnosa potensial karena sudah dilakukan antisipasi yang tepat. Pada langkah initidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek. 4. Antisipasi Berdasarkan diagnosa potensial yang mungkin terjadi pada kasus balita sakit dengan demam tifoid maka antisipasi yang dapat dilakukan bidan adalah berkolaborasi dengan dokter spesialis anak dalam pemberian terapi kloramfenikol 4 x 1 100 mg, dan berkolaborasi dengan tim laboratorium yang diperlukan dalam menegakkan diagnosa yang tepat (Susilaningrum dkk, 2013). Pada kasus ini antisipasi yang dilakukan pada balita sakit An. S sakit demam tifoid yaitu berkolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk pemberian terapi obat yaitu memasang infus Ka EN 3A 12 tpm,
77
Parasetamol 250 mg syrup 4 x 1 (5 ml), Ataroc 25 mg syrup 2 x ¾ sendok makan (5 ml), Apialys syrup 1 x 1 (5 ml), injeksi ondansetron 2 mg setiap 24 jam, ceftritaxone 700 mg setiap 8 jam dan melakukan pemerikasaan laboratorium. Pada langkah ini terdapat kesenjangan antar teori dan praktek yaitu dalam pemberian terapi obat, pada teori balita tidak diinfus dan hanya diberi obat oral kloramfenikol, sedangkan pada kasus dipasang infus Ka EN 3A, obat oral paracetamol, ataroc, apialys, injeksi ondansetron dan ceftriaxone. 5. Perencanaan Dalam buku Susilaningrum ddk (2013) rencana asuhan yang diperlukan untuk kasus balita sakit demam tifoid adalah memberikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas, gangguan suhu tubuh dengan kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat oral kloramfenikol 250 mg 4 x 1, secara mencukupi, gangguan rasa aman, dengan melakukan perawatan mulut 2 kali sehari, oleskan boraks gliserin (krim) pada bibir bila kering, dan sering berikan minum, resiko terjadi komplikasi. Perencanaan yang dilakukan pada kasus balita sakit Anak S sakit demam tifoid yaitu beri penjelasan pada orang tua tentang penyakit anaknya,kaji pola BAB, atur ruangan agar cukup ventilasi, beri kompres hangat pada daerah axilla, lipat paha dan temporal, anjurkan ibu anak untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat pada anaknya, anjurkan
78
ibu agar anaknya banyak minum air putih atau sirup, teh manis atau apa yang disukai anak, berikan nutrisi yang mengandung cukup energi dan protein rendah serat, pemberian terapi sesuai program dokter yaitu Paracetamol syrup4 x 1 250mg (5 ml), Ataroc syrup 2 x ¾ 25 mg (5 ml), Apialys syrup 1 x 1 (5 ml), Injeksi Ondansetron 2 mg setiap 24 jam, Injeksi Ceftriaxone 700 mg setiap 8 jam. Pada langkah ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktek yaitu
pada
pemberian
terapi
obat,
pada
teori
hanya
diberikan
kloramfenikol, sedangkan pada kasus diberikan obat oral paracetamol, ataroc, apialys, injeksi ondansetron dan ceftriaxone. 6. Implementasi/ Pelaksanaan Pelaksanaan asuhan pada balita sakit demam tifoid disesuaikan dengan rencana tindakan (Muslihatun dkk, 2009) yaitu memberikan makanan yang mengandung cukup cairan, rendah serat, tinggi protein dan tidak menimbulkan gas, berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat secara mencukupi dan sering memberi minum, dan memberikan terapi obat sesuai advis dokter yaitu kloramfenikol 100 mg 4 x 1. Pelaksanaan yang dilakukan pada kasus balita sakit An. S sakit demam tifoid meliputi memberi penjelasan pada orang tua tentang penyakit anaknya, mengkaji pola BAB, mengatur ruangan agar cukup ventilasi, menganjurkan ibu agar anaknya banyak minum air putih atau sirup, teh manis atau apa yang disukai anak, memberikan nutrisi yang mengandung cukup energi dan protein rendah serat, pemberian terapi sesuai program
79
dokter yaitu Paracetamol syrup 4 x 1 250mg (5 ml) (jika panas), Ataroc syrup 2 x ¾ 25 mg (5 ml), Apialys syrup 1 x 1 (5 ml), Injeksi Ondansetron 2 mg setiap 24 jam, Injeksi Ceftriaxone 700 mg setiap 8 jam, menjelaskan pada ibu pentingnya nutrisi bagi anak untuk mempercepat proses penyembuhan, melihat dan memperhatikan seberapa banyak makanan yang dihabiskan dari porsi yang telah disediakan, menanyakan kepada ibu anak makanan apa yang disukai dan yang tidak disukainya, melibatkan keluarga dalam perencanaan makan anak dengan membujuk klien supaya mau makan dan menyuapi anak saat makan, menganjurkan ibu untuk menyajikan makanan dalam keadaan hangat agar anak mau menghabiskan makanan yang disajikan, menganjurkan ibu anak agar anak makan dalam porsi kecil tapi sering dan mudah dicerna sehingga anak tercukupi kebutuhan
nutrisinya,
menciptakan
suasana
yang
menyenangkan,
lingkungan yang bebas dari bau sewaktu makan, memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit demam tifoid sert perawatan dirumah agar balita dalam tumbuh kembang tidak terhambat, memberikan pendidikan kebersihan dan lingkungan, memberi obat rawat jalan Paracetamol syrup 4 x 1 250mg (5 ml) (jika panas), Ataroc syrup 2 x ¾ 25 mg (5 ml), Apialys syrup 1 x 1 (5 ml) dan pasien pulang. Pada langkah ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktek yaitu
pada
pemberian
terapi
obat,
pada
teori
hanya
diberikan
kloramfenikol, sedangkan pada kasus diberikan obat oral paracetamol, ataroc, apialys, injeksi ondansetron dan ceftriaxone.
80
7. Evaluasi Menurut Ngastiyah (2005), umumnya prognosis demam tifoid pada anak adalah baik, asal pasien cepat berobat.Prognosis menjadi baik apabila Demam teratasi, Kesadaran pulih kembali, Tidak terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi, asidosis dan Perforasi. Pada kasus balita sakit An. S dengan sakit demam tifoid semua tindakan dilakukan dengan baik dan berhasil dan pasien sembuh dalam waktu 4 hari. Setelah dilakukan evaluasi didapatkan keadaan umum baik, mata tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan tidak kotor, BAB normal 1 kali sehari dengan konsistensi lembek. Pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan praktek.
BAB V PENUTUP
Setelah melaksanakan asuhan kebidanan pada balita sakit demam tifoid, maka penulis dapat mengambil kesimpulan dan saran yang dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan kebidanan khususnya pada balita sakit demam tifoid. A. Kesimpulan 1.
Dari hasil pengkajian berdasarkan data subjektif ibu mengatakan anaknya umur 4 tahun, panas, batuk, mual, muntah setelah diberi makan/minum lemas sejak 5 hari yang lalu dan buang air besar 4 kali sehari dengan konsistensi lembek sejak 4 hari yang lalu, makan dengan porsi sedikit sehari 3 kali, jenis nasi, sayur, lauk dan habis ¼ porsi, minum air putih 3 gelas per hari dan susu 2 gelas. Data objektif didapatkan Keadaan umum sedang, kesadaran composmentis, TTV suhu 39 oC, respirasi 20 x/menit, nadi 100 x/menit, kelopak mata cekung, conjungtiva pucat, sklera putih, muka pucat, bibir warna pucat kering, agak pecah-pecah, lidah kotor, warna lidah putih semua, tidak ada stomatitis, dada simetris tidak ada tarikan dinding dada ke dalam, turgor pada perut jika dicubit kembalinya lambat (± 5 detik), sedikit kembung, tidak ada varises dan anus tidak ada haemoroid, ektremitas jari tangan dan kaki lengkap, tidak oedema, akral hangat, pemeriksaan penunjang pemeriksaan Widal Salmonella Typhi O.
2.
Dari hasil interpretasi data diagnosa kebidanan pada kasus ini adalah balita An. S umur 4 tahun dengan demam tifoid. Masalah yang muncul
81
82
3.
pada kasus ini adalah balita gelisah dan rewel, nafsu makan dan aktivitas menurun. Kebutuhan yang diperlukan adalah menganjurkan ibu untuk selalu mendampingi anaknya, mencukupi nutrisi anak yang optimal.
4.
Pada kasus An. S dengan demam tifoid ini tidak muncul diagnosa potensial karena dilakukan antisipasi yang tepat.
5.
Pada kasus ini antisipasi yang dilakukan pada balita sakit An. S sakit demam tifoid yaitu berkolaborasi dengan dokter spesialis anak di Rumah sakit untuk pemberian terapi obat Paracetamol 250 mg syrup 4 x 1 (5 ml), Ataroc 25 mg syrup 2 x ¾ (5 ml), Apialys syrup 1 x 1 (5 ml), Injeksi Ondansetron 2 mg setiap 24 jam, Injeksi Ceftriaxone 700 mg setiap 8 jam.
6.
Perencanaan yang dilakukan pada kasus balita sakit anak S dengan demam tifiod yaitu beri penjelasan pada orang tua tentang penyakit anaknya, kaji pola BAB, atur ruangan agar cukup ventilasi, beri kompres hangat pada daerah axila, lipat paha dan temporal, anjurkan ibu anak untuk memakai pakaian yang dapat menyerap keringat pada anaknya, anjurkan ibu agar anaknya banyak minum air putih atau sirup, teh manis atau apa yang disukai anak, berikan nutrisi yang mengandung cukup energi dan protein rendah serat, pemberian terapi sesuai program dokter yaitu Paracetamol syrup 4 x 1 250 mg (5 ml), Ataroc syrup 2 x ¾ 25 mg (5 ml), Apialys syrup 1 x 1 (5 ml), Injeksi Ondansetron 2 mg setiap 24 jam, Injeksi Ceftriaxone 700 mg setiap 8 jam.
83
7.
Implementasi sudah disesuaikan dengan rencana tindakan pelaksanaan yang dilakukan pada kasus balita sakit An. S sakit demam tifoid.
8.
Evaluasi pada kasus balita sakit An. S dengan demam tifoid yaitu semua tindakan dilakukan dengan baik dan berhasil dan pasien sembuh dalam waktu 4 hari. Setelah dilakukan evaluasi didapatkan keadaan umum baik, mata tidak cekung, turgor kembali normal, mulut dan lidah tidak kering dan tidak kotor, BAB normal 1 kali sehari dengan konsistensi lembek.
9.
Dalam melaksanakan asuhan kebidanan ini terdapat kesenjangan antara teori dengan praktek, yaitu pada langkah Pengkajian pada pemeriksaan fisik, Antisipasi pada pemberian terapi obat, Perencanaan pada pemberian terapi obat, Implementasi pada pemberian terapi obat.
B. Saran 1. Bagi Rumah Sakit Diharapkan rumah sakit dapat lebih meningkatkan mutu pelayanan secara komprehensif dalam memberikan asuhan kebidanan dengan demam tifoid. 2. Bagi profesi Dapat meningkatkan penatalaksanaan dan penanganan agar dapat memberikan pelayanan yang lebih optimal dan berkualitas lagi dengan cara mengikuti berbagai pelatihan, seminar dan penelitian agar dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu
84
menghadapi masalah kebidanan khususnya pada balita sakit dengan demam tifoid. 3. Bagi Institusi Diharapkan dapat memperbanyak bahan pustaka tentang pelaksanaan asuhan kebidanan pada balita sakit demam tifoid sesuai dengan perkembangan teori-teori yang ada. 4. Bagi Ibu Balita Diharapkan ibu balita dapat mengetahui lebih awal tanda-tanda demam tifoid dengan datang ke tenaga kesehatan sehingga dapat dilakukan antisipasi untuk mencegah terjadinya komplikasi yang berlanjut dan bagi ibu untuk memperhatikan kesehatan anaknya untuk mencegah penyakit sejak dini, menjaga pola makan, dan menjaga kebersihan.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, E, R. Wulandari, D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. Amirudin, A. Hasmi. 2014. Determinan Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta : Trans Info Media. Arikunto. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Depkes RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/SK/V/2006. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : Depkes RI. Hadinegoro, S, R, S. 2011. Jurnal Demam Tifoid pada Anak: Apa yang Perlu Diketahui. Sept 2011. Herawati, M, H. Ghani, L. 2009. Hubungan Faktor Determinan DenganKejadian Tifoid Di Indonesia Tahun 2007. Artikel Media Penelit dan Pengembangan Kesehatan Vol. 19, No. 4, Tahun 2009. Bagian Puslitbang Biomedis Dan Farmasi. Jakarta. Hidayat, A, A, A. 2010. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Kepmenkes RI No. 364/MENKES/SK/V/2006 Tanggal 19 Mei 2006. Pedoman Pengnendalian Demam Tifoid. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Kepmenkes RI No. 23 Tahun 1992. Undang-Undang Tentang Kesehatan. Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Kepmenkes RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464/PER/X/2010. Jakarta: Menteri Kesehatan Repiblik Indonesia. Muslihatun, W, N. Mufdlilah dkk. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yokyakarta: Penerbit Fitramaya. Nelwan. 2012. Jurnal Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Vol. 39, No 4, tahun 2012. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM-Jakarta. Jakarta. Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nurhayati, Aprina dkk.2012. Konsep Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika. Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. Priharjo, R. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC. Rina Candrawati, 2014. Asuhan Kebidanan balita Sakit An. R. Stikes Kusuma Husada. KTI. Rita Maharani, 2012. Asuhan Kebidanan balita Sakit An. D. Stikes Kusuma Husada. KTI. Saryono. 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta: Mitra Cendikia Press. Seran, E, R. Palandeng, H dkk. 2015. Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Demam Tifoid di Wilayah Kerja Puskesmas Tumaratas. Jurnal Keperawatan Vol. 3, No. 2, Mei 2015. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran universitas Sam Ratulangi. Manado. Soedarmo, S, P. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Soegijanto. 2007. Ilmu Penyakit Anak. Jakarta: Salemba Medika. Soetjiningsih. Ranuh, Gde. 2014. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta: EGC. Sondakh, J, J, S. 2013. Asuhan Kebidanan Persainan & Bayi Baru Lahir. Jakarta: Pernerbit Erlangga. Sulistyawati, A. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: ANDI. Susilaningrum, R. Nursalam dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta: Salemba Medika. UU RI No. 23 Tahun 1992. Undang-Undang Tentang Kesehatan. Jakarta: DPR RI. Walyani, E, S. 2015. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.