ASPEK MANAJEMEN (INSTITUSI, PERATURAN DAN PEMBIAYAAN) A. KELEMBAGAAN 1. UMUM Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial perekonomian suatu kota, kompleksitas permasalahan sampahpun akan meningkat, seperti meningkatnya produksi sampah dari tahun ke tahun, menurunnya kualitas lingkungan perkotaan karena penanganan sampah yang kurang memadai, kebutuhan biaya operasi dan pemeliharaan yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan penerimaan retribusi yang memadai, kesulitan mendapatkan lahan TPA, teknis pengoperasian prasarana dan sarana persampahan yang juga memadai dan lainlain Keandalan institusi pengelola adalah hal penting dalam mengatasi permasalahan tersebut di atas. Dengan demikian maka institusi pengelola persampahan merupakan kunci pokok dalam suatu sistem pengelolaan persampahan, karena melalui aspek ini aktifitas pengelolaan dapat diatur sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Organisasi pengelola sampah tersebut mempunyai tugas tidak hanya memberikan pelayanan kebersihan kota saja, tetapi juga mampu mengembangkan kapasitas dan potensi yang ada dalam rangka menciptakan kualitas lingkungan perkotaan yang bersih dan sehat. Hal-hal yang mempengaruhi kebutuhan akan bentuk institusi yang mengelola persampahan suatu kota adalah kategori kota, status kota dan jumlah penduduk. Makin besar suatu kota maka besaran produksi sampah yang harus dikelola akan makin banyak sehingga kebutuhan akan sarana prasarana persampahanpun akan meningkat. Kebutuhan dana otomatis juga meningkat sejalan dengan itu. Kompleksitas permasalahan akan semakin besar apabila tidak diimbangi dengan profesionalisme penanganan sampah. Mengacu pada kebijaksanaan dan strategi nasional pembangunan bidang persampahan serta ketentuan kelembagaan yang ada, yaitu Kepmendagri No. 80/1994, bahwa institusi pengelola persampahan untuk kota metropolitan dan kota besar pada prinsipnya diarahkan menjadi Perusahaan Daerah Kebersihan atau Dinas Kebersihan Pola Maksimal atau Dinas Kebersihan Pola Minimal atau Suku Dinas Kebersihan (Pola Maksimal) atau Suku Dinas Pekerjaan Umum (Pola Minimal). 2. PERMASALAHAN Secara umum permasalahan yang ada pada instansi pengelola persampahan adalah sebagai berikut: a. Bentuk organisasi yang ada pada umumnya masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, terlalu sederhana, belum sesuai dengan
1
kewenangan pelayanan yang dibutuhkan kecuali untuk beberapa kotamadya saja masih belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku b. Sebagian besar institusi pengelola persampahan adalah berbentuk Dinas, Suku Dinas atau Seksi dengan kewenangan yang terbatas c. Masih kurangnya kerjasama antara instansi terkait seperti dengan Dinas Pasar dalam hal keterpaduan pengumpulan sampah pasar, Dinas PU dalam hal pengangkutan sampah saluran/sungai, PLN/PDAM dalam hal penarikan retribusi dan kerjasama dengan masyarakat dalam hal pengumpulan dan pengolahan sampah yang dilaksanakan oleh RT/RW atau LKMD d. Struktur Organisasi kebanyakan belum sesuai dengan kapasitas dan beban kerja, belum menggambarkan siklus aktifitas tahapan pengelolaan, lingkup tugas belum jelas dan fungsi pembinaan masyarakt belum optimal e. Tata laksana kerja pada umumnya belum dinyatakan secara jelas, termasuk prosedur penarikan retribusinya, demikian pula pencatatan administrasi rutin sering tidak ada f.
Tenaga ahli terbatas, penempatan personil kurang terencana, pemanfaatan kurang seimbang serta jenjang karir yang tidak jelas
g. Motivasi karyawan yang belum bersungguh, karena ada anggapan bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan sampah adalah hal yang kurang bermanfaat dan kurang menarik. Permasalahan yang lebih spesifik khususnya yang berkaitan dengan masalah pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut: a. Ketidakberhasilan pengelolaan UDPK di beberapa kota disebabkan oleh tidak adanya penugasan yang jelas terhadap upaya-upaya terobosan dalam pengurangan atau pemanfaatan sampah. Apabila pelaksanaan UDPK diserahkan kepada masyarakat, pada umumnya Pemda tidak melakukan pembinaan dan pengawasan yang memadai khususnya yang berkaitan dengan masalah pemasaran b. Kendala dalam pengoperasian TPA pada umumnya lebih didominasi masalah teknis dan biaya, kalaupun ada yang berkaitan dengan masalah organisasi adalah kurangnya tenaga yang terampil dalam meningkatkan kondisi TPA secara lebih memadai. 3. UPAYA PENINGKATAN Dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan persampahan disuatu kota ditinjau dari aspek organisasi, ada beberapa alternatif yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut: a. Peningkatan institusi secara menyeluruh sesuai dengan ketentuan Departemen Dalam Negeri (Keputusan Menteri Dalam Negeri No.80/1994 tentang Struktur Organisasi Daerah Tingkat II dan Surat Keputusan Dalam Negeri No.52/1996 tentang Struktur Organisasi Pemerintah Kota Administratif). b. Peningkatan struktur organisasi Dinas/Suku Dinas yang ada sebagai upaya transisi yang mengarah pada struktur organisasi yang sesuai dengan ketentuan tersebut diatas sebelum melakukan perubahan institusi secara
2
menyeluruh. Peningkatan tersebut sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan teknis operasionalnya. c. Peningkatan kerja sama dengan instansi terkait dengan peran masing-masing yang lebih proporsional, seperti dengan Dinas Pasar, Dinas PU, PLN / PDAM, LKMD, Swasta dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan d. Peningkatan tata laksana kerja dari masing-masing unit organisasi secara lebih jelas, realistis dan terukur. e. Peningkatan kualitas personil melalui pelatihan baik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maupun oleh Pemerintah Daerah Tingkat I dibidang persampahan. Peningkatan kualitas personil ini sebaiknya dilakukan secara terencana dengan konsekuensi orang yang telah mengikuti pelatihan tidak dipindahkan ke bagian yang sama sekali tidak berhubungan dengan masalah pengelolaan persampahan. Pelatihan yang dapat diikuti adalah pelatihan untuk tingkat Kepala Dinas sampai kepada tingkat Pelaksana bahkan juga pelatihan tingkat lanjutan khusus untuk meningkatkan kualitas TPA. f. Peningkatan aspek organisasi yang berkaitan dengan pengelolaan aset persampahan seperti pada fasilitas pengolahan persampahan skala lingkungan (UDPK, Insinerator) adalah dengan memberikan kewenangan khusus pada salah satu seksi (seperti Seksi Kebersihan) untuk melaksanakan kegiatan operasional secara sungguh-sungguh (apabila UDPK dilaksanakan sendiri oleh Pemda) atau melaksanakan pembinaan termasuk pelatihan kepada masyarakat bila pengoperasian fasilitas tersebut dilakukan oleh organisasi masyarakat, artinya Pemda bertanggung jawab juga dalam masalah pengendaliannya. B. PEMBIAYAAN 1. UMUM Aspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan Persampahan mempunyai peran penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. Berbagai masalah penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan dana, seperti keterbatasan dana investasi peralatan, dana operasi dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan oleh harga satuan per meter 3 sampah. Besaran biaya satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah disuatu kota. Tanpa ditunjang dana yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat. Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat sejalan dengan tingkat pelayanan atau volume sampah yang harus dikelola. Pihak institusi pengelola persampahan dituntut untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat setiap tahunnya agar roda pengelolaan dapat terus berjalan sesuai dengan tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih dan sehat. Meskipun tanggung jawab pengelolaan persampahan sebenarnya ada pada pihak Pemda tingkat II (PP 14/1987), tetapi Pemerintah Pusat tetap memberikan bantuan sebagai wujud pembinaan. Sesuai dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan bidang Persampahan, bahwa untuk mencapai target tingkat pelayanan 60 % - 80 % pada Pelita VI, Pemerintah Pusat telah
3
memberikan bantuan proyek berupa peralatan pengumpulan, pemindahan, pengangkutan dan alat berat untuk TPA. Bantuan ini bersifat stimulan sehingga Pemda diminta untuk dapat mengoperasikan, memelihara dan mengembangkannya. Selain itu Pemerintah Pusat juga memberikan bantuan teknis berupa Studi/Perencanaan dan Pedoman Teknis serta bantuan Pelatihan. Pada saat ini kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah adalah tidak saja dana investasi yang terbatas tetapi juga keterbatasan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan tersebut, sehingga optimalisasi penggunaan peralatan yang ada kurang memadai. 2. PERMASALAHAN Pada umumnya permasalahan yang berkaitan dengan aspek pembiayaan adalah sebagai berikut : a. Adanya keterbatasan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dialokasikan untuk kegiatan pengelolaan persampahan baik untuk investasi maupun biaya operasi dan pemeliharaan. b. Realisasi penarikan retribusi masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh metoda penarikan yang belum memadai, kurangnya kesadaran masyarakat, serta kurangnya perhatian Pemerintah Daerah. Hasil penarikan retribusi tidak seluruhnya dapat dialokasikan untuk biaya pengelolaan persampahan. c. Kurang siapnya sistem penarikan retribusi termasuk kesiapan aparat pelaksana dalam memberikan pelayanan yang memadai d. Adanya kesan double retribusi yang sebenarnya adalah iuran pengumpulan sampah dan retribusi pengangkutan sampah (dari TPS ke TPA). Hal tersebut disebabkan karena kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. e. Besarnya tarif retribusi masih belum didasarkan pada tingkat kemampuan membayar masyarakat maupun besaran volume sampah yang dihasilkan oleh setiap penghasil sampah. f.
Sumber dana alternatif seperti dana masyarakat, hibah, pinjaman lunak maupun peran serta swata belum digali secara optimal.
Selain hal-hal tersebut diatas, contoh permasalahan yang berkaitan dengan biaya pengelolaan aset persampahan adalah sebagai berikut : a. Keterbatasan biaya pemeliharaan gerobak sering mengakibatkan gerobak rusak (tidak terpakai) sebelum umur teknisnya habis. b. Pengoperasia truck yang tidak efisien seperti penggunaan secara door to door, ritasi yang rendah ( < dari 3 rit / hari), tidak memiliki rute yang jelas, volume angkutan yang tidak sesuai dengan kapasitas truck dan lain-lain menyebabkan peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan.Transfer Depo yang ada tidak dimanfaatkan, sehingga pola pengumpulan sampahnya menggunakan pola pengumpulan langsung dengan truk. Pola ini selain tidak efisien juga sangat mahal. c. Pihak pengelola UDPK menghadapi kesulitan dalam memasarkan produk komposnya, sehingga pendapatannya tidak dapat menutupi biaya operasi dan pemeliharaan.
4
d. Terbatashya biaya operasi dan pemeliharaan TPA, terutama dalam hal penyediaan biaya untuk tanah penutup dan pengoperasian alat berat. e. Besarnya biaya pengoperasian Insinerator disebabkan karena banyaknya bahan bakar yang digunakan untuk membakar sampah (nilai kalor sampah rendah dan kadar air sampah tinggi). 3. UPAYA PENINGKATAN Dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan persampahan, diperlukan langkah kongkrit terutama dari segi pembiayaannya, yaitu peningkatan alokasi biaya operasi dan pemeliharaan sesuai dengan kebutuhan serta menggali dana dari masyarakat secara optimal melalui perbaikan sistem retribusi. a. Kebutuhan Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OIP) Aset Persampahan Untuk dapat menyusun rencana biaya operasi dan pemeliharaan Aset Persampahan, perlu diketahui komponen pembiayaannya itu sendiri serta perkiraan besarnya masing-masing komponen tersebut. Dengan perkiraan tersebut serta adanya potensi dana masyarakat, dapat diperkirakan berapa sebenarnya subsidi yang diperlukan guna penanganan operasi dan pemeliharaan tersebut. Biaya operasi dan pemeliharaan adalah biaya yang dibutuhkan untuk keperluan rutin, meliputi kebutuhab gaji upah, kebutuhan biaya operasi kendaraan (bahan bakar, oli dan lain-lain), kebutuhan biaya perawatan dan perbaikan (service, suku cadang dan lain-lain), pendidikan dan latihan rutin, pengendalian serta administrasi kantor / lapangan. Komponen struktur pembiayaan menurut tahap pengelolaan adalah sebagai berikut : 1). Biaya O/P Pewadahan Pada tahap pewadahan, biaya investasi dan pemeliharaannya disarankan dilakukan oleh masyarakat sendiri sebagai bentuk peran serta masyarakat. 2). Biaya O/P Pengumpulan Biaya operasional dan pemeliharaan pengumpulan terdiri dari : − Biaya upah penarik gerobak − Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja dan lainlain − Tunjangan kesehatan dan kesejahteraan − Biaya penggantian ban dan perbaikan gerobak 3). Biaya O/P Pemindahan (Transfer Depo) Biaya operasional dan pemeliharaan pemindahan sampah terdiri dari : − Biaya upah personil − Biaya listrik dan air − Biaya peralatan penunjang − Biaya perawatan bangunan 4). Biaya O/P Pengangkutan Biaya operasional dan pemeliharaan pengangkutan adalah : − Biaya personil (gaji / upah) untuk sopir dan crew
5
− − −
Biaya operasi (bahan bakar, oil) Biaya peralatan bantu seperti baju seragam, sepatu kerja, sapu sekop dan lain-lain Biaya perawatan kendaraan seperti pencucian, pelumasan, penggantian ban, perbaikan dan lain-lain.
5). Biaya O/P UDPK Biaya operasional dan pemeliharaan UDPK adalah : − Biaya personil (gaji/upah) − Biaya operasi (air, listrik dan lain-lain) − Biaya perlengkapan kerja seperti baju seragam, sepatu kerja, sekop, Biaya pengepakan kompos − Biaya perawatan bangunan UDPK 6). Biaya O/P Insinerator Biaya operasi dan pemeliharaan Insinerator terdiri dari : − Biaya gaji/upah − Biaya bahan bakar − Listrik − Biaya perwatan bangunan Insinerator 7). Biaya O/P TPA Biaya operasional dan pemeliharaan TPA meliputi : − Biaya personil (petugas TPA dan operator alat berat) − Biaya bahan bakar alat berat − Biaya perawatan alat berat seperti pelurasan, pergantian suku. cadang, dan lain-lain − Biaya penutupan tanah (tanah penutup) − Biaya penyemprotan insektisida − Biaya reklamasi lahan dan penghijauan di bekas TPA − Biaya perawatan dan perbaikan fasilitas TPA (jalan masuk, kantor, saluran drainase, ventilasi gas, pengolahan lindi dan lain-lain) Listrik, air dan lain-lain b. Peningkatan Retribusi Dalam rangka melaksanakan pola pembiayaan cost recovery, upaya peningkatan biaya operasi dan pemeliharaan harus diikuti dengan perbaikan sistem penarikan retribusi. Perbaikan tersebut meliputi perbaikan tarif dan pola penarikan retribusi. Kedua hal tersebut akan sangat mendukung dalam penyediaan biaya pengelolaan persampahan suatu kota. 1). Tarif Retribusi. Retribusi merupakan salah satu bentuk nyata partisipasi masyarakat didalam membiayai program pengelolaan persampahan. Retribusi harus disiapkan dengan seksama serta mempunyai landasan yang kokoh, agar masyarakat dapat menerima kenyataan bahwa untuk hidup sehat diperlukan biaya dan masyarakat dapat percaya bahwa uang yang dibayarnya benar-benar digunakan untuk pengelolaan persampahan Komponen yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan penentuan tarif. retribusi adalah sebagai berikut :
6
− − − − − − −
Kebutuhan biaya pengelolaan per tahun Tingkat pelayanan / jumlah sampah yang dikelola Jumlah timbulan sampah masing-masing sumber Pengelompokan wajib retribusi Pola subsidi silang Kemampuan Pemda mensubsidi Kemampuan dan kemauan masyarakat membayar retribusi (ditinjau dari tingkat penghasilan masyarakat berpendapatan tinggi, menengah dan rendah serta urgensi pelayanan yang dituntut oleh masyarakat)
Pengelompokan wajib retribusi harus memperhatikan jenis aktifitas atau usaha apakah bersifat komersial atau sosial, dapat juga dilakukan pengelompokan kualitas seperti kelas atas, menengah dan rendah. Pengelompokan tersebut terdiri dari : − Kelompok Perumahan − Kelompok Komersial (toko, pasar, salon, bioskop, hotel, restoran dan lainlain) − Kelompok Fasilitas umum (perkantoran, sekolah, rumah sakit dan lainlain) − Kelompok Fasilitas sosial (tempat ibadah, panti asuhan dan lain-lain) Pembedaan kelompok dan kelas tersebut didasarkan pada keinginan menerapkan konsep subsidi silang antar wajib retribusi, dengan prinsip produsen mensubsidi konsumen ataupun status ekonomi kuat mensubsidi yang lemah. Konsep subsidi silang adalah : − Mensubsidi, berarti tarif retribusi lebih besar dari rata-rata biaya satuan − Netral, berarti retribusi sama dengan rata-rata biaya satuan Disubsidi, berarti retribusi lebih kecil dari rata-rata biaya satuan Langkah-Iangkah perhitungan retribusi : − Tentukan jumlah penduduk kota − Tentukan jumlah penduduk yang dilayani − Tentukan pendapatan rata-rata rumah tangga per bulan (tinggi, menengah dan rendah) − Tentukan timbulan sampah tiap sumber yang dilayani − Tentukan biaya pengelolaan per tahun − Tentukan efisiensi retribusi tertagih − Tentukan jumlah bobot pada masing-masing pelanggan (pembobotan digunakan untuk subsidi silang). Pembobotan untuk pemukiman didasarkan pada pendapatan per KK dan untuk non permukiman didasarkan pada perperkiraan volume sampah per klasifikasi sumber. Untuk kelompok komersil disetarakan dengan goVngan perumahan tinggi, fasilitas umum setara dengan golongan menengah dan fasilitas sosial setara dengan golongan perumahan rendah. − Tentukan tarif dasar dengan cara :
−
Tarif dasar = Biaya penqelolaan per bulan x 100 % (atau 80 %) Jumlah bobot retribusi Besarnya tarif retribusi dihitung dengan cara : tarif dasar dikaiikan dengan masing-masing bobotnya.
7
2). Pola Penarikan Retribusi Metoda yang digunakan dalam penarikan retribusi adalah sebagai berkut: − Penarikan retribusi secara mandiri Penarikan retribusi dilakukan langsung oleh petugas dari organisasi pengelola sampah. −
Bekerja sama dengan organisasi lain Ada beberapa bentuk kerja sama, yaitu : 1. Kerja sama dengan RT/RW dan Kelurahan, caranya dikaitkan dengan iuran keamanan 2. Kerja sama dengan PLN, dikaitkan dengan sistem pembayaran rekening listrik. Pembayaran listrik dapat dilakukan setelah mamperlihatkan tanda bukti pembayaran retribusi sampah. Loket pembayaran dapat dilakukan di Bank, Kelurahan atau loket PLN. 3. Kerja sama dengan PDAM, dikaitkan dengan sistem pembayaran rekening air sepert halnya dengan PLN.
8