Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, INSTITUSI, DAN LEVERAGE TERHADAP CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY Risko Edy Juniarto
[email protected]
Andayani
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT This research is meant to examine the influence of management ownership, institutional ownership and leverage rate to the Corporate Social Responsibility. The samples of this research are consisted of 39 companies which are selected by using purposive sampling from Basic Industry and Chemicals companies which are listed in the Indonesia Stock Exchange in 2009 – 2011. The result of the research indicates that the research regressions model has fulfilled the classic assumption test overall. The multiple regression analysis indicates that the management ownership has negative influence to the Corporate Social Responsibility while the institutional ownership and leverage has no influence to the Corporate Social Responsibility. Keywords: Management ownership, institutional ownership, leverage, Corporate Social Responsibility ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, dan tingkat leverage terhadap Corporate Social Responsibility. Sampel penelitian terdiri dari 39 perusahaan yang dipilih secara purposive sampling dari perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model regresi penelitian ini telah memenuhi uji asumsi klasik secara keseluruhan. Analisis regresi berganda menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh negatif terhadap Corporate Social Responsibility sedangkan kepemilikan institusi dan leverage tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. Kata kunci: Kepemilikan manajemen, kepemilikan institusi, leverage, Corporate Social Responsibility
PENDAHULUAN Dalam menilai kinerja perusahaan, tidak hanya sebatas menilai dari faktor keuangannya saja, namun juga dari faktor non-keuangan yang sangat berpengaruh besar terhadap kinerja perusahaan yang berdampak terhadap nilai perusahaan di mata investor, salah satunya adalah Corporatev Social Responsibility. Tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responsibility adalah sebuah pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka. Corporate Social Responsibility diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Budimanta et al, 2004, p.72). Corporate Social Responsibility merupakan gagasan yang menjadikan tanggung jawab perusahaan tidak hanya berpijak pada single line yaitu nilai perusahaan yang direfleksikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
2
dalam kondisi keuangan saja. Tapi, tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom line yang juga memperhatikan masalah sosial dan lingkungan (Rustiarini, 2011). Praktik dan pengungkapan CSR jika dilakukan secara berkesinambungan dan konsisten oleh perusahaan akan memberikan banyak manfaat bagi perusahaan itu sendiri seperti meningkatkan citra dan reputasi, layak mendapatkan social license to operate, meningkatkan akses modal, melebarkan akses sumber daya, mereduksi resiko bisnis perusahaan, mengurangi biaya operasi, meningkatkan produktivitas dan kualitas, membentangkan akses menuju pasar, meningkatkan penjualan dan loyalitas pelanggan, memperbaiki kinerja keuangan, memperbaiki hubungan dengan stakeholder, memperbaiki hubungan dengan regulator, serta peluang untuk mendapatkan penghargaan (Untung, 2008;6). Oleh karena itu, Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Pasal 74 ayat 1 tahun 2007 menjelaskan bahwa setiap perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di bidang/berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang No. 25 Pasal 15 (b) tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa “Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengungkapan pertanggungjawaban sosial adalah mandatory disclosure bukan lagi voluntary disclosure untuk setiap perusahaan di Indonesia. Pelaksanaan program Corporate Social Responsibility tidak terlepas dari penerapan Good Corporate Governance yang menyatakan bahwa tujuan pelaksanaan Corporate Governance adalah mendorong timbulnya kesadaran akan tanggung jawab perusahaan pada masyarakat dan lingkungan disekitar perusahaan. Salah satu faktor Corporate Governance yang berpangaruh atas pengimplementasian Corporate Social Responsibility adalah struktur kepemilikan (kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional). Kepemilikan saham manajemen adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen. Tingkat kepemilikan manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajemen akan meningkatkan kinerja dan termotivasi untuk memaksimalisasikan nilai perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Menurut Ross et al, (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung untuk berusaha meningkatkan kinerjanya untuk kepentingan pemegang saham dan untuk kepentingannya sendiri. Kepemilikan institusional adalah jumlah saham yang dimiliki oleh suatu institusi (oleh perbankan, perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, dan institusi lain) dalam sebuah perusahaan. Shleifer dan Vishny (dalam Haruman, 2008) menyatakan, bahwa j umlah pemegang saham terbesar (large shareholders) mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan adanya konsentrasi kepemilikan, maka para pemegang saham besar seperti institutional investor akan dapat memonitor tim manaj emen secara efektif, dan dapat meningkatkan nilai perusahaan jika terjadi takeover. Pengawasan yang efektif akan meminimalisir tingkat penyelewengan dan pemborosan yang dilakukan oleh pihak manajemen yang dapat menurunkan nilai perusahaan. Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena agency cost perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi memiliki kewajiban untuk melakukan pengungkapan yang lebih luas daripada perusahaan dengan rasio leverage yang rendah. Profitabilitas digunakan sebagai variabel kontrol untuk mengeliminir kemungkinan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Secara teoritis profitabilitas berpengaruh terhadap
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
3
Corporate Social Responsibility karena profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban social kepada pemegang saham (Heinze, 1976; Hackston dan Milne, 1996 dalam Yintayani, 2011). Penelitian ini menggunakan perusahaan Basic Industry and Chemicals sebagai obyek penelitian karena perusahan-perusahaan yang bergerak di bidang tersebut menggunakan bahan kimia sebagai bagian dari kegiatan operasionalnya yang cenderung mempunyai potensi besar menyebabkan pencemaran air, udara, efek buruk pada pegawai dan konsumen, dan berbagai kerusakan lingkungan lainnya akibat dari limbah yang mengandung zat-zat tertentu yang beracun. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, dan tingkat leverage terhadap Corporate Social Responsibility pada perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2009-2011. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Teori Stakeholder (Stakeholder Theory) Teori stakeholder berasumsi bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Stakeholder adalah pihak-pihak yang mempunyai hak dan kepentingan pada perusahaan, sehingga pihak-pihak ini dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh aktivitas operasional perusahaan (pemegang saham, kreditur, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lain). Deegan (2004) menyatakan bahwa teori stakeholder menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi mengenai kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder. Roberts, 1992 (dalam Tamba, 2011) menyatakan bahwa dalam perkembangan konsep stakeholder dibagi menjadi tiga yaitu model perencanaan perusahaan, kebijakan bisnis dan Corporate Social Responsibility. Model perencanaan perusahaan dan kebijakan bisnis berfokus pada perkembangan dan penentuan nilai strategi perusahaan yang dibuat oleh kelompok yang mendukung serta menghendaki perusahaan terus berlangsung. Model Corporate Social Responsibility dari analisis stakeholder melanjutkan model perencanaan perusahaan yang meliputi pengaruh eksternal dalam perusahaan yang diasumsikan sebagai posisi lawan. Kelompok lawan dicirikan seperti peraturan atau kelompok khusus yang fokus pada isu-isu sosial. Hasil dari penelitian Roberts, 1992 (dalam Tamba, 2011) yang penelitiannya menggunakan teori stakeholder yaitu stakeholder power, strategic posture dan kinerja ekonomi berhubungan dengan Corporate Social Disclosure. Dapat disimpulkan bahwa tingkah laku investor sebagai salah satu pengguna laporan keuangan dapat mempengaruhi Corporate Social Disclosure, juga sebaliknya dimana investor dalam melakukan investasi dapat menggunakan Corporate Social Disclosure sebagai pertimbangan selain menggunakan laba perusahaan. Teori Agensi (agency theory) Teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
4
(Jensen dan Meckling, 1976). Namun pada kenyataannya principal dan agent memiliki kepentingan yang berbeda. Eisenhardt (dalam Permanasari, 2010), menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang teori agensi yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationally), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer sebagai manusia kemungkingan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mementingkan kepentingan pribadinya. Konflik keagenan dapat diminimum dengan suatu mekanisme pengawasan yang menimbulkan biaya keagenan. Salah satu alternatif untuk mengurangi biaya keagenan, yaitu dengan kepemilikan saham oleh institusional dan kepemilikan saham oleh manajemen (Haruman, 2008). Teori Legitimasi (legitimacy theory) Teori legitimasi mengungkapkan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat. Dalam perspektif teori legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas (Deegan, 2004). Teori legitimasi menyatakan bahwa perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan bagaimana perusahaan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan (Tilt, 1994 dalam Haniffa dan Cooke, 2005). Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilangan legitimasi, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Tidak jarang terjadi perbedaan potensial antara organisasi dan nilai-nilai sosial yang dapat mengancam legitimasi perusahaan bahkan dapat membuat perusahaan tersebut ditutup (Lindblom, 1994 dalam Haniffa dan Cooke, 2005). Tanggung jawab sosial perusahaan baik dari teori legitimasi maupun teori stakeholder menjelaskan mengenai apa yang menyebabkan perusahaan melakukan pengungkapan tanggungjawab sosial terhadap masyarakat dimana perusahaan tersebut menjalankan operasionalnya. Tujuan akhir dari adanya pengungkapan sosial perusahaan adalah untuk mencapai tujuan utama perusahaan dalam mendapatkan profit maksimum. Teori legitimasi ini juga akan meningkatkan reputasi perusahaan yang nantinya akan berpengaruh pada nilai perusahaan sendiri. Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep Corporate Social Responsibility baru dikenal pada awal tahun 1970-an, namun konsep tanggung jawab sosial sudah dikemukakan oleh Howard Rothmann Bowen pada tahun 1953 (Dwi Kartini, 2009 dalam Permanasari, 2010). Corporate Social Responsibility menekankan pentingnya peranan perusahaan dalam memberikan kontribusinya bagi masyarakat dan lingkungan. Konsep ini sangat mementingkan peran aktif dan pertanggungjawaban sebuah perusahaan. Intinya adalah, perusahaan tidak saja mengejar laba semata. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) lewat publikasinya “Making Good Business Sense” mendefinisikan Corporate Social Responsibility (Hadi, 2011: 47):
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
5
“Continuing commitment by business to behave ethically and contributed to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large” Definisi tersebut menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas. Lima Pilar Aktivitas Corporate Social Responsibility Lima pilar aktivitas Corporate Social Responsibility dari Prince of Wales International Bussiness Forum (Wibisono, 2007), yaitu: (1) Building Human Capital. Secara internal, perusahaan dituntut untuk menciptakan SDM yang andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan permberdayaan masyarakat, biasanya melalui Community Development. (2) Strengthening Economies. Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayaka n ekonomi sekitar. (3) Assessing Social Chesion. Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitarnya agar tidak menimbulkan konflik. (4) Encouraging Good Governence. Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata kelola bisnis dengan baik. (5) Protecting The Environment. Perusahaan berupaya keras menjaga kelestarian lingkungan. Implementasi Social Responsibility Implementasi tanggungjawab sosial merupakan tahap aplikasi program Social Responsibility sebagaimana direncanakan sebelumnya. Terdapat banyak prinsip yang harus dijadikan pijakan dalam praktik tanggungjawab sosial. Equator Principles yang diadopsi berbagai negara, merumuskan beberapa prinsip, antara lain (Wibisono, 2007) : (1) Accountability’s (AA1000) Standart, yang mengacu pada prinsip “Triple Botton Line” dari John Elkington. (2) Global Reporting Initiative (GRI), yang merupakan panduan pelaporan perusahaan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yang digagas oleh PBB lewat Coalition for Envoironmental Economies (CERES) dan UNEP pada tahun 1997. (3) Social Accountability International SA8000 Standard. (4) ISO 14000 Environmental Management Standrat. (5) ISO 26000. Laporan Program Social Responsibility Laporan tanggungjawab sosial merupakan laporan aktivitas tanggungjawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Laporan tersebut menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan laporan tahunan (annual report) yang dipertanggungjawabkan direksi di depan sidang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Laporan ini berisi laporan program-program sosial dan lingkungan perseroan yang telah dilakukan selama tahun buku terakhir. Kepemilikan Manajemen Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris) (Diyah dan Erman, 2009 dalam Permanasari, 2010). Menurut Jensen dan Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka akan ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang akan meningkat juga.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
6
Dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan maka dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agen dan prinsipal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus pemegang saham. Kepemilikan saham oleh manajemen juga dipandang akan memberikan insentif untuk melakukan pengawasan optimal bagi perusahaan karena mekanisme pengawasan terhadap manajemen menimbulkan suatu biaya yaitu biaya keagenan. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen (Haruman, 2008). Kepemilikan Institusi Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, asset management dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional merupakan pemegang saham terbesar sehingga merupakan sarana untuk memonitor manajemen (Djakman dan Machmud, 2008 dalam Anggraini, 2011). Tingkat kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi dan menaikkan nilai perusahaan melalui mekanisme pasar modal sehingga mempengaruhi harga saham perusahaan (Brancanto dan Gaughan, 1991; Fauzi, Mahoney, dan Rahman, 2007 dalam Anggraini, 2011). Leverage Leverage berfungsi untuk menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio leverage merupakan rasio pengungkit yang menggunakan uang pinjaman (debt) untuk memperoleh keuntungan (Ang, 1997 dalam Prasojo, 2011). Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage tinggi berarti sangat bergantung pada pinjaman luar untuk membiayai asetnya, hal ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi. Sedangkan perusahaan yang mempunyai tingkat leverage lebih rendah lebih banyak membiayai asetnya dengan modal sendiri. Rasio leverage dihitung dengan membandingkan hutang dengan aset yang dimiliki perusahaan. Semakin rendah rasio leverage yang dimiliki perusahaan semakin baik kondisinya. Sebaliknya, semakin tinggi leverage, kondisi perusahaan semakin buruk (Prasojo, 2011). Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze, 1976; Hackston dan Milne, 1996 dalam Yintayani, 2011). Menurut Mamduh dan Halim (2007), ada tiga ukuran rasio profitabilitas, yaitu: profit margin, return on asset (ROA), dan return on equity (ROE). Dari sekian rasio profitabilitas, ROA
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
7
merupakan rasio yang terpenting. ROA menunjukkan kemampuan manajemen perusahaan dalam menghasilkan income dari pengelolaan aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi rasio ini, maka semakin efektif penggunaan aktiva tersebut yang pada akhirnya akan menunjukkan tingkat pengembalian yang semakin besar. Pengembangan Hipotesis Pengaruh kepemilikan manajemen terhadap Corporate Social Responsibility Kepemilikan manajemen akan menuntut manajemen untuk berperan aktif dalam pengambilan keputusan. Manajemen akan dapat merasakan secara langsung manfaat dan atau resiko dari keputusan yang diambil. Manajemen akan bertindak sebagai pemilik perusahaan dan berupaya meningkatkan nilai perusahaan yang salah satunya dengan pelaksanaan dan pengungkapan Corporate Social Responsibility. Demsetz (1983) dan Fama dan Jensen (1983) (dalam Rawi dan Muchlish, 2 010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kepemilikan manajemen semakin tinggi pula untuk melakukan program CSR. Penelitian Rawi dan Muchlish (2010) menunjukkan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen, maka pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin luas. Rosmasita, 2007 (dalam Rustiarini, 2011) menyampaikan bahwa kepemilikan saham manajerial berpengaruh terhadap luas pengungkapan CSR di Indonesia. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah: H1 : Kepemilikan manajemen berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Pengaruh kepemilikan institusi terhadap Corporate Social Responsibility Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004). Investor institusional dapat meminta manajemen perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial dalam laporan tahunannya untuk transparansi kepada stakeholders untuk memperoleh legitimasi Penelitian oleh Kartikasari (2011) menunjukkan bahwa struktur kepemilikan institusional tidak signifikan berpengaruh terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial. Penelitian Rawi dan Muchlish (2010) menunjukkan bahwa proporsi kepemilikan institusi tidak mempengaruhi luas pengungkapan CSR perusahaan. Prayogi, 2003 (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan bahwa semakin besar persentase kepemilikan publik semakin luas dalam pengungkapan sukarela dan laporan keuangan tahunan. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah: H2 : Kepemilikan institusi berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility Pengaruh leverage terhadap Corporate Social Responsibility Teori keagenan memperediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi (Jensen dan Meckling, 1976). Penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2011) menunjukkan leverage berpengaruh negatif terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Penelitian Rawi dan Muchlish (2010) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat leverage perusahaan, maka pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan akan semakin tinggi. Prayogi, 2003 (dalam Rawi dan Muchlish, 2010) menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sosial. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini adalah: H3 : Leverage berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
8
Model penelitian Kepemilikan Manajemen Kepemilikan Institusi
Corporate Social Responsibility
Leverage Profitabilitas Gambar 1 Model Penelitian
Keterangan: Variabel independen Variabel kontrol METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di BEI secara konsisten pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan Basic Industry and Chemicals yang terdaftar di BEI pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011. (2) Perusahaan tersebut memiliki pemisahan saham yang dimiliki oleh manajemen ownership maupun institusi ownership. (3) Perusahaan tersebut menyediakan laporan tahunan lengkap selama tahun 2009 sampai dengan 2011. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Kepemilikan manajemen Kepemilikan manajemen menggambarkan besarnya proporsi saham yang dimiliki oleh manajerial. Merujuk pada Tamba (2011), kepemilikan manajerial diukur dengan menghitung persentase jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen dibandingkan dengan jumlah seluruh saham perusahaan yang beredar. Variabel ini dihitung dengan rumus: jumlah saham yang dimiliki manajemen KM = ----------------------------------------------------------- x 100% jumlah saham beredar b. Kepemilikan institusi Kepemilikan institusi menggambarkan kepemilikan saham oleh investor institusional seperti bank, dana pensiun, perusahaan asuransi, perseroan terbatas dan lembaga keuangan lainnya. Merujuk pada Tamba (2011), kepemilikan institusi diukur dengan menghitung total seluruh saham yang dimiliki oleh institusi. Variabel kepemilikan institusi ini dihitung dengan rumus: jumlah saham yang dimiliki institusi KI = ---------------------------------------------------------- x 100% jumlah saham beredar
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
9
c. Leverage Pengukuran leverage dengan menggunakan total utang dalam penelitian ini sejalan dengan pengukuran leverage untuk negara berkembang. Pada negara berkembang, batasan secara tegas antara utang jangka pendek dan utang jangka panjang cukup sulit. Penggunaan total utang pada penelitian di negara berkembang lebih dianjurkan karena lebih mendekati realitas yang ada (Pandey; 2003 dalam Rawi dan Muchlish, 2010).Merujuk pada Rawi dan Muchlish (2010) yang menggunakan variabel debt dihitung dari rasio total utang terhadap total asset, maka variabel ini dapat dihitung dengan rumus: TD it Debt it = ----------------------Total Asset it Keterangan: TDit : Jumlah total utang perusahaan i pada periode t Total Assetit : Total asset yang dimiliki perusahaan i pada periode t Variabel Dependen Corporate Social Responsibility Pendekatan untuk menghitung Corporate Social Responsibility menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap items Corporate Social Responsibility dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa dan Cooke, 2005). Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Rumus perhitungan Corporate Social Responsibility adalah sebagai berikut (Haniffa dan Cooke, 2005):
∑ Xij CSRIj = --------------nj Keterangan: CSRIj : CSR Disclosure Index Perusahaan nj : jumlah item untuk perusahaan j, n j ≤ 78 Xij : dummy variable: 1 = jika item I diungkapkan, 0 = jika item I tidak diungkapkan. Variabel Kontrol Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Profitabilitas digunakan sebagai variabel kontrol karena profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen menjadi bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial kepada pemegang saham (Heinze, 1976; Hackston dan Milne, 1996 dalam Yintayani, 2011).Variabel moderating yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas. Merujuk pada Rosmasita, 2007 (dalam Rustiarini, 2011) penelitian ini menggunakan ROA sebagai proksi dari profitabilitas: Laba Bersih Setelah Pajak ROA = ------------------------------------------Total Asset
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
10
Pengujian Hipotesis Uji hipotesis dilakukan untuk memperoleh kesimpulan dan jawaban mengenai hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pengujian hipotesis mengenai kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, dan leverage terhadap Corporate Social Responsibility dengan profitabilitas sebagai variabel kontrol, dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda karena variabel independennya lebih dari satu. Model persamaan regresinya adalah sebagai berikut: CSR = a + b1 KM + b2 KI + b3 Lev + b4 Profit + e Keterangan: CSR a b1,b2,....b4 KM KI Lev Profit e
: Corporate Social Responsibility : Konstanta : Koefisien Regresi : Kepemilikan Manajemen : Kepemilikan Institusi : Leverage : Profitabilitas : Error Term
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu CSR, kepemilikan manajemen, kepemilikan institusi, leverage, dan profitabilitas. Tabel 1 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
CSR
39
6.41
53.85
29.0269
11.03920
KepemilikanManajemen
39
.02
25.61
5.1533
7.78409
KepemilikanInstitusi
39
32.22
80.92
67.8144
13.42795
Leverage
39
7.39
71.16
43.1159
15.97860
Profitabilitas
39
-9.28
20.38
5.3726
6.26302
Valid N (listwise)
39
Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden (N) ada 39 perusahaan. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dalam tabel 1 dapat diketahui bahwa: 1. CSR memiliki nilai minimum sebesar 6,41 dan nilai maksimum sebesar 53,85. Mean CSR adalah 29,0269 dengan standar deviasi sebesar 11,03920. 2. Kepemilikan manajemen memiliki nilai minimum sebesar 0,02 dan nilai maksimum sebesar 25,61. Mean kepemilikan manajemen adalah 5,1533 dengan standar deviasi sebesar 7,78409. 3. Kepemilikan institusi memiliki nilai minimum sebesar 32,22 dan nilai maksimum sebesar 80,92. Mean kepemilikan institusi adalah 67,8144 dengan standar deviasi sebesar 13,42795.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
11
4. Leverage mempunyai nilai minimum sebesar 7,39 dan nilai maksimum sebesar 71,16. Mean dari leverage adalah 43,1159 dengan standar deviasi sebesar 15,97860. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas. Hasil uji grafik histogram memberikan pola distribusi yang mendekati normal. Hasil uji grafik normal P-P plot menunjukkan titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Maka, kedua uji grafik tersebut menunjukkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Hasil uji kolmogorov-smirnov juga menunjukkan bahwa nilai kolmogorov-smirnov sebesar 0,571 dengan tingkat probabilitas signifikansi (Asymp. Sig. (2 -tailed)) sebesar 0,900. Karena Asymp. Sig. (2-tailed) jauh lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data residual terdistribusi secara normal. b. Uji Multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas menunjukkan nilai tolerance untuk semua variabel independen memiliki nilai tolerance lebih dari 10%. Nilai VIF untuk semua variabel independen juga memiliki nilai kurang dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi. c. Uji Heteroskedastisitas. Untuk menguji ada tidaknya heteroskedatisitas digunakan uji scatterplot. Hasil Uji grafik scatterplot menunjukkan titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedatisitas pada model regresi. d. Uji Autokorelasi. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Dari hasil uji autokorelasi diperoleh nilai D-W sebesar 0,909. Karena nilai D-W berada di antara -2 < D-W <+2, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tersebut sudah bebas dari masalah autokorelasi. Uji Hipotesis Uji Koesfisien Determinasi (R2 ) Koefisien determinasi (R2 ) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Hasil uji koefisien determinasinya dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R 2) Model Summary
Model 1
R
R Square .551a
.303
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate .221
9.74068
a. Predictors: (Constant), Profitabilitas, KepemilikanInstitusi, Leverage, KepemilikanManajemen
Dari tabel 2, diperoleh nilai adjusted R square sebesar 0,221. Hal ini mengindikasikan bahwa 22,1% variabel CSR perusahaan dijelaskan oleh variabel independen yaitu kepemilikan menajemen, kepemilikan institusi dan leverage serta variabel kontrol yaitu profitabilitas. Sedangkan 77,9% sisanya, dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar model ini. Uji Signifikansi (Uji F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
12
terikat atau dependen (Ghozali, 2007). Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3 Hasil Uji Statistik F ANOVAb Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
1404.881
4
351.220
Residual
3225.950
34
94.881
Total
4630.831
38
F 3.702
Sig. .013a
a. Predictors: (Constant), Profitabilitas, KepemilikanInstitusi, Leverage, KepemilikanManajemen b. Dependent Variable: CSR
Berdasarkan uji F pada tabel 3, diperoleh nilai F hitung sebesar 3,702 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,013. Nilai probabilitas lebih kecil dari batas nilai signifikan (α = 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen yaitu kepemilikan manajemen, kepemilikan institusi dan leverage serta variabel kontrol profitabilitas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap CSR perusahaan. Uji Parsial (Uji t) Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2007). Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 4 sebagai berikut: Tabel 4 Hasil Uji Statistik t Coefficientsa Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant)
B
Std. Error
Coefficients Beta
48.985
12.372
KepemilikanManajemen
-.938
.250
KepemilikanInstitusi
-.231
Leverage Profitabilitas
T
Sig.
3.959
.000
-.661
-3.753
.001
.144
-.281
-1.604
.118
.007
.119
.010
.059
.954
.041
.301
.023
.135
.894
a. Dependent Variable: CSR
Berdasarkan tabel 4, untuk variabel kepemilikan manajemen diperoleh nilai t sebesar -3,753 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa nilai t lebih besar dari t tabel, probabilitas signifikansi juga lebih kecil dari batas nilai signifikan (α = 0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pengungkapan CSR perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
13
Untuk variabel kepemilikan institusi diperoleh nilai t sebesar -1,604 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,118. Hal ini menunjukkan bahwa nilai t lebih kecil dari t tabel, probabilitas signifikansinya juga lebih besar dari batas nilai signifikan (α = 0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR perusahaan. Untuk variabel leverage diperoleh nilai t sebesar 0,059 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,954. Hal ini menunjukkan bahwa nilai t lebih kecil dari t tabel, probabilitas signifikansinya juga lebih besar dari batas nilai signifikan (α = 0,05). Jadi, dapat disimpulkan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR perusahaan. Pembahasan Pengaruh Kepemilikan Manajemen terhadap CSR Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris) (Diyah dan Erman, 2009 dalam Permanasari, 2010). Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan diperoleh bahwa nilai t kepemilikan manajemen sebesar -3,753 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,001. Dengan tingkat probabilitas signifikansi yang kurang dari batas nilai signifikansi (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh negatif signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Hal ini berarti bahwa hasil analisis regresi ini menerima hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Hasil analisis regresi ini mendukung teori legitimasi yang menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku di masyarakat. Jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat, maka perusahaan dalam kehilan gan legitimasi, yang selanjutnya akan mengancam kelangsungan hidup perusahaan (Lindblom, 1994 dalam Haniffa et al, 2005). Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh bahwa nilai t kepemilikan manajemen menunjukkan nilai yang negatif, maka hubungan kepemilikan manajemen terhadap Corporate Social Responsibility adalah berlawanan. Hal ini berarti, semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka semakin rendah tingkat pengungkapan Corporate Social Responsibility yang dilakukan. Kondisi ini bisa disebabkan karena biaya untuk melakukan program CSR berada pada tingkat yang tinggi dan dapat menurunkan nilai perusahaan. Karena semakin tinggi tanggungan biaya untuk melakukan program CSR, maka manajemen berasumsi bahwa program CSR yang telah dilakukan sudah cukup dan akan lebih memilih berinvestasi pada hal-hal lain yang menurutnya lebih pasti demi kelancaran operasional perusahaan. Tingkat kepemilikan manajemen yang tinggi akan mendorong manajemen cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi, demi keuntungan atas kepemilikan yang dimiliki. Hasil penelitian ini sejalan dengan peneltian Rawi dan Muchlish (2010) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Yintayani (2011), Rustiarini (2011) dan Irmawati (2011) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajemen tidak berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Pengaruh Kepemilikan Institusi terhadap CSR Kepemilikan Institusi menggambarkan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh investor institusional yang kepemilikan sahamnya di atas 5%. Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan diperoleh bahwa nilai t kepemilikan institusi sebesar -1,604
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
14
dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,118. Karena tingkat probabilitas signifikansi lebih dari batas nilai signifikan (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Hal ini berarti bahwa hasil analisis regresi berganda menolak hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kepemilikan institusi berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. Hal ini dikarenakan kepemilikan institusi merupakan pemegang saham terbesar, karena besarnya persentase kepemilikan tersebut pihak institusi mempunyai wewenang untuk memonitor kinerja manajemen untuk memaksimalkan laba perusahaan di tiap periode untuk memenuhi kewajiban jangka pangjangnya tanpa memperhatikan pentingnya peningkatan Corporate Social Responsibility. Dengan kata lain, pihak institusi cenderung masih mengarah untuk kepentingan diri sendiri. Hal ini juga bertentangan dengan teori stakeholder yang menyatakan bahwa organisasi akan memilih secara sukarela mengungkapkan informasi mengenai kinerja lingkungan, sosial dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder (Deegan, 2004). Hasil analisis penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rawi dan Muchlish (2010), Rustiarini (2011) dan Kartikasari (2011) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Pengaruh Leverage terhadap CSR Tingkat leverage perusahaan memberikan gambaran mengenai risiko keuangan perusahaan. Perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan menyampaikan lebih banyak informasi sebagai instrumen untuk mengurangi monitoring costs bagi investor. Berdasarkan hasil analisis regresi yang telah dilakukan diperoleh nilai t leverage sebesar 0,059 dengan probabilitas signifikansi sebesar 0,954. Karena tingkat probabilitas signifikansi lebih dari batas nilai signifikan (α=0,05), maka dapat disimpulkan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Hal ini berarti bahwa hasil analisis regresi berganda menolak hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. Hal ini dikarenakan dengan semakin tingginya tingkat leverage akan menambah beban perusahaan yang akan mengakibatkan biaya untuk program Corporate Social Responsibility akan menjadi terbatas. Hasil penelitian ini juga tidak mendukung prediksi teori keagenan yang menyatakan bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena agency cost perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Rawi dan Muchlish (2010) dan Kartikasari (2011) yang menyatakan bahwa leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap Corporate Social Responsibility. Namun hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian oleh Yintayani (2011) dan Irmawati (2011) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap Corporate Social Responsibility. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Simpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Kepemilikan manajemen berpengaruh negatif terhadap Corporate Social Responsibility. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar kepemilikan manajemen perusahaan, maka pengungkapan Corporate Social Responsibility yang dilakukan oleh perusahaan akan semakin rendah. (2) kepemilikan institusi tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase kepemilikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
15
institusi, maka pengungkapan Corporate Social Responsibility belum tentu akan semakin tinggi seiring dengan kenaikan persentase kepemilikan institusi. (3) leverage tidak berpengaruh terhadap Corporate Social Responsibility. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat leverage perusahaan, maka pengungkapan Corporate Social Responsibility belum tentu akan semakin luas seiring dengan kenaikan tingkat leverage perusahaan. Saran Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam jumlah sampel penelitian yang sedikit, dikarenakan jumlah perusahaan Basic Industry and Chemicals yang mengeluarkan annual report berturut-turut selama tahun 2009, 2010, dan 2011 juga sedikit. Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan keterbatasan dalam penelitian ini, maka saran untuk kepentingan penelitian lebih lanjut, antara lain: (1) Menggunakan populasi penelitian yang lebih luas, agar hasil yang didapatkan lebih baik dan dapat digeneralisasikan untuk semua jenis perusahaan. (2) Menggunakan jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dari populasi penelitian. (3) Menambah atau mengganti variabel independen selain kepemilikan manajemen, institusi dan leverage agar diperoleh pengaruh yang lebih kuat dari ketiga variabel tersebut terhadap variabel dependennya. (4) Menambah beberapa variabel kontrol yang secara teoritis berhubungan dengan Corporate Social Responsibility agar hasil penelitian menjadi lebih berkualitas. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, R.D. 2011. Pengaruh Kepemilikan Institusional dan Kepemilikan Asing terhadap Pengungkapan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan dalam Annual Report (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Tercatat Di BEI Tahun 2008 2009). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Budimanta, A, A. Prasetijo, dan B. Rudito. 2004. Corporate Social Responsibility. ICSD. Jakarta. Deegan, C. 2004. Financial Accounting Theory. Australia: McGraw-Hill Financial Accountant Standard Board. 1996. Standard of Financial Accounting Concepts. Norwalk. John Willey & Sons Inc. Faizal. 2004. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar-Bali, 2-3 Desember. Ghozali, I. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. Hadi, N. 2011. Corporate Social Responsibility. Edisi Pertama. Yogyakarta. Graha Ilmu. Haniffa, R.M. dan T.E. Cooke. 2005. The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Responsibility. Journal of Accounting and Public Policy 24: 391-430. Haruman, T. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak. Irmawati, D. 2011. Pengaruh Size, Leverage, Profitabilitas dan Kepemilikan Manajemen terhadap Pengungkapan Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) (Studi Pada Perusahaan-Perusahaan dalam Jakarta Islamic Index 2009-2010). Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Jensen, M.C. and Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Vol 3,p. 305-306. Kartikasari, M.D. 2011. Pengaruh Size, Profitabilitas, Financial Leverage, Jumlah Dewan Komisaris, Struktur Kepemilikan Institusional terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
16
Mamduh, M.H. dan A. Halim. 2007. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketiga. UPP STIM YKPN. Yogyakarta. Permanasari, W.I. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, dan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Prasojo, B.P. 2011. Pengaruh Corporate Governance terhadap Tingkat Pelaporan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Rawi dan M. Muchlish. 2010. Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Institusi, dan Leverage terhadap Corporate Social Responsibility. Simposium Nasional Akuntansi XII Purwokerto. Rustiarini, N.W. 2011. Pengaruh Sruktur Kepemilikan Saham pada Pengungkapan Corporate Social Responsibility. Skripsi. Universitas Mahasaraswati Denpasar. Siallagan, H. dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. 23-26 Agustus. Tamba, E.G.H. 2011. Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufacturing Secondary Sectors yang Listing di BEI Tahun 2009). Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Tarjo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham Serta Cost Of Equity Capital. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak. Undang–undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang “Perseroan Terbatas”. Undang – undang Republik Indonesia No. 25 Pasal 15 (b) Tahun 2007 tentang ” Penanaman Modal”. Untung, B.H. 2008. Corporate Social Responsibility. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta. Wibisono, Y. 2007. Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility. Fascho Publishing. Jatim Yintayani, N.N. 2011. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Corporate Social Responsibility (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009). Tesis. Universitas Udayana. Denpasar. ●●●