Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
1
PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJEMEN, KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN Rina Susanti
[email protected] Titik Mildawati Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT The primary objective of all companies is to increase the company value. The high enhancement of company value is the long term goal which has to be achieved by the company which will be reflected from its stock market price. The purpose of this research is to find out (1) the influence of management ownership to the company value, (2) the influence of institutional ownership, (3) the influence of corporate social responsibility to the company value. The result of research shows that H1: the management ownership has positive influence to the “accepted” company value it means that high management ownership results maximum management performance. While H2: institutional ownership has positive influence to the “denied” company value it means that institutional ownership is only focused on the current earnings will reduce the stock price volume which will cause the decline of company value. And H3: corporate social responsibility has positive influence to the “accepted” company value it means that the disclosure of high corporate social responsibility will be responded positively by investors so many of them will invest to the company which cause the increasing of company value. Keywords:
Management Ownership, Institutional Ownership, Corporate Social Responsibility, Company Value ABSTRAK
Tujuan utama semua perusahaan ialah untuk meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang yang harus dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Pengaruh kepemilikan manajemen terhadap nilai perusahaan, (2) Pengaruh kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan, (3) Pengaruh corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa H1: Kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan “diterima”, artinya kepemilikan manajemen yang tinggi mengakibatkan kinerja para manajemen yang maksimal, sehingga kepemilikan saham yang dimiliki oleh dewan direksi, manajemen, manajer dapat meningkatkan mekanisme nilai perusahaan. Sedangkan H2: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan “ditolak”, artinya kepemilikan institusional yang hanya berfokus pada laba saat ini, akan dapat menurunkan volume harga saham yang mengakibatkan menurunnya nilai perusahaan. Dan H3: Corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan “diterima”,artinya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang tinggi maka akan direspon positif oleh investor sehingga banyak investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut yang menyebabkan meningkatnya nilai perusahaan. Kata Kunci : Kepemilikan Manajemen, Kepemilikan Institusional, Corporate Social Responsibility, Nilai perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
2 PENDAHULUAN Tujuan utama semua perusahaan ialah untuk meningkatkan nilai perusahaan. Peningkatan nilai perusahaan yang tinggi merupakan tujuan jangka panjang yang seharusnya dicapai perusahaan yang akan tercermin dari harga pasar sahamnya karena penilaian investor terhadap perusahaan dapat diamati melalui pergerakan harga saham perusahaan yang ditransaksikan di bursa untuk perusahaan yang sudah go public. Dalam proses memaksimalkan nilai perusahaan akan muncul konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham (pemilik perusahaan) yang sering disebut agency problem. Menurut Tendi Haruman (2008), Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut. Naik turunnya nilai perusahaan salah satunya dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan. Dua aspek yang perlu dipertimbangkan ialah (1) konsentrasi kepemilikan perusahaan oleh pihak luar (outsider ownership concentration) dan (2) kepemilikan perusahaan oleh manajemen (management ownership). Pemilik perusahaan dari pihak luar berbeda dengan manajer karena kecil kemungkinannya pemilik dari pihak luar terlibat dalam urusan bisnis perusahaan sehari-hari (Sri Rejeki, 2007). Dalam proses untuk menaikkan nilai perusahaan tidak jarang pihak manajemen yaitu manajer perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict, hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan. Konflik yang terjadi antara manajer dan pemegang saham atau disebut dengan masalah keagenan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut sehingga timbul biaya keagenan (agency cost). Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, diantaranya dengan adanya kepemilikan saham oleh manajemen dan kepemilikan saham oleh institusional (Tendi Haruman, 2008). Kepemilikan saham manajemen adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen (Suranta dan Midiastuty, 2003). Dengan kepemilikan saham oleh manajerial, diharapkan manajer akan bertindak sesuai dengan keinginan para principal karena manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Dengan meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen akan mensejajarkan kedudukan manajer dengan pemegang saham sehingga manajemen akan termotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Hubungan antara kepemilikan manajerial dengan nilai perusahaan adalah hubungan nonmonotonic yang muncul karena adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka berusaha melakukan pensejajaran kepentingan dengan outsider ownership dengan cara meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan meningkat. Struktur kepemilikan lain yang juga mempengaruhi nilai perusahaan adalah kepemilikan institusional. Dimana kepemilikan institusional tersebut umumnya bertindak sebagai pihak pengawas perusahaan. Menurut Faizal (2004), perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen. Kepemilikan institusional memiliki arti untuk pengawasan manajemen. Dengan adanya kepemilikan institusional akan mendorong peningkatan pengawasan pada manejemen. Kepemilikan institusional adalah proporsi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
3 kepemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, bank atau institusi lain (Tarjo, 2008). Semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku opportunistic manajer yang dapat mengurangi agency cost yang diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Menurut Shleifer dan Vishny (dalam Tendi Haruman, 2008), jumlah pemegang saham yang besar (large shareholders) mempunyai arti penting dalam memonitor perilaku manajer dalam perusahaan. Dengan adanya kosentrasi kepemilikan, maka para pemegang saham besar seperti kepemilikan institrusional akan dapat mengawasi tim manajemen. Dengan tingginya kepemilikan institusional maka semakin besar pula pengawasan yang diberikan pada pihak manajemen. Pengawasan yang tinggi maka akan meminimalisasi tingkat penyelewengan-penyelewengan yang terjadi pada pihak manajemen yang memungkinkan dapat menurunkan nilai perusahaan. Selain melakukan pengawasan terhadap pihak manajemen. Kepemilikan institusional juga melakukan hal-hal yang positif guna untuk meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Morck et al., dan Mc Connel (dalam Tendi Haruman, 2008), secara empiris mengeksporasi hubungan antara struktur kepemilikan dan nilai perusahaan yang diproksi dengan nilai Tobin’s Q menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan mempengaruhi nilai perusahaan. Begitu pula Jensen and Meckling (1976) menunjukan struktur kepemilikan mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Farshid dan Naiker (2006) menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif dengan nilai perusahaan pada tingkat kepemilikan yang rendah. Sedangkan menurut Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Corporate social responsibility (CSR) adalah sebuah wacana yang menjadikan perusahaan tidak hanya berkewajiban atau beroperasi untuk pemegang saham (shareholders) saja namun juga mempunyai tanggung jawab sosial terhadap stakeholders. CSR sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan dan sosial dimana perusahaan tersebut berada. Menurut Kiroyan (dikutip dari Sayekti dan Wondabio, 2007), perusahaan berharap jika dengan menerapkan corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan akan memaksimalkan ukuran keuangan untuk jangka waktu yang panjang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan corporate social responsibility berharap akan direspon positif oleh para pelaku pasar seperti investor dan kreditur yang nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial mencakup rincian lingkungan, energi, sumber daya manusia, produk, dan keterlibatan masyarakat. Perusahaan saat ini tidak lagi ditekankan pada tanggung jawab single bottom line yaitu pada nilai perusahaan yang dapat dilihat dari ukuran keuangan saja tetapi juga berpijak pada tripel bottom line yang terdiri dari nilai keuangan, sosial dan lingkungan. Ukuran keuangan tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) tanpa memperhatikan keadaan sosial dan lingkungan daerah sekitar. Di Indonesia wacana mengenai kesadaran akan perlunya menjaga lingkungan dan tanggung jawab sosial telah diatur dalam UU Perseroan Terbatas No 40 pasal 74 tahun 2007 yang menjelaskan bahwa perusahaan dalam menjalankan kegiatan usaha yang berhubungan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Namun sebelum itu menurut Rika Nurlela dan Islahuddin (2008) ada beberapa perusahaan yang telah menjalankan CSR tapi sangat sedikit yang mengungkapkannya ke dalam sebuah laporan. Alasan mengapa hal itu terjadi mungkin karena belum mempunyai sarana pendukung seperti: standar pelaporan, tenaga terampil baik penyusun laporan maupaun auditor. Selain itu di sektor pasar modal Indonesia belum adanya penerapan indeks untuk saham-saham perusahaan yang telah menerapkan CSR. Banyak penelitian sebelumnya yang
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
4 menunjukkan bahwa jumlah perusahaan yang mengungkapkan informasi pertanggungjawaban sosial (corporate social responsibility) dalam laporan tahunannya semakin bertambah. Banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program CSR sebagai bagian dari strategi bisnisnya. Meskipun belum diwajibkan, tetapi dapat dikatakan bahwa banyak perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sudah menerapkan praktik CSR dalam laporan tahunannya dalam persentase yang beragam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi hanya perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012. Kriteria khusus yang harus dimiliki perusahaan tersebut ialah memiliki data mengenai kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional serta laporan tanggung jawab sosial. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Teori Agensi Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan kepada agen tersebut. Sedangkan menurut Hendriksen dan Michael (2000) menyatakan agen menutup kontrak untuk melakukan tugas-tugas tertentu bagi prinsipal dan prinsipal menututp kontrak untuk memberikan imbalan kepada agen. Sebagian orang memandang perusahaan merupakan sekumpulan kontrak antara pihak perusahaan dengan pihak pemegang saham. Pada pihak prinsipal atau pemilik perusahaan menyerahkan seluruh tugasnya pada pihak manjemen. Manajer yang merupakan pihak pengelola perusahaan wajib menyediakan laporan keuangan yang akan digunakan untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utitlitasnya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham. Sebab, manajer merupakan pihak yang memiliki banyak informasi internal perusahaan dan prospek perusahaan dibandingkan pihak pemegang saham. Manajer juga berkewajiban untuk memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan namun informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya sehingga hal ini memacu terjadinya konflik keagenan. Dalam kondisi yang demikian ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetris informasi. Konflik yang timbul antara manajer dan pemegang saham atau yang biasa disebut dengan masalah keagenan dapat meminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan tersebut sehingga timbul biaya keagenan (agency cost). Sehingga dengan adanya agency cost, diantaranya adanya kepemilikan saham oleh institusional dan kepemilikan manajemen oleh manajemen (Tendi Haruman, 2008). Legitimacy Theory Menurut Haniffa et al., (Sayekti dan Wondabio, 2007) Legitimacy Theory perusahaan memiliki kontrak dengan masyarakat untuk melakukan kegiatannya berdasarkan nilai-nilai justice, dan perusahan menanggapi berbagai kelompok kepentingan untuk melegitimasi tindakan perusahaan. Maka dari itu, perusahaan semakin menyadari bahwa kelangsungan hidup suatu perusahaan juga bergantung dengan hubungan masyarakat dan lingkungan sekitar perusahaan. Nasi, Philips, and Zyglidopoulos (dalam Nurhayati et al., 2006) mengatakan bahwa “Legitimacy theory focuses of the adequacy of corporate social behaviour”. Ini berarti bahwa society judge organisasi berdasarkan citra yang akan perusahaan ciptakan untuk perusahaan itu sendiri. Selanjutnya organisasi dapat menetapkan legitimasi mereka dengan memadukan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
5 anatar kinerja perusahaan dengan ekspektasi atau persepsi publik. Menurut (Nurhayati et al., 2006) ketika terdapat kesenjangan antara penghargaan dari masyarakat dan perilaku sosial perusahaan, maka akan muncul masalah legitimasi. Dengan adanya uraian teori yang telah dikemukakan di atas telah dijelaskan bahwa teori legitimasi tersebut merupakan salah satu teori yang mendasari pengungkapan CSR. Pengungkapan tanggunga jawab perusahaan dilakukan untuk mendapatkan nilai positif dan legitimasi dari masyarakat. Teori Stakeholder (Stakeholder Theory) Perusahaan tidak hanya sekedar bertanggungjawab terhadap para pemilik saham sebagaimana terjadi selama ini, namun bergeser lebih luas yaitu sampai ranah sosial kemasyarakatan, selanjutnya disebut dengan tanggung jawab sosial. Fenomena seperti ini terjadi karena adanya tuntutan dari masyarakat akibat negative externalities yang timbul serta ketimpangan sosial yang terjadi. Untuk itu, tanggung jawab perusahaan yang semula hanya diukur sebatas pada indikator ekonomi dalam laporan keuangan, kini harus bergeser dengan memperhitungkan faktor-faktor sosial terhadap stakeholder, baik internal maupun eksternal. Menurut Kasali (2005) stakeholder adalah semua pihak baik internal muapun eksternal yang memiliki hubungan baik bersifat mempengaruhi maupun dipengaruhi atau bersifat langsung maupun tidak langsung oleh perusahaan. Yang dimaksud pihak internal maupun eksternal seperti pemerintahan, perusahaan pesaing, masyarakat sekitar lingkungan internasional, lembaga di luar perusahaan (LSM dan sejenisnya), lembaga pemerhati lingkungan, para pekerja perusahaan, kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaanya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi perusahaan. Batasan stakeholder tersebut di atas mengisyaratkan bahwa perusahaan hendaknya memperhatikan stakeholder karena mereka adalah pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung atas aktivitas serta kebijakan yang diambil dan dilakukan perusahaan. Jika perusahaan tidak memperhatikan stakeholder bukan tidak mungkin akan menuai protes dan dapat mengeliminasi legitimasi stakeholder. Teori Kontrak Sosial Kontrak sosial muncul adanya interaksi dalam kehidupan sosial masyarakat agar terjadi keselarasan, keserasian dan keseimbangan, termasuk terhadap lingkungan. Perusahaan yang merupakan kelompok orang yang memiliki kesamaan tujuan dan berusaha mencapai tujuan secara bersamaan adalah bagian dari masyarakat dalam lingkungan yang lebih besar. Keberadaannya, sangat ditentukan oleh masyarakat dimana antara keduanya saling mempengaruhi. Untuk itu, agar terjadi keseimbangan maka perlu kontrak sosial baik secara eksplisit maupun implisit sehingga terjadi kesepakatan yang saling melindungi kepentingannya. Di sini perusahaan ataupun organisasi bentuk lain, memiliki kewajiban terhadap masyarakat untuk memberi kemanfaatan bagi masyarakat setempat. Interaksi perusahaan/ organisasi dengan masyarakat akan selalu berusaha untuk memenuhi dan mematuhi aturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat, sehingga kegiatan perusahaan dapat dipandang legitimasi. Nilai Perusahaan Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris. Tujuan utama perusahaan adalah untuk
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
6 meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Wahidawati, 2002). Nilai perusahaan pada dasarnya diukur dari beberapa aspek salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan, karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor atas keseluruhan ekuitas yang dimiliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Menurut Rika dan Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar. Alasannya karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi pemegang saham secara maksimum jika harga saham perusahaan meningkat. Dengan semakin tinggi nya harga saham, maka semakin tinggi pula keuntungan para pemegang saham, sehingga para investor akan memiliki minat yang tinggi, dengan adanya minat yang tinggi tersebut maka nilai perusahaan akan meningkat. Nilai perusahaan juga dapat dicapai dengan memaksimumkan jika para pemegang saham menyerahkan pengelolaan sepenuhnya kepada orang yang berkompeten. Para investor juga menggunakan rasio-rasio keuangan untuk mengetahui nilai pasar perusahaan, karena rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen untuk penilaian investor terhadap kinerja perusahaan pada masa lampau ataupun masa yang akan datang. Salah satu rasio yang digunkan untuk menilai pasar perusahaan adalah Tobin’s Q. Dengan menggunakan Tobin’s Q rasio tersebut dapat memberikan informasi paling baik, karena di dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004). Jadi, dengan semakin besarnya nilai pada Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik terhadap nilai perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004). Kepemilikan Manajemen Berdasarkan teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict. Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya suatu mekanisme yang diterapkan guna melindungi kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009). Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka dapat menimbulkan dugaan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat jika kepemilikan manajemen meningkat. Kepemilikan manajemen yang besar akan efektif untuk mengawasi aktivitas perusahaan. Shliefer dan Vishny (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Menurut Jensen dan Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang meningkat akan juga. Kepemilikan manajemen tidak hanya terhadap nilai perusahaan, tetapi juga berhubungan dengan saham. Maka dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dapat dipandang baik dalam menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham , sehingga permasalahan yang timbul antara agen dan prinsipal diasumsikan akan hilang apabila seseorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
7 Kepemilikan Institusional Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Selain kepemilikan manajemen yang dapat mengawasi secara efektif aktivitas perusahaan, keberadaan kepemilikan institusional juga dianggap mampu menjadi mekanisme pengawasan terhadap setiap keputusan yang diambil oleh pihak manajemen. Hal ini dikarenakan para investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan memanipulasi laba perusahaan. Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam mengawasi manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Pengawasan tersebut akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham, pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Dengan kepemilikan institusional yang tinggi maka akan menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat menghalangi perilaku opportunistic manajer. Institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Begitu juga penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain: 1.Memiliki profesionalisme dalam menganalisis informasi sehingga dapat menguji keandalan informasi. 2. Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan. Penelitian Smith (1996) (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) menunjukkan bahwa aktivitas monitoring institusi mampu mengubah struktur pengelolaan perusahaan dan mampu meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini didukung oleh Cruthley et al., (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) yang menemukan bahwa pengawasan yang dilakukan institusi mampu mensubstutisi biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat. Corporate social responsibility Tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) merupakan satu bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi, yang dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat secara lebih luas. Pertanggungjawaban sosial perusahaan juga diungkap dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya didalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) . Sustainability Reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi. Sustainability Reporting harus menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industri. Pengungkapan CSR berpengaruh pada nilai perusahaan. Hal ini sejalan dengan paradigma enlightened self-interest yang menyatakan bahwa stabilitas dan kemakmuran
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
8 ekonomi jangka panjang hanya dapat dicapai jika perusahaan melakukan tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan Menurut Hendriksen mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Suatu pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan suatu informasi tentang laporan wajib dilakukan oleh perusahaan berdasarkan peraturan atau standar tertentu. Selain itu ada yang bersifat sukarela (voluntary) yang merupakan pengungkapan informasi tambahan perusahaan. Setiap pelaku ekonomi selain berusaha untuk kepentingan pemegang saham dan berfokus pada pencapaian laba disamping itu juga mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar, dan hal itu perlu diungkapkan dalam laporan tahunan. Bapepam yang merupakan lembaga yang mengatur dan mengawasi pelaksanaan pasar modal dan lembaga keuangan di Indonesia telah mengeluarkan beberapa aturan tentang disclosure yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang go public. Peraturan ini dimaksudkan untuk melindungi para pemilik modal dari adanya asimetri informasi. Perusahaan dapat memberikan disclosure melalui laporan tahunan yang telah diatur oleh Bapepam (mandatory disclosure), maupun melalui pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) sebagai tambahan pengungkapan minimum yang telah ditetapkan. Di Indonesia, pengungkapan dalam laporan tahunan pada dasarnya telah diatur dalam PSAK No. 1. Selain diatur dalam PSAK No.1, pemerintah Indonesia melalui keputusan ketua Bapepam No: kep-134/BL/2006 juga mengatur mengenai pengungkapan informasi dalam laporan keuangan tahunan perusahaan di Indonesia. Sedangkan pengungkapan informasi yang diatur oleh pemerintah atau suatu lembaga yaitu Ikatan Akuntnasi Indonesia (IAI) merupakan pengungkapan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan yang telah go public. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan investor dari ketidakseimbangan informasi antara manajemen dengan pemegang saham dengan adanya kepentingan manajemen. Pengungkapan corporate social responsibility dalam penelitian ini menggunakan 78 item yang terbagi menjadi enam tema. 78 item tersebut terbagi didapatkan dari penelitian Eddy Rismanda Sembiring (2005) yang diperoleh dengan cara menyesuaikan item pengungkapan milik Hockson dan Milne yang semua terdiri dari 90 item pengungkapan dalam enam tema. Berdasarkan peraturan Bapepam no VIII.G.2 tentang laporan tahunan dan kesesuaian item tersebut untuk aplikasi di indonesia, maka penyesuaian kemudian dilakukan. 12 item dihapuskan karena kurangnya sesuai untuk diterapkan di Indonesia, sehingga total tersisa 78 item pengungkapan. Menurut Sayekti dan Wondabio (2007) juga terdapat 78 item dari 6 tema yaitu terdiri dari lingkungan, energi, tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat dan umum. Pengembangan Hipotesis Pengaruh Kepemilikan Manajemen Terhadap Nilai Perusahaan Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Pawestri (2006) menemukan bahwa kepemilikan manajerial memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Hubungan antara kepemilikan manajerial dan nilai perusahaan adalah hubungan nonmonotonic yang muncul karena adanya insentif yang dimiliki oleh manajer dan mereka berusaha melakukan pensejajaran kepentingan dengan outsider ownership dengan cara meningkatkan kepemilikan saham mereka jika nilai perusahaan meningkat. Sementara itu menurut Tendi Haruman (2008) menyimpulkan bahwa semakin tinggi proporsi kepemilikan manajerian maka akan menurunkan market value. Sehingga hipotesis penelitian yang diungkapkan adalah :
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
9 H1
:
Kepemilikan Manajemen berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Nilai Perusahaan Kepemilikan institusional, dimana umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang mengawasi perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan dan diharapkan juga dapat bertindak sebagai pencegahan terhadap pemborosan yang dilakukan oleh manajemen (Faizal, 2004). Begitu pula menurut Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Keberadaan institusional justru menurunkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. Akibatnya pasar saham mereaksi negatif yang berupa turunnya volume perdagangan saham dan harga saham, sehingga menurunkan nilai pemegang saham. Menurut Wahyudi dan Pawestri (2006) semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi perilaku opportunistic manajer yang dapat mengurangi agency cost yang diharapkan akan meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Sehingga hipotesis penelitian yang diungkapkan adalah : H2
:
Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap positif Nilai Perusahaan.
Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan dapat memberikan kontribusi terhadap kinerja keuangan. Hal ini dikarenakan dalam pengambilan keputusan, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai masalah sosial dan lingkungan jika perusahaan ingin memaksimalkan hasil keuangan jangka panjang yang nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Semakin luas pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan ternyata memberikan pengaruh terhadap volume perdagangan saham perusahaan dimana terjadi lonjakan perdagangan pada seputar publikasi loparan tahunan sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Sehingga hipotesis penelitian yang diungkapkan adalah : H3
:
Corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2012. Pengambilan objek populasi dalam penelitian ini dengan menggunakan data cross section yaitu data yang terdiri dari beberapa objek yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu. Sedangkan pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling dengan tujuan mendapatkan sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria sampel yang akan digunakan adalah sebagai berikut: (1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2012. (2) Menerbitkan laporan tahunan lengkap pada tahun 2012. (3)Memiliki data yang lengkap terkait dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu yang memiliki pengungkapan Corporate Social Responsibility, kepemilikan manajemen dan kepemilikan institusional.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
10 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Independen a. Kepemilikan Manajemen Kepemilikan manajemen adalah persentase kepemilikan saham oleh direksi, manajemen, komisaris maupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009). KM =
saham yang dimiliki oleh manajer ,dewan direksi dan manjemen total jumlah saham yang beredar
b. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan lain (Tarjo, 2008). konsentrasi kepemilikan pada pihak luar perusahaan berpengaruh positif pada nilai perusahaan. Adapun rumus yang diperoleh :
KI =
saham yang dimiliki oleh institusi atau perusahaan lain total jumlah saham yang beredar
c. Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibility yang diperoleh dari laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan corporate social responsibility dalam penelitian ini menggunakan 78 item yang terbagi menjadi enam tema. Menurut Sayekti dan Wondabio (2007) juga terdapat 78 item dari 6 tema yaitu lingkungan, energi, tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum. Tujuh puluh delapan item tersebut kemudian disesuaikan kembali dengan masing-masing tema sehingga item pengungkapan yang diharapkan dari setiap tema berbeda-beda. Corporate social responsibilty diukur dengan menggunakan variabel dummy yaitu: Score 0 : Jika perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan. Score 1 : Jika perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan. Pengukuran kemudian dilakukan berdasarkan indeks pengungkapan masing-masing perusahaan yang dihitung melalui jumlah item yang sesungguhnya diungkapkan perusahaan dengan jumlah semua item yang mungkin diungkapkan (Bambang Suripto, 1999), yang dinotasikan dalam rumus sebagai berikut: 𝑛
CSD = 𝑘
keterangan: CSD = indeks pengungkapan perusahaan n = jumlah item pengungkapan yang dipenuhi k = jumlah semua item yang mungkin dipenuhi Variabel Dependen Nilai Perusahaan Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Nilai Perusahaan. Nilai perusahaan dapat dilihat dari segi analisis laporan keuangan berupa rasio keuangan dan dari segi perubahan harga saham. Pada penelitian ini, nilai perusahaan diukur menggunakan Tobin’s Q. Variabel ini telah digunakan oleh Suranta dan Midiastuty (2003) dan Rika dan Islahudin (2008).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
11 Menurut White et al. (2002) dalam Etty Murwaningsari (2009). Tobins’Q dapat dirumuskan sebagai berikut: Q=
𝐸𝑀𝑉+𝐷 𝐸𝐵𝑉+𝐷
Keterangan : Q = Nilai perusahaan EMV = Nilai pasar ekuitas (EMV = clossing price x total jumlah saham yang beredar) EBV = Nilai buku dari total ekuitas (EBV = total aset – total kewajiban) D = Nilai buku dari total hutang HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu, kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, corporate social responsibility dan nilai perusahaan. Tabel 1 Statistik Deskriptif Variabel Nilai Perusahaan
Minimum 0.4170
Maximum 11.9685
Mean 1.9088
Std. Deviation 1.8813
Kepemilikan Manajemen
0.0000
0.7391
0.0608
0.1600
Kepemilikan Institusional Corporate Social Responsibility
0.0000
0.9896
0.6283
0.2708
0.3205
0.5897
0.4472
0.0599
Sumber: Hasil olah data SPSS
Berdasarkan Tabel 1 menyajikan ringkasan statistik deskriptif untuk setiap variabel yang digunakan dalam model penelitian, yang penjelasannya sebagai berikut : Nilai perusahaan memiliki nilai rata-rata sebesar 1,9088 dan nilai standar deviasi sebesar 1,8813 serta nilainya berkisar antara 0,4170 sampai 11,9685. Nilai minimum nilai perusahaan sebesar 0,4170 yaitu oleh PT. Intanwijaya Internasional Tbk. Sedangkan nilai maximum nilai perusahaan sebesar 11,9685 yaitu oleh PT HM Sampoerna Tbk. Menurut Rika dan Ishlahuddin (2008), nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar. Alasannya karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran atau keuntungan bagi pemegang saham secara maksimum jika harga saham perusahaan meningkat. Dengan semakin tingginya harga saham, maka semakin tinggi pula keuntungan para pemegang saham, sehingga para investor akan memiliki minat yang tinggi, dengan adanya minat yang tinggi tersebut maka nilai perusahaan akan meningkat. Kepemilikan Manajemen memiliki nilai rata-rata sebesar 0,0608 dan nilai standar deviasi sebesar 0,1600 serta nilainya berkisar antara 0,0000 sampai 0,7391. Nilai minimum Kepemilikan Manajemen sebesar 0,0000 ada 53 perusahaan. Sedangkan nilai maximum Kepemilikan Manajemen sebesar 0,7391 yaitu oleh PT Saranacentral Bajatama Tbk. Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009). Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka dapat menimbulkan dugaan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat jika kepemilikan manajemen meningkat. Kepemilikan manajemen yang besar akan efektif untuk mengawasi aktivitas perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
12 Kepemilikan Institusional memiliki nilai rata-rata sebesar 0,6283 dan nilai standar deviasi sebesar 0,2708 serta nilainya berkisar antara 0,0000 sampai 0,9896. Nilai minimum Kepemilikan Institusional sebesar 0,0000 ada 4 perusahaan yaitu PT Saranacentral Bajatama Tbk, PT Kimia Farma Tbk, PT Krakatau Steel Tbk dan PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Sedangkan nilai maximum Kepemilikan Institusional sebesar 0,9893 yaitu oleh PT Bentoel Internasional Investama Tbk. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Selain kepemilikan manajemen yang dapat mengawasi secara efektif aktivitas perusahaan, keberadaan kepemilikan institusional juga dianggap mampu menjadi mekanisme pengawasan terhadap setiap keputusan yang diambil oleh pihak manajemen. Corporate Social Responsibility memiliki nilai rata-rata sebesar 0,4472 dan nilai standar deviasi sebesar 0,0599 serta nilainya berkisar antara 0,3205 sampai 0,5897. Nilai minimum Corporate Social Responsibility sebesar 0,3205 yaitu pada perusahaan PT. Star Petrochem Tbk. Sedangkan nilai maximum Corporate Social Responsibility sebesar 0,5897 yaitu oleh PT Eterindo Wahanatama Tbk. Menurut Hendriksen (dalam Rika dan Ishlahuddin, 2008), mendefinisikan pengungkapan (disclosure) sebagai penyajian informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal yang efisien. Suatu pengungkapan ada yang bersifat wajib (mandatory) yaitu pengungkapan suatu informasi tentang laporan wajib dilakukan oleh perusahaan berdasarkan peraturan atau standar tertentu. Semakin besar nilai corporate social responsibility artinya perusahaan lebih banyak mengungkap item-item Corporate Social Responsibility. Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal, salah satunya dengan menggunakan uji analisis one sample kolmogorov-smirnov test. Tabel 2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual 67 .0000000 .64140189 .118 .118 -.085 .966 .309
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber : Hasil olah data SPSS
Berdasarkan Tabel 2 hasil dari uji one sample kolmogorov-smirnov yaitu terlihat bahwa nilai one sample kolmogorov-smirnov sebesar 0,966 dengan tingkat probabilitas signifikansi sebesar 0,309. Karena nilai signifikan diatas 0,05, berarti hal itu menunjukkan bahwa data variabel penelitian terdistribusi normal karena tingkat signifikansinya > 0,05. Dengan kata lain, model regresi yang digunakan memenuhi asumsi normalitas.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
13 b. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan korelasi antara variabel bebas(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independennya. Identifikasi secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan menghitung Variance Inflation Factor (VIF). Tabel 3 Uji Multikolinieritas Tolerance 0.800 0.795 0.989
Variabel Kepemilikan Manajemen Kepemilikan Institusional Corporate Social Responsibility Sumber : Hasil olah data SPSS
VIF 1.250 1.258 1.011
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh hasil bahwa nilai VIF pada seluruh variabel bebas kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,1 artinya seluruh variabel penelitian tidak ada gejala multikolinier, dimana jika VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10 maka tidak terjadi gejala Multikolinearitas. c. Uji Autokorelasi Untuk menguji variabel-variabel yang diteliti, apakah terjadi autokorelasi atau tidak, dapat digunakan dengan uji Durbin Watson yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung dengan dL dan dU yang ada dalam tabel. Tabel 4 Uji Autokorelasi Durbin-Watson 1.906
Std. Error of the Estimate 0.537 Sumber : Hasil olah data SPSS
Berdasarkan Hasil uji autokorelasi pada tabel 4 menunjukkan nilai DW sebesar 1,971. Berdasarkan table DW dengan jumlah sample n = 67 dan jumlah variabel bebas k = 3 diperoleh nilai dL = 1,503 dan dU = 1,696. Nilai DW 1,971 terletak antara dU (1,696) dan 4dU (2,304) dengan demikian dapat dianggap bahwa asumsi tidak terjadi autokorelasi dapat dipenuhi. d. Uji Heterokedastisitas Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Tabel 5 Uji Heteroskedastisitas Unstandardized Coefficients
Model
1
Standardized Coefficients
T
Sig.
.719
0.475
Std. Error 0.371
Beta
(Constant)
B 0.267
Kepemilikan Manajemen
-0.669
0.349
-0.265
-1.916
0.060
-0.275
0.214
-0.185
-1.287
0.203
0.988
0.865
0.147
1.142
0.258
Kepemilikan Institusional Corporate Social Responsibility Sumber : Hasil olah data SPSS
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
14 Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa nilai signifikansinya untuk variabel kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan corporate social responsibility lebih dari 5%, ini berarti bahwa tidak ada hubungan variabel kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan corporate social responsibility dengan nilai residunya, maka penelitian ini tidak terdapat gejala heteroskedastisiitas pada penelitian ini, karena tingkat signifikansinya > 0,05. Uji Hipotesis Hasil perhitungan dengan komputer dengan aplikasi program SPSS 20.0 (Statistical Program for Social Science) adalah sebagai berikut:
Variabel bebas Constant Kepemilikan Manajemen Kepemilikan Institusional Corporate Social Responsibility Variabel Terikat Adjusted R Square R Square F Hitung Sumber : Hasil olah data SPSS
Tabel 6 Analisis Regresi Linier Berganda B t hitung -0.147 1.289 2.245 -0.383 -1.091 1.880 3.322 Nilai Perusahaan 0,380 0,409 14,511 Sig : 0,000
Sig.
Keterangan 0.028 0.280 0.001
Signifikan Tidak Signifikan Signifikan
Berdasarkan Tabel 6 diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut : Y = -0,147 + 1,289KM – 0,383KI + 1,880CSR Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari Goodness of fit. Secara statistik, setidaknya dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, statistik uji F dan nilai statistik uji t a. Koefisien determinasi Koefisien Determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependent. Nilai Koefisien Determinasi adalah antara nol dan satu. Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 0,380, yang berarti bahwa kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan corporate social responsibility mampu mempengaruhi nilai perusahaan sebesar 38,0%. b. Uji F Uji F ini digunakan untuk menguji pengaruh kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional, dan corporate social responsibility secara bersama signifikan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan hasil yang diperoleh didapatkan Fhitung 14,511 dengan tingkat signifikan 0,000. Yang berarti bahwa tingkat signifikan 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti bahwa kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional fan corporate social responsibility secara signifikan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. c. Uji t Uji t pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh dari variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Dilakukan untuk menguji tingkat signifikan pada pengaruh variabel independen yaitu kepemilikan manajemen, kepemilikan institusional dan corporate social responsibility terhadap variabel dependen yaitu nilai perusahaan. Hasil yang diperoleh bahwa variabel kepemilikan manajemen dan corporate social responsibility berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan mempunyai nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Sedangkan variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan mempunyai nilai signifikansi lebih besar dari 0,05.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
15
Interpretasi Hasil Prosentase Kepemilikan Manajemen Variabel Kepemilikan Manajemen memiliki nilai yang signifikan terhadap nilai perusahaan dengan nilai sig 0,028 < 0,05, yang berarti nilai sig 0,028 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H1 yaitu “Kepemilikan Manajemen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan” diterima. Kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Diyah dan Erman, 2009). Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka dapat menimbulkan dugaan bahwa nilai perusahaan dapat meningkat jika kepemilikan manajemen meningkat. Kepemilikan manajemen yang besar akan efektif untuk mengawasi aktivitas perusahaan. Selain itu, semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka berkurang kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan. Dengan kepemilikan manajemen yang tinggi juga mengakibatkan kinerja para manajemen yang maksimal, sehingga kepemilikan saham yang dimiliki oleh dewan direksi, manajemen, manajer dapat meningkatkan mekanisme nilai perusahaan. Sebab, kepemilikan manajemen yang tinggi selain berhubungan dengan nilai perusahaan juga berhubungan dengan meningkatnya saham perusahaan, sehingga banyak investor yang menginvestasikan sahamnya kepada perusahaan sehingga dapat juga meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini didukung dengan penelitian Wahyudi dan Pawesti (2006) tentang implikasi struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan dengan keputusan keuangan sebagai variabel intervening dengan sampel perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEJ tahun 2003 dan tahun 2002 sebagai komperasinya yang menemukan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Prosentase Kepemilikan Institusional Variabel Kepemilikan Institusional memiliki nilai yang tidak signifikan terhadap nilai perusahaan dengan nilai sig 0,280 > 0,05 menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional tidak signifikan karena nilai sig 0,280 lebih besar dari 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa H2 yaitu “ Kepemilikan Institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan “ ditolak. Berarti bahwa dengan adanya kepemilikan institusional yang tinggi dapat berdampak pada penurunan harga saham perusahaan dipasar modal sehingga kepemilikan institusional belum mampu menjadi mekanisme yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. Sebab, kepemilikan institusional memiliki kecenderungan berpihak pada manajemen dan mengarah pada kepentingan pribadi sehingga mengabaikan pemegang saham minoritas. Kepemilikan institusional juga hanya berfokus pada laba saat ini, sehingga jika laba saat ini tidak memberikan keuntungan yang baik oleh pihak institusional maka pihak institusional akan menarik sahamnya dari perusahaan dan mengakibatkan penururnan terhadap nilai perusahaan. Akibatnya pasar saham mereaksi negatif yang berupa turunnya volume perdagangan saham dan harga saham, sehingga menurunkan nilai pemegang saham Oleh karena itu dengan kepemilikan institusional yang tinggi belum tentu meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian ini didukung oleh penelitian Wahyudi dan Pawesti (2006) yang menemukan bhawa meskipun kepemilikan institusional tinggi namun tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, Namun penelitian ini tidak mendukung penelitian dari Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi keuangan maka semakin besar pula kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
16 Prosentase Corporate Social Responsibility Variabel Corporate social responsibility memiliki nilai yang signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Dengan nilai sig sebesar 0,001 < 0,05 yang berarti bahwa nilai sig 0,001 lebih kecil dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa variabel corporate social responsibility signifikan terhadap nilai perusahaan. Dengan demikian H3 “Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap Nilai Perusahaan “ diterima. Hasil ini dikarenakan dalam pengambilan keputusan, perusahaan harus mempertimbangkan berbagai masalah sosial dan lingkungan jika perusahaan ingin memaksimalkan hasil keuangan jangka panjang yang nantinya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Semakin luas pengungkapan sosial yang dilakukan perusahaan dalam laporan tahunan ternyata memberikan pengaruh terhadap volume perdagangan saham perusahaan dimana terjadi lonjakan perdagangan pada seputar publikasi loparan tahunan sehingga meningkatkan nilai perusahaan. Terjadinya lonjakan perdagangan juga mengakibatkan meningkatnya jumlah laba, karena meningkatnya penjualan dan pengungkapan tanggung jawab social yang banyak, dan akan mengakibatkan investor tertarik untuk menginvestasikan sahamnya ke perusahaan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, hal ini diakibatkan karena dengan adanya pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang tinggi maka akan direspon positif oleh investor sehingga banyak investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut yang menyebabkan meningkatnya nilai perusahaan Penelitian ini mendukung penelitian dari Rika dan Islahuddin, (2008) mengemukakan bahwa Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara berkelanjutan jika perusahaan memperhatikan dimensi ekonomi, sosial dan lingkungan hidup karena keberlanjutan merupakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan ekonomi, lingkungan dan masyarakat SIMPULAN DAN KETERBATASAN Simpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan yang digunakan sesuai dengan tujuan hipotesis yang dilakukan dengan analisis regresi linier berganda. Dari tiga hipotesis yang diajukan, ada satu hipotesis yang ditolak dan dua hipotesis diterima. (1)Variabel kepemilikan manajemen berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, diterima. Yang berarti bahwa semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka berkurang kecenderungan manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga mengakibatkan kenaikan nilai perusahaan. Kepemilikan manajemen yang tinggi juga mengakibatkan kinerja para manajemen yang maksimal, sehingga kepemilikan saham yang dimiliki oleh dewan direksi, manajemen, manajer dapat meningkatkan mekanisme nilai perusahaan. (2)Variabel kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, ditolak. Yang berarti bahwa dengan adanya kepemilikan institusional yang tinggi dapat berdampak pada penurunan harga saham perusahaan dipasar modal sehingga kepemilikan institusional belum mampu menjadi mekanisme yang dapat meningkatkan nilai perusahaan. (3) Variabel corporate social responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan, diterima. Aktivitas CSR diyakini sebagai sarana untuk meningkatkan citra perusahaan sehingga diharapkan dapat berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang tinggi maka akan direspon positif oleh investor sehingga banyak investor yang berinvestasi pada perusahaan tersebut yang menyebabkan meningkatnya nilai perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
17 Keterbatasan Keterbatasan utama dalam penelitian ini yaitu (1) Data populasi dalam penelitian ini hanya perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya pada tahun 2012. (2) Data yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar berupa data laporan tahunan perusahaan dan data yang diperoleh dari ICMD sehingga tidak semua item di dalam daftar pengungkapan social diungkapkan secara jelas sebagaimana di dalam laporan keberlanjutan. (3) Daftar item pengungkapan corporate social responsibility hanya berdasarkan peraturan BAPEPAM, dan diperoleh menurut Sayekti dan Wondabio (2007). DAFTAR PUSTAKA Diyah, P dan W. Erman. 2009.Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan Keputusan Keuangan sebagai Variabel Intervening. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi Ventura 2(1): 71-86. Faizal. 2004. Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII Denpasar Bali. 2-3 Desember. Farshid, N. dan V. Naiker. 2006. Institutional ownership and Corporate Value. Journal of Managerial Finance 32(1): 247-256. Haruman, T. 2008.Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap Keputusan Keuangan dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XI Pontianak. Hendriksen, E.S. dan B. Michael. 2000.Teori Akunting. Edisi 5. Interaksara. Batam. Jensen, M. dan W. Meckling. 1976.Theory of the firm managerial behavior, agency costs and ownership structure. Journal of Financial Economics 3: 305-60. Kasali, R. 2005. Manajemen Public Relations Konsep dan Aplikasi Di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Murwaningsih, E. 2009. Hubungan Corporate Governance, Corporate Social Responsibility dan Corporate Financial Performance dalam Satu Continum. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 11(1). Nurhayati, R. et al. 2006. Natural Environment Disclosures of Indonesian Listed Company. Paper Submission at AFAANZ Conference. Welington New Zealand. Juli 2006. Nugroho, Y .2005. Tanggungjawab dan Keberlanjutan. http://audentis.wordpress.com/.28 Desember 2009. Nurlela, R. dan Ishlahuddin. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak. Rejeki, S. 2007. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan Rasio Perputaran Persediaan Terhadap Pemilihan Metode Persediaan pada Perusahaan Manufaktur Go Public di BEJ Skripsi Tidak Dipublikasikan. Fakultas Ekonomi. Universitas Semarang. Semarang. Sayekti, Y. dan L.S. Wondabio. 2007. Pengaruh CSR Disclosure Terhadap Earning Response Coefficient. Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar 26-28 Juli. Siallagan, H. dan M. Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.23-26 Agustus 2006. Sukamulja. 2004. Good Corporate Governance di Sektor Keuangan: Dampak GCG Terhadap Kinerja Perusahaan (Kasus di Bursa Efek Jakarta). Benefit 8(1): 1-25. Suranta, E. dan P.P. Midiastuty. 2003. Analisis Hubungan Struktur Kepemilikan Manajerial, Nilai Perusahaan dan Investasi dengan Model Persamaan Linear Simultan. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 6(1): 54-68. Suripto, B. 1999. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Sukarela dalam Laporan Tahunan. Simposium Nasioanal Akuntansi. Malang.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 1 (2014)
18 Tarjo. 2008. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusiona dan Leverage Terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang saham serta Cost of Equity Capital. Simposium Nasioanal Akuntansi XI. Pontianak. Wahidawati. 2002. Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan: Sebuah Perspektif Theory Agency. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 5(1): 1-16. Wahyudi, U. dan P.H. Pawestri. 2005. Implikasi Struktur Kepemilikan Terhadap Nilai Perusahaan : Dengan Keputusan Keuangan Sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang 23-26 Agustus. Wening, K. 2009. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Jakarta.
●●●
.