2014 MANAJEMEN PEMBIAYAAN RUMAH SAKIT
LISMARYANTI 2013-31-161
Manajemen Pembiayaan Rumah Sakit Penilaian Investasi pada Rumah Sakit Dosen : Bpk.Abdurrahman
Latar Belakang
Sebagaimana suatu industri yang mempunyai struktur fixed cost yang tinggi, rumah sakit menghadapi problem dalam investasi dan pengembangan program. Problem ini terjadi apabila sumber daya subsidi pemilik/pemodal berkurang. Sementara Misi rumah sakit menununtut agar dalam memberikan pelayanan, rumah sakit dituntut untuk melayani masyarakat tanpa membedakan status ekonominya. Akan tetapi disisi lain kemampuan untuk melakukan pelayanan kesehatan kepada masyarakat ekonomi lemah terkadang terhalang oleh system birokrasi dan sistem reimbursement dari pemerintah yang kurang cepat. Akibatnya terjadi berbagai isu ekonomi yang berkaitan dengan tarif rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Pada prinsipnya tarif yang ada, cost-recovery-nya tidak memungkinkan rumah sakit pemerintah untuk berkembang. Kebutuhan untuk berkembang ini semakin tinggi karena persaingan antar rumah sakit semakin besar. Fenomena yang menarik yaitu adanya rumah sakit yang tidak mampu mengembangkan diri, ibarat seseorang yang masuk lumpur pasir, semakin berusaha akan semakin terpuruk. Jika suatu rumah sakit secara ekonomis tidak menarik bagi stafnya, mutu pelayanan akan semakin turun. Hal ini berakibat menurunnya jumlah pasien atau melayani pasien yang terbatas kemampuan membayar dan tuntutannya.
Landasan Teori : Kriteria Penilaian Investasi A. Konsep Nilai Waktu Uang Investasi pada umumnya memerlukan jangka waktu yang panjang, untuk itu perlu dinilai apakah investasi tersebut dapat memberikan seberapa besar kelayakannya. Untuk itu perlu konsep nilai waktu uang ”time value of money ” dan beberapa metode penilaiannya. Nilai waktu uang pada dasarnya membahas tentang bunga ”interest ” menurut Riggs dkk yang dikutip Robert J.K. (1997) ada dua macam bunga, yaitu bunga biasa ”simple interest ” dan bunga majemuk ”compount interest ”
1.
Bunga Biasa Bunga biasa adalah perhitungan bunga yang sederhana dengan menggunakan formula
sebagai berikut. I=pin Keterangan : P
= jumlah atau nilai sekarang
F
= jumlah atau nilai yang akan datang
i
= tingkat bunga pada suatu periode
n
= waktu
Bila suatu rumah sakit meminjam sejumlah uang P dengan bunga i maka uang yang harus dikembalikan adalah : F (harga yang akan datang) = P + i = P + P i n P(1+in)
RS.X meminjam uang Rp. 1.000,00 dengan bunga i = 20 % per tahun. Tiga bulan atau ¼ tahun kemudian uang dikembalikan. Berapa besarnya ? F = P ( 1 + ¼ . 20 % ) = 1.000 ( 1 + 0,05 ) = Rp. 1.050,00 Bagaimana bila pengembaliannya selama 2 tahun F = P ( 1 + 2 . 20 % ) = 1.000 ( 1 + 0,40 ) = Rp. 1.400,00 2.
Bunga Majemuk Bunga yang didapat pada suatu periode dibungakan lagi sehingga berlipat (majemuk) Pada kasus di atas untuk pengembalian 2 tahun Pada tahun pertama F1 = 1.000 ( 1 + 20 % ) = Rp. 1.200,00 Pada tahun kedua
F2 = 1.200 ( 1 + 20 % ) = Rp. 1.440,00
Ada penambahan sebesar Rp. 40,00 dibandingkan dengan bunga biasa, angka ini merupakan penggandaan bunga dari tahun pertama sebesar 20 % . Rp. 200,00 Bila dilihat dengan rumus menjadi Tahun pertama
= F1 = P ( 1 + i )
Tahun kedua
= F2 = F1 ( 1 + i ) = P (1+i)(1+i) = P (1+i)2
Tahun ketiga
= F3 = F2 ( 1 + i ) = P (1+i)3
…………………….. Tahun ke-n
= Fn = P (1+i)n
B.
Nilai Sekarang Nilai sekarang ”present value ” menunjukkan berapa nilai uang pada saat ini untuk nilai
tertentu di masa yang akan datang. Apabila sejumlah uang yang diinginkan A pada waktu 1 tahun lagi dan PV menunjukkan jumlah uang yang ditabung serta i merupakan tingkat bunga, maka A = PV ( 1 + i ) PV = Bila harga TV pada 1 tahun mendatang sebesar Rp. 500.000,00 dan tingkat bunga 15 % per tahun. Berapa uang yang harus ditabung saat ini ? 500.000 PV = ————— = Rp. 432.483,00 ( 1 + 0,15 )
Nilai sekarang pada 2 tahun mendatang menjadi
PV =
PV = An
1 PV = 500.000 [ --------------- ] = Rp. 378.072,00 ( 1 + 0,15 )2
i=
C. Metode Penilaian Investasi Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai suatu investasi, yaitu npv, irr, dan pi. Misal suatu proyek memerlukan investasi untuk aktiva tetap Rp. 800 juta dan untuk modal kerja Rp. 200 juta. Aktiva tetap ditaksir memiliki usia ekonomis
8 tahun tanpa nilai
sisa dan disusut dengan metode garis lurus. Biaya operasional tunai diperkirakan Rp. 1.000 juta. Penghasilan dari penjualan ditaksir Rp 1.500 juta. Bila pajak penghasilan 35 % layakkah proyek tersebut ? Untuk menyelesaikan persoalan di atas terlebih dahulu ditentukan laporan laba/rugi sebagai berikut.
LAPORAN LABA/RUGI Pemasukan Penghasilan dari penjualan
= Rp. 1.500 juta
Pengeluaran Operasional tunai Penyusutan
= Rp. 1.000 juta
= 800/8 = Rp. 100 juta
= Rp. 1.100 juta Laba sebelum pajak
= Rp. 400 juta
Pajak 35 %
= Rp. 140 juta
Laba setelah pajak
= Rp. 260 juta
Aliran kas per tahun (proceed) = Rp. 360 juta
= laba + penyusutan = Rp. 260 juta + Rp. 100 juta
1.
Metode ”Net PresentVvalue ” Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang
penerimaan-penerimaan kas bersih (operasional maupun terminal aliran kas) di masa yang akan datang bernilai positif.
NPV = P + + + …… + 360
360
360 + 200
NPV = 1.000 + —— + ——- + ……. + ————(1+i)
(1+i)2
(1+i)8
Bila bunga diketahui sebesar 25 % maka
NPV = 1.000 + 1.232,04 = Rp. 232,04 juta
Karena positif, maka proyek diterima atau layak
1. 2.
Metode ”Internal Rate of Return ”
Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa-masa yang akan datang. Apabila tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga yang relevan (tingkat keuntungan yang disyaratkan ”MARR”)
P
= + + …… +
360
360
360 + 200
1.000 = —— + ——- + ……. + ———— (1+i)
(1+i)2
(1+i)8
Bila MARR = 25 % dan nilai bunga hasil trial and error = 33 % diperoleh sisi kanan persamaan Rp 999,99 juta. Suatu angka yang tepat bila IRR = 33 %. Karena IRR lebih besar dari MARR maka proyek diterima atau layak.
1. 3.
Metode ”Profitability Index ”
Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih di masa datang dengan nilai sekarang investasi. Kalau PI lebih besar dari 1, maka proyek diterima atau layak.
1.232,04 Profitability Index = ———- = 1,232 1.000 Karena PI lebih besar dari 1 maka proyek diterima atau layak.
Permasalahan Trend yang terjadi pada sepuluh tahun terakhir menunjukkan tingkat kepedulian pemilik/pemodal investasi manajemen korporasi yang tinggi terhadap kepentingan stakeholders, hal ini memunculkan istilah Return On Capital Employed (ROCE), ROCE adalah bagaimana suatu korporasi mengolah dana investasi yang diberikan oleh pemodal untuk diputarkan dalam operasional korporasi, sehingga setelah dikurangi dengan biaya operasional, biaya pajak, biaya depresiasi, biaya investasi dan pembagian deviden akan didapat Free Cash Flow (FCF) yang sesungguhnya bagi korporasi tersebut. Dari paragraf diatas yang paling sulit bagi manajemen suatu korporasi adalah menyisihkan biaya investasi untuk kepentingan pengembangan bisnisnya, sehingga yang terjadi adalah korporasi sudah dapat melaksanakan pembagian deviden bagi stakeholders namun bisnisnya mengalami stagnasi atau jalan ditempat karena tidak mampu menjalankan re-investasi.
Pemecahan Masalah Kondisi tersebut diatas juga terjadi pada industri rumah sakit, banyak pengelola rumah sakit yang mengeluhkan akan ketidakmampuan dalam hal ber re-investasi dengan alasan tidak memiliki dana berlebih sehingga mereka takut untuk menambah struktur modal investasi dengan cara meminjam dana dari pihak Bank, hal inilah yang menjadi ide awal munculnya konsep
Kerja
Sama
Operasional
(KSO)
dalam
pengelolaan
bisnis
Rumah
Sakit.
Investasi rumah sakit merupakan investasi yang aman. Banyak para pemilik modal perseorangan maupun sekelompok orang belum mengetahui hal tersebut. Pihak Rumah Sakit, selalu mengkaitkan pengembangan rumah sakit dengan perubahan struktur neraca yang otomatis berhubungan langsung dengan struktur modal milik mereka sendiri. Dasar dari konsep KSO sendiri adalah penggabungan kebutuhan pengembangan rumah sakit, dengan investasi para pemilik modal di luar rumah sakit sehingga tercapai sebuah kerja sama yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, tanpa merubah struktur modal maupun kepemilikan saham pada rumah sakit tersebut.
Sebagai firma, rumah sakit harus membuat keputusan investasi. Sebagai contoh, pada akhir dekade 1990-an Direksi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dihadapkan pada keputusan penting, apakah akan membangun rumah sakit baru untuk mengatasi semakin padatnya rumah sakit lama yang berada di jantung kota Yogyakarta. Keputusan membangun rumah sakit baru ini membutuhkan pertim-bangan yang benar. Andaikata salah memutuskan ada kemungkinan RS PKU akan kesulitan cash-flow dan akan berakibat buruk. Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. Sardjito mendapatkan soft-loan dari pemerintah Austria dalam bentuk pembangunanCentral Operating Theatre dengan teknologi mutakhir berlantai lima. Rumah Sakit (RS) Tabanan di Bali bermaksud memperluas bangsal VIP yang ada. Banyak rumah sakit yang akan membeli USG baru untuk meng-gantikan USG yang lama. Para manajer rumah sakit-rumah sakit tersebut membutuhkan keterampilan investasi agar keputusan yang diambil tidak salah. Sebagaimana keputusan perorangan, direksi rumah sakit dalam memutuskan investasi sebenarnya berada dalam ketidakpastian. Apakah dengan mengembangkan bangsal VIP baru, nantinya penduduk Tabanan akan menggunakannya? Dalam hal ini perlu pemahaman akan tahap-tahap dalam keputusan investasi. Menurut Handaru (1996) tahap-tahap dalam keputusan investasi meliputi: a) Penentuan tujuan. Organisasi atau perusahaan yang bersangkutan harus menentukan tujuan yang hendak dicapai secara jelas. Misalnya, memaksimalkan laba, memaksimalkan tingkat pertum-buhan, penguasaan pasar, kepuasan pelanggan, atau sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan. b) Perkiraan biaya proyek dan biaya operasi. Biaya investasi awal harus diperkirakan. Begitu pula biaya-biaya operasi yang akan dikeluarkan selama umur investasi. Untuk dapat memperkirakan biaya-biaya tersebut, pemahaman mengenai perilaku biaya sangat diperlukan. c) Perkiraan permintaan. Memperkirakan permintaan diperlukan untuk mengestimasi jumlah penerimaan (pendapatan operasi) yang diterima rumah sakit pada setiap periode selama umur investasi. Pada saat memperkirakan permintaan ini, unsur ketidak-pastian muncul. Dalam kasus di rumah sakit, ketidak-pastian ini terkait dengan berbagai faktor demand, termasuk perubahan pola penyakit ataupun perilaku dokter.
d) Perhitungan tambahan aliran kas bersih. Aliran kas bersih perlu dihitung setelah mengetahui taksiran penerimaan, pengeluaran, pajak, dan biaya non-tunai yang dicadangkan. Prinsip yang digunakan dalam penghitungan aliran kas bersih antara lain, sesudah pajak dan merupakan aliran kas tambahan (incremental cash flows). e) Perhitungan nilai sekarang aliran kas. Dengan menentukan taksiran aliran kas dengan suatu tingkat biaya modal perusahaan atau proyek, akan didapatkan nilai sekarang dari seluruh aliran kas yang dihasilkan proyek selama umur investasi. Menarik untuk dicermati dalam kasus investasi, misalnya di RSUP Dr. Sardjito dalam hal soft-loan dari pemerintah Austria. Dalam hal ini RSUP pendidikan berfungsi pula sebagai pusat pengem-bangan ilmu kedokteran. Alasan sebagai tempat pengembangan ilmu ini sering dipakai untuk melakukan pengembangan baru dengan teknologi baru yang mahal, tetapi tidak menggunakan kaidah-kaidah investasi. Investasi pengembangan Central Operating Theatre lima lantai di RSUP Dr. Sardjito diputuskan tanpa perhitungan investasi, sehingga pertanyaan kritisnya adalah apakah demi pertimbangan ilmu, maka tidak perlu menggunakan model investasi? Jawabannya tentulah tidak. Semua pengembangan sebaiknya berdasarkan investasi. Andaikata secara politis atau ilmu pengetahuan menyatakan bahwa keputusan investasi harus dijalankan walaupun secara ekonomis tidak menguntungkan, maka hal ini merupakan kenyataan. Akan tetapi, keputusan politis ataupun demi ilmu ini harus konsekuen, artinya dapat dipertanggungjawabkan termasuk untuk mencari subsidi pada fase operasional program investasi. Di Indonesia sudah banyak kasus investasi besar dalam rumah sakit, tetapi tidak mempunyai biaya operasional dan pemeliharaan sehingga proyek pengembangan akhirnya gagal. Salah satu yang membedakan konsep penilaian investasi rumah sakit dengan perusahaan-perusahaan pada umumnya adalah memerlukan pelatihan yang continue dan selalu menyesuaikan dengan perkembangan informasi dan teknologi terkini. Contohnya : rumah sakit investasi alat-alat penunjang medis, tentunya harus diikuti dengan pelatihan staf rumah sakit tersebut.
Kategori Investasi Berbagai macam investasi dapat dilakukan di rumah sakit. Ber-dasarkan konsep Handaru (1996) berbagai jenis investasi misalnya: a) Penggantian peralatan medik yang lama dengan teknologi yang lebih baru, atau teknologi tetap tetapi alat baru. . b) Perluasan perlengkapan modal yang sudah ada misalnya, penam-bahan kapasitas dengan menambah ruangan bangsal. c) Perluasan atau penambahan garis produk baru dengan pembelian mesin atau peralatan baru yang belum pernah dimiliki.Sebagai contoh, pengembangan operasi jantung RSUP Dr. Kariadi Sema-rang dengan soft-loan dari pemerintah Jerman (KfW). d) Sewa atau leasing peralatan baru. e) Merger atau pembelian rumah sakit oleh sebuah rumah sakit yang lebih baik keadaan keuangannya.
Penutup
Sebagai penutup bagian ini telah menguraikan mengenai analisis demand para pengguna rumah sakit dan rumah sakit sebagai suatu firma. Uraian ditujukan untuk lebih memahami penggunaan konsep ekonomi dalam manajemen rumah sakit. Pembahasan menggunakan model Circular Flow pada aspek demand membahas berbagai hal yang spesifik untuk rumah sakit, yang berbeda dengan analisis demandpada sektor lain. Salah satu perbedaan penting adalah adanya fenomena supplier-induced-demand. Dalam pengkajian rumah sakit sebagai firma, telah dibahas terutama konsep produksi dan informasi biaya dalam keputusan manajerial rumah sakit. Untuk menetapkan keputusan manajemen yang baik, seorang manajer rumah sakit harus memahami perilaku biaya. Dua fungsi biaya yang utama digunakan dalam pembuatan keputusan-keputusan manajemen adalah fungsi biaya jangka pendek dan fungsi biaya jangka panjang. Fungsi biasa jangka pendek yaitu periode waktu dengan beberapa sarana produksi sebuah usaha tidak dapat diubah dan
digunakan dalam keputusan sehari-hari. Fungsi biaya jangka panjang adalah periode waktu yang cukup panjang yang memungkinkan suatu usaha mengubah sistem produksinya secara penuh melalui penambahan, pengurangan, atau penggantian asetnya dan digunakan untuk keperluan perencanaan. Di dalam sektor rumah sakit pemikiran dalam mencari keuntungan memerlukan pemakaian informasi biaya, misalnya bangsal VIP. Rumah sakit-rumah sakit yang memerlukan subsidi juga memerlukan analisis biaya. Tindakan ini mutlak dilakukan agar subsidi tepat penggunaanya dan dapat direncanakan dengan baik. Tanpa informasi biaya, berbagai keputusan manajemen seperti penetapan harga tidak dapat ditentukan secara benar. Kegiatan analisis dan pengendalian biaya bukan suatu proses yang mudah. Tiga syarat mutlak yang harus dipenuhi dengan baik sebelum dilakukan suatu analisis biaya yaitu, struktur organisasi rumah sakit yang baik, sistem akuntansi yang tepat, dan adanya informasi statistik yang cukup baik. Masalah yang muncul adalah sulitnya rumah sakit dalam memenuhi prasyarat ini. Sebagai contoh, perbaikan sistem akuntansi membutuhkan penanganan yang tepat dengan ujung tombak oleh profesi akuntan. Diharapkan dengan pemahaman mengenai konsep produksi dalam rumah sakit beserta analisis biayanya, pihak rumah sakit menjadi semakin menghargai informasi akuntansi biaya untuk keperluan pengambilan keputusan manajemen termasuk keputusan penetapan tarif dan investasi.