ASPEK HUKUM PERANAN BUMN DALAM MEMEBRIKAN PINJAMAN MODAL KEPADA PENGUSAHA KECIL DAN KOPERASI DI KOTA MEDAN MOHAMMAD SIDDIK Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Aspek Hukum Peranan BUMN Dalam Memberikan Pinjaman Modal Kepada Pengusaha Kecil Dan Koperasi Di Kota Medan (Studi Pada PT. Jasa Raharja (persero) Cabang Sumut, Medan). Dalam rangka memberdayakan ekonomi usaha kecil dan koperasi, pemerintah telah menetapkan beberapa peraturan yang memberikan fasilitas atau kegiatan mulai dari perkreditan sampai dengan memecahkan masalah pemasaran yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil. Penelitian dilakukan untuk mengetahui peranan BUMN dalam memberikan pinjaman modal kepada Pengusaha Kecil dan Koperasi, dan bentuk perjanjian dan tanggung jawab bagi para pihak, serta penyelesaian jika timbul sengketa antara pemberi pinjaman modal dengan pihak peminjam. Lokasi penelitian di Kota Medan. Penetapan sampel dilakukan seeara purposive. Data diperoleh dengan cara studi dokumen, wawancara serta menyebarkan kuesioner. Penelitian ini bersifat deskriptif dan data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan BUMN dalam memberikan pinjaman modal sangat dibutuhkan oleh pengusaha kecil karena bunga yang kecil. Namun banyak pengusaha kecil yang belum dapat memanfaatkan fasilitas ini karena terbatasnya dana yang tersedia. Selanjutnya perjanjian peminjaman tersebut dilakukan secara tertulis, serta jika timbul sengketa antara para pihak (kreditur dengan debitur) biasanya diselesaikan melalui musyawarah dan belum pernah sampai diproses melalui pengadilan. Disarankan agar pihak peminjam benar-benar mematuhi isi perjanjian dan mempergunakannya sesuai peruntukannya, serta memberikan informasi yang jelas kepada pengusaha kecil agar mereka bisa memanfaatkan bantuan pinjaman tersebut guna pengembangan usahanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Usaha kecil yang merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Usaha kecil merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi yang luas pada masyarakat dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi. Bagi pengusaha kecil dan koperasi yang menjadi kendala utama dalam pelaksanaan usahanya adalah bidang permodalan. Pengusaha kecil masih merasa sulit untuk mendapatkan bantuan pinjaman dari Bank, yang lebih menyukai pemberian kredit kepada pengusaha basar. Hal tersebut menyebabkan masyarakat tidak mampu menggunakan jasa perbankan untuk mengembangkan
©2004 Digitized by USU digital library
1
usahanya, sehingga bagi pengusaha kecil tersebut usahanya tidak dapat berkembang atau bahkan terhenti sama sekali. Atas dasar kenyataan tersebut pemerintah menghimbau kepada seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melaksanakan dasar program pembinaan pengusaha kecil dan koperasi melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 316/KMK.016/1994 tentang Usaha Kecil dan Koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui program mitra binaan. Dengan adanya keputusan tersebut pada saat ini seluruh BUMN diwajibkan menyisihkan keuntungan dari usahanya untuk disalurkan kepada pengusaha kecil dan koperasi. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti untuk memilih judul ini, agar lebih dapat mendalami sistem pembinaan bagi pengusaha kecil dan koperasi serta sampai sejauhmana peran BUMN khususnya PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Medan di dalam pelaksanaan program pembinaan. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas dikemukakan beberapa permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana peranan BUMN dalam memberikan pinjaman modal kepada pengusaha kecil dan koperasi 2. Bagaimana bentuk perjanjian dan tanggung jawab bagi para pihak. 3. Bagaimana penyelesaiannya jika timbul sengketa antara pemberi pinjaman modal dengan pihak peminjam. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Pinjam Meminjam Perjanjian pinjam meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Perdata mempunyai sifat riil, hal ini disimpulkan dari kala-kala Pasal 1724 KUH Perdata yang berbunyi: "Pinjam meminjam adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakang ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula". (Mariam Darus Badrulzaman, 1991:25). Asser Kleyn mengatakan defenisi ini tidak tepat. "Kalimat barang yang menghabis karena pemakaian (verbruitbare zaken) seterusnya disebut "barang yang dapat diganti (vervangbare zaken)". Dengan demikian ketentuan itu berbunyi "perjanjian pinjam mengganti adalah persetujuan dengan mana pihak kesatu "memberikan" kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang dapat diganti dan seterusnya..." Bahwa perjanjian peminjaman bersifat riil, tersimpul dari kalimat "pihak kesatu menyerahkan uang itu kepada pihak lain" dan bukan "mengikatkan diri" untuk menyerahkan pinjaman. Perjanjian pinjam meminjam adalah suatu perjanjian riil, perjanjian baru terjadi setelah ada penyerahan (overgare), selama benda (uang) yang dipinjamkan belum diserahkan maka Bab XIII KUH Perdata belum dapat diterapkan. Apabila dua pihak telah sepakat mengenai semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam mengganti, maka tidak langsung bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti itu telah terjadi, yang terjadi baru hanya perjanjian untuk mengadakan perjanjian pinjam mengganti. Untuk tidak menimbulkan kekeliruan terhadap perjanjian pinjam meminjam ini, maka harus dibedakan dari perjanjian pinjam pakai. Beberapa kriteria yang membedakannya antara lain:
©2004 Digitized by USU digital library
2
1. Pada persetujuan pinjam meminjam, objek persetujuannya boleh berupa barang yang menghabis dalam' pemakaian yang dapat diganti dengan barang sejenis. Sedang pada perjanjian pinjam pakai objek persetujuan tidak boleh berupa barang yang habis terpakai. Maka konsekuensinya pada persetujuan pinjam meminjam, pengembalian barang boleh dilakukan dengan barang yang sejenis, keadaan dan jumlahnya, sedang pada pinjam pakai pengembalian barang kepada pihak yang meminjamkan harus dalam keadaan innatura. 2. Pada perjanjian pinjam meminjam, risiko kerugian dan musnahnya barang yang dipinjam, sepenuhnya menjadi beban pihak peminjam. Sedang pada pinjam pakai, risiko musnahnya barang sepenuhnya berapa pada pihak yang meminjamkan. 3. Pada pinjam meminjam, si peminjam diwajibkan untuk membayar kontra prestasi atas pemakaian barang/uang yang dipinjam. Sedang pada pinjam pakai, pemakaian atas barang adalah secara cuma-cuma tanpa kontra prestasi. 4. Pada pinjam meminjam, barang yang dipinjam langsung menjadi milik si peminjam, terhitung sejak saat penyerahan. Sedang pada pinjam pakai, barang yang dipinjam hanya untuk dipakai saja, sedang hak milik tetap dipegang oleh pihak yang meminjamkan. Walaupun di dalam definisi yang diberikan Pasal 1754 KUH Perdata tidak disebutkan tentang uang, tetapi melihat kriteria perbedaan di atas, maka uang sebagai abjek perjanjian adalah termasuk dalam perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian hutang piutang dan bukan perjanjian pinjam pakai. Prof. Subekti, SH, mengatakan "dapat juga terjadi bahwa barang yang menghabis karena pemakaian, diberikan dalam pinjam pakai, yaitu jika dikandung maksud bahwa ia hanya akan dipakai sebagai pajangan atau dipamerkan". (Subekti, 1985: 126). Pada prinsipnya abjek persetujuan ini adalah segala barang pada umumnya. Tetapi bila kita tinjau dari pengertian yang disebutkan Pasal 1754 KUH Perdata di atas, maka subjek utama dari persetujuan ini adalah barang yang dapat habis dalam pemakaian ataupun berupa barang yang dapat diganti dengan keadaan dan jenis yang sama maupun berupa uang. Barang-barang yang dipinjamkan, haruslah dalam jumlah tertentu. Dalam hal peminjaman uang, maka hutang yang terjadi karena peminjaman hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam persetujuan (Pasal 1756 KUH Perdata). Pada waktu pengembalian, haruslah dengan barang lain dalam jumlah, jenis dan keadaan yang sama. Apabila pengembalian ditukar dengan barang lain yang bukan sejenis, maka persetujuan demikian bukan lagi persetujuan pinjam barang yang habis dalam pemakaian/pinjaman uang. Tetapi persetujuan seperti itu sudah termasuk ruang lingkup bentuk persetujuan "tukar menukar". "Peminjaman uang termasuk pada persetujuan peminjaman pada umumnya. Oleh karena itu, segala ketentuan yang berkaitan dengan persetujuan pinjam meminjam barang yang habis terpakai, berlaku juga terhadap persetujuan peminjaman uang" (M. Yahya Harahap, 1992: 302). Perjanjian-perjanjian uang menurut Bab XIII Buku III KUH Perdata mempunyai sifat riil. Artinya perjanjian ini baru terjadi setelah ada penyerahan. Selama benda (uang) yang diperjanjikan belum diserahkan, maka belumlah dikatakan perjanjian pinjaman uang menurut Bab XIII KUH Perdata. Mariam Darus Badrulzaman menyimpulkan bahwa perjanjian pinjaman uang menurut Bab XIII KUH Perdata adalah bersifat riil, jika dilihat dari isi Pasal 1754 KUH Perdata yaitu dari kata "memberikan". Apabila dua pihak telah mufakat mengenai semua unsur-unsur dalam perjanjian pinjam mengganti, maka tidak berarti bahwa perjanjian tentang pinjam mengganti itu telah terjadi. Yang terjadi baru hanya perjanjian untuk mengadakan perjanjian pinjam meminjam.
©2004 Digitized by USU digital library
3
Apabila uang diserahkan kepada pihak peminjam lahirlah perjanjian pinjam mengganti dalam pengertian undang-undang menurut Bab XIII KUH Perdata. Demikian juga menurut apa yang dikatakan oleh Wirjono Prodjodikoro, "bahwa perjanjian pinjam uang bersifat riil, tersimpul dari kalimat, "pihak kesatu menyerahkan uang itu kepada pihak lain" dan bukan "mengikatkan" diri untuk menyerahkan uang" (Wirjono Prodjodikoro, 1991: 138). Berdasarkan perjanjian pinjam meminjam uang (hutang piutang), maka pihak penerima pinjaman (debitur) menjadi pemilik dari barang/uang yang dipinjamnya dan apabila barang itu musnah bagaimanapun juga, maka hal itu merupakan tanggung jawabnya (Pasal 1755 KUH Perdata). Dalam peminjaman uang, hutang yang terjadi karenanya hanyalah terdiri atas sejumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian. Jika sebelum saat pelunasan terjadi suatu kenaikan atau kemunduran harga (nilai) atau ada perubahan mengenai berlakunya mata uang, maka pengembalian jumlah yang dipinjam harus dilakukan dalam mata uang yang berlaku pada waktu pelunasan,dihitung menurut harganya (nilainya) yang berlaku pada saat itu (Pasal 1756 KUH Perdata). Dengan demikian maka untuk menetapkan jumlah uang yang terhutang, haruslah berdasarkan pada jumlah yang disebutkan dalam perjanjian, sedangkan yang harus dikembalikan si peminjam ialah jumlah nominal dari pinjaman. Jadi seluruh jumlah nominal pinjamanlah yang harus dikembalikan oleh si peminjam. Bertitik tolak dari pengertian di atas, maka dapatlah dikatakan bahwa dalam hal hutang piutang atau pinjam meminjam uang, terkandung di dalamnya kredit, bunga atas suatu uang, privilege (tagihantagihan yang bersifat diistimewakan) dan juga mengenai ganti rugi. Keseluruhan ini adalah wajib dibayarkan oleh debitur sebagaimana kreditur berhak menerimanya yang dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, maka dalam perjanjian pinjam meminjam ada 3 point yang sangat penting, yaitu: berlakunya sebagai undangundang, tidak dapat ditarik kembali secara sepihak, dan pelaksanaannya dengan itikad baik (Abdul Kadir Muhammad, 1992: 97). Di dalam suatu perjanjian, dapat timbul resiko penyelewengan dari isi perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Penyelewenganpenyelewengan ini dapat timbul karena berbagai faktor, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Faktor kesengajaan terjadi apabila pihak pengusaha kecil tidak mau melakukan kewajibannya untuk membayar kembali pinjaman modal yang telah diberikan kepadanya. Hal ini tentu saja menimbulkan perselisihan-perselisihan antara kedua belah pihak, sehingga untuk mengatasi hal tersebut agar tidak menyimpang dari tujuan pembinaan yang diharapkan, maka perselisihan tersebut harus ada penyelesaiannya. Penyelesaian perselisihan ini dieantumkan di dalam perjanjian kerja sama yang telah disepakati yaitu jika terjadi perselisihan atas perjanjian itu kedua belah pihak sedapat mungkin diselesaikan seeara musyawarah dan mufakat. Jika tidak, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyerahkannya melalui Pengadilan Negeri. B. Landasan Hukum Pemberian Pinjaman Dalam pengembangan usaha, aspek permodalan memang merupakan salah satu kendala dari berbagai permasalahan yang dihadapi oleh para pengusaha kecil. Walaupun demikian kendala lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah teknis produksi dan kemampuan pemasaran serta manajemen, juga masih perlu diperhatikan. Bagi Perbankan sendiri, masalah manajemen seringkali membuat mereka menjadi regu untuk memberikan fasilitas kredit kepada pengusaha kecil. Untuk itu diperlukan terobosan-terobosan untuk memperbaiki keadaan tersebut. Karena pembangunan ekonomi akan berjalan baik, bila ketenangan sosial dan politik terjamin. Ketenangan sosial dan politik hanya akan tereapai atau dapat dipertahankan, apabila perkembangannya
©2004 Digitized by USU digital library
4
perusahaan-perusahaan besar diikuti berkembangannya pengusaha menengah kecil. Upaya yang bisa ditempuh untuk mengatasi kesenjangan pengusaha besar, menengah dan kecil, sekaligus juga mempercepat dapat masuk kejajaran pebisnis atas Indonesia, adalah dengan meningkatkan kualitas sumber data manusianya. Peningkatan kualitas SDM ini dapat melalui pemantapan jiwa dan semangat kewiraswastaan, serta peningkatan profesionalisme dan keterampilan teknis usaha. Di samping itu juga perlu penciptaan iklim usaha yang kondusif berupa kebijaksanaan dan peraturan pemerintah yang dapat memperluas peluang usaha. Masalah lain yang juga perlu ditumbuhkan dalam rangka mengangkat citra pengusaha menengah kecil adalah masalah "kemitraan usaha" antara yang besar, menengah dan yang kecil. Diharapkan, melalui kemitraan ini akan mendorong lebih cepat pengusaha menengah kecil masuk dalam jajaran pebisnis atas, sehingga akan lebih berperan dalam perekonomian nasional yang selama ini belum pernah diperhitungkan. Berkaitan dengan kebijaksanaan dan peraturan pemerintah yang dapat memperluas peluang usaha, telah dikeluarkan beberapa peraturan. Sebagai landasan kebijaksanaan untuk memperluas lapangan usaha dapat terlihat dari GBHN 1998 yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk mengembangkan kerjasama yang sehat di antara pengusaha besar, menengah dan kecil. Di samping itu tersirat dengan jelas dalam ketetapan MPR No.I/MPR/1993 tentang GBHN mengenai arah pembangunan jangka panjang tahap kedua. Di dalam ketetapan itu, antara lain menetapkan pertumbuhan ekonomi harus diarahkan. Hal ini untuk mendapatkan peningkatan pendapatan masyarakat secara merata, serta mengatasi ketimpangan ekonomi serta kesenjangan sosial. Secara umum, hubungan kerjasama usaha yang ditujukan untuk memperkuat struktur industri nasional dilakukan melalui program keterkaitan "Bapak Angkat" dengan pengusaha kecil. Hal ini berpijak pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian. Di dalam Pasal 10 disebutkan bahwa Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi: 1. Keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional. 2. Keterkaitan antara usaha industri dengan sektor-sektor bidang ekonami lainnya, meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional. 3. Pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta dan swadaya masyarakat. Pala keterkaitan sistem Bapak Angkat ini nampaknya akan terus dikembangkan. Sebagaimana yang ditegaskan aleh Presiden Suharto ketika menyerahkan penghargaan upakarti tanggal 16 Desember 1989 yang lalu, bahwa sistem Bapak Angkat yang semula dikembangkan dalam lingkungan BUMN akan terus dikembangkan dan ditingkatkan, sehingga mencakup pula usaha-usaha swasta. Pembinaan pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi melalui BUMN dilaksanakan berdasarkan himbauan pemerintah tentang Bapak Angka, yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan RI No.1232/KMK.O13/1989 tanggal 11 Nopember 1989. Selanjutnya diterbitkan pula Keputusan Menteri Keuangan RI No.316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha kecil dan Koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laga BUMN. Kemudian dirubah lagi dengan Keputusan Menteri Keuangan RI No.60/KMK.O16/1996 tanggal 9 Pebruari 1996 tentang perubahan isi Pasal 3 dari Keputusan Menteri Keuangan sebelumnya. Pada Pasal 3 yang terbaru ini disebutkan dana yang dipergunakan untuk pembinaan usaha kecil dan Koperasi ini berasal dari:
©2004 Digitized by USU digital library
5
a. Bagian pemerintah atas laba BUMN sebesar antara 1 %-3% dari sejumlah laba perusahaan setelah pajak. b. Pengernbalian pinjaman dan bunga dari mitra binaan. c. Hasil bunga yang berasal dari penempatan dan pembinaan yang belum tersalurkan. Untuk mendukung semua kegiatan ini, pemerintah mengeluarkan UndangUndang Nomor 9 Tahun 1995. Di dalam Pasal 4 disebutkan bahwa pemberdayaan Usaha Kecil bertujuan: a. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kecil menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi usaha menengah. b. Meningkatkan peranan usaha kecil dalam pembentukan produk nasional, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, peningkatan ekspor, untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional. Di lingkungan PT. Jasa Raharja (Persero) sendiri, sebagai dasar hukum adanya Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi, selain mengacu kepada ketentuan tersebut di atas juga berdasarkan keputusan bersama antara Direktur Jenderal Pembinaan BUMN Depatemen Keuangan dengan Direktur Jenderal Pembinaan Pengusaha Kecil Departemen Koperasi dan Pengusaha Kena Pajak Nomor: KEP.1515/BU /1994
tanggal 14 Oktober 1994 tentang Pedoman Pelaksanaan
02/ SKB /PPK/ X /1994 Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana Dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada Pasal 1 disebutkan tujuan Keputusan Bersama ini adalah: 1. Untuk lebih mengefektifkan pengeluaran dana dan pelaksanaan pembinaan oleh BUMN kepada Usaha Kecil dan Koperasi; 2. Untuk meningkatkan koordinasi dalam pelaksanaan pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. 3. Mewujudkan Usaha Kecil dan Koperasi yang mandiri dan tangguh. 4. Mewujudkan hubungan kemitraan antara BUMN dengan Usaha Kecil dan Koperasi. Inilah yang menjadi landasan hukum pemberian bantuan modal kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi. Dalam pelaksanaannya telah banyak kelompok usaha kecil dan koperasi serta pengusaha ekonomi lemah yang menjadi mitra binaan dari PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara. C. Peranan BUMN Meningkatkan Ekonomi Rakyat Keberadaan BUMN dalam perekonomian Indonesia merupakan bukti nyata dari negara turut berperan dalam menata kehidupan perkenomian nasional. Bahkan BUMN bisa dikatakan sebagai pilar perekonomian Indonesia sejajar dengan kedua pelaku ekonomi lainnya badan usaha swasta dan koperasi. BUMN secara implisit dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan sebagai aparat untuk melaksanakan usaha negara merupakan bukti bahwa keberadaan BUMN akan tetap diharapkan sepanjang tidak memberatkan pemerintah. Peran BUMN saat ini adalah mengemban misi pembangunan sebagai agen pembangunan. Disebut stabilisator ekonomi pembangunan, BUMN lebih berperan sebagai stabilisator ekonomi. Karena peran BUMN sangat besar dalam sistem ekonomi Indonesia jika dibandingkan dengan swasta dan koperasi.
©2004 Digitized by USU digital library
6
Jika swasta berperan yang sebesar-besarnya di dalam bidang di mana persaingan dan kerjasama berdasarkan motivasi memperoleh laba, memberikan hasil terbaik bagi masyarakat diukur dengan jenis, jumlah, mutu serta harga barang, atau jasa yang disediakan. Dan jika koperasi berperan sesuai dengan hakikatnya sebagai suatu kekuatan ekonomi yang berwatak sosial, maka BUMN tersebut akan berperan sebagai: a. Perintis di dalam penyediaan barang dan jasa di bidang-bidang produksi yang belum cukup atau kurang merangsang prakarsa dan minat swasta. b. Pengelola dan pengusaha di bidang-bidang produksi yang penting bagi negara. c. Pengelola dan pengusaha di bidang-bidang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. d. Imbangan bagi kekuatan pasar pengusaha swasta. e. Pelengkap penyediaan barang-barang dan jasa yang belum cukup disediakan oleh swasta dan koperasi. f. Penunjang pelaksanaan kebijaksanaan negara (Putu Sarga, 1992: 52-53). Peran BUMN yang terdapat di atas adalah penjabaran Demokrasi Ekonomi yang merupakan penegasan dari Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1993 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perjan, Perum dan Persero yang mencantumkan tujuan BUMN, di antaranya: 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan ekonomi negara pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. 2. Memupuk keuntungan atau pendapatan. 3. Menyelenggarakan kemantaatan umum berupa barang dan jasa bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. 4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. 5. Menyelenggarakan kegiatan usaha yang bersifat melengkapi kegiatan swasta dan koperasi dengan antara lain menyediakan kebutuhan masyarakat, dalam bentuk barang maupun dalam bentuk jasa dengan memberikan pelayanan yang bermutu. 6. Turut aktif memberikan bimbingan kepada sektor swasta, khususnya kepada golongan ekonomi lemah dan sektor koperasi. 7. Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan lainnya. Bertitik tolak dari hal-hal tersebut di atas, maka PT. Jasa Raharja (Persero) berdiri tegak mensejajarkan diri dengan BUMN lain berperan sebagai agen pembangunan. Salah satu perwujudan dari peran serta sebagai agen pembangunan tersebut saat ini tengah dilakukan PT. Jasa Raharja (Persero) adalah pencanagan pembinaan golongan ekonomi lemah/industri kecil dan koperasi. Pencanangan pembinaan industri kecil/pembinaan golongan ekonomi lemah dan koperasi oleh dan di lingkungan BUMN tidak lain adalah merupakan suatu upaya pengabdian masyarakat yang mempunyai nilai timbal balik yang positif, baik secara ekonomis, sosial maupun politis. Dikatakan demikian karena bertujuan utama dari pengabdian tersebut adalah untuk: 1. Turut serta meningkatkan aktivitas perekonomian masyarakat, dengan mendayagunakan sumber daya manusia di lingkungan serta yang dibina, yang mampu menghasilkan produk-produk berorientasi ekspor. 2. Turut serta meningkatkan nilai tambah produk-produk industri kecil, sehingga pada akhirnya diharapkan menunjang pertumbuhan jenis ekspor komoditi non migas yang memiliki keluaran bagi pertambahan devisa negara
©2004 Digitized by USU digital library
7
Demikian ini adalah konsep PT. Jasa Raharja, yang secara idealisme diharapkan bahwa pembinaan ini harus merata berjalan secara berkesinambungan dengan penyebarannya yang merata dan dimonitor secara kontinu. Dan untuk itu diupayakan suatu pola yang langsung menyentuh masyarakat pedesaan pada sentra binaan. D. Hubungan Dalam Pemberian Bantuan Modal Pengertian keterkaitan usaha atau kemitraan adalah pengertian kerjasama yang dilakukan atas dasar kemampuan yang seimbang. Kalau tidak, maka yang lemah ditelan oleh yang kuat atau kerjasama tersebut hanya dilakukan berdasarkan rasa belas kasihan. Selain itu juga harus ada saling ketergantungan/keterkaitan usaha karena kepentingan yang sama dan saling menguntungkan agar kerjasama tersebut efektif dan berkesinambungan. Kemitraan tidak boleh bersifat subsidi dan situasional di mana salah satu pihak memerlukan mitra usahanya hanya apabila diperlukan saja dan sewaktu-waktu dapat diganti. Sistem pembinaan mitra usaha adalah hubungan keterkaitan antara perusahaan besar/menengah (sektor produksi atau jasa) dengan industri kecil atau asas saling membutuhkan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan, yang merupakan suatu pengejewantahan asas kekeluargaan dari Pasal 33 UUD 1945. Keterkaitan usaha di antara pelaku ekonomi yaitu koperasi, BUMN dan swasta merupakan tekad nasional dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia, terutama dalam pembangunan jangka panjang tahap kedua yang diharapkan dapat mengantarkan kepada tercapainya Demokrasi Ekonomi Pancasila. Oleh karena itu peranan pemerintah dikatakan perlu untuk menetapkan menjamin kebijaksanaan dan mekanisme tepat yang dapat menjamin kelangsungan kemitraan. Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha antara usaha kecil dengan usaha besar dalam melaksanakan hubungan kemitraan maupun yang tidak memiliki keterkaitan usaha. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi, serta pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia dan teknologi. Proses kemitraan usaha ini harus sebagai proses jangka panjan, dimana masing-masing pihak yaitu koperasi, BUMN, dan swasta memiliki kemampuan yang seimbang dan selaras sehingga kerjasama yang terjadi dapat dilakukan atas dasar kebutuhan nyata dari pihak yang bersangkutan dan saling menghormati. Hubungan kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur bentuk dan ruang lingkup kegiatan usaha kemitraan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, serta bentuk pembinaan dan pengembangan. Di dalam kemitraan ini proses hubungan keterkaitan pembinaan usaha di dalam pola kemitraan dilaksanakan dengan berbagai pola: a. Intiplasma, hubungan kemitraan usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar, yang di dalamnya usaha menengah atau usaha besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan ini melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana, produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi. b. Pola sub kontrak, hubungan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar sebagai bagian dari produksinya. c. Pola dagang umum, hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar, yang di dalamnya usaha menengah atau usaha
©2004 Digitized by USU digital library
8
besar memasarkan hasil produksi usaha kecil atau usaha kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh usaha menengah atau usaha besar mitranya. d. Pola waralaba, hubungan kemitraan yang di dalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, mark dagang, dan saluran distribusi perusahaan kepada penerimaan waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. e. Pola pembinaan, pola dikembangkan untuk memberikan kesempatan kepada pengusaha kecil yang memiliki potensi tetapi lemah dalam modal dan pemasaran, hal ini terutama bagi hasil produksi yang berpeluang untuk dipasarkan secara luas (Pasal 27 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995). BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELlTIAN A.Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peranan PT (persero) Jasa Raharja Cabang Medan selaku BUMN dalam memberikan pinjaman modal kepada pengusaha kecil dan koperasi. 2. Untuk mengetahui bentuk perjanjian pemberian bantuan modal tersebut serta tanggung jawab para pihak. 3. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaiannya jika timbul sengketa antara pemberi pinjaman modal dengan pihak peminjam. B. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain: 1. Sebagai bahan masukan bagi dunia akademis dalam bidang ilmu hukum, khususnya bagi pengembangan Hukum Perjanjian dan Hukum Pembiayaan Perbankan. 2. Sebagai bahan masukan PT (Persero) A.K. Jasa Raharja, Menteri Keuangan, Gubernur KDH Tk. I Sumatera Utara, serta Kantor Wilayah Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah. 3. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat pengusaha kecil dan koperasi, bagaimana cara mendapatkan modal dengan prosedur yang mudah, murah, dan biaya ringan. 4. Sebagai usaha untuk menciptakan kepastian hukum dan ketertiban umum dan serta membantu pengembangan hukum nasional khususnya di bidang pembiayaan.
BAB IV METODE PENELlTIAN Metode yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: A. Jenis dan sumber data Dalam penelitian ini, data yang dipergunakan adalah primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dan wawancara dengan menggunakan instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dulu. Responden tinggal memilih jawaban yang telah disusun sedemikian rupa dan tidak menutup kemungkinan untuk memberikan jawaban terbuka. Data sekunder diperoleh dari PT (Persero) AK. Jasa Raharja Cabang Medan dengan melihat dan mempelajari perjanjian maupun dokumen yang berhubungan
©2004 Digitized by USU digital library
9
dengan pelaksanaan pemberian pinjaman modal kepada pengusaha kecil dan koperasi. Juga menghubungi pihak Kantor Wilayah Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil dan Menengah Propinsi Sumatera Utara, Dinas Perindustrian Medan, KADIN Medan untuk mengetahui bagaimana peranannya serta pendapatnya tentang pemberian bantuan pinjaman modal tersebut. B. Teknik pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan seeara purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah pimpinan koperasi, pengusaha kecil dan menengah yang menjadi kelompok binaan PT (Persero) AK. Jasa Raharja Cabang Medan. Sedangkan jumlah responden yang akan diambil sebanyak 20 unit usaha dan koperasi atau sekitar 50%. Penelitian ini menggunakan teknik survei, di mana untuk memperoleh data dipergunakan instrumen penelitian berupa kuesioner, wawancara dan observasi ke lapangan. C. Analisis data Analisis data dilakukan seeara kualitatif. Namun demikian analisa kuantitatif juga dipergunakan berdasarkan persentase frekuensi jumlah jawaban responden yang diperoleh. Angka-angka frekuensi jawaban dan perhitungan persentase jawaban responden dimasukkan ke dalam tabel. Penelaahan dan pembahasan penelitian ini mempergunakan metode analisis dengan disiplin ilmu sosio legal research. Pembahasan tidak saja mempergunakan pendekatan dari bidang hukum semata tetapi juga dipergunakan ilmu penunjang lainnya terutama ilmu sosial yang ada kaitannya yaitu sosiologi hukum. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bertitik tolak dari himbauan pemerintah tentang pembinaan usaha dan koperasi yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1232/KMK.O13/1989 dan dilanjutkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.O16/1994 yang pada intinya mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi serta kerja terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha maka perlu dikembangkan potensi usaha kecil dan koperasi agar menjadi tangguh dan mandiri, serta mendorong tumbuhnya kemitraan antara BUMN dengan usaha kecil serta koperasi. Untuk terlaksananya program tersebut, maka pemerintah melalui Keputusan Menteri Keuangan tersebut di alas menghimbau kepada seluruh BUMN untuk memberikan dana dari bagian laba BUMN kepada pengusaha kecil dan koperasi sebagai mitra binaan. Walaupun kebijakan mengenai hal ini belum ada peraturan pelaksanaan undang-undang yang mengatur kewajiban bagi BUMN secara khusus serta sanksi-sanksinya, sehingga gerakan pembinaan terhadap pengusaha kecil dan koperasi ini lebih didasarkan kepada himbauan dan kesadaran masing-masing BUMN. Oleh karena hal itu PT. Jasa Raharja yang merupakan BUMN merasa terpanggil untuk melaksanakan himbauan tersebut mempunyai karakteristik atau kekhususan tersendiri dalam melaksanakan program pembinaan pengusaha kecil dan koperasi ini, yang tentunya berbeda dengan BUMN in yang juga ikut melaksanakan program-program pembinaan pengusaha dan koperasi ini. Perbedaan pada pola pelaksanaan pembinaan ini terjadi karena belum ada keseragaman atau hukum yang baku untuk mengaturnya, sehingga merupakan hal yang wajar bila kebijaksanaan BUMN yang satu berbeda dengan
©2004 Digitized by USU digital library
10
kebijaksanaan BUMN lain, yang penting tujuan dan pembinaan itu tetap sama yaitu untuk mendorong kegairahan dan kegiatan: ekonomi, serta pemerataan pembangunan dan hasilnya. A. Sekilas Tentang PT. Jasa Raharja (persero) PT. Jasa Raharja (Persero) yang berdiri dan kita kenal dewasa ini merupakan gabungan dari beberapa perusahaan milik Belanda. Berdirinya Jasa Raharja ini pada hakikatnya tidak terlepas dari adanya peristiwa pengambil alihan atau nasionalisasi perusahaan milik Belanda di Indonesia yang tahapan perkembangannya dapat dibagi dalam tiga tahapan antara lain: a. Tahapan pertama b. Tahapan kedua c. Tahapan ketiga. Penjelasan dari masing-masing tahap berdirinya perusahaan PT. Jasa raharja (Persero) dapat dilihat sebagai berikut: a. Tahapan Pertama Adanya pengelompokan perusahaan asuransi yang dinasionalisasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1960 juncto Pengumuman menteri Keuangan Nomor 12631/BUMN II tanggal 9 Pebruari 1960 sebagai berikut: Nama Sebelum Dinasionalisasikan Nama Yang Baru - Fa. Blom & Van der Aa Perusahaan Asuransi - Fa. Bekoue & Mijnssen Kerugian Negara - Fa. Sluijers & Co. (PAKN) IKA BHAKTI - NV. Asurantie Matschappij Djakarta Perusahaan Asuransi - NV. Asurantie Kantoor Langeveldt (PAKN) IKA DHARMA Schroder - NV. Asurantie Kantoor OWJ Perusahaan Asuransi Schroder - NV. Kantor Asuransi “Kali Besar” Kerugian Negara - PT. Maskapai Asuransi Araha Baru (PAKN) IKA SAKTI b. Tahap Kedua Selanjutnya terhitung sejak tanggal 1 Januari 1961 berdasarkan Pengumuman Menteri Keuangan Nomor 294293/BUM II tanggal 31 Desember 1960 keempat PAKN (Perusahaan Asuransi Kerugian Negara) digabungkan menjadi satu dengan nama Perusahaan Asuransi Kerugian Negara (PAKN) IKA KARYA. Kemudian dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1961 tanggal 24 Maret PAKN "IKA KARYA" diubah menjadi Perusahaan Negara Asuransi Kerugian (PNAK) "EKA KARYA". c. Tahap ketiga Dengan meleburnya seluruh kekayaan, pegawai dan segala hutang/piutang "EKA KARYA" sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1965 per 1 Januari 1965 dibentuk Badan Hukum Baru dengan nama PNAK "JASA RAHARJA" dengan tugas khusus yaitu: 1. Mengelola pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang. 2. Mengelola pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Berdasarkan penelitian Departemen Keuangan RI yang ditegaskan Menteri Keuangan No.Kep 3/KMK/IV/1970 maka terjadi perubahan nama badan usaha menjadi Perusahaan Umum Asuransi Kerugian Jasa Raharja. Hal ini merupakan
©2004 Digitized by USU digital library
11
tindak lanjut dari dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara. Kemudian melalui penelitian kembali oleh Pemerintah Pusat Perum Jasa Raharja memenuhi ketentuan-ketentuan tersebut dialihkan bentuknya menjadi Persero, maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1980 status Jasa Raharja dialihkan dari Perum menjadi Persero. Pendirian PT (Persero) Asuransi Kerugian Jasa Raharja berdasarkan Akte Notaris Imas Fatimah, S.H., tanggal 28 Pebruari 1981 PT. Jasa Raharja (persero) berpusat di Jakarta dalam usahanya melaksanakan misi pemerintah serta memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya maka di setiap daerah (propinsi) didirikan Kantor Cabang dan Perwakilan di seluruh wilayah Indonesia. Dalam pelaksanaan, perusahaan membina kerjasama yang erat dengan kepolisian, instansi-instansi pemerintah atau swasta, organda, dan perusahaan angkutan penumpang. PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara berkedudukan di Jalan Jend. Gatot Subroto No.124 KM 5,5 Medan telah mempunyai gedung sendiri. Untuk mempermudah pelaksanaannya Jasa Raharja Cabang Sumut memiliki Kantor Perwakilan di Sibolga, Pematang Siantar, Kabanjahe, dan Kisaran serta beberapa pas penghubung di Tebing Tinggi, Pematang Siantar dan Binjai. PT. Jasa Raharja (Persero) bekerja menurut apa yang telah digariskan oleh Kantor Pusat yang mana hasil-hasil kegiatannya dikirim setiap bulannya yang disusun dalam bentuk Laporan Hasil Usaha (LHU). B. Gambaran Umum Usaha Kecil di Kota Medan Secara geografis, jumlah luas keseluruhan Kota Medan mencapai 26.510 hektar, masing-masing 9.225 hektar diperuntukkan bagi daerah 1.862 hektar untuk sektor jasa dan 740 hektar untuk bagi penetapan lokasi perusahaan dan industri. Sisanya, seluas 14.693 hektar merupakan areal non urban, di mana 7.000 hektar di antaranya akan dimanfaatkan sebagai lahan pengembangan sektor pertanian tanaman pangan. Kota yang sekarang dihuni oleh tidak kurang 2.005.000 jiwa, dengan perwilayahan masing-masing 2 pembantu walikota, 21 kecamatan dan 151 kelurahan dengan tingkat pertumbuhan 2,15% pertahun sudah merubah keadaan kota Medan beberapa tahun silam. Dengan pendapatan perkapita penduduk yang terus meningkat sedikit banyaknya telah melahirkan sejumlah perubahan sosial ekonomi masyarakat dari beberapa tahun sebelumnya. Gambaran kota Medan secara tifikal, sudah tidak jauh dari sebutan sebagai kola metropolitan dari "garda depan" Indonesia bagian barat, kini dan masa yang akan datang. Dengan posisi dan letak kota Medan yang berada di dataran pantai timur Sumatera Utara, persis di antara Selat Malaka dan jajaran pegunungan vulkanis yang membujur dari barat daya sampai wilayah tenggara Pulau Sumatera menjadi daerah yang sangat strategis. Topografinya miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 m di permukaan laut, dengan kelembaban dan curah hujan yang relatif tinggi. Pertumbuhan Kota Medan, dari masa ke masa menunjukkan kemajuan yang begitu pesat, baik ditinjau dari si si kepadatan penduduk, wilayah maupun fungsi kota. Sebab utama yang mengakibatkan perkembangan kota menjadi semakin meningkat, selain perkembangan fisik karena pengaruh ekonomi, juga arus migrasi yang dari tahun ke tahun justru semakin membengkak. Untuk melihat persentase komposisi jumlah penduduk Kota Medan, dapat dilihat dari tahun 1994. di mana jumlah penduduk Kota Medan sudah mencapai 1.876.100 jiwa yang kemudian meningkat menjadi 2.005.000 jiwa pada tahun 2000, dengan peningkatan rata-rata 1,85 persen per tahun. Di lihat dari segi kelamin, jumlah laki-Iaki berbanding seimbang dengan perempuan yaitu ratarata 50,05 persen berbanding 49,95 persen. Untuk mengejar ketinggalan dari propinsi lain seperti DKI Jakarta dan Surabaya yang lebih dahulu melesat sebagai kota terbesar sekaligus
©2004 Digitized by USU digital library
12
“metropolitan" pertama, maka untuk mengejar ketertinggalan tersebut terutama pada sektor industri, Kota Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya akan lebih memberikan prioritas tertinggi kepada sektor industri dalam pembangunan ekonominya. Pembangunan sektor industri di Kota Medan dimaksudkan untuk meningkatkan pengembangan industri yang memiliki daya saing kuat dengan tetap memanfaatkan sumber daya alam Sumatera Utara, terutama dari hasil pertanian (agro-industri). Selain itu juga meningkatkan dan memantapkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan industri, melalui inovasi teknologi dan kegiatan penelitian terapan yang selanjutnya akan meningkatkan industri permesinan dan barang-barang modal. Krisis ekonomi yang berlangsung sejak Agustus 1997 ternyata tidak hanya berdampak pada usaha menengah dan besar, tetapi juga menghempaskan usaha kecil. Berdasarkan data dari Kantor Statistik Kota Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan memperlihatkan bahwa jumlah industri kecil mengalami penurunan dibandingkan dengan mesa sebelum krisis terjadi, sebagaimana ditunjuk tabel di bawah ini. Tabel1: Jumlah Industri Kecil di Kota Medan No. Tahun Jumlah Perusahaan Industri Kecil 1. 1996 309 2. 1997 207 3. 1998 200 4. 1999 215 5. 2000 235 Sumber: Kantor Statistik Kota Medan, 2000 Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan Dari data di alas terlihat bahwa jumlah industri kecil di Kotamadya Medan tahun 1997 (awal krisis) ada 207 perusahaan, jumlah ini menurun dibandingkan dengan tahun 1996 dan tahun sebelumnya (sebelum krisis). Ditinjau dari segi jenis industri tampak bahwa industri di daerah Kodya Medan cukup beragam, seperti ditinjau oleh label di bawah ini. Tabel 2: Jenis Perusahaan Industri Kecil di Kota Medan Jenis Industri Jumlah Perusahaan Pengolahan Makanan 28 Sandang dan Kulit 25 Kimia da Bahan Bangunan 20 Logam, alat angkutan 55 Kerajinan umum 107 Jumlah 235 Sumber: Kantor Statistik Kota Medan, 2000 Dinas Perindustrian Kota Medan, 2000 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Berdasarkan data di alas terlihat bahwa jenis atau sektor industri kecil di Kota Medan cukup beragam, yang terdiri dari sektor-sektor usaha yakni: pengolahan makanan, sandang, kulit, kimia, bahan bangunan, logam, alat angkutan den kerajinan umum. Untuk lebih mendorong pertumbuhan sektor ini, terutama industri kecil, Pemerintah Kota Medan terus menerus mencari upaya terobosan. Bahkan Pemerintah Medan membangun sebuah perkampungan industri kecil (PIK) di Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai, pada lahan seluas 14.496 m2.
©2004 Digitized by USU digital library
13
C. Prosedur Pemberian Pinjaman Adapun prosedur pemberian pinjaman modal kerja oleh PT.Jasa kepada pengusaha golongan ekonomi lemah adalah Pemohon mengajukan surat permohonan kepada PT. Jasa Raharja Persero) Cabang Sumatera Utara, di mana dalam surat permohonan tersebut dicantumkan data atau informasi guna dijadikan sebagai badan pertimbangan untuk dievaluasi antara lain: 1. Data pribadi, terdiri dari nama, tempat/tanggal lahir, alamat, pendidikan, jabatan sekarang, serta pengalaman kerja. 2. Data kegiatan usaha, terdiri dari nama perusahaan, alamat bidang usaha, mulai berdiri, nomor NPWP, dan izin-izin yang lain (kalau ada). Kemudian dijelaskan secara singkat riwayat dari bidang usaha tersebut yang telah dijalankan. 3. Nilai kekayaan, terdiri dari, tanah, bangunan, alat produksi, persediaan, dan lain-lain. 4. Rencana penggunaan pinjaman. Di sini harus dijelaskan secara singkat dan terperinci penggunaan uang pinjaman modal tersebut. 5. Manfaat Jika permohonan tersebut disetujui, maka pemohonan harus menjelaskan manfaat pinjaman modal tersebut, pengembangan usaha serta kesempatan lapangan kerja yang bakal terserap oleh usaha tersebut. Berdasarkan permohonan yang diterima dari pengusaha golongan ekonomi lemah tersebut, maka pihak PT Jasa Raharja (Persero) kemudian melakukan kunjungan (survey) ke lokasi usaha pemohon untuk mempelajari studi kelayakan guna memperoleh bantuan. Kemudian dilakukan evaluasi atas hasil survey tersebut dan mempertimbangkan kelayakan pemohon untuk memperoleh bantuan. Jikalau memang dianggap layak untuk memperoleh bantuan pinjaman modal, maka kemudian. diadakan penandatanganan perjanjian pinjaman antara PT. Jasa Raharja dengan peminjam. Dalam Pasal 1 ayat (2) dari perjanjian pinjaman modal tersebut ditegaskan kepada pihak kedua (pemohon) bahwa pinjaman tersebut hanya dapat dipergunakan untuk menjalankan kegiatan usaha yang dikelolanya dan tidak dapat dipergunakan untuk membayar hutang atau didepositokan atau kebutuhan lain di luar hal tersebut. Mengenai imbalan dan pelunasan maka dalam Pasal 2 disebutkan: (1) Pihak Kedua wajib membayar imbalan kepada Pihak Pertama sebesar 6% (enam persen) setahun secara menurun (sliding) untuk masa 3 (tiga) tahun, pembayaran tiga bulan pertama bulan pertama hanya bunganya saja sedangkan bulan keempat tahun pertama sampai dengan tahun ketiga membayar angsuran pokok dan bunga. (2). Pokok pinjaman dan imbalan dibayar di setiap bulan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama ke rekening 005.000.589.001 pada PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. Cabang Medan JI. Pemuda No.12 Medan dengan jadual sebagai berikut: Tgl. 20 Agustus 1998 s/d 19 November 1998 Rp. 25.000,-/bln Tgl. 20 Desember 1998 s/d 19 Agustus 1999 Rp. 176.515,-/bln Tgl. 29 September 1999 s/d 19 Agustus 2000 Rp.169.697,-/bln Tgl. 20 September 2000 s/d 19 Agustus 2001 Rp.160.606,-/bln Demikian juga pada Pasal 3 dicantumkan tentang denda keterlambatan yaitu: 1) Setiap keterlambatan pembayaran imbalan dan pengembalian pokok pinjaman denda sebesar 1 % (satu persen) sebulan dari jumlah imbalan dan atau pokok pinjaman yang terlambat dibayar.
©2004 Digitized by USU digital library
14
2) Denda bisa diberikan keringanan/pembebasan bila sebab keterlambatan membayar cicilan dapat diterima dan dimaklumi oleh Pihak Pertama. Pengaturan mengenai kewajiban para pihak terdapat dalam Pasal 5 surat perjanjian yaitu tentang pengawasan dan pelaporan, di mana disebutkan bahwa: (1) Pihak Kedua wajib menyampaikan laporan berkala triwulan kepada Pihak Pertama, sebagai bahan pembinaan selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya yang memuat perkembangan usaha berikut keuangannya (2) Laporan keuangan tersebut memuat jumlah aktiva, hutang (kewajiban) pada akhir periode laporan serta penjualan den biaya selama periode laporan berikut penjelasan hal-hal yang dianggap penting. (3) Pihak Pertama setiap saat dapat melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan yang diperlukan dalam rangka pembinaan Pihak Kedua wajib memberikan keleluasan pemeriksaan den memberikan keterangan secara jujur kepada Pihak Pertama. (4) Pihak Kedua wajib memberikan laporan khusus di luar yang tersebut dalam ayat (1) sewaktu-waktu kepada Pihak Pertama bila ada hal-hal yang mengancam kelangsungan usaha yang ditanganinya atau bila dianggap perlu oleh Pihak Pertama. Sedangkan seeara umum kewajiban para pihak diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan RI No.316/KMKO16/1994 tentang Pedoman Pembinaan usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana Dari Kewajiban mitra binaan diatur dalam Pasal 9 yaitu: a. Melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan rencana yang telah disetujui. b. Mengelola dana dengan baik sesuai dengan reneana yang telah diajukan sebelumnya. c. Menyelenggarakan pencatatan/pembukuan dengan tertib. d. Membayar kembali pinjaman sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. e. Menyampaikan laporan perkembangan hasil usaha setiap triwulan kepada BUMN pembina. Kewajiban BUMN pembina diatur dalam Pasal 10 yaitu: a. Membentuk unit khusus yang menangani pembinaan usaha kecil dan koperasi di bawah seorang direktur. b. Menyusun rencana anggaran dana pembinaan usaha kecil dan koperasi. c. Melakukan seleksi dan menetapkan calon mitra binaan dari daftar yang disediakan oleh Departemen Koperasi dan Pengusaha kecil d. Menyiapkan den menyalurkan dana kepada mitra binaan. e. Melakukan pembinaan secara teknis sepanjang terdapat keterkaitan usaha antara BUMN dengan mitra binaan. f. Mengadministrasikan kegiatan pembinaan g. Melakukan pembukuan atas penggunaan dana pembinaan secara ekstra kompatibel dan diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan serta dipertanggungjawabkan oleh Direksi BUMN dalam RUPS untuk Persero den RPB untuk Perum. h. Melakukan pemantauan dan evaluasi serta menyampaikan laporan pelaksanaan pembinaan setiap triwulan kepada Menteri Keuangan Cq. Dirjen Pembinaan BUMN. i. Melakukan hasil audit BPKP atas pengelolaan dan Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi oleh BUMN kepada Menteri Keuangan. Bila kita kaitkan dengan isi Pasal 1754 Buku III Bab XIII KUH Perdata maka pemberian bantuan pinjaman modal kerja dapat dikualifikasikan ke dalam pasal tersebut di atas. Jikalau dihubungkan dengan pendapat Mariam Darus Badrulzaman yang menyatakan bahwa Pasal 1754 KUH Perdata bersifat riil yang
©2004 Digitized by USU digital library
15
berarti bahwa apabila uang telah diserahkan kepada pihak peminjam barulah lahir perjanjian pinjam meminjam menurut pengertian Pasal 1754 KUH Perdata. Tabel 3: Jumlah Bantuan Modal Yang Telah Disalurkan
D. Jaminan Pinjaman Dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan diberikan agar pihak kreditur mendapat kepastian bahwa pinjaman yang diberikan kepada debitur dapat diterima kembali sesuai dengan syarat-syarat yang disetujui. Dengan adanya jaminan kreditur merasa aman, sebab bila terjadi debiturnya wanprestasi atau cedera janji untuk membayar hutang tepat pada waktunya, maka kreditur masih dapat menutup piutangnya atau saia tagihan dengan mencairkan atau menjual barang jaminan yang telah diikatkannya. Perjanjian pinjaman antara PT. Jasa Raharja (persero) dengan pengusaha kecil merupakan perjanjian yang memiliki asas kepercayaan, artinya pada perjanjian kerjasama ini jaminan tidak mutlak diperlukan. Jaminan tidak mesti harus diberikan, tetapi jaminan dapat diadakan pada perjanjian kerjasama ini apabila pihak pengusaha kecil mampu untuk menyediakan jaminannya. Tidak diperlukan jaminan dalam perjanjian kerjasama ini dikarenakan tujuan dari persyaratan perjanjian ini adalah murni untuk membantu pengusaha kecil yang kekurangannya modal kerja, sehingga tanpa diadakannya jaminan, tentunya akan mempermudah proses persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengusaha kecil dalam memohon bantuan. PT. Jasa Raharja (persero) sebagai pembina yang memberikan pinjaman modal kerja kepada pengusaha kecil tidak mengharuskan kepada pengusaha kecil untuk memberikan jaminan (agunan) di dalam pemberian pinjaman modal. Jaminan hanya diperlukan apabila pihak pengusaha kecil memohon bantuan berupa pinjaman modal kerja/investasi di atas Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Bagi pihak PT. Jasa Raharja (Persero) jaminan ini selain untuk memberikan kepastian hukum, juga diharapkan dapat menjadi motivasi bagi mitra binaannya untuk berusaha. Sebab dengan adanya jaminan ini, tentunya pihak pengusaha kecil akan takut jaminannya disita apabila ia tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pinjamannya, oleh karena itu pasti ia akan berusaha sebaik-baiknya.
©2004 Digitized by USU digital library
16
E. Wanprestasi dan Penyelesaiannya Di dalam suatu perjanjian, dapat timbul risiko penyelewengan dari isi perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Penyelewenganpenyelewengan ini dapat timbul karena berbagai faktor, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Faktor kesengajaan terjadi apabila pihak pengusaha kecil tidak mau melakukan kewajibannya untuk membayar kembali pinjaman modal yang telah diberikan kepadanya. Hal ini tentu saja menimbulkan perselisihan-perselisihan antara kedua belah pihak, sehingga dari tujuan pembinaan yang diharapkan, maka perselisihan tersebut harus ada penyelesaiannya. Penyelesaian perselisihan ini dicantumkan di dalam perjanjian kerjasama yang disepakati yaitu dalam Pasal 6 yang menyebutkan apabila terjadi perselisihan atas perjanjian itu kedua belah pihak sedapat mungkin akan menyelesaikan secara musyawarah dan mufakat. Tetapi apabila terjadi perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka kedua belah pihak sepakat untuk menyerahkannya melalui Pengadilan Negeri Medan. PT. Jasa Raharja (Persero) mengharapkan penyelesaian perselisihan yang timbul lebih diutamakan dengan cara kekeluargaan, musyawarah dan mufakat karena penyelesaian dengan cara ke pengadilan merupakan alternatif yang terakhir, apabila tidak dimungkinkan cara lain untuk mengatasi hal tersebut. Dalam faktor ketidaksengajaan seperti misalnya pihak pengusaha kecil meninggal dunia atau bangkrut, pihak PT. Jasa Raharja (persero) mempunyai kebijaksanaan tersendiri. Kebijaksanaan tersebut dapat berupa penundaan jadual pembayaran pinjaman sehingga pihak pengusaha kecil mempunyai tenggang waktu. Kebijaksanaan lain dapat berupa penghapusan hutang. Penghapusan piutang atau pinjaman yang tidak dapat dilunasi pada dasarnya mengikuti kontrak/surat perjanjian yang disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu: 1. Menyisihkan piutang atau pinjaman yang tidak dapat dilunasi menjadi piutang ragu-ragu. Kriteria piutang ragu-ragu adalah: Debitur bangkrut atau bubar Laporan keuangan yang bersangkutan menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak mampu membayar hutang-hutang. Penyisihan piutang yang tidak dapat ditagih menjadi piutang ragu-ragu berdasarkan Berita Acara yang dibuat oleh Tim Peneliti yang anggotanya ditetapkan direksi. 2. Mengusulkan dalam RUPS dalam pembahasan program pembinaan pengusaha ekonomi lemah dan koperasi untuk penghapusan piutang atau pinjaman yang tidak dapat dilunasi tersebut. 3. Apabila pembahasan program pembinaan pengusaha ekonomi lemah dalam RUPS tersebut menyetujui penghapusan piutang tersebut, unit/pejabat yang ditunjuk mengelola pembinaan pengusaha ekonomi lelah dan koperasi mengajukan surat penghapusan piutang kepada direksi dengan tembusan dewan pengurus/dewan komisaris. 4. Dengan persetujuan dewan pengurus/dewan komisaris menerbitkan surat keputusan tentang penghapusan piutang/pinjaman yang tidak dapat dilunasi dengan penghibahan jumlah yang tidak dapat dilunasi tersebut kepada mitra binaan.
©2004 Digitized by USU digital library
17
F. Berakhirnya Perjanjian Pemberian Pinjaman Tentang berakhirnya perjanjian pinjaman antara PT. Jasa Raharja (persero) dengan pengusaha kecil tidak ada ditentukan dalam perjanjian tersebut. Tetapi walaupun demikian bukan berarti hal tersebut berlaku untuk selama-lamanya, melainkan perjanjian tersebut harus selalu berdasarkan kepada ketentuan-ketentuan yang lazim digunakan dalam perjanjian pada umumnya. Adapun cara berakhirnya perjanjian tersebut antara lain: 1. Telah terpenuhinya kewajiban pengusaha kecil untuk melunasi pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan. Perjanjian tersebut berakhir pada waktu yang diperjanjikan. 2. Apabila si berpiutang dengan tegas menyatakan tidak menghendaki lagi prestasi dari si berhutang dan melepaskan haknya atas pembayaran atau pemenuhan perjanjian. Bila dihubungkan dengan perjanjian kerjasama di atas, maka perjanjian pinjaman antara PT. Jasa Raharja (Persero) dengan pengusaha kecil akan berakhir jika PT. Jasa Raharja (Persero) melepaskan haknya atau menyatakan pembebasan hutang pihak pengusaha kecil. 3. Adanya pembatalan, karena ternyata perjanjian kerjasama tersebut menyalahi aturan yang ada. 4. Sebab-sebab lain yang sesuai dengan ketentuan umum. Dari cara berakhirnya perjanjian kerjasama tersebut di atas, yang terjadi pada hakikatnya adalah cara berakhirnya perjanjian pada poin pertama dan kedua. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Pemberian bantuan pinjaman modal yang dikelola PT. Jasa Raharja (Persero) Cabang Sumatera Utara kepada Pengusaha Kecil dan Koperasi di Kota Medan sangat bermanfaat bagi pengembangan usaha. Di samping prosedur dan persyaratannya mudah juga bunga pinjaman cukup ringan yaitu 6% per tahun secara menurun (sliding) untuk masa 3 (tiga) tahun di mana pembayaran tiga bulan pertama hanya bunganya saja. 2. Bentuk perjanjian pemberian bantuan modal ini disepakati dalam bentuk tertulis di mana bentuk dan formatnya disesuaikan dengan obyek perjanjian. 3. Wanprestasi sampai saat ini belum pernah terjadi, dan jika terjadi maka penyelesaiannya dilakukan terlebih dahulu dengan cara musyawarah, jika tidak tercapai kata mufakat, maka akan diselesaikan menurut isi perjanjian yang telah disepakati yaitu melalui Pengadilan Negeri Medan. B. Saran 1. Diharapkan kepada pihak peminjam agar benar-benar mematuhi isi perjanjian pinjaman tersebut dan menggunakan pinjaman tersebut sesuai dengan peruntukannya. 2. Juga diharapkan kepada pihak BUMN agar benar-benar mengelola kebijaksanaan pemerintah tersebut agar dapat dimanfaatkan oleh pengusaha ekonomi lemah yang memang benar-benar membutuhkan pinjaman modal. 3. Berikan informasi yang jelas kepada dunia usaha kecil dan koperasi agar mereka bisa memanfaatkan bantuan dana ini untuk pengembangan usaha.
©2004 Digitized by USU digital library
18
DAFTAR PUSTAKA Abdul Kadir Muhammad, 1992, Hukum Perikatan, Penerbit Alumni, Bandung. Abdul Muis, 1994, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metodologi Penelitian Hukum, Fakultas Hukum USU Medan. Ida Bagus Putu Sarga, 1992, Majalah Usahawan, No. 0 Tahun XXI September 1992. Mariam Darus Badrulzaman, 1991. Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung. M. Yahya Harahap, 1992, Segi-segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung. R. Subekti, 1985, Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta. ________,1985, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, Penerbit Alumni Bandung. ________, 1986, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Paramihta, Jakarta. Wirjono Prodjodikoro, 1991, Hukum Perdata Tentang Persetujuan Tertentu, Penerbit Sumur, Bandung. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas SK. Menteri Keuangan RI No. 316/MKO16/1994, tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi Melalui Pemanfaatan Dana Dari Bagian Laba BUMN.
©2004 Digitized by USU digital library
19