EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) BERBANTUAN MEDIA ANIMASI FLASH TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN DI SD
Artikel Ilmiah Diajukan kepada Fakultas Teknologi Informasi untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer
Peneliti: David Febriant C. (702011005) Elzabeth Sri Lestari. S.Pd., M.Lis. Angela Atik Setiyanti. S.Pd., M.Cs.
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016
EFEKTIVITAS STRATEGI PEMBELAJARAN THINKTALK-WRITE (TTW) BERBANTUAN MEDIA ANIMASI FLASH TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA PADA MATA PELAJARAN PKN DI SD 1David
Febriant C. 2Elizabeth Sri Lestari 3Angela Atik S. Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia Email :
[email protected]@staff.uksw.edu 3
[email protected] Abstract Implementing less varied and less suitable learning strategies will affect the students response toward the learning process, such as the critical thinking skills.. This study aims to determine whether the learning strategies Think-Talk-Write aided by Flash Media Animation effective in improving students' critical thinking skills on the subjects of PKN. This study was conducted in SD N Tingkir Lor 01 Salatiga with 28 students in grade 5. Research method which is used in this research is One-Shot Case Study type experiment. The results showed an increase in critical thinking skills of students by 32.54%, beginning from the pre-treatment till the treatment ended. The result shows, Think-Talk-Write aided by Flash Media Animation effective in improving students' critical thinking skills on the subjects of PKN. Keyword : Think-Talk-Write Learning strategies, Flash Media Animation, Critical Thinking Ability
Abstrak Penggunaan strategi pembelajaran yang kurang divariasikan dan kurang tepat, akan membuat siswa merasa bosan dan kurang memperhatikan pelajaran. Hal itu akan berdampak pada kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah strategi pembelajaran Think-Talk-Write berbantuan Media Animasi Flash efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PKN. Penelitian ini dilakukan di SD N Tingkir Lor 01 Salatiga dengan 28 siswa kelas 5. Metode yang digunakan adalah experiment tipe one shot case study. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebesar 32,54%, dari sebelum dilakukannya treatment sampai treatment terakhir dilakukan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Think-Talk-Write berbantuan Media Animasi Flash efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran PKN. Kata Kunci : Strategi pembelajaran Think-Talk-Write, Media Animasi Flash, Kemampuan Berpikir Kritis
1
Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Jurusan Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana 2 Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana 3 Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana
1. Pendahuluan Di dalam dunia pendidikan Indonesia, mulai dicanangkan pembelajaran berbasis TIK, dengan dibuatnya Kurikulum 2013. Tapi sayang kebanyakan sekolah masih merasa kesulitan dalam menerapkannya. Dalam praktek pembelajarannya masih ditemukan sifat pembelajaran yang hanya terfokus pada guru saja atau biasa disebut Teacher Centered. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 3, dapat dilihat bahwa tujuan pembelajaran adalah membuat siswa dapat berpikir secara kreatif dan mandiri [1]. Secara tidak langsung, pernyataan tersebut menuntut siswa untuk dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran. Untuk dapat membentuk siswa yang mampu berpikir secara kreatif dan mandiri, guru dituntut untuk dapat menciptakan suasana pembelajaran yang baik dan nyaman agar siswa dapat lebih aktif dalam proses pembelajaran. Dibutuhkan interaksi yang baik antara guru dan siswa agar hal tersebut dapat terwujud. Selain itu media pembelajaran yang digunakan oleh guru juga harus lebih menarik untuk membuat siswa lebih tertarik dalam mengikuti pelajaran. PKN adalah salah satu mata pelajaran wajib yang ada di setiap sekolah dasar. Model pembelajaran PKN menurut BSNP (2006), memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) melatih siswa berpikir kritis; (2) melatih siswa mengenal, memilih dan memecahkan masalah sendiri; (3) melatih siswa untuk berpikir sesuai dengan kenyataan; (4) melatih siswa untuk berpikir dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar [2]. Oleh karena itu, PKN perlu diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali peserta didik dengan keterampilan berpikir logis, kritis, memiliki keterampilan berkomunikasi, bekerja sama. Berpikir kritis adalah mode berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja di mana kualitas pemikiran dari si pemikir ditingkatkan dengan cara menangani struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran secara terampil dan menerapkan standar-standar intelektual padanya[3]. Dapat dilihat bahwa Berpikir kritis berbeda dengan berpikir biasa atau berpikir rutin. Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya sendiri. Untuk dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, perlu untuk mengubah paradigma pembelajaran yang bersifat Teacher Centered menjadi Student Centered. Guru perlu mempertimbangkan metode, model atau strategi pembelajaran yang sesuai dengan pokok bahasan yang disampaikan. Strategi pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan dan sesuai dengan karakteristik siswa, akan meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran. Menurut pengamatan dan observasi didapat bahwa, guru masih menggunakan metode pembelajaran dengan ceramah atau tanya jawab, tanpa ada variasi yang lain. Ini menyebabkan siswa merasa bosan dengan pelajaran PKN karena pembelajaran bersifat Teacher Centered. Dengan keadaan seperti ini maka model pembelajaran PKN menurut BNSP tidak bisa diwujudkan, karena siswa sulit mengembangkan keterampilan berpikir kritis mereka. Untuk dapat memecahkan masalah tersebut salah satunya
1
adalah diperlukan adanya suatu model pembelajaran yang dapat membuat siswa berperan aktif dalam pembelajaran sehingga keterampilan berpikir kritis siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu strategi pembelajaran yang berpotensi untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik secara efektif yaitu strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW). Pembelajaran Think-TalkWrite (TTW) adalah suatu model pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang nantinya siswa ini akan bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajarnya dan siswa ini diharapkan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota yang lain dalam kelompoknya. Alur strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Hal ini akan lebih efektif bila dilakukan dalam kelompok heterogen dengan beranggotakan 3-5 siswa [4]. Dalam strategi pembelajaran TTW terdapat tiga fase, yaitu fase berpikir (think), berbicara (talk), dan menulis (write). Dalam fase berpikir (think), peserta didik menunjukkan aktivitasnya dengan membaca suatu teks, soal atau permasalahan, kemudian membuat catatan kecil mengenai ide dalam menyelesaikan soal atau permasalahan tersebut. Dalam fase berikutnya yaitu berbicara (talk), peserta didik mengkomunikasikan ide-ide mereka melalui diskusi. Selanjutnya fase write, peserta didik menuliskan hasil diskusi/dialog pada lembar kerja yang disediakan. Bisa dilihat bahwa dengan strategi pembelajaran ini siswa akan terbiasa menemukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan, memahami konsep serta melatih siswa untuk bisa belajar secara mandiri, maupun kelompok, dan berbagi dengan teman sekelas. Berdasarkan hal tersebut, strategi pembelajaran tipe Think Talk Write dapat membantu para siswa dalam mengembangkan pemahaman konsep dan materi pelajaran, mengembangkan kemampuan untuk berbagi informasi dan menarik kesimpulan serta mengembangkan kemampuan mempertimbangkan nilai–nilai dari suatu materi pelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka, rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah peningkatan keterampilan berpikir kritis pada mata pelajaran PKN dapat diupayakan melalui penggunaan model TTW berbantuan media animasi Flash siswa SD Negeri Tingkir Lor 01 semester 1 tahun ajaran 2015/2016”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah peningkatan keterampilan berpikir kritis pada mata pelajaran PKN dapat diupayakan melalui penggunaan model TTW berbantuan Adobe Flash siswa SD Negeri Tingkir Lor 01 semester 1 tahun ajaran 2015/2016. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Mengenalkan strategi pembelajaran TTW; (2) Memberikan pilihan kepada guru mengenai model pembelajaran lain yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran; (3) Melatih peserta didik untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran; (4) Memperluas wawasan dan pengalaman bagi peneliti dalam tahap proses pembinaan sebagai calon pendidik; (5) Bahan acuan bagi peniliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya.
2
Tinjauan Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnaini pada tahun 2011, ingin mengetahui dampak positif bagi siswa selama pembelajaran menulis karangan deskripsi dan berpikir kritis pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan model pembelajaran TTW (Think Talk Write) [4], memberikan ide untuk menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Penelitian tersebut membuahkan hasil yang positif, dimana Model Pembelajaran TTW (Think Talk Write) mampu meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi dan berpikir kritis siswa. Penelitian Rully Khusna Hikmawati mahasiswi Universitas Negeri Semarang pada tahun 2013, yang meneliti apakah strategi pembelajaran TTW (Think Talk Write) berbantuan LKPD efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam mata pelajaran Matematika [5], memberikan informasi tentang penggunaan media belajar pendukung, seperti pada penelitian tersebut yang menggunakan LKPD, sehingga muncul gagasan untuk menggunakan media pendukung dalam penelitian ini, yaitu media animasi Flash. Penelitian dari Nurul Ma’rifah tentang Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Cooperative Tipe Think Pair Share Dalam Pembelajaran PKN Siswa Kelas V SD Negeri 3 Puluhan Trucuk Klaten [6], membantu dalam kaitannya merancang materi pembelajaran dan permasalahan mata pelajaran PKn, yang akan digunakan dalam media animasi Flash yang dibuat. Strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin. Pembelajaran Think-Talk-Write (TTW) adalah suatu model pembelajaran kooperatif di mana siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang nantinya siswa ini akan bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajarnya dan siswa ini diharapkan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota yang lain dalam kelompoknya [4]. Model pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan komunikasi siswa. Model ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis [8]. Strategi pembelajaran ini diawali dengan peserta didik membaca materi yang sudah dikemas dengan pendekatan konstruktivis untuk memahami kontennya (think), kemudian peserta didik mengkomunikasikan apa yang telah didapat untuk mendapatkan kesamaan pemahaman (talk), dan akhirnya setelah diskusi serta negosiasi, peserta didik menuliskan hasil pemikirannya dalam bentuk rangkuman (write). Pendapat lain menyatakan bahwa, alur strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Hal ini akan lebih efektif bila dilakukan dalam kelompok heterogen dengan beranggotakan 3-5 siswa [4]. Menurut Yamin, langkah-langkah pembelajaran dengan strategi TTW adalah sebagai berikut: (1) Guru membagi teks bacaan berupa lembaran aktivitas siswa yang memuat situasi masalah dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya; (2) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think); (3) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi 2.
3
catatan (talk); Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar; (4) Siswa mengonstruksi sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write) [8]. Berpikir Kritis adalah adalah mode berpikir mengenai hal, substansi atau masalah apa saja di mana kualitas pemikiran dari si pemikir ditingkatkan dengan cara menangani struktur-struktur yang melekat dalam pemikiran secara terampil dan menerapkan standar-standar intelektual padanya[3]. Makna yang lain, berpikir kritis adalah aktivitas kognitif, terkait dengan penggunaan pikiran. Belajar berpikir dengan cara kritis analitis dan evaluatif berarti menggunakan proses mental seperti perhatian, kategorisasi, seleksi, dan penilaian[7]. Berpikir kritis singkatnya adalah sebuah, pemikiran mandiri, disiplin diri, pengawasan mandiri, dan pemikiran koreksi sendiri. Ini menandakan bahwa berpikir kritis mengharuskan seseorang untuk memiliki standar yang ketat serta unggul dan penuh perintah sadar penggunaannya. Ini memerlukan komunikasi yang efektif dan kemampuan pemecahan masalah, serta komitmen untuk mengatasi egosentrisme dan sociocentrisme asli kita. Indikator yang diukur untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 1 Indikator Berpikir Kritis [10] No 1.
Kelompok Elementary Clarification (Memberikan penjelasan sederhana)
Indikator Memfokuskan pertanyaan
Sub indikator Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Menjaga kondisi berpikir
Menganalisis argumen
Membuat ringkasan
Bertanya dan menjawab pertanyaan Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
Memberikan penjelasan sederhana Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki Mengonstruksi argumen
2
Inference (Menyimpulkan)
3
Advance Clarification (Memberikan penjelasan lanjut)
Mengidentifikasi asumsi-asumsi
4
Strategi and tactics (Mengatur strategi dan taktik)
Menentukan suatu tindakan
Merumuskan solusi alternatif
Berinteraksi dengan orang lain
Menunjukkan suatu posisi, orasi, atau tulisan
Indikator kemampuan berpikir kritis ini telah dimodifikasi dari indikator-indikator yang telah dijabarkan R.H. Ennis [10]. Beberapa indikator tersebut diambil karena dalam pembelajaran menggunakan metode TTW ini, indikator-indikator tersebut sesuai dengan pembelajaran yang akan dilakukan dan sesuai dengan apa yang ingin diteliti, sehingga bisa digunakan dalam proses pengamatan peneliti.
4
Media Animasi Flash, peneliti dalam membuat media tersebut menggunakan software pembuat animasi flash dari Adobe yaitu Adobe Flash. Adobe Flash adalah salah satu perangkat lunak komputer yang merupakan produk unggulan Adobe Systems digunakan untuk membuat gambar vektor maupun animasi. Berkas yang dihasilkan dari perangkat lunak ini dapat dibuat menjadi semacam aplikasi desktop. Flash menggunakan bahasa pemrograman bernama Action Script yang muncul pertama kalinya pada Flash 5. Flash didesain dengan kemampuan untuk membuat animasi 2 dimensi yang handal dan ringan sehingga flash banyak digunakan untuk membangun dan memberikan efek animasi pada website, CD Interaktif dan yang lainnya. Adobe Flash yang digunakan dalam penelitian ini adalah Adobe Flash Professional CS3. Adobe Flash Creative Suite 3 (CS3) merupakan sebuah software yang didesain khusus oleh Adobe dan program aplikasi standar authoring tool professional yang digunakan untuk membuat animasi dan bitmap yang sangat menarik. Adobe Flash CS3 menyediakan berbagai macam fitur yang akan sangat membantu para animator untuk membuat animasi menjadi semakin mudah dan menarik. Adobe Flash cocok digunakan dalam kaitannya membangun model pembelajaran dengan bantuan media yang menarik bagi anak kalangan usia sekolah dasar. Media animasi Flash dalam penelitian ini digunakan untuk menarik perhatian siswa pada saat guru sedang menjelaskan suatu materi. Efektivitas atau keefektifan adalah derajat dimana organisasi mencapai tujuannya. Keefektifan menekankan perhatian pada kesesuaian hasil yang dicapai organisasi dengan tujuan yang akan dicapai[15]. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan yang dimaksud dengan efektivitas adalah tercapainya suatu usaha dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya melalui tindakan atau perbuatan yang maksimal. 3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen (experimental research). Metode penelitian eksperimen adalah suatu prosedur yang diatur dengan teliti dimana faktor-faktor yang dipercaya mempengaruhi perilaku, dipelajari dengan cara dimanipulasi dan semua faktor yang lain tetap sama[11]. Desain dari penelitian ini menggunakan eksperimen One-Shot Case Study. Penelitian One-Shot Case Study merupakan desain pembelajaran yang melibatkan satu kelompok dan hanya satu kali observasi atau pengukuran [12]. Tabel 2 Desain One Shot Case Study Treatment X
Observasi O
Keterangan : X = Penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write berbantuan media animasi Flash O = Skor hasil pengukuran akhir kemampuan berpikir kritis siswa Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Tingkir Lor 01 Salatiga pada semester 1 Tahun pelajaran 2015/2016. Subjek penelitian yang dalam
5
penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD Negeri Tingkir Lor 01 Salatiga sebagai kelas eksperimen. Jumlah siswa di kelas ini berjumlah 28 siswa. Sumber data diperoleh dari siswa kelas 5 SD Negeri Tingkir Lor 01 Salatiga, siswa sebagai subjek penelitian dan sumber data lain dari guru kolaborasi. Ada pun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi. Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu 1) Tahap persiapan, 2) Tahap pelaksanaan, 3) Tahap pengolahan dan analisis data. Tabel tahap penelitian dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Tahap Penelitian No Tahap Penelitian Keterangan 1 Tahap persiapan - Observasi - Wawancara kepada guru tentang masalah yang sedang terjadi - Studi Literatur - Menentukan populasi dan sample - Mendesain Strategi metode pembelajaran - Konsultasi materi dan RPP - Mendesain media animasi Flash 2 Tahap pelaksanaan - Memberikan perlakuan (treatment) - Mengamati prilaku siswa dengan check list - Wawancara tanggapan siswa - Dokumentasi kegiatan 3 Pengolahan dan analisis - Mengolah hasil check list data - Mengolah hasil wawancara Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan adalah peneliti melakukan perizinan tempat penelitian. Selanjutnya melakukan observasi awal ke tempat penelitian untuk mengetahui keadaan dan bagaimana situasi yang ada pada tempat penelitian. Selanjutnya peneliti mewawancarai guru serta berdiskusi dengan guru tentang masalah yang terjadi dan peneliti bersama guru mencari solusi untuk pemecahan masalah yang terjadi. Peneliti bersama guru kemudian merancang pelaksanaan pemecahan masalah dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peneliti menentukan populasi dan sampel untuk menentukan kelas eksperimen. Menyiapkan materi yang akan digunakan dalam proses pembelajaran serta menyusun lembar observasi. Pada tahap ini peneliti juga membuat dan mendesain media animasi flash yang akan digunakan. Tahap berikutnya adalah tahap pelaksanaan. Pada tahap pelaksanaan ini kegiatan awal peneliti adalah mengobservasi proses pembelajaran sebelum dilakukannya treatment. Setelah melakukan hal tersebut, kemudian peneliti beserta guru berkolaborasi untuk memberikan perlakuan (treatment)
6
yaitu penerapan model pembelajaran Think Talk Write berbantuan media animasi Flash kepada kelas eksperimen. Selama proses treatment berlangsung, dilakukan juga proses observasi. Observasi yang dilakukan berupa monitoring dan mendokumentasikan segala aktivitas siswa di kelas. Tahap observasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) pengamatan terhadap proses belajar mengajar di kelas menggunakan model pembelajaran Think Talk Write; (2) pengamatan terhadap penerapan pola pembelajaran Think Talk Write terhadap kemampuan berpikir kritis siswa. Setelah semua treatment dijalankan, dilakukan wawancara kepada siswa mengenai tanggapan mereka terhadap pembelajaran dan media yang digunakan. Di akhir pertemuan peneliti melakukan proses wawancara kepada guru dan siswa untuk mengetahui tanggapan siswa tentang model pembelajaran ini. Berikut desain pembelajarannya : Tabel 4 Desain Pembelajaran No 1
2
Tahap Kegiatan Pendahuluan
Eksplorasi
Kegiatan a.
a.
Siswa Menunjukkan kebutuhan masalah dan meminta informasi
Mendengarkan penjelasan guru.
a.
Kegiatan Pembelajaran Guru Menjelaskan tujuan pembelajaran
a.
b.
a.
Memberi penjelasan singkat tentang materi yang sedang dipelajari
a.
b.
c.
3
Elaborasi (Tahap Think)
a. b. c.
Merumuskan tugas, Mengerjakan tugas Membaca, mengamati, membuat catatan, mengorganisasi data
a.
b.
Mengamati, membantu, mengarahkan Menganjurkan dan membimbing
a.
b.
c.
7
Guru membuka pelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran Guru menyiapkan materi pembelajaran mengenai menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Guru melanjutkan materi tentang pentingnya menjaga keutuhan NKRI Guru memberikan sedikit materi tentang menjaga keutuhan NKRI dengan menggunakan media animasi Flash Siswa mendengarkan penjelasan guru dan mengumpulkan informasi dari penjelasan guru. Guru menampilkan soal atau permasalahan yang ada di dalam media animasi Flash untuk diselesaikan siswa Siswa diberi waktu untuk berpikir guna menjawab permasalahan tersebut Siswa menjawab permasalahan tersebut
d.
e.
4
Elaborasi (Tahap Talk)
a. b. c.
Membentuk a. Kelompok Berdiskusi c. dengan kelompok Sharing penemuan b.
Mengorganisasi Kelompok Mengamati, membantu, mengarahkan Menganjurkan dan membimbing
a.
b.
c.
5
Elaborasi (Tahap Write)
a. b. c.
Mengonstruksi argumen Menarik kesimpulan Menuliskan hasil kesimpulan terakhirnya
a. b.
Menganjurkan dan membimbing Memberi bantuan
a.
b.
c. 6
Konfirmasi dan Penutup
a.
Memberikan pertanyaan
a.
b. c.
Memberikan kesempatan bertanya Memberikan evaluasi Menyimpulkan
a. b.
c.
d.
dengan pemahamannya sendiri Siswa menuliskan jawabannya sendiri di lembar kertas yang sudah disediakan Guru mengamati, membantu, memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa yang kesulitan Siswa membentuk kelompok yang beranggotakan 4 orang setiap kelompoknya Siswa berdiskusi permasalahan yang tadi dengan anggota kelompoknya Guru menentukan batas waktu untuk berdiskusi secara berkelompok Siswa mengonstruksi argumen-argumen dari temannya satu kelompok Siswa menuliskan kesimpulan terakhirnya setelah berdiskusi dengan temannya di kelompok Guru mengumpulkan hasil tulisan siswa Siswa bertanya apabila ada yang kurang jelas Guru memberikan jawaban kepada siswa yang bertanya Guru memberikan evaluasi terhadap pembelajaran pada hari tersebut Guru memberikan kesimpulan akhir tentang materi yang diajarkan
Tahap terakhir adalah pengolahan dan analisis data. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi berbentuk check list. Observasi digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kritis siswa saat penerapan strategi pembelajaran Think Talk Write yang dilakukan selama tiga kali. Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi berbentuk checklist. Dalam membuat lembar observasi diperlukan kisi-kisi sebagai acuan. Kisi-
8
kisi dalam pembuatan lembar observasi ini diambil dari indikator yang akan dinilai, yang sudah dipaparkan sebelumnya. Berikut Kisi-kisi tersebut : No
Tabel 5 Kisi-kisi lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa Aspek yang diamati Soal
1
Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan
1
2
Menjaga kondisi berpikir
2
3
Membuat ringkasan
3
4
Menunjukkan suatu posisi, orasi, atau tulisan
4
5
Memberikan penjelasan sederhana
5
6
Mengonstruksi argumen
6
7
Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki
7
8
Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis
8
9
Merumuskan solusi alternatif
9
Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa yang berpedoman pada lembar observasi kemampuan berpikir kritis siswa. Selain menggunakan metode observasi berbentuk check list, Peneliti juga menggunakan metode lain yaitu wawancara. Pada wawancara ini peneliti ingin mengetahui tanggapan dan respons siswa dan guru terhadap pembelajaran menggunakan metode Think Talk Write berbantuan media animasi Flash ini, dalam mata pelajaran PKn. Ada pun pertanyaan yang ditanyakan kepada siswa dan guru adalah : (1) bagaimana pendapat siswa dan guru mengenai metode pembelajaran Think Talk Write ?; (2) bagaimana pendapat siswa dan guru mengenai media animasi Flash yang digunakan ? Dalam penelitian ini pembelajaran akan dikatakan efektif apabila kemampuan berpikir kritis peserta didik yang melaksanakan pembelajaran strategi Think Talk Write berbantuan media animasi Flash, lebih baik atau meningkat dibandingkan sebelum pembelajaran ini dilakukan. Hal ini nanti dapat dilihat dari hasil lembar observasi dan hasil wawancara kepada guru dan siswa. 4. Hasil dan Pembahasan Penelitian dilakukan selama 3 kali pertemuan dengan materi menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, dimana pada pertemuan pertama belum dilakukan treatment, pembelajaran berlangsung seperti biasa. Pertemuan kedua guru sudah menerapkan penggunaan model pembelajaran Think Talk Write berbantuan media animasi flash, dan dilakukan juga pengambilan data. Dalam pertemuan ketiga guru beserta peneliti juga melakukan observasi atau pengamatan seperti yang dilakukan pada pertemuan kedua. Kegiatan pembelajaran yang terjadi selama proses penelitian berlangsung adalah sebagai berikut; pada pertemuan pertama guru
9
melakukan kegiatan pembelajaran dengan cara yang biasa guru gunakan. Siswa sudah siap dengan buku pegangan yang biasa digunakan dalam pelajaran PKn, sehingga guru kemudian menjelaskan materi yang terdapat di dalamnya. Dalam kegiatan pembelajaran ini siswa hanya mendengarkan penjelasan guru. Guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang sedang dipelajari. Pada pertemuan kedua dan ketiga dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 8. Tabel proses pembelajaran pertemuan 2 dan 3 Tahapan Pembelajaran Think Talk Write • Guru menjelaskan materi
(Tahap Think) • Siswa diberikan permasalahan untuk dipecahkan secara individu terlebih dahulu (Tahap Talk) • Siswa dibagi menjadi 7 kelompok beranggotakan 4 siswa • Siswa mendiskusikan jawaban yang didapat dengan temannya yang lain • Guru menampilkan permasalahan baru untuk dipecahkan secara bersamasama (Tahap Write) • Siswa mengonstruksi argumen-argumen dari temannya satu kelompok • Siswa menuliskan kesimpulan terakhirnya setelah berdiskusi dengan temannya di kelompok
Proses
Media
• Guru menjelaskan materi secara singkat menggunakan media adobe flash • Siswa memikirkan jawaban permasalahan • Siswa menulis jawaban di lembar yang sudah disediakan • Guru mengamatai dan menjadi fasilitator • Guru membagi kelompok • Siswa berkelompok • Siswa Berdiskusi
• Adobe Flash
• Guru menganjurkan, membimbing dan memberi bantuan • Siswa mengonstruksi argumen, menarik kesimpulan, dan menuliskan hasil kesimpulan terakhirnya
• Lembar Jawaban Kelompok
• Adobe Flash • Lembar Jawaban Individu
• Adobe Flash
Pada pertemuan kedua dan ketiga ini siswa dibentuk dalam kelompok pada saat proses Talk. Siswa di bentuk ke dalam kelompok heterogen sehingga di masing-masing kelompok terdapat siswa yang prestasinya dikategorikan tinggi, sedang dan rendah. Pengkategorian siswa tersebut didapat dari nilai siswa dan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran tersebut. Kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari observasi menggunakan checklist untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa selama pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran Think Talk Write. Tabel 9. Hasil rangkuman lembar observasi atau check list No
1
Indikator
Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan
10
PraTindakan
Pertemuan 2
Pertemuan 3
15
18
19
Menjaga kondisi berpikir Membuat ringkasan Menunjukkan suatu posisi, orasi, atau tulisan Memberikan penjelasan sederhana Mengonstruksi argumen Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis Merumuskan solusi alternatif Total
2 3 4 5 6 7 8 9
10 22 10
13 28 11
20 28 24
3
4
15
7 7
9 10
15 16
7
10
15
6 87
8 111
17 169
Persentase yang diperoleh dari skor pada lembar observasi diolah untuk dihitung seberapa besar peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa dalam proses pembelajaran. Analisis dihitung menggunakan rumus [13] : P = x 100% Keterangan: P : angka persentase f : frekuensi yang sedang dicari persentasenya N : number of cases (jumlah frekuensi/banyaknya individu) Skor persentase kemampuan berpikir kritis yang diperoleh kemudian dikelompokkan sesuai penilaian berikut: Tabel 7 Kriteria persentase kemampuan berpikir kritis siswa Interval nilai Makna Sangat Baik 81% - 100% Baik 61% - 80% Cukup Baik 41% - 60% Kurang Baik 21% - 40% Jelek / Sangat Tidak Baik 0% - 20% Kriteria tersebut berpedoman dari Tampubolon, 2014 [14]. Setelah data diolah menggunakan rumus di atas hasil persentase yang didapat adalah sebagai berikut : Tabel 10. Persentase kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberikan treatment (pra-tindakan), pertemuan 2, dan pertemuan 3 No
1 2 3
Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Menjaga kondisi berpikir Membuat ringkasan
PraTindakan (Pertemuan 1)
Pertemuan 2
Pertemuan 3
53,58 %
64,29 %
67,86 %
35,72 % 78,58 %
46,43 % 100 %
71,43 % 100 %
11
Rata-rata tahap Think Menunjukkan suatu posisi, 4 orasi, atau tulisan Memberikan penjelasan 5 sederhana Mengonstruksi argumen 6 Menarik kesimpulan dari 7 hasil menyelidiki Rata-rata tahap Talk Mengemukakan kesimpulan 8 dan hipotesis Merumuskan solusi alternatif 9 Rata-rata tahap Write Total rata-rata
55,95 % 35,72 %
70,24 % 39,29 %
79,76 % 85,72 %
10,72 %
14,29 %
53,58 %
25 % 25 %
32,15 % 35,72 %
53,58 % 57,15 %
24,11 % 25 %
30,36 % 35,72 %
62,50 % 53,58 %
21,43 % 23,21 % 34,53 %
28,58 % 32,14 % 44,05 %
60,72 % 57,14 % 67,07 %
Pada tabel 10, Indikator 1 sampai 3 masuk ke tahap Think, Indikator 4 sampai 7 masuk ke tahap Talk dan Indikator 8 sampai 9 masuk ke tahap Write. Dapat dilihat bahwa memang kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah dilihat dari hasil persentase pada pertemuan 1 (pra-tindakan). Pada pertemuan pertama siswa cenderung lebih pasif karena siswa hanya mendengarkan guru berceramah di depan kelas dan hanya membaca buku yang telah mereka miliki. Walaupun begitu terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa secara bertahap dari pra-tindakan ke pertemuan 1 dan ke pertemuan 2. Pada indikator pertama yaitu Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, kondisi awalnya adalah 53,58% yang termasuk ke dalam kategori cukup baik, meningkat pada pertemuan 1 menjadi 64,29% dikategorikan ke dalam kategori baik. Pada pertemuan kedua indikator ini juga meningkat menjadi 67,86% tetapi masih termasuk ke dalam kategori yang sama yaitu kategori baik. Sebagian dari siswa sudah memiliki kemampuan mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan yang cukup baik pada kondisi awal dan kemudian setelah diterapkannya metode pembelajaran ini, jumlah dari siswa yang memenuhi indikator ini meningkat 10,71% pada pertemuan pertama dan 14,28% pada pertemuan kedua. Ini membuktikan bahwa metode pembelajaran ini memiliki dampak pada peningkatan indikator berpikir kritis yang pertama. Pada indikator kedua menjaga kondisi berpikir kondisi awal siswa memiliki persentase 35,72% yang termasuk ke dalam kategori kurang baik. Kebanyakan siswa masih tidak fokus dalam menjawab pertanyaan atau permasalahan. Setelah dilakukannya treatment pada pertemuan pertama memang tidak terjadi peningkatan yang besar hanya 10,71 % saja peningkatan yang terjadi. Ini terjadi karena siswa masih kurang terbiasa dengan metode pembelajaran ini, tapi pada pertemuan kedua siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran ini. Bila dilihat dari hasil persentase pada pertemuan kedua yang sebesar 71,43% terjadi peningkatan sebesar 35,71 %. Ini menandakan bahwa banyak siswa yang mulai fokus untuk dapat memecahkan masalah yang diberikan.
12
Pada indikator ketiga membuat ringkasan pada proses pembelajaran biasa siswa sudah banyak yang terbiasa membuat ringkasan. Ini terlihat dari persentase data awal yaitu sebesar 78,58% yang dikategorikan Baik. Setelah pemberian treatment hasil persentase yang didapat sama atau tetap pada pertemuan 1 dan 2 yaitu sebesar 100%. Hal tersebut dikarenakan guru melalui metode pembelajaran ini menuntut siswa untuk membuat ringkasan atau catatan kecil atas jawaban atau informasi yang diperoleh dalam proses pemecahan masalah sebelumnya. Dengan membiasakan siswa membuat ringkasan akan merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama dan setelah membaca. Indikator selanjutnya adalah indikator 4 yaitu menunjukkan suatu posisi, orasi, atau tulisan. Pada indikator ini kondisi awalnya adalah 35,72 % termasuk ke dalam kategori yang kurang baik. Ini menunjukkan banyak siswa yang masih malu-malu dalam menunjukkan hasil tulisannya kepada teman yang lain. Begitu juga pada pertemuan pertama dilihat dari peningkatan yang hanya sebesar 3,57% , siswa masih malu-malu sehingga membuat proses diskusi menjadi sedikit terhambat karena siswa yang aktif hanya sedikit. Namun pada pertemuan kedua, setelah melihat kondisi pada pertemuan pertama peniliti dan guru berdiskusi untuk memperbaiki hal ini dengan cara memberikan sedikit pengarahan dan motivasi kepada siswa. Pemberian motivasi ini tidak sia-sia karena hasil persentase yang didapat menjadi 85,72 % yang termasuk ke dalam kategori sangat baik. Siswa tidak malu-malu lagi dalam menunjukkan hal tulisan atau ringkasan yang telah mereka buat. Indikator kelima masih berhubungan dengan indikator keempat, dimana setelah menunjukkan ringkasan kecilnya siswa diminta untuk memberikan juga penjelasan sederhana kepada teman-temannya yang lain. Sayangnya dalam proses ini banyak siswa yang hanya memberikan catatan kecilnya kepada temannya yang lain dan kemudian setelah itu mereka tidak mau menjelaskan apa yang ditulisnya tadi. Ini mengakibatkan hasil persentase pada kondisi awal yang masuk dalam kategori sangat tidak baik yaitu sebesar 10,72% masih sama terjadi pada pertemuan pertama yang hanya meningkat sebesar 3,57%. Pada pertemuan kedua siswa setelah diarahkan, sebagian akhirnya mau menjelaskan ringkasan yang telah mereka buat dan persentase yang didapatpun meningkat menjadi 53,58%. Pada indikator ke enam, setelah siswa mendengarkan dan membaca pendapat dari teman sekelompoknya, siswa diharapkan mampu mengonstruksi argumen dari teman-temannya tersebut. Pada kondisi awal siswa yang mampu melakukan indikator tersebut hanya sebesar 25 % yang kemudian meningkat menjadi 32,15% pada pertemuan pertama, tetapi sayangnya kedua persentase tersebut masih digolongkan ke dalam kategori yang kurang baik. Ini disebabkan karena masih kurang terbiasanya siswa melakukan indikator hal ini. Setelah mulai terbiasa akhirnya indikator ini meningkat menjadi 53,58% pada pertemuan kedua. Indikator ketujuh, setelah siswa mengonstruksi argumen, diharapkan siswa mampu menarik satu kesimpulan yang tepat dari argumen-argumen yang sudah diutarakan oleh temannya. Kondisi awal yang hanya 25% pada pertemuan pertama mulai meningkat menjadi 35,72% walaupun masih
13
dalam kategori yang sama yaitu kurang baik. Pada pertemuan kedua melihat hal tersebut akhirnya guru berinisiatif untuk memberikan pancinganpancingan kepada siswa agar siswa mampu menarik kesimpulan dengan baik. Pancingan-pancingan tersebut berupa pengungkapan kata-kata kunci atau kata-kata pokok agar gagasan atau ide kreatif siswa dapat muncul. Terbukti dengan melakukan hal tersebut persentase pun meningkat menjadi 57,15% yang digolongkan ke dalam kategori cukup baik. Setelah mampu menarik kesimpulan, Pada indikator 8 ini siswa diminta untuk menuliskan kesimpulannya tersebut ke dalam kertas yang kemudian dikumpulkan untuk mengetahui apakah siswa mampu menarik kesimpulan dengan tepat. Dari hasil yang diperoleh pada pertemuan kedua sebagian siswa sudah mampu menarik kesimpulan dengan tepat. Hasil yang diperoleh sebesar 53,58% termasuk ke dalam kategori cukup baik dari sebelumnya yang hanya 25% yang termasuk ke dalam kategori kurang baik. Pada indikator terakhir siswa diharapkan mampu memberikan solusi alternatif dari permasalahan yang sudah diberikan. Di sini kondisi awal memiliki kategori yang kurang baik sebesar 21,43%, dikarenakan dalam pembelajaran biasa siswa jarang diberi kesempatan untuk mencari solusi alternatif sendiri terhadap suatu pertanyaan atau permasalahan yang diberikan. Sehingga pada pertemuan pertama siswa masih sulit melakukan hal ini dan didapat hasil sebesar 28,58% yang juga dikategorikan kurang baik. Pada pertemuan kedua hasil yang didapat sebesar 60,72% yang menandakan siswa mulai mampu membiasakan diri dalam mencari solusi alternatif sendiri. Situasi pembelajaran pada pertemuan kedua siswa masih sedikit bingung dalam penerapan model pembelajaran Think Talk Write (TTW). Situasi ini terlihat dari masih ditemukannya siswa yang kurang paham dengan kegiatan yang harus dilakukan. Selain itu masih banyak terdapat siswa yang belum terbiasa dengan proses pemecahan masalah yang kemudian harus dituliskan dalam catatan kecil. Kemudian dari yang peneliti amati siswa belum terbiasa dalam melakukan proses diskusi. Ini terlihat dari masih banyak siswa yang malu-malu dalam mengungkapkan pendapatnya kepada teman yang lain. Siswa yang antusias dalam mengungkapkan dan menjelaskan pendapatnya masih sangat sedikit. Situasi pembelajaran pada pertemuan ketiga siswa mulai terbiasa dengan model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan Adobe Flash ini. Ini terlihat dari siswa tidak lagi banyak bertanya soal kegiatan yang harus dilakukan. Siswa juga mulai terbiasa dengan proses pemecahan masalah yang kemudian harus dituliskannya ke dalam catatan kecil. Dari yang peneliti amati pada pertemuan ketiga ini siswa sudah dapat berdiskusi dengan baik antar sesama siswa. Siswa tidak malu-malu lagi dalam mengungkapkan pendapatnya kepada teman yang lain, sehingga pada proses pembelajaran tahap Talk dapat berjalan dengan baik. Bila diamati dan dibandingkan antara pertemuan kedua dan pertemuan ketiga, pada pertemuan ketiga ini pembelajaran menjadi lebih efektif, lebih baik, lebih hidup, dan lebih terkontrol dibandingkan pada pertemuan sebelumnya. Bila dirata-rata hasil yang didapat dari pra-tindakan sampai pertemuan kedua, menunjukkan kemampuan berpikir kritis siswa secara
14
keseluruhan meningkat pada setiap pertemuan dari kondisi awal sebesar 34,53% yang digolongkan ke dalam kategori kurang baik meningkat menjadi 44,05% yang termasuk ke dalam kategori cukup baik dan meningkat lagi pada pertemuan kedua menjadi 67,07% yang termasuk ke dalam kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media interaktif, efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di kelas 5 SD Negeri Tingkir Lor 01 Salatiga. Hal terebut dapat dilihat dalam grafik berikut : Grafik 1. Grafik kemampuan berpikir kritis siswa sebelum diberikan treatment (pra-tindakan), pertemuan 2, dan pertemuan 3
Dari hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru dan siswa, menunjukkan bahwa model pembelajaran Think Talk Write ini mampu membantu siswa dalam proses pembelajaran. Siswa beranggapan bahwa, model pembelajaran seperti ini membantu mereka dalam mengemukakan pendapat mereka dan membantu mereka dalam memecahkan masalah. Guru juga berpendapat bahwa dengan metode pembelajaran seperti ini suasana kelas menjadi lebih hidup ketimbang menggunakan metode ceramah tanpa adanya variasi seperti yang biasa beliau lakukan. Siswa yang biasanya kurang aktif dalam menyuarakan pendapatnya menjadi lebih aktif menyuarakan pendapatnya kepada teman-temannya. Masih menurut guru, siswa sekarang menjadi lebih kritis bila diberikan permasalahan baru, dari evaluasi yang sudah dilakukan. Media yang digunakan yaitu media animasi Flash juga menjadi pertanyaan wawancara kepada guru dan siswa. Siswa mengatakan bahwa media animasi Flash ini sangat menarik dan membuat siswa lebih tertarik dalam mengikuti proses pembelajaran. Menjadi menarik di mata siswa karena, mereka mengatakan bahwa media tersebut memiliki background warna yang cerah dan di dalamnya tidak banyak terdapat tulisan tetapi banyak memuat gambar dan animasi yang menarik bila dilihat. Menurut Guru sendiri media animasi Flash yang telah dibuat peneliti sudah sangat baik, karena mengandung unsur-unsur yang membuat siswa tertarik untuk melihatnya. Siswa tidak perlu lagi terpaku pada buku teks yang isinya kebanyakan tulisan dan biasanya tidak dibaca juga oleh siswa
15
karena tidak menarik bagi mereka. Kesimpulan akhir dari hasil wawancara tersebut intinya adalah model pembelajaran Think Talk Write (TTW) memberikan manfaat yang baik bagi siswa dalam proses pembelajaran. Media yang digunakan pun juga sudah dapat menunjang pembelajaran dengan baik karena dengan media pembelajaran tersebut siswa lebih tertarik atau antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Dilihat dari hasil olah data dan wawancara yang didapat, dengan menerapkan strategi pembelajaran Think Talk Write (TTW) berbantuan media animasi Flash, kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dari sebelum dilakukannya strategi pembelajaran ini. Siswa menjadi lebih kritis dalam menjawab permasalahan yang disajikan. Siswa juga menjadi lebih aktif dalam berdiskusi dengan teman kelompoknya, dan tidak malu-malu lagi dalam mengungkapkan pendapatnya. Hal ini menunjukkan bahwa strategi pembelajaran Think-Talk-Write telah memenuhi tujuan dalam pembelajaran ini yaitu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga bisa dikatakan pembelajaran tersebut efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. 5. Simpulan dan Saran Dengan langkah-langkah pembelajaran : (1) siswa menganalisis permasalahan (Think); (2) siswa membentuk kelompok diskusi dan mendiskusikan apa yang telah mereka dapat dengan temannya yang lain (Talk); (3) siswa menuliskan hasil yang didapat saat diskusi (Write), Siswa mampu berpikir lebih kritis. Hal ini terlihat dengan adanya keterlibatan siswa secara aktif dan kreatif yang semakin lama semakin baik selama pembelajaran. Hal tersebut juga didukung dengan hasil olah data yang menunjukkan, rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa sebelum pemberian treatment (pertemuan 1) sebesar 34,35 %, meningkat menjadi 44,05 % pada pertemuan kedua dan meningkat lagi pada pertemuan ketiga menjadi 67,07 %, sehingga strategi pembelajaran ini dapat dikatakan efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. Saran yang diusulkan bagi guru, Strategi pembelajaran Think Talk Write ini bisa menjadi variasi guru dalam mengajar, agar pembelajaran tidak monoton menggunakan pembelajaran konvensional seperti biasa tanpa dana variasi lain. Bila guru ingin menggunakan strategi pembelajaran ini ke depannya, hendaknya lebih memaksimalkan lagi penggunaan media pembelajaran, pada saat menerapkan model pembelajaran Think Talk Write, agar ketertarikan dan keterlibatan siswa pada saat pembelajaran lebih baik lagi. Pengaturan waktu juga harus diperhatikan, agar dapat membantu kelancaran pembelajaran yang telah direncanakan sehingga dapat memudahkan tercapainya tujuan pembelajaran. Bagi peneliti lain, hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan jika akan melakukan penelitian pada bidang dan metode yang sama. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan peneliti lain dan implikasi terhadap penelitian yang akan dilakukan. Untuk penelitian selanjutnya lebih dikembangkan konsep pembelajaran strategi Think-Talk-Write ini, kemudian lebih banyak libatkan indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang diukur dalam proses pembelajaran.
16
Daftar Pustaka [1] Republik Indonesia. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:Sekretariat Negara. [2] Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Isi. Jakarta. [3] Fisher, Alec. (2007). Berpikir Kritis : Sebuah Pengantar. Diterjemahkan oleh Benyamin Hadinata.(2009). Jakarta:R.Erlangga. [4] Zulkarnaini. (2011). Model Kooperatif Tipe Think Talk Write (TTW) untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis Karangan Deskripsi dan Berpikir Kritis. Edisi Khusus No.2, 144-153. Tersedia di http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&c d=1&cad=rja&ved=0CCsQFjAA&url=http%3A%2F%2Fjurnal.upi.e du%2Ffile%2F15-ZulkarnainiEDIT.pdf&ei=Lnb4UcrlLsWErgf6ooHIBw&usg=AFQjCNH4X__O J_SCasjEbL5FTTVcRAvWXA&sig2=9FWrKESaKeAwey5T48GF PA&bvm=bv.49967636,d.bmk [diakses pada September 2015]. [5] Hikmawati, Rully Khusna. (2013). Keefektifan Strategi Pembelajaran TTW (Think Talk Write) Berbantuan LKPD Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Kelas X. Semarang: Universitas Negeri Semarang. [6] Ma’rifah, Nurul. (2014). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui Model Cooperative Tipe Think Pair Share Dalam Pembelajaran PKN Siswa Kelas V SD Negeri 3 Puluhan Trucuk Klaten. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. [7] Cottrell, Stella. (2005). Critical Thinking Skills : Developing Effective Analysis and Argument. New York: Palcrave Macmillan. [8] Saputra, Hery. (2013). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-TalkWrite. Sains Riset Volume 3 - No. [9] Wiyanata L. dkk. (2012). Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Strategi Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Menulis Rangkuman Dan Pemahaman Matematis Materi Integral. [10] Ennis, Robert H. (2011). The Nature of Critical Thinking: An Outline of Critical Thinking Dispositions and Abilities. Tesedia di http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureo fCriticalThinking_51711_000.pdf [diakses pada September 2015]. [11] Santrock, J. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika. [12] Anggoro, M. Toha.(2011). Metode Penelitian.Jakarta : Universitas Terbuka. [13] Sodijono, Anas. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo. [14] Tampubolon, Saur. (2014). Penelitian tindakan kelas : sebagai pengembangan profesi pendidik dan keilmuan. Jakarta : Erlangga. [15] Komariah, Aan. dkk. (2005). Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara
17