ARTIKEL ILMIAH BAGIAN DARI TESIS
Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Pokok Bahasan Suhu dan Kalor pada Siswa Kelas X MA Lapokainse The Application Of Problem Based Learning (Pbl) Model With Inquiry Approach To Enhace Of Student’s Concept Comprehention And Sciences Process Skills The Topic Of Temperature And Heat La Samala1), Muhammad Zamrun F2), Muhammad anas3) 1)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana UHO 2) Dosen Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana UHO 3) Dosen Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana UHO
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2017
1
Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Proses Sains Pokok Bahasan Suhu dan Kalor pada Siswa Kelas X MA Lapokainse The Application Of Problem Based Learning (Pbl) Model With Inquiry Approach To Enhace Of Student’s Concept Comprehention And Sciences Process Skills The Topic Of Temperature And Heat La Samala1), Muhammad Zamrun F2), Muhammad Anas3) 1)
Mahasiswa Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana UHO 2) Dosen Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana UHO 3) Dosen Program Studi Pendidikan IPA Program Pascasarjana UHO ABSTRACT
This study aimed to obtain empirical data or information concerning the impact of applying Problem Based Learning (PBL) model with Inquiry approach on students’ concept comprehention and skills of scientific process in the topic of temperature and heat class X of MA Lapokainse. The study used a quasy experimental method.Samples of the study 44 students in 2 classes, which was class X1 (an experimental class) comprising of 22 and class X2 (a control class) amounting 20 students which were determined using the purposive sampling technique. Data about Comprehensive of physics concept were obtained by administering a multiple choice test consisting 30 items which had been previously validated and analyzed quantitatively at = 0.05 with the coefficient of reliability 0.869, where as data of scientific process skill were acquired qualitatively using observation sheets and performance assessment sheets. Results of the data analysis showed thatResults of the data analysis showed that: (1) The description on the implementation of PBL model with inquiry approach, the students in the experimental class showed improvements from lesson to lesson, which meant that the PBL model with inquiry approach had beenwell implemented, as indicated by score enhace from 3.79 to 3.77 and then to 3.81, (2) The description of the science process skill of the experimental class students through the PBL model with the inquiry approach of temperature and heat material shows an enhace of score and percentage of 8 aspects of KPS from meeting I to meeting III which are all in good category; (3) there was no significant difference in the pre-test scores of Comprehention of physics concept gained by the experimental class and the controlone, which meant that the students in both classes possessed relatively the same skills; (4) there was a significant difference in the post-test scores of Comprehention of concept of temperature and heat gained by the experimental class and the controlone, with the students in the experimental class had a higher mean score of post-test, indicating that their comprehention of temperature and heat concept was significantly better than that of their cohorts in the control class, and (5) there was a significant difference in the mean score of N-gain of Comprehention of temperature and heat concept between the experimental class and the control class, which meant that the mean score of N-gain of Comprehention of temperature and heat concept demonstrated by the experimental class was significantly better than mean score of N-gain of Comprehention of temperature and heat concept demonstrated by the control class.
Keywords: Problem Based Learning (PBL) Model with Inquiry Approach, Concept Comprehention, and Sciences Process Skills.
2
Pendahuluan Penerapan model pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu bentuk upaya agar pada pembelajaran terjadi proses kontruksi pengetahuan terhadap diri siswa terjadi interaksi yang kondusif dan terjadi pemaknaan pembelajaran sesuai dengan dunia nyata siswa. Pembelajaran berbasis masalah yang dikenal dengan Problem Based Learning (PBL), awalnya dirancang untuk program graduate bidang kesehatan oleh Barrow (1988) yang kemudian diadaptasi untuk program akademi kependidikan oleh Stapein Gallager (1993) dalam Barret (2005). PBL ini dikembangkan berdasarkan teori psikologi kognitif modern yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses dalam mana pembelajar secara aktif mengontruksi pengetahuannya. Dalam belajar, siswa sendirilah yang harus mengkontruksi pengetahuannya. Mengenai interaksinya dengan lingkungan belajar yang diseting oleh guru sebagai fasilitator pembelajaran. Teori yang dikembangkan ini mengandung dua prinsip penting dari makna belajar, yaitu (1) belajar adalah proses konstruktif bukan proses menerima dan (2) belajar dipengaruhi oleh faktor interaksi sosial dan sifat kontekstual dari materi pelajaran. Data yang diperoleh dari penelitian Kartikasari R. (2011), menunjukkan bahwa keterampilan proses sains siswa masih rendah dan kurang dikembangkan oleh guru. Penyebab rendahnya keterampilan proses sains yang dimiliki siswa salah satunya adalah pembelajaran Langsung yang bepusat pada guru, guru kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran, sehingga siswa cenderung diam dan hanya menerima informasi dari guru saja, belum ada usaha dari siswa untuk mencari informasi yang relevan dengan materi yang diajarkan oleh guru. Salah satu strategi untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based Learning (PBL) Berbasis Inkuiri (Rusnayati dan Prima 2011). Model perencanaan dan instruksi di dalam PBL pendekatan Inkuiri sangat berbeda dengan model pembelajaran langsung yang berpusat pada guru. Perencanaan dan instruksi dari guru menggunakan metode penjelasan dan presentasi dari guru, sedangkan PBL dengan difokuskan pada suatu masalah yang harus diselesaikan oleh murid melalui proses inkuiri dalam kelompok kecil. Murid mengidentifikasi problem atau isu yang ingin mereka kaji, kemudian mencari materi dan sumber bahan lain yang mereka butuhkan untuk menangani problem atau isu tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan model PBL dapat menumbuhkan keterampilan proses sains (Rusnayati dan Prima, 2011). MA Lapokainse sebagai Madrasah Aliyah terbaru di Kecamatan Kusambi Kabupaten Muna Barat memiliki fenomena menarik yang layak dikaji secara ilmiah. Studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Desember 2016 menunjukkan bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah dengan pendekatan inkuiri belum diterapkan dalam pembelajaran fisika. pada penelitian ini Konsep Suhu dan Kalor yang dipelajari untuk meningkatkan penguasaan konsep dan keterampilan proses sains dapat diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan inkuiri. Tujuan penelitian ini adalah:1)Untuk mendeskripsikan gambaran penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol.2)Untuk mendeskripsikan
3
gambaran keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen.3)Untuk menentukan ada tidaknya perbedaan signifikan antara nilai rata-rata pre-test penguasaan konsep Suhu dan Kalor antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol.4)Untuk menentukan mana yang lebih besar secara signifikan nilai ratarata post-test penguasaan konsep Suhu dan Kalor antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol.5)Untuk menentukan mana yang lebih besar secara signifikan nilai rata-rata N-gain penguasaan konsep Suhu dan Kalor antara siswa kelas eksperimen dengan siswa kelas kontrol. Kajian Pustaka PBL merupakan model pembelajaran yang melatih dan mengembangkan kemampuan menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi (Shoimin, 2014). Kemudian Dutch (1994) sebagaimana dikutip oleh Amir (2009) menyatakan bahwa PBL merupakan metode instruksional yang menantang siswa agar “belajar untuk belajar,” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi bagi masalah nyata yang mempersiapkan siswa berpikir kritis dan analitis, serta menggunakan sumber belajar yang sesuai. Dalam perkembangannya, PBL dilandasi oleh teori belajar konstruktivisme, teori perkembangan kognitif, dan teori belajar penemuan Jerome Burner. 1)
Teori Belajar Konstruktivisme
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatunya sendiri, dan berusaha dengan susah payah dengan ide-idenya sendiri. Menurut teori kontruktivisme ini, prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Tetapi siswa juga harus membangun sendiri pengetahuannya di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan kepada siswa menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. 2)
Teori Perkembangan Sosial Kognitif
Terdapat beberapa pendekatan yang berbeda untuk menjelaskan perkembangan kognitif. Satu diantara teori tersebut adalah teori konstruksi pemikiran sosial. Teori perkembangan sosial kognitif pertama kali dikenalkan oleh Vygotsky. Teori ini lebih berpusat pada argumen bahwa relasi sosial dengan masyarakat dan budayalah yang membentuk pengetahuan seseorang. Sementara itu Trianto (2007) berpendapat bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya khususnya berargumentasi dan berdiskusi membantu memperjelas pemikiran yang membuat pemikiran itu menjadi lebih logis. Teori Perkembangan Sosial Kognitif, memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun sistem makna melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi sosial mereka. 3)
Teori Penemuan Jerome Bruner
Teori yang paling melandasi pembelajaran PBL adalah teori belajar penemuan (discovery learning) yang dikembangkan oleh Jerome Bruner pada
4
tahun 1966. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Berusaha sendiri mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 1989). Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui pertisipasi secar aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, agar mereka dianjurkan untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsipprinsip itu sendiri. langkah-langkah pembelajaran berbasis adalah sebagai berikut. 1. orientasi pada masalah (Student orientation on the Problem) Pembelajaran dimulai dengan permasalahan yang dapat berikan oleh guru pada siswa, yaitu dengan menjelaskan tjuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar (Organizing students to leran) Pada fase ini guru membantu siswa mendefenisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut. 3. Membimbing experiences)
pengalaman
Individual/kelompok
(Guiding
individual/group
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya (Develop and present the work) Guru Membantu siswa dalam merencakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya. 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah (analyze and evaluate solution to problem) Guru Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan. Terdapat beberapa metode untuk memecahkan masalah melalui model Problem Based Learning, salah satunya adalah metode inkuiri. Inkuiri berasal dari kata bahasa Inggris “Inquiry” yang berarti menyelidiki. Inkuiri merupakan teknik intruksional dalam proses pembelajaran dengan cara siswa diberikan suatu permasalahan. Bentuk pembelajaran terutama memberi motivasi kepada siswa untuk menyelidiki suatu masalah yang ada dengan menggunakan cara dan keterampilan ilmiah dalam rangka mencari penjelasan-penjelasannya (Yulianti & Wiyanto, 2009). Peran guru dalam pembelajaran inkuiri adalah sebagai fasilitator.Adapun peran-peran tersebut dijabarkan sebagai berikut: (1) menyiapkan skenario pembelajaran; (2) menyiapkan tugas/masalah yang akan dipecahkan oleh siswa; (3) memberikan klarifikasi terhadap masalah-masalah; (4) menyiapkan alat-alat dan fasilitas belajar yang diperlukan; (5) memberikan kesempatan untuk menemukan dan melakukan penyelidikan; (6) sebagai sumber informasi, jika diperlukan oleh siswa; dan (7) membantu siswa untuk merumuskan kesimpulan secara mandiri.
5
Dalam pembelajaran PBL Berbasis Inkuiri diperlukan suatu keterampilan siswa yang digunakan untuk melakukan suatu penyelidikan dan penemuan. Keterampilan yang dimiliki oleh siswa ketika siswa bertindak selayaknya ilmuan dalam melakukan kegiatan eksperimen dikenal sebagai keterampilan proses sains. Keterampilan proses adalah keterampilan kognitif yang lazim melibatkan keterampilan penalaran dan fisik seseorang untuk membangun suatu gagasan atau pengetahuan baru. Keterampilan proses juga dikatakan untuk meyakinkan dan menyempurnakan suatu gagasan yang sudah terbentuk (Karhami, 1998). Adapun yang dimaksud dengan penguasaan konsep menurut Winkel (1991) adalah pemahaman dengan menggunakan konsep, kaidah dan prinsip. Dahar (1989) mendefinisikan penguasaan konsep sebagai kemampuan siswa dalam memahami makna secara ilmiah baik teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan definisi penguasaan konsep yang lebih komprehensif dikemukakan oleh Bloom dalam Rustaman (2005) yaitu kemampuan menangkap pengertian-pengertian seperti mampu mengungkapkan suatu materi yang disajikan ke dalam bentuk yang lebih dipahami, mampu memberikan interpretasi dan mampu mengaplikasikannya. Lebih lanjut, Woolfolk (2001) mengemukakan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan siswa yang bukan hanya sekedar memahami, tetapi juga dapat menerapkan konsep yang diberikan dalam memecahkan suatu permasalahan, bahkan untuk memahami konsep yang baru. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami makna pembelajaran serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan hasil belajar siswa ranah kognitif. Dalam proses pembelajaran, penguasaan konsep sangatlah penting. Dengan penguasaan konsep dapat meningkatkan kemahiran intelektualnya dan membantu dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya serta menimbulkan pembelajaran bermakna. Penguasaan konsep dapat diperoleh melalui: benda-benda, gambar-gambar dan penjelasan verbal serta menuntut kemampuan untuk menemukan ciri-ciri yang sama pada sejumlah obyek. Penguasaan konsep diperoleh dari proses belajar. Dahar (1989) mengemukakan bahwa konsep dapat diperoleh melalui formasi konsep dan asimilasi konsep. Formasi konsep erat kaitannya dengan perolehan pengetahuan melalui proses induktif. Dalam proses induktif anak dilibatkan belajar penemuan (discovery learning). Belajar melalui penemuan akan membuat apa yang dipelajari siswa bertahan lebih lama dibandingkan dengan belajar cara hafalan. Sedangkan perolehan konsep melalui asimilasi erat kaitannya dengan proses deduktif. Dalam proses deduktif, siswa memperoleh konsep dengan cara menghubungkan atribut konsep yang sudah dimilikinya dengan gagasan yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitifnya. Seseorang dapat dikatakan menguasai konsep jika orang tersebut benar-benar memahami konsep yang dipelajarinya sehingga mampu menjelaskan menggunakan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, tetapi tidak mengubah makna. Menurut Anderson dan Krathwohl (2010) dimensi proses kognitif terdiri atas beberapa tingkatan yaitu: 1) mengingat, 2) memahami, 3) mengaplikasikan, 4) menganalisis, 5) mengevaluasi, dan 6) mencipta.
6
Adapun lingkup keterampilan proses sains menurut Dahar (1989) meliputi: Observasi, mengelompokan/klasifikasi, menafsirkan, meramalkan, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, menggunakan alat/bahan, menerapkan konsep dan berkomunikasi sebagai berikut. 1) Observasi Observasi adalah keterampilan ilmiah yang mendasar. Observasi berarti mengeksplorasi karakteristik dari suatu benda atau fenomena seperti tekstur, warna, suara, rasa, bau, panjang, massa, atau volume. Observasi tidak sama dengan melihat. Observasi membutuhkan penggunaan semua indera untuk melihat, mendengar, merasa, mengecap dan mencium, disesuaikan dengan variabel yang menjadi objek 2) Mengelompokan /klasifikasi Mengelompokan /klasifikasi adalah suatu sistematika yang digunakan untuk menggolongkan sesuatu berdasarkan syarat-syarat tertentu. Proses klasifikasi seperti mencari kesamaan, mencari perbedaan, mengonstraskan ciri, membandingkan dan mencari dasar penggolongan. 3) Meramalkan Meramalkan adalah memperkirakan berdasarkan pada data hasil pengamatan yang reliable yakni apabila siswa yang dapat menggunakan pola-pola hasil pengamatan untuk mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang belum diamatinya maka siswa trsebut telah mempunyai proses meramalkan. 4) Mengajukan pertanyaan Mengajukan pertanyaan dalam keterampilan proses dapat diperoleh siswa dengan mengajukan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan yang meminta penjelasan atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. 5) Merumuskan Hipotesis Merumuskan hipotesis adalah suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Agar siswa dapat memiliki keterampilan merencanakan percobaan maka siswa trsebut harus menetukan alat dan bahan yang digunakan dalam pecobaan, selanjutnya siswa menentukan variabel-variabel, menetukan variabel yang dibuat tetap, dan variabel mana yang berubah. 6) Menggunakan alat dan bahan Keterampilan menggunakan alat dan bahan, siswa harus menggunakan secara langsung alat dan bahan agar dapat memperoleh secara langsung, dan agar dapat mengetahui cara menggunakan alat dan bahan. 7) Menerapkan konsep Ketrampilan menerapkan konsep yang dikuasai oleh siswa apabila siswa dapat mengguanakan konsep yang telah dipelajarinya dalam situasi baru atau menerapkan konsep itu pada pengalaman–pengalaman baru untuk menjelaskan apa yang terjadi. 8) Berkomunikasi Ketermipilan berkomunikasi meliputi keterampilan membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan.Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel atau diagram juga termasuk berkomunikasi.
7
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan desain Nonequivalent Control Group Design. Perlakuan yang diberikan pada kelompok eksperimen berupa penerapan model pembelajaran berbasis Masalah dengan pendekatan inkuiri, sedangkan pada kelas kontrol dengan menerapkan model pembeljaran langsung. Penelitian ini dilaksanakan pada MA Lapokainse pada semester genap tahun pelajaran 2016/2017. Populasi penelitian yaitu seluruh siswa kelas X MA Lapokainse tahun pelajaran 2016/2017 sebanyak 42 orang. Populasi penelitian tersebar dalam dua kelas paralel dengan jumlah siswa pada tiap-tiap kelas yaitu kelas X1 sebanyak 22 orang, kelas X2 sebanyak 20 orang, Sampel dalam penelitian ini adalah sampling jenuh. Sampling jenuh merupakan teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Oleh karena itu, dalam penelitian ini populasi sekaligus sebagai sampel dikarenakan kelas X MA hanya terdapat dua kelas sehingga ukuran populasi yaitu 42 siswa. Selanjutnya, sampel dalam penelitian diambil dengan teknik purposive dengan pertimbangan hanya terdapat dua kelas untuk kelas X MA Lapokainse dan tidak ada kelas khusus. Sehingga kelas X1 ditetapkan sebagai kelas eksperimen yang diajar dengan model PBL dengan pendekatan Inkuiri dan kelas X2 sebagai kelas kontrol yang diajar dengan model pembelajaran langsung. Variabel penelitian terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang dimaksud yakni pembelajaran PBL dengan pendekatan inkuiri dan pembelajaran langsung. Variabel terikat meliputi Penguasaan Konsep suhu dan kalor dan keterampilan Proses sains Siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data terdiri atas tes penguasaan konsep Dan lembar observasi yang terdiri atas 2 lembar yaitu keterlaksanaan pembelajaran PBL dengan pendekatan inkuiri dan keterlaksanaan keteramilan proses sains. Peningkatan penguasaan konsep Suhu dan kalor siswa dianalisis menggunakan rumus gain ternormalisasi dengan mengacu pada Hake (1998). Pengujian hipotesis menggunakan uji-t untuk data tidak berpasangan yang berdistribusi normal dan varians homogen dengan mengacu pada Sugiyono (2012). Ukuran penerapan model PBL dengan pendekatan inkuiri untuk meningkatkan keterampilan Proses Sains ditentukan dengan Lembar observasi dari 8 aspek Keterampilan proses sains yang dilakukan oleh pengamat dengan indiator yang sudah ditentukan. Hasil dan Pembahasan Pembelajaran berbasis Masalah dengan pendekatan inkiri diobservasi dengan berpedoman pada lembar observasi penerapan model pembelajaran berbasis masalah. Skor rata-rata keterlaksanaan PBL dengan pendekatan inkuiri dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 1 Keterlaksanaan model PBL dengan pendekatan Inkuiri pada kegiatan belajar mengajar
8
Kegiatan Pertemuan I Pertemuan II Pertemuan III
Skor Rata-rata 3.79 3.77 3.81
Kategori Baik Baik Baik
Data tersebut memperlihatkan keterlaksanaan model PBL dengan pendekatan inkuiri yang dilakukan oleh guru. Pertemuan pertama mengajarkan materi pengukuran suhu, pertemuan kedua tentang perpindahan kalor dan pertemuan ketiga materi asas Black. Deskripsi hasil analisis terhadap penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol pada materi suhu dan kalor dapat dilihat pada Tabel berikut Tabel 2 Penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Nilai Pre-Test Post-Test N-Gain Pre-Test Post-Test N-Gain Maksimum 60 90 0.75 53 77 0.65 Minimum 30 57 0.32 27 50 0.18 Rata-Rata 43.6 73.5 0.54 40.2 62.7 0.37 Standar Deviasi 10.4 9.1 0.11 8.7 8.8 0.13 A. Uji Hipotesis Data Tes penguasaan konsep a. Pengujian Hipotesis 1 Hasil uji beda rata-rata pretest tes penguasaan konsep siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dari hasil perhitungan diperoleh nilai = sedangkan nilai = 2,021, dengan taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) melalui uji satu pihak yaitu -2,021 < thit < 2,021, dengan thit = 1,343 maka H0 diterima, artinya nilai rata-rata pretest siswa kelas eksperimen tidak berbeda secara signifikan dari nilai rata-rata pretest siswa kelas kontrol (Lampiran 12.3). b. Pengujian Hipotesis 2 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai t hit sebesar 4,587 dan pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) dengan dk = (n1+ n2 – 2) = 40 berlaku: t1 t hit , yaitu 1,684 < 4,587 maka H0 ditolak, artinya nilai rata-rata postest siswa kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada nilai rata-rata postest siswa kelas c. Pengujian Hipotesis 3 Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai t hit sebesar 42,5 dan pada taraf kepercayaan 95% ( = 0,05) dengan dk = (n1+ n2 – 2) = 40 berlaku: t hit t1 , yaitu 42,5 > 1,684 maka H0 ditolak, artinya nilai rata-rata N-gain tes penguasaan konsep siswa kelas eksperimen lebih baik secara signifikan daripada nilai rata-rata N-gain hasil tes penguasaan konsep siswa kelas kontrol. B. Analisis Data Hasil Penilaian Keterampilan Proses Sains Siswa Penilaian kinerja pada kelas eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan pengamatan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa yang diperoleh dari observasi yang dilakukan oleh guru dan pengamat. Lembar observasi tersebut memuat 8 aspek KPS yaitu mengamati, merumuskan hipotesis, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat dan bahan, menyimpulkan, menerapkan konsep, dan berkomunikasi. Hasil perolehan nilai
9
keterampilan proses sains selama proses pembelajaran yang dilakukan pengamat dapat dilihat pada Tabel 3 yang berupa skor dan persentase kinerja. Tabel 3 Pengamatan KPS siswa kelas eksperimen Aspek
Pertemuan I Skor Nilai (%) 3.6 91 3.1 77 2.9 73 3.4 85
Kegiatan Pertemuan II Skor Nilai (%) 3.7 93 3.4 84 3.1 76 3.5 88
Pertemuan III Skor Nilai (%) 3.8 95 3.4 84 3.2 79 3.6 89
Mengamati Merumuskan hipotesis Menafsirkan Mengajukan pertanyaan Menggunakan alat dan 3.6 90 3.6 89 3.8 96 bahan Menyimpulkan 3.1 78 3.4 86 3.4 85 Menerapkan konsep 3.1 78 3.4 85 3.5 89 Berkomunikasi 3.5 87 3.6 89 3.8 95 C. Pembahasan Berdasarkan analisis data penelitian yang telah dilaksanakan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata hasil pretest pada kelas eksperimen dengan pretest kelas kontrol sebelum pembelajaran suhu dan kalor pada penguasaan konsep fisika dan keterampilan proses sains siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol adalah sama sebelum terjadi proses pembelajaran. Penelitian ini melihat peningkatan penguasaan konsep dan peningkatan keterampilan proses sains. Kegiatan belajar mengajar melalui model PBL dengan pendekatan inkuiri dan pembelajaran langsung dilaksanakan dalam 3 kali pertemuan. Kegiatan telah dirancang dengan 3 pertemuan (pertemuan I, pertemuan II, dan pertemuan III) dengan menyertakan LKS yang harus diisi oleh siswa yang memuat aspek-aspek penilaian penguasaan konsep. Serta 8 aspek keterampilan proses sains yakni: mengamati, merumuskan hipotesis, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat dan bahan, menyimpulkan, menerapkan konsep dan berkomunikasi. Pertemuan I sampai III dilaksanakan masing-masing sebanyak 3 x 45 menit. Dua variabel terikat dalam penelitian ini yaitu penguasaan konsep fisika dan keterampilan proses sains dimana untuk melihat peningkatan kedua variabel ini maka diperlukan sebuah kelas sebagai kelas pembanding (kelas kontrol). Berdasarkan hasil analisis deskriptif terdapat pula pengkategorian hasil tes penguasaan konsep siswa menjadi tinggi, sedang dan rendah. Penguasaan konsep siswa sebelum pembelajaran pada materi suhu dan kalor untuk kelas eksperimen sebagian besar termasuk dalam kategori sedang (64%) yaitu sebanyak 14 siswa dinyatakan mampu dalam menyelesaikan soal pretest, kategori rendah (14%) sebanyak 3 siswa dan ketegori tinggi (23%) sebanyak 5 siswa. Sedangkan untuk kelas kontrol juga sebagian besar masuk dalam kategori sedang (65%) sebanyak 13 siswa, kategori rendah (15%) sebanyak 3 siswa dan kategori tinggi (20%) sebanyak 4 siswa. Penguasaan konsep siswa yang masih cenderung rendah sebelum pembelajaran pada materi suhu dan kalor disebabkan oleh adanya faktor
10
alamiah yaitu para siswa yang diuji belum mendapatkan materi tentang suhu dan kalor tersebut secara detail sehingga pemahaman dan pengetahuan mereka tentang suhu dan kalor masih sangat kurang dan terbatas yang ditandai dengan nilai ratarata kelas eksperimen sebelum pembelajaran hanya sebesar 44,4. Kemudian setelah diberikan perlakukan, terjadi peningkatan rata-rata nilai siswa menjadi 73,2. Setelah dikategorikan, sebagian besar siswa pada kelas eksperimen juga berada dalam kategori sedang pula sebanyak 55% terdiri atas 12 siswa, untuk kategori tinggi sebesar 18% dalam kategori tinggi dan rendah sebanyak 27%. Beberapa siswa telah berhasil memperoleh nilai yang lebih baik dari tes awal. Kenyataan bahwa perolehan nilai rata-rata postest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol yang berbeda secara signifikan dan persentase ketercapaian tes penguasaan konsep membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model PBL dengan pendekatan inkuiri lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran langsung, hal ini didukung oleh hasil tes uji signifikansi data. Hasil di atas didukung oleh hasil pengujian hipotesis penelitian. Untuk pretest yaitu pada hipotesis 1 sedangkan untuk data postest yaitu hipotesis 2 dan N-gain pada hipotesis 3. Pada hipotesis dua dan ketiga menerangkan bahwa nilai rata-rata postest dan N-gain siswa kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan nilai rata-rata postest dan N-gain siswa kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa secara empiris nilai rata-rata hasil penguasaan konsep siswa pada materi suhu dan kalor dengan model PBL dengan pendekatan inkuiri lebih baik dibandingkan nilai rata-rata hasil penguasaan konsep siswa yang diajar secara pembelajaran langsung. Hal ini sesuai dengan teori sebelumnya, dimana model PBL dengan pendekatan inkuiri dimana perencanaan dan instruksi dari guru menggunakan metode penjelasan dan presentasi dari guru, sedangkan PBL dengan difokuskan pada suatu masalah yang harus diselesaikan oleh murid melalui proses inkuiri dalam kelompok kecil. Siswa mengidentifikasi problem atau isu yang ingin mereka kaji, kemudian mencari materi dan sumber bahan lain yang mereka butuhkan untuk menangani problem atau isu tersebut. Dengan terjadinya proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. Hasil penelitian ini juga memperkuat penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Risky Kusuma Putra Wibawa (2006) bahwa melalui model Pembelajaran Berbasis Masalah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil penelitian selanjutnya mengenai keterampilan proses sains diperoleh dengan menganalisis aktivitas siswa pada saat pembelajaran yang memuat 8 aspek penilaian keterampilan proses sains yaitu mengamati, merumuskan hipotesis, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat dan bahan, menyimpulkan, menerapkan konsep dan berkomunikasi. Menurut Dahar (2003) dalam Julian (2012), mengamati berupa kegiatan observasi yang merupakan keterampilan ilmiah dasar yang menggunakan semua indera terhadap objek pengamatan. Merumuskan hipotesis yakni suatu perkiraan yang beralasan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Menafsirkan berupa menemukan pola dalam suatu seni pengamatan. Dilanjutkan dengan mengajukan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, pertanyaan yang meminta penjelasan atau pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis. Selanjutnya, menggunakan alat dan
11
bahan pada kegiatan eksperimen, menyimpulkan hasil pengamatan terhadap percobaan yang dilakukan, menerapkan konsep yang telah dipelajari dan berkomunikasi dengan sesama teman dan guru. Dari ke delapan aspek, keterlaksanaan aktivitas mengalami peningkatan pada aspek mengamati, menafsirkan, mengajukan pertanyaan, menggunakan alat dan bahan, menerapkan walaupun pada aspek merumuskan hipotesis, dan menyimpulkan terlihat penurunan. Sementara ketika dianalisis secara keseluruhan, semua aspek mengalami peningkatan disebabkan siswa sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang digunakan. Hal ini terlihat pada pertemuan pertama aspek mengamati dan menggunakan alat dan bahan adalah keterampilan proses sain paling tinggi dibandingkan yang lain. Sedangkan yang rendah adalah menafsirkan. Selanjutnya pada pertemuan kedua aspek mengamati mengalami peningkatan menjadi 3,7 diikuti oleh aspek menggunakan alat dan bahan, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, menyimpulkan dan menerapkan konsep. Untuk pertemuan ketiga secara keseluruhan mengalami peningkatan. Terjadinya penurunan dan peningkatan pada aspek-aspek tertentu pada setiap pertemuan yang dianalisis berdasarkan tiap kelompok diduga karena beberapa hal. Pada pertemuan pertama, siswa cenderung antusias dan hanya terfokus dalam melakukan observasi yang sebelumnya jarang dilakukan yang berakibat aspek yang lain terabaikan. Pada aspek merumuskan hipotesis dan menyimpulkan mengalami penurunan, hal ini diduga karena siswa kurang memahami pertanyaan dan terburu-buru untuk melaksanakan kegiatan praktikum. Persentase ketercapaian terbesar adalah aspek mengamati sedangkan persentase terendah adalah pada aspek menafsirkan. Rendahnya aktivitas pada aspek menafsirkan dikarenakan kegiatan aspek ini lebih rumit dibandingkan dengan aspek-aspek keterampilan proses sains lainnya karena butuh kemampuan dasar matematika. Namun demikian proses tersebut menjadikan siswa terbiasa melatih bahkan menggunakan keterampilan/kemampuan dasar yang mereka miliki. Pada pertemuan ketiga, kedelapan aspek berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada pertemuan ketiga siswa telah melatih keterampilan proses sains mereka dengan baik. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kemampuan siswa menyelesaikan soal penguasaan konsep. Terbukti bahwa terjadi peningkatan ketercapaian keterampilan proses sains siswa yang terintegrasi pada peningkatan penguasaan konsep siswa setelah proses pembelajaran. Peningkatan ini menunjukkan bahwa tidak bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya bahwa model Problem based learning dengan pendekatan inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains. Sebagaimana Penelitian yang dilakukan oleh Prima dan Kaniawati (2011) dengan judul Penerapan Model PBL pendekatan inkuiri dapat meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep elastisitas siswa SMA. Simpulan 1.
Simpulan dari penelitian ini adalah: 1) Gambaran keterlaksanaan model PBL dengan pendekatan inkuiri dari hasil pengamatan proses pembelajaran pada siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan pada setiap pertemuan yang berarti keterlaksanaan model PBL dengan pendekatan inkuiri ini dalam
12
kategori baik dengan peningkatan dari nilai 94,75, 94,25 dan 95,25. 2) Gambaran keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen melalui model PBL dengan pendekatan inkuiri materi suhu dan kalor terlihat adanya peningkatan skor dan persentase 8 aspek KPS dari pertemuan I sampai pertemuan III yang semuanya berada pada kategori baik.3) Tidak ada perbedaan yang signifikan antara nilai rata-rata pretest penguasaan konsep fisika siswa kelas eksperimen dengan pretest siswa kelas kontrol yang artinya kemampuan siswa kedua kelas tersebut hampir sama. 4) Nilai rata-rata postest penguasaan konsep siswa kelas eksperimen lebih besar secara signifikan daripada nilai rata-rata postest penguasaan konsep siswa kelas kontrol pada materi suhu dan kalor.5) Nilai rata-rata N-gain penguasaan konsep siswa kelas eksperimen lebih besar secara signifikan daripada nilai rata-rata N-gain penguasaan konsep siswa kelas kontrol pada materi suhu dan kalor. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. La Ode Safiuddin, S.Pd., M.Si., Dr. Fahyuddin, S.Pd., M.Si., dan Dr. IrMuhammad Yuris M.Si. atas segala saran dan dukungan yang diberikan dalam penulisan artikel ini. Daftar Pustaka Ambarsari, W. 2013. Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar pada Pelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta. Jurnal Pendidikan Biologi FKIP UNS 5 (1): 8195. Amir, M.T. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 2. Bumi Aksara. Jakarta. Asriyanto, K. E. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah melalui Metode Eksperimen dan Inkuiri Terbimbing Ditinjau dari Kreativitas Siswa pada Materi Larutan Penyangga di SMAN 2 Sukoharjo Tahun Ajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Kimia, 3(3):89-97. Baser, M. 2006. Fostering Conceptual Change by Cognitive Conflict Based Instruction Student’s Understanding of Heat and Temperature Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. ISSN: 1305-8223. Volume 2, Number 2. Hal. 96-114. www.ejmste.com. Barret, T. 2005. Understanding Problem Based Learning. [online].Tersedia : http:// [22 – 03 -2007] BNSP. 2010. Panduan Analisis Butir Soal. Direktorat Pembinaan SMP Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional. Jakarta. Dahar, R. W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
13
Dimyati, M. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hake, R. R. 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A SixThousand-Student Survey of Mechanics Test Data for Introductory Physics Course. American Journal of Physics, 66(1): 64 – 74. Heni Rusnayati, Eka Cahya Prima 2011. Penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dengan pendekatan inkuiri untuk meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep elastisitas. Indrawati. 1999. Keterampilan Proses Sains (Tinjauan Kritis dari Teori ke Praktis). Bandung: Depdikbud. Iru, L. & L. O. S. Arihi. 2012. Analisis Penerapan: Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-Model Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo. Istiqomah, L. 2010. Pengaruh Minat dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri seKabupaten Jepar a Tahun Ajaran 2008/2009. Skripsi. Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang. Joyce, B., M. Weil & E. Calhoun. 2011. Models of Teaching: Model-Model Pengajaran, Edisi Delapan. Transleted by Fawaid, A. & A. Mirza. 2011. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Karhami, A. K. S. 1998. Panduan Belajar Fisika SLTP. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kartikasari, R. 2011. Penerapan Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dengan Metode eksperimenu ntuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa kela VIII C SMP Negeri 14 Surakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Surakarta: FKIP Universitas Sebelas maret. Kunandar. 2010. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Press. Prima, Eka Cahya dan Kaniawati, Ida. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Pendekatan Inkuiri untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Elastisitas pada Siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. journal.fpmipa.upi.edu/index.php/jpmipa/article/download/279/190 Putra, S. R. 2013. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press. Putra Wibawa, Rizky Kusuma. 2015. Penerapan Metode Problem Based Learning untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa Kelas XI pada Mata Pelajaran Menggambar Teknik Mesin di SMK Piri Sleman. http://eprints.uny.ac.id/19290/1/Rizky%20Kusuma%20Putra%20Wibawa %2010503244015.pdf Rusman. 2011. Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rusmiyati, A. & A. Yulianto. 2009. Peningkatan Keterampilan Proses Sains dengan Menerapkan Model Problem Based-Instruction. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. 5(2): 75-78. Rusnayati, H. & E. C. Prima. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Dengan Pendekatan Inkuiri Untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep Elastisitas Pada Siswa SMA. Prosiding Seminar Nasional Penelitian Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
14
Rustaman, N. Y. 2005. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: Universitas Negeri Malang. Rusyda, S. 2009. Pengaruh Motivasi dan Aktivitas Siswa Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri 38 Semarang Pada Materi Segiempat dengan Model Pembelajaran Tipe TGT (Team Games Tournament). Skripsi Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang. Saputri, F. L. 2013. Pembelajaran Berbasis Masalah Berorientasi Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pembelajaran Fisika. Tersedia di http://library.unej.ac.id/client/en_US/default/search/asset/549;jsessionid=8 87A23D3A91036A3BF95712E97D7085D [diakses 25-11-2016]. Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Sudijono, A. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Susetyo. 2010. Statistika untuk Analisis Data Penelitian. Refika Aditama. Bandung. Tanahoung, Choksin dan Chitaree, Ratchapak. 2010. Probing Thai Fresmen Science Students’ Conceptions of Heat and Temperature Using Openended Questions: A Case Study. Eurasian Journal of Physics and Chemistry Education. ISSN: 1306-3049. 2(2):82-94. http://www.eurasianjournals.com/index.php/ejpce. Trianto. 2007. Model-modelm Pembelajaran Inovatif Berorientas konstruktivistik.Jakarta : Prestasi Pustaka. Wahyudin. 2010. Keefektifan Pembelajaran Berbantuan Multimedia Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Minat dan Pemahaman Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 6(1): 58 – 62. Winkel, W. S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia. Woolfolk. A. E. 2001. Educational Psycology. Boston: Allyn and Bacon Yeo, S. and Zadnik, M. 2001. Introductory Thermal Concept Evaluastion: Assessing Students’ Understanding. The Physics Teacher. Vol. 39. 496−504. Yulianti, D. & Wiyanto. 2009. Perencanaan Pembelajaran Inovatif prodi Pendidikan Fisika. Semarang: Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Profesi Universitas Negeri Semarang.