Artikel Gusnando S Anwar pada majalah Kontraktor AKI - Oktober 07 Tugas Lembaga ke-5: Sulitkah bagi LPJK? Ir H Gusnando S Anwar MEngSc. FCBArb Ada lima tugas UU Jasa Konstruksi yang harus diemban Lembaga, namun masih ada tugas ke 5 yang belum terpegang yaitu “mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi dan penilai ahli dibidang jasa konstruksi”. Tulisan ini merupakan sumbang saran agar kita masyarakat jasa konstruksi mulai bersama-sama mendorong terlaksananya tugas ke 5 LPJK ini, yang sangat penting bagi pelaku jasa konstruksi dan untuk mempercepat pencapaian tujuan dari pengaturan jasa konstruksi yaitu menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa.
Pendahuluan: Begitu banyaknya terdengar keluhan para pelaku jasa konstruksi terutama penyedia jasa konstruksi atas perlakuan kontraktual pengguna jasa sehingga menyebabkan terguncangnya kelangsungan badan usaha bahkan sampai tutup usaha selamanya. Tentu bukan berarti tidak adanya kelemahan, kesalahan
ataupun kelalaian dari
penyedia jasa yang terjun kedalam bisnis jasa konstruksi karena entry barrier bisnis yang relatif sangat kecil dan ikut-ikutan tanpa menyadari kelemahan kompetensinya. Ini dipermasalahkan, karena penyedia jasa merasa berhak atas suatu tuntutannya, padahal belum tentu berhak, namun tidak merasa ada saluran yang tersedia untuk memastikan kebenaran hak-nya tersebut. Infrastruktur perangkat lunak pencegahan dan penyelesaian perselisihan dalam bisnis jasa konstruksi segera perlu ditata, disosialisasikan, di training kan sehingga penyelesaian sengketa dirasakan keadilannya bagi para pihak bersengketa. Harapan ini tentunya kita gantungkan kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam jasa konstruksi dan LPJK dengan tugas ke-5 nya.
Infrastrukur legal Infrastruktur legal yang mengatur tentang APS sudah lebih dari cukup, namun yang diamanahkan UUJK masih malu-malu menegakkannya.
UU nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK) menugaskan kepada Lembaga (sekarang berwujud Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi –LPJK) lima aspek dalam jasa konstruksi yaitu penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, registrasi tenaga kerja, registrasi badan usaha, dan yang kelima yaitu penyelesaian sengketa.
Fn:Tugas Lembaga ke 5-final
1-6
Artikel Gusnando S Anwar pada majalah Kontraktor AKI - Oktober 07 Kenyataan bahwa begitu banyaknya keluhan penyedia jasa karena ketidaksetaraan kedudukan para pihak berkontrak, yang terjadi sejak puluhan tahun bahkan masih berlangsung terus walaupun sudah adanya UUJK yang bertujuan untuk mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa (pasal 3 UUJK-tujuan). Keluhan terjadi karena Pemerintah dirasakan seperti berpihak kepada pengguna jasa karena Pemerintah juga berlaku sebagai pengguna jasa khususnya pada proyek2 yang didanai oleh APBN/APBD, yang sekarang jumlahnya masih lebih besar dari porsi penanam modal dari investor swasta. Disamping itu Pemerintah tidak menyediakan suatu unit yang berdaya hasil untuk memberikan pelayanan konsultasi murah (kalau mungkin gratis) tentang penyelesaian sengketa konstruksi.
PP 29 tahun 2000 bab VI tentang Penyelesaian Sengketa menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan jasa konstruksi diluar pengadilan dapat dilakukan dengan cara melalui pihak ketiga (mediasi atau konsiliasi) atau arbitrase (lembaga atau ad-hoc). Penyelesaian melalui mediasi atau konsiliasi dapat dibantu Penilai Ahli untuk memberikan pertimbangan
profesional.
Mediator
yang
bertindak
sebagai
fasilitator
yang
membimbing para pihak bersengketa mencapai suatu kesepakatan, menurut UUJK diharuskan mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh LPJK. Konsiliator yang menyusun dan merumuskan pemecahan masalah, juga diharuskan mempunyai sertifikat keahlian yang ditetapkan oleh LPJK. Tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase dilakukan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa.
Dalam hal proses arbitrase, LPJK awal 2000-an telah melakukan MOU dengan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Namun untuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya -yang tahapannya lebih dini- belum ditata sama sekali oleh LPJK yang mengemban tugas UUJK ini. Teknik-teknik APS dalam bisnis jasa konstruksi yang sering berlaku dinegara maju antara lain metoda partnering, disputes board, dan mediasi/ konsiliasi akan menjadi solusi bagi pihak bersengketa untuk mendapat haknya secara profesional dan legal dalam waktu yang relatif singkat dan biaya rendah.
Keppres 80/2003 mengatur bahwa syarat-syarat khusus kontrak harus menetapkan pengadilan mana atau badan arbitrase mana yang dipilih untuk menyelesaikan
Fn:Tugas Lembaga ke 5-final
2-6
Artikel Gusnando S Anwar pada majalah Kontraktor AKI - Oktober 07 perselisihan. Berarti proyek-proyek yang didanai APBD/APBN tidak diperkenankan memilih arbitrse ad-hoc. Namun tidak dilarang untuk menggunakan metoda APS lainnya seperti disputes board, mediasi atau pendapat ahli.
UU Arbitrase dan APS no 30 tahun1999, hanya mengakui bahwa APS hanya deangn cara konsultasi, negosiasi, mediasi, mediasi, konsilisasi atau penilaian ahli. UndangUndang tentang APS menyatu dengan UU Arbitrase tapi sayang APS hanya disinggung dalam 1 pasal dari total 82 pasal dalam UU tersebut sehingga Menteri dan LPJK perlu menerbitkan setidaknya PP khusus tentang APS
Schema peran organisasi menurut UUJK Masyarakat Jasa Konstruksi menyelenggarakan perannya melalui Forum Jasa Konstruksi yang berkewajiban menumbuh-kembangkan usaha jasa konstruksi. Pemerintah RI dengan saran dari Forum Jasa Konstruksi melaksanakan pembinaan, dimana sebahagian pembinaan tersebut dapat diserahkan kepada Pemda. Pembinaan jasa
konstruksi
diwujudkan
dalam
bentuk
pengaturan,
pemberdayaan
dan
pengawasan. Pengaturan dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-undangan dan standar teknis. LPJK bertugas melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dengan bekerjasama dengan LPJKD didaerah bagi Masyarakat jasa Konstruksi.
PEMDA
LPJK-D
PemRI
LPJK-N
Forum JK
Fn:Tugas Lembaga ke 5-final
MASY JK 3-6
Artikel Gusnando S Anwar pada majalah Kontraktor AKI - Oktober 07
Kebutuhan akan ADR S Margono, dalam buku ADR dan Arbitrase menyampaikan (bersumber dari makalah MA Santosa, 1997) bahwa ada 5 faktor dasar pengembangan ADR di Indonesia: a. Kepastian hukum termasuk ketersediaan sistem penyelesaian sengketa yang efisien b. Tuntutan masyarakat terhadap mekasnisme yang efisien dan memenuhi rasa keadilan. c. Masyarakat memiliki akses dalam penetapan kebijakan d. Hak masyarakat dalam pengembangan mekanisme penyelesaian konflik e. Menumbuhkan iklim persaingan yang sehat bagi lembaga peradilan
Permasalahan mendasar penyebab persengketaan dalam penyelenggaraan proyek konstruksi dipengaruhi 3 faktor utama yaitu: 1. Faktor Fisikal : Disebabkan oleh ketidakpastian perencanaan yang penuh dengan asumsi. Kenyataannya, dapat dikatakan hampir selalu terjadi perbedaan yang mendasari penawaran para penyedia jasa dengan kenyataan yang ditemukan dilapangan pada proyek konstruksi. 2. Faktor Kontraktual : Disebabkan oleh ketidak-tersediaan standarisasi dan prosedur serta juga kelemahan kompetensi dalam manajemen kontrak dimulai sejak contract drafting, contract reviewing, contract administration & contract claim. Belum adanya standar kondisi kontrak –bahkan bisa muncul dari suatu “bahagian” departemen pemerintah- sehingga penyedia jasa menghadapi kontrak yang berbeda setiap saat. Begitupun dengan prosedur yang beragam seperti standar pengukuran (standard method of measurement) untuk menghitung progress dan pembayaran. 3. Faktor Personal : Disebabkan oleh kelemahan kompetensi komunikasi
serta
adanya sikap mental oportunis dari penyedia jasa konstruksi atau sikap mental arogansi dari penyedia jasa konstruksi. Kelemahan kompetensi dan sikap mental seperti ini menjadi sumber utama terciptanya iklim yang bermusuhan dan mau menang sendiri tanpa mau mendengar pendapat pihak lain. Disampimg itu kekurang-beranian pendelegasian hak dan wewenang yang diberikan kepada pelaku dilapangan oleh manajemen puncak diluar tim manajemen proyek. Sifat
Fn:Tugas Lembaga ke 5-final
4-6
Artikel Gusnando S Anwar pada majalah Kontraktor AKI - Oktober 07 arogansi pengguna jasa menimbulkan “pemaksaan” pemberlakuan kebiasaan dalam suatu lingkungan pengguna jasa
kedalam proyek yang wajib diikuti
penyedia jasa tanpa kompensasi. Survey Sukirno dkk di Bandung tahun 2000 tentang sengketa konstruksi dikelompokan atas biaya, waktu dan lingkup. Faktor mutu hasil kerja konstruksi sebetulnya juga perlu diperhitungkan sebagai kelompok utama penyebab sengketa. Jenis sengketa faktor “Lingkup” terbaca tidak pernah terjadi akibat 10 penyebab sengketa konstruksi. Tidak terdeteksinya jenis sengketa faktor “Lingkup” memperlihatkan bahwa scope management tidak begitu dikenal di Indonesia yang merupakan salah satu kelemahan kompetensi personal yang sebetulnya penting dalam manajemen proyek konstruksi.
Kinerja Lembaga Menurut laporan pertanggung jawaban dewan pengurus LPJK Nasional 2003 -2007, sehubungan tugas ke-5 LPJK telah dilakukan: 1. Penyelesaian perkara hukum
Menyelesaikan kasus penolakan keabsahan LPJK oleh LJKI
Menyelesaikan kasus cacat hukum musda ulang LPJKD Sumut yang dilaksanakan oleh LPJKN
Menyelesaikan kasus ketidakwenangan LPJK melakukan registrasi tenaga kerja dan badan usaha
Menyelesaikan kasus keberpihakan LPJK dengan tidak mengakui eksistensi Aspekindo Surabaya
2. Menjadi saksi ahli dalam persidangan yang melibatkan asosiasi 3. Melakukan advokasi terkait persoalan eskalasi harga proyek kepada pemerintah 4. Menyelenggarakan seminar bekerjasama dengan BANI dalam rangka sosialisasi arbitrase. Kalau membaca kinerja diatas, khususnya terkait dengan tugas ke-5 nya dapat dinilai secara objektif amanah Undang Undang Jasa Konnstruksi kepada LPJK dalam tugas ke-5 ini untuk mendorong dan meningkatkan peran arbitase, mediasi dan penilai ahli, tentunya masih jauh dari harapan.
Fn:Tugas Lembaga ke 5-final
5-6
Artikel Gusnando S Anwar pada majalah Kontraktor AKI - Oktober 07 Harapan dari Masyarakat Jasa Konstruksi Pengurus LPJK yang baru bertugas tahun 2007 ini mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kinerjanya dalam aspek yang belum tersentuh ini. Semoga harapan kita terutama oleh para penyedia jasa mengharapkan adanya wadah yang mewujudkan teknik-teknik APS diselenggarakan dalam kehidupan bisnis jasa konstruksi
Berdasarkan infrastruktur legal yang sudah diundangkan, adanya menteri yang bertanggung jawab dalam pembinaan jasa konstruksi, adanya LPJK dengan tugas ke-5 nya, serta hadirnya beberapa pengurus baru yang berlatar belakang kompetensi kontraktual, penulis merasakan adanya kerinduan dan kebutuhan pelaku jasa konstruksi untuk menghindari dan menyelesaikan sengketa sedini mungkin. Ini akan terjadi melalui antara lain: -
Tersedianya 1 set standar kondisi kontrak nasional antara pengguna jasa dengan para penyedia jasa secara komprehensif, antara penyedia jasa dengan para sub penyedia jasa, atau vendor, pendana, pabrikator dan lain lain, yang memenuhi asas yang ditetapkan UUJK yaitu kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan.
-
Tersedianya standar method measurement meliputi cost structure dan uraian preliminary cost yang lebih transparan yang bisa menjadi alat eliminasi KKN.
-
Eksistensi kelembagaan APS konstruksi (mediasi / konsiliasi / penilai ahli / arbiter) yang dipercaya. Kelembagaan yang bekerja sama dengan kelembagaan sejenis di negara-negara yang lain terutama negara donor atau investor.
-
Tersedia peraturan prosedur APS konstruksi yang meliputi mediasi, konsiliasi, penilai ahli dan kalau mungkin juga prosedur “partnering & disputes board”.
-
Sertifikasi profesi bagi mediator / konsiliator / penilai ahli / arbiter khusus bidang konstruksi
Tentunya tugas ke-5 LPJK yang berat ini membutuhkan dorongan dan kerjasama dari departemen departemen PU dengan BPKSDM nya yang selama ini de-facto sebagai penanggung jawab pembinaan jasa konstruksi, dan tentunya juga perlu sinkronisasi dengan LPJKD yang tidak terlepas dari Perda di propinsi, kabupaten maupun kota. Profil penulis: Penulis adalah Arbiter di BANI dan Principal Consultant Pro5; spesialis manajemen kontrak konstruksi.
Fn:Tugas Lembaga ke 5-final
6-6